FFN. CODE 4. 黒子のバスケ
FESTIVAL
KEMATIAN
—SEQUEL OF BUSHO-AKU(PERSEMBAHAN SETAN)—
“Snow fell down when the new year fall in the gloomy night, when bloods frozen .”
—SEQUEL OF BUSHO-AKU(PERSEMBAHAN SETAN)—
“Snow fell down when the new year fall in the gloomy night, when bloods frozen .”
DISCLAIMER : TADATOSHI FUJIMAKI
FESTIVAL 7 : OMAKE.
“YASASHII”(優しい)
SPECIAL NEW YEAR.
“YASASHII”(優しい)
SPECIAL NEW YEAR.
SMP TEIKOU. 3 years ago.
25 December –11.00 a.m
25 December –11.00 a.m
KISE RYOUTA
Pada akhirnya natal tahun ini
tidaklah semeriah sebelumnya.
Ujian akhir nyaris menyita seluruh waktuku, job-ku, serta sesi pemotretan yang harus dilaksanakan sebelum malam tahun baru sesuai perkataan managerku selalu terngiang-ngiang seperti lebah . Sungguh ironis aku ini, bertengger di depan meja kelas dengan segunduk soal latihan, kakak-kakakku juga orang tuaku merayakan malam natal mereka di villa dan dengan alasan kau akan ujian akhir mereka meninggalkanku tepat sore ini selepas makan malam. Dunia memang tidak adil, apa natalku di SMP harus berakhir seperti ini?
Ujian akhir nyaris menyita seluruh waktuku, job-ku, serta sesi pemotretan yang harus dilaksanakan sebelum malam tahun baru sesuai perkataan managerku selalu terngiang-ngiang seperti lebah . Sungguh ironis aku ini, bertengger di depan meja kelas dengan segunduk soal latihan, kakak-kakakku juga orang tuaku merayakan malam natal mereka di villa dan dengan alasan kau akan ujian akhir mereka meninggalkanku tepat sore ini selepas makan malam. Dunia memang tidak adil, apa natalku di SMP harus berakhir seperti ini?
“Jam 11, sudah sepi saja. Jelaslah
karena teman-temanku sepertinya lebih suka belajar di rumah masing-masing
ketimbang datang ke sekolah—karena kebodohanku juga—kukