Rabu, 02 Maret 2016

FESTIVAL KEMATIAN —SEQUEL OF BUSHO-AKU(PERSEMBAHAN SETAN)—FESTIVAL 7 : MEAKASHI (目明し) “EYE OPENING”

FFN. CODE 4. 黒子のバスケ
            FESTIVAL KEMATIAN
 
SEQUEL OF BUSHO-AKU(PERSEMBAHAN SETAN)—
“One sword can destroy a million death, but death can killed a billion sword.”
DISCLAIMER : TADATOSHI FUJIMAKI
FESTIVAL 7 : MEAKASHI (目明し)
            “EYE OPENING”
 “Aku tak mengerti, mengapa harus bertarung? Mengapa orang-orang, mengapa teman-teman kami harus mengalami hal seperti ini? Kalau aku punya kekuatan... aku ingin..menyelamatkan mereka...”
黒子テツヤ
(Kuroko Tetsuya)
KUROKO TETSUYA
Halaman Kuil Yukibana –The Story That Nobody Know—

            Tampaknya aku dalam bahaya besar.
            Maksudku, kami
memang dalam bahaya besar. Orang ini, meski tadi aku baru mendengar setengah cerita Saya-san jelas sekali orang ini adalah orang yang.. ‘membunuh’ Ayah Kinako dan Kohane. Entah kenapa aku bisa mengasumsikan begitu tapi setelah menyimpulkan segala sesuatu hingga sekarang jelas saja yang bisa kusebut sebagai tersangka utama adalah Karasu Yukihira. Paman Kinako-chan. Kematian demi kematian, apakah..apakah mungkin orang ini juga yang mendorong Kohane-chan? Tidak! Tidak, Tetsuya... jangan pikirkan hal-hal mengerikan seperti itu. Tapi kenapa, kenapa perasaanku mengatakan kalau orang inilah yang...

            “Kau...siapa?” DEG! Aku baru menyadari betapa seram sepasang mata ruby ini.
            “Saya Kuroko Tetsuya, yoroshiku.” Dia tetap bergeming, mantel putih kotornya terbang berayun terbawa angin perlahan.
            “Siapa..anak ini...?” Oh tidak! Aku mempererat cengkramanku, sebenarnya aku membawa pisau lipat untuk membuka kaleng sarden tadi hanya saja karena aku malah mencari Kise-kun pisau ini terbawa. Satu hal lagi, dia mengetahui keberadaanku. Kemampuan Missdirection adalah kemampuan yang biasanya hanya dimiliki orang-orang berbayang tipis, kehadirannya tak pernah disadari secepat orang lain, sama seperti Kinako yang kasat mata aku juga begitu tapi ada beberapa orang yang mampu mendeteksi kami. Mendeteksi keberadaan yang hawanya setipis embun yang menandakan kalau orang-orang seperti itu memiliki kemampuan lebih. Salah satunya orang ini.

            “Dia temanku.” Aku sangat tenang, hebat sekali aku ini menantang monster neraka yang tiba-tiba saja datang di hadapanku.
            “Siapa teman...teman..kamu..punya teman...?”
            “Lantas mengapa anda mencari Kise Ryouta-kun?” tanyaku tegas. Dia diam, kemudian dia mundur ke belakang beberapa langkah lalu tiba-tiba.
            “AHAHAHAHA.....!! Akting yang baguuss... baguss..aku sukaa... kau benar-benar...ACE...KUROKO TETSUYA dari SMA SEIRIN...!! Aku beruntung...bertemu denganmu...dan dia....!” Jantungku seperti terbang ke alam lain, dia tahu aku! Dia hanya pura-pura dan dia tahu kalau yang ada bersamaku adalah Kise-kun! Terpaksa kuambil pisau lipat itu tanpa ragu, aku mengacungkannya dengan napas memburu. Sementara dia memerhatikanku dengan mimik wajah aneh aku hanya bisa menggertaknya, memastikan dia tidak mengambil tindakan untuk mendekat padaku dan merenggut Kise-kun dariku.

            “Kenapa? Kau mau menusukku dengan pisau sekecil itu?” sindirnya.
            “Kuharap pisau kecil ini mampu mengirim anda pergi sejauh mungkin, atau mungkin tidak perlu kembali ke sini lagi. Karasu Yukihira-ji san*(paman).” Sahutku dingin.
            “Darimana kau tahu..namaku?” Hmm, dia ternyata memiliki kekurangan juga.
            “Tak perlu tahu, apa anda juga sudah mengunjungi keponakan anda?” Kupegang kendali lalu dengan desakan-desakan halus nan berat aku berhasil menggertaknya.
            “Keponakan katamu? Aku tak memiliki hal lucu seperti itu.”

            “Termasuk mendorong jatuh salah satu keponakan lucu itu dari lantai tujuh apartemen keluarga Mayuzumi-san? Kau ceroboh, seharusnya kau melakukan lebih baik lagi.” Dia panik, gelagatnya mirip seperti orang yang terkena Bipolar syndrome, dia bisa sangat bersahabat tapi bisa berubah sangat menakutkan jika panik, marah, atau terkena sesuatu yang menurutnya sulit diatasi. Kemungkinan besar trauma mentalnya memicu sindrom itu.

            “Mundurlah, aku tak mau mencelakai orang tua. Setidaknya aku tidak mau mengirim anda secara tidak terhormat ke dalam penjara.” DRUAAAKK!. Sepersedetik aku baru menyelesaikan perkataanku, pohon yang berada di balik punggung pria ini tumbang tanpa ampun, bahkan aku tak melihat kapan dia mengayunkan senjatanya. Pohon naas itu terbelah-belah bagai ikan sarden lalu terkapar di tanah. Bagus, aku membuat orang dengan bipolar syndrome menjadi sangat tidak bersahabat. 

“Kau tadi bicara apa...hah!? aku... aku tidak akan pernah kalah, misiku belum selesai dan...dan misi akhirku adalah membunuh anak ini dan....menyeret seluruh keluarga keparat itu ke dalam api...” Tak perlu kukatakan siapa yang dimaksudkannya.
“Menjauhlah dari Kise-kun!”
Terlambat sekali aku langsung melayang jauh ketika orang itu memberi tendangannya yang mampir tepat di wajahku.

            “Kise-kun!!” Gawat! Ponselku remuk, layarnya sudah retak hampir membelahnya menjadi dua, bagaimana aku bisa memberitahu orang-orang? Bagaimana aku bisa menolong Kise-kun yang terkapar di tengah padang Daffodil ini. Sial, sepertinya salah satu tulang rusukku juga patah akibat benturan ke tanah. Tanpa dikomandoi dia mendekat pada Kise-kun yang terkapar lalu perlahan namun pasti dia membuka sarung pedangnya itu kemudian melemparkannya jauh-jauh. Kilapan dari mata pedang mengerikan tersebut menari-nari, memberikan segala sesuatu sugesti mengerikan yang ada. Kumohon, jangan ambil lagi Kise-kun seperti kejadian di Kaijou enam bulan lalu, aku mau melakukan apapun untuk melawan.
            “Hmm, sepertinya dia sudah tidak berdaya.”

            “MENJAUHLAH!!” 

         Oke, aku berhasil mengenai kepalanya dengan sebuah batu yang kulempar ala ignited pass(berharap batu itu melubangi kepalanya), tapi kurasa kepala orang ini jauh lebih keras dari batu itu, karena sekarang kepalanya hanya mengucurkan darah di bagian pelipisnya meski aku yakin pelipisnya itu pasti sedikit retak dan memberi cekungan yang dalam. Bagus, gerakannya berhenti! “Kau…., bernyali juga…. Aku..dengar.. kekuatanmuu..hanya sebatas passing…., ternyata kau..lebih ngotot..dari yang kukira..” untuk selanjutnya aku tak lagi mendengar perkataanya karena aku sudah dihempaskan (lagi) dengan beringas olehnya. Benar,sih aku hanya bisa pass dan kekuatan fisikku nol besar tapi setidaknya, kadang nol bukan berarti tak memiliki isi. Kesimpulannya, aku masih memiliki kemampuan otak lebih baik darinya meski harus menghindar mati-matian. 

            Sejauh ini aku hanya terluka di sudut bibir, pakaianku kacau balau berlepotan lumpur dan salju, intinya keadaanku terlalu mengenaskan. Beberapa kali Karasu-san menyabetkan pedangnya hingga merobek kemeja juga jersey ku, meski hanya luka gores tapi ini sangat sakit dan perih(aku tak bisa membayangkan bagaimana rasanya Kise-kun yang ditusuk oleh benda seperti ini dulu.).  Selama hampir 20 menit aku menahan serangan orang sinting ini akhirnya aku terpojok dan...

            “Akhirnya aku berhasil membungkammu, ceroco sialan!”
            Aku sudah dalam batas, kakiku kena luka cukup serius dan tangan kiriku terkena katana meski tidak dalam tapi cukup menghabiskan beberapa liter darahku. Sementara aku terpojok di tengah-tengah gundukan bunga putih juga darah yang menodai beberapa kelopaknya, Karasu-san berdiri sekitar 2 meter dariku siap dengan katana mengkilapnya yang sudah dilumuri beberapa darahku. Napasku sudah tersengal-sengal dan pasokan oksigen mendadak menipis di tengah hawa dingin ekstrim seperti ini.

            “Hoo…. Kau menyerah..? pengorbananmu luar biasa… aku suka.. matamu punya tekad..setidaknya membuatku muak karena mengingatkanku…dengan saudara tololku dulu…., apalagi… kau membiarkan aku mengincarmu juga menjauhkanku dari si target
            “Aku cukup senang jadi mangsa…” sahutku datar.

            “Dan cukup bodoh untuk dimangsa.” Kesinisannya memang menyebalkan.
 Aku sudah tidak punya senjata,pisau lipatku terbang entah kemana, ponselku sepertinya error akibat benturan, dan kini aku terpojok sembari terduduk lemas karena kakiku terluka parah. Kulirik dari ekor mataku kondisi Kise-kun yang masih tertelungkup di hamparan padang bunga, syukurlah jaraknya cukup jauh dari kami. “Kenapa? Kau mengkhawatirkan dia? Apa aku harus membunuhnya terlebih dahulu?” Hmm.. pilihan yang pasti sudah bisa kujawab, 

            “Aku tidak takut mati..,” Pria ini mengerutkan alisnya lalu menatapku heran bercampur jijik, tapi aku tidak peduli. Aku ingin menyampaikan hal yang ingin kusampaikan sekalipun dia bukan siapa-siapa, ralat, dia adalah paman Kinako. Aku pun tanpa ragu melanjutkan perkataanku. “Aku tidak pernah takut untuk memberikan nyawaku, yang paling kutakutkan, hidup tapi mengorbankan nyawa kawan sendiri. Kami memang teman, tapi masalah nyawa adalah hal lain. Dan orang yang mempermainkan nyawa seseorang seenaknya adalah orang yang tak akan bisa kumaafkan meski dia berlutut di hadapanku. Suatu hari nanti.” Dengan pede aku membuatnya membatu, yaah, aku bersyukur apa yang diajarkan teman-temanku berguna untuk momen seperti ini.

            “PEMBUAL!” Dengan naasnya aku langsung dihajar kembali lalu harus tertelungkup menghadap ke tanah hingga terbatuk-batuk, ah sial, mulutku berdarah.
            “Bocah sepertimu tahu apa!? KAU TAK MENGERTI, siapa yang mempermainkan nyawa? Nyawa yang sudah ditakdirkan mati ya harus mati, jangan bicara seolah-olah kau tahu apa arti dari nyawa yang kau maksud!”

            “Tapi bukan berarti anda harus mencabut nyawa-nyawa itu! Itu namanya anda sendiri yang melawan takdir!” kuhantam dia dengan perkataan kembali.
            “DIAM! Persetan dengan kebahagiaan, nyawa, dunia, taka da yang mau menerimaku! Tidak ada yang menerima eksistensi dunia yang ingin kubangun, dunia seperti ini.. dunia seperti kotoran ini harus dimusnahkan demi kehidupan lebih baik…dan aku..aku yang akan.. mengawalinya…” Oke, aku tidak mengerti apakah orang ini memiliki keinginan khusus seputar nyawa manusia atau hanya kehausan akan tahta semu? 

            “Anda melarikan diri dari dunia yang sesungguhnya.” Satu kalimat itu berhasil memukulnya, matanya yang nyalang tak memiliki kewarasan sebagaimana harusnya melirik padaku yang sudah limit, aku tak mengerti apa yang salah darinya dan hanya satu orang yang mampu menjawab hal ini, untuk menyelamatkan banyak nyawa setidaknya.
            “Kalau begitu…,” dia mengacungkan tinggi-tinggi bilah katananya ke langit tepat di atas kepalaku! Dia bermaksud membunuhku tanpa ampun! “Kita akhiri saja ocehan busukmu itu, akan kuperlihatkan bagaimana orang dewasa bertindak… bocah!” Aku hanya bisa menatap ngeri ketika pedang itu langsung mengarah padaku, demi Tuhan aku tak tahu apa dosaku, apa salahku hingga aku harus mengakhiri masa mudaku ini tapi aku tak mau hidup dengan mengorbankan nyawa Kise-kun, aku lebih memilih mati dengan nyawaku ketimbang harus hidup diatas nyawa orang lain! Menurut perkiraanku, beberapa detik sudah cukup untuk sebilah pedang dengan kecepatan seperti itu membelah-belah kepalaku, namun yang kudapatkan adalah kepalaku masih utuh dan ternyata katana itu diahalangi oleh sesuatu. Sesuatu!!

            “Hiiii…!! Tidaaak! Tidak mungkinn… kenapa kau…!!” Eh, ada apa? Seperti ada sesuatu. Benar, di depanku kini adalah.. sosok yang kukenal dengan pakaiannya yang terbang tertiup angin musim dingin, kemeja lengan panjang dan celana hitam, beberapa perban mencuat dari sudut-sudut lengan pakaiannya. “Kenapaaa…? Kenapa kau..bisa… tidak mungkiin! Mustahil..!!” Karasu-san terjatuh lalu terseok-seok mundur ke belakang tetap dengan pandangan nyalang hanya saja hawa membunuh tak lagi kurasakan dari dirinya yang kini berkeringat dingin dan menatap horror ke arahku. Bukan ke arahku melainkan….,

            “Kau baik-baik saja? Kurokocchi…”
            “K..Kise-kun… kau…, kenapa bisa?”

            Kini yang melindungiku adalah sosok Kise-kun dengan ujung katana keluar dari lengan kanan yang digunakan untuk melindungi dirinya juga, dia menyilangkan lengan untuk menutup bagian wajah agar bilah pedang Karasu-san tidak mengenai Kise-kun.
            “Maafkan aku..Kurokocchi, aku yang sekarang bisa merasakannya, merasakan bagaimana ‘kata-kata’ itu terus bergema di dalam diri anak itu.” Eh?
            “Tapi..sejak kapan?” Tanyaku linglung. Sulit mencerna kejadian ini.
            “Entahlah, kekuatan ini berpindah ketika di Teikou. Kurasa Kagamicchi juga menyadarinya.” Oke, aku benar-benar tak mengerti.
            Kise-kun membuka telapak tangannya, mencabut sesuatu dari sana dan tentu saja yang kulihat adalah sebuah pedang berkilap yang kini sudah siap menghabisi Karasu-san. Bisakah aku katakan, bahwa sekarang mata Kise-kun berubah menjadi merah seperti dialiri fosfor? Warna mata yang sama dengan Kagami-kun ketika berada di Teikou.

            Inikah wujud asli dari apa yang dibawa oleh Kinako? Sebuah perasaan yang dibawanya bukan dari lubuk hatinya melainkan pedang ini yang mencintai. Memberi rasa cinta, seperti kutukan.

            Wujud asli dari cinta palsu sebuah pedang siluman.
            Dan kini berada di tangan Kise-kun. Ini artinya Kise-kun sekarang adalah…

BACK TO 15TH YEARS AGO. –FINALE CHAPTER-
           
SHUUMA YUKIHIRA
dua tahun setelah kejadian.

            Kupikir aku akan menyerah. 

            Bagaimana mungkin aku tidak bicara begitu, aku sudah kehilangan orang yang sangat kucintai. Maksudku, setelah aku koma hampir setahun karena kejadian itu aku bahkan tak mampu berdiri di tengah lapangan lagi. Tora dan Nakatani-kun terus menjengukku dan mereka tidak hentinya mencari informasi seputar Saya. Kini aku sudah berdiri di bawah pohon bunga Sakura yang bermekaran, ya, ini adalah hari kelulusanku. Hari kelulusan ini tak seindah yang kubayangkan, orang yang kusayangi tidak ada di sampingku ketika aku lulus.

            “Kau tak perlu sedih, dia pasti kembali, percayalah.” Tora menguatkanku, dia menjengukku ketika aku opname dalam jangka waktu lama, tak bisa kubayangkan betapa depresinya aku ketika tahu Saya tak ditemukan dimanapun di rumah itu. Kemungkinan terburuk adalah dia tidak akan pernah kembali seperti yang dijanjikannya. Atau dia pergi dan selamat dari kebakaran mengerikan itu. Entahlah. Polisi tidak tahu, tidak ada yang mengetahui kebenarannya hingga aku lulus. “Aku berharap dia kembali, karena aku selalu menunggunya.”. Tora tersenyum. Tak kusangka karier basketku cukup gemilang, aku bertemu dengan Nakatani-kun, aku bertemu dengan Eiji Shirogane-san, Genta-san, bahkan Katsunori-san  di ajang basket nasional yang levelnya bukan main-main. Saat itu genap usiaku sudah 20 tahun. Sudah lima tahun semenjak kejadian dan aku tidak pernah 
menemukan adik laki-lakiku lagi, Karasu.

            “Yukihira, latihan sudah beres kau boleh pulang!” seru salah satu senior di kamp.
            “Ya, aku mau latihan sebentar lagi.
            “Kau ini jangan memaksakan diri seperti itu, nanti bisa-bisa kau cidera.”

            “Ahahaha, sama sekali tidak apa-apa. Lagian besok kita libur, aku harus bersiap agar tidak malas-malasan.” Shuuma meluncurkan senyum terbaik dan seniornya pun menyerah. Gym sudah sepi, hanya ada Shuuma yang melakukan latihan dribble dan shooting. Ketika sendirian seperti ini Shuuma teringat semuanya, semua yang pernah dia lalui bersama Saya. Orang yang sangat disayanginya. Tapi kini berbeda, sudah 5 tahun tak pernah ada kabar dari Saya. Tidak pernah.
            “Kurasa aku harus menyerah.” Shuuma tersenyum lemah, putus asa karena semua ini.
            “Kau mau menyerah sungguhan dengan wajah sejelek itu?

            Shuuma terkejut, jantungnya seperti pindah ke perut. Suara itu, suara yang tidak pernah salah dia kenali. Sosok itu bersandar di pintu Gym, mengenakan jumper hitam dan celana training dengan warna sepadan. Surai hitam yang dikuncir satu terurai dari balik topi, sepasang mata magenta mengerling jahil dan tentu saja bekas luka menyilang yang tak pernah akan dilupakan oleh Shuuma. 

            “Dasar bodoh, kenapa wajahmu seperti itu? Kau tampak mengenaskan dari biasanya. Atau kau rindu padaku? Syukurlah Ryuu bisa membawamu pergi sesaat setelah ledakan dan aku—.” Tanpa banyak bicara Shuuma sudah berada di depan gadis tersebut, sebuah dekapan hangat diberikannya, nyaris saja dia tak mau melepaskan sosok kecil ringkih itu. Suara Shuuma kering, dia mencoba untuk tidak terisak karena dia tak mampu lagi menangis. “Kau…, sebegitu rindunya padaku?” bisik gadis itu di dalam pelukan Shuuma yang tetap tak bergeming.
“….”. “Aku benci mengakuinya tapi aku bisa lolos dan maaf mungkin 5 tahun bagimu bagaikan 5 abad yang mengerikan.” Gema suara itu menghilang, menggantung di udara.
            “Aku pulang, SHUU. Aku pulang kembali ke sisimu sesuai janjiku.”
            “Okaerinasai*(Selamat datang kembali). SAYA!”

            Dan begitulah aku mengakhiri penantian panjang ini. Setelah benar-benar sukses aku sedikit demi sedikit vakum dari dunia basket, kami pindah keluar kota dan tentu saja hidup berdua bersama-sama. Yang tahu akan hal ini hanya Ayah Saya, beliau yang menyarankan untuk meninggalkan kota, berkat bantuannya kepindahan kami tidak mengalami banyak masalah. Kedua, tentu saja si bodoh Tora, tapi aku tak ingin melibatkannya lebih jauh jadi aku hanya bilang ingin istirahat untuk sementara. Ketiga, kawan sejagat yang benar-benar berjasa, Ryuugen. Anak itu awalnya kurang setuju—plus karena dia juga ternyata menyukai Saya—tapi untunglah dia mau mengerti dan tetap menganggapku Rivalnya. Sungguh deh.

            Waktu memang berlalu begitu cepat, aku tak bisa membayangkan kalau sekarang aku sudah menjadi seorang ayah. Ditambah anak kami kembar. Mereka perempuan. Aku heran dimana kemiripannya denganku tapi kata Saya, salah satu dari mereka akan sangat mirip denganku. Yaah tak masalah, asal mereka bisa hidup dan tumbuh menjadi sosok yang cantik juga dikelilingi oleh kebahagiaan itu tak akan masalah. Tapi….,

            Kurasa.., kebahagiaan itu berhenti. Berhenti ketika mereka beranjak 5 tahun. Aku bisa merasakan semakin ke sini semakin banyak sekali orang-orang yang mengawasi. Meski kami sempat pindah ke tempat terpencil sekalipun aku masih bisa merasakan sosok jahat yang kutengarai adalah Karasu, adik lelaki bodohku itu tampaknya sekarang menjelma menjadi iblis yang tidak bisa mati.

            “Akan ada sesuatu. Kurasa, akan lebih aman kalau kau menitipkan mereka.”
            “Kau pasti bercanda. Aku tahu apa yang ada dipikiranmu.”
            “Saya….”
            “Aku tak mau, kalaupun harus, aku tak mau berpisah dengan mereka.”
            Malam itu perasaan burukku benar terjadi, Karasu datang, mencoba membunuh Kinako dan Kohane. Tapi tentu saja aku tidak selemah itu. Tepat ketika Kinako yang berada di ruang tamu melihatku menahan Karasu, sialnya aku terpeleset dan Karasu sudah berada di depan anak itu. “KINAKO!”.

            Semua merah seketika, aku tak bisa melupakan wajah anak manis itu saat sebuah pedang tepat menancap di bagian dada kiri ini. Aah, darahku jadi tertransfer padanya. Tapi aku tidak kuat, aku sudah kehilangan banyak darah dan bilik kiri jantungku rusak karena tertembus mata pedang. Kinako hanya termangu, ekspresi yang tak kusangka akan diperlihatkannya. Jadi, sebelum aku benar-benar tak bisa berada di sisinya, di sisi mereka, dengan sisa tenaga aku menyentuh pipi kiri anak itu dengan tangan berlumur darah. 

“Tolong jaga Kohane dan Ibu,ya?”
“Pa..Pa,” semua gelap, darah kurasakan berdesir dan keluar dari mulutku. Semua tak bisa kurasakan lagi. Hingga aku melihat Saya terakhir kali. Dengan mata penuh kebencian.
SAYA YUKIHIRA
Musim Dingin. 10 tahun lalu.

            Aku tahu rasanya meninggalkan seseorang.
            Tapi kini aku bisa merasakan apa yang dirasakan Shuu, sedikit berbeda karena sekarang kau tak bisa melihat orang yang kau cintai selamanya. Berkat kenekatanku, juga terror Karasu sialan itu, rumah kecil itu terbakar hangus. Aku tak bisa mengatakan apapun pada Chichi Ue, aku hanya mengatakan kalau sisa-sisa keluarga Yukihira yang didalangi oleh Karasu datang melakukan kudeta hebat.
            Tapi sebenarnya tidak begitu. Karasu, setelah kupelajari lebih detail aku bisa menyimpulkan si psikopat gila itu mengumpulkan anak-anak, baik yang masih hidup atau yang sudah mati. Dia mencoba untuk membuat dirinya abadi dengan kekuatan mereka. Semacam ilmu hitam atau tenung. Kekejaman itu dia kamuflase di sebuah festival, festival AKAGOSAI, festival anak-anak yang disabotase oleh Karasu demi mengumpulkan jiwa-jiwa tak berdosa. 

            “Aku berharap padamu, Itou.”
            “Aku akan menjaga dan menemukan mereka.”
            “Aku harap mereka tidak menderita…”

            “Maaf.., kalau itu aku tidak bisa menjamin. Terutama anak kembar pertamamu.” Kinako, dia yang berubah secara drastic. Serangan Karasu telak membuat Shuu kehilangan nyawa, yang lebih parah, dia meninggal di depan anak itu. Aku tahu dia sangat sayang pada Shuu, dia jarang bisa bermanja karena sifatnya terlalu mandiri. Berbeda dengan Kohane yang belum tahu apa-apa. Aku takut dia membenciku, aku takut dia tak akan memaafkanku.

            “Maafkan aku.” Cuma kata itu yang bisa kutinggalkan ketika aku pergi, pergi untuk menemukan Karasu. Tapi aku tak menyangka akan bertemu dengan bocah yang mirip dengan Shuu. Anak itu, mengajarkanku untuk tetap semangat. Meski hanya seminggu, singgah di kota itu bagaikan bertemu Shuuma kecil. Kemudian aku bertemu lagi dengannya, dengan anak jenius berambut hijau yang dengan tenangnya menemaniku ketika kerja sambilan. 

            “Aku hanya ingin memberikan yang terbaik, setidaknya, aku ingin menunjukkan kalau aku bisa menolong mereka dari ketidakbahagiaan. Kalau suatu hari kau bertemu dengan keduanya, aku ingin sekali, ingin kau menjaga mereka berdua. Kalau bisa, aku ingin ketika kau tumbuh dewasa, kita bisa berjumpa lagi.” 

            Anak itu hanya memerhatikan foto yang kuberikan, foto kedua putriku yang kutinggalkan sudah di panti asuhan. Anak berkacamata dan berambut hijau tersebut selalu mengatakan kalau putriku baik-baik saja, ternyata ayahnya kenal dengan penunggu panti asuhan dimana aku menitipkan anak-anakku. Midorima-san begitu memperhatikan kedua putriku, dia juga sama mengkhawatirkan bagaimana kondisi Kinako yang kian hari kian tidak tentu kondisinya. Dia menjadi begitu pendiam, menjauh dari sosial, dia hanya berada bersama Kohane. Tapi aku tak mau memusingkan hal tersebut, yang harus kulakukan sekarang adalah mencari Karasu dan membunuhnya. Namun sayang sekali semua berakhir begitu menyakitkan. Menyakitkan ketika kau tahu kalau putri tercintamu tewas begitu saja.
            Semua ini harus diselesaikan. Aku harus mencari dimana lokasi AKAGOSAI berikutnya. Dan aku menemukannya, menemukan lokasi dimana Akagosai akan dilaksanakan. 

            Kuil itu, kuil bobrok yang berdekatan dengan sebuah SMA.
            KUIL SEIRIN.


                                                            FINALE CHAPTER –END—


KAGAMI TAIGA
Kuil Yukibana – 17.00 p.m  

            Akhirnya cerita Saya-san berhasil membuat bulu kudukku berdiri.

            Yang bisa kupastikan di sini adalah, ternyata Kinako dan Kohane sama sekali tidak mengalami kudeta besar-besaran, mereka diserang oleh Karasu Yukihira yang malah membuat ayah mereka terbunuh. Kinako memang sangat jarang cerita dan tak mau menceritakan bagaimana keadaan sebenarnya.
            “Jadi, masalah kudeta itu semua bohong?” tanyaku.

            “Demi menutup keadaan yang sebenarnya, aku mengatakan itu pada ayahku, lalu tentu saja kepala keluarga menyepakati untuk menutup
nya. Kurasa Shuu tidak mau melibatkan semua orang dan berharap Karasu benar-benar berhenti melakukan semua ini.” Saya-san menghela napas, helaan napasnya sangat berat menunjukkan betapa beratnya beban yang ia pikul. 

            “Ano, maaf, sebenarnya aku sendiri juga datang kemari karena suatu hal,” Uzumaki-san yang sedari tadi diam angkat bicara, wajahnya pucat dan dia sesekali melirik Pak Zen. “A,aku mencari adik perempuanku. Semenjak tiga tahun lalu aku hidup di sini berdua, adikku hilang ketika musim dingin dan sampai sekarang tak pernah kembali. Aku tak bisa memanggil polisi karena bakal menjadi rumit urusannya, dan.., tampaknya aku tahu kemana adikku pergi.” Matanya melirik kesana-kemari, dia seperti ketakutan, Uzumaki-san ternyata adalah salah satu korban!
            “Dan yang lain-lain tentang apa yang dikatakan oleh Kinako itu bohong?” sahut Kuroko.
            “Ketika ledakan gas di Teikou, dia memang terluka cukup parah dan nyaris tewas, ibaratnya seperti Near Death Experience, mungkin. Tapi pada dasarnya dia tetap manusia, aku yakin awal ketika kalian bertemu di SEIRIN juga mengira dia hantu. “ ujar Midorima. Aku mengira-ngira kembali tentang kuil bobrok itu, kalau benar di dekat sekolah kami ada sebuah kuil yang terbengkalai maka kuil itu harusnya tak jauh dari bukit-bukit yang berjajar lumayan jauh dari kota. 

            “Uzumaki-san, kau masih ingat kronologi saat adikmu menghilang?” tanya Tatsuya.
            “Se,sekitar tiga tahun lalu. Aku rasa. Aku masih ingat, kedua orang kami bercerai dan kami memutuskan untuk tinggal bersama berdua. Adikku yang masih kecil waktu itu merengek memintaku mengantarnya ke festival kota dekat sekolahnya, lumayan jauh dari sini. Aku menolak dengan alasan sibuk kerja di kebun, adikku ngambek dan dia pergi sendirian. Kupikir hanya ke festival saja tak akan memakan waktu lama dan pasti adikku bisa pulang sendiri tapi...,” Uzumaki-san berkaca-kaca, matanya mulai tergenang oleh air matanya. “Dia tak pernah kembali, Mia tak pernah kembali semenjak itu.”

Kami terdiam. Jangan-jangan benar apa yang dikatakan oleh Saya-san kalau.... semua ini akan terjadi di kuil itu, kuil SEIRIN. Kuil yang sama dengan nama sekolahku. Bagaimana ini? Jantungku berdegup terus, perasaanku tidak enak.

            Beberapa menit berlalu tanpa suara, hanya isak tertahan Uzumaki-san yang menggema.
            Tak kusangka aku malah menangkap sosok Kuroko yang babak belur bersama Kise yang terkulai dan dipapah oleh seorang pria asing berambut oranye yang dikepang satu, mereka tidak bisa dibilang baik-baik saja. Dan yang semakin membuatku ternganga adalah kata-kata Kuroko yang keluar dari mulutnya ; 


            “LARI! LARI DARI SINI, KITA DISERANG!!”
DAMN!!.

            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGALAMAN MAGANG DI CCA

Selamat datang, 'selamat menikmati postingan ini buat kalian yang sedang membacanya, ya kalian, siapa lagi? sudah lama blog ini diting...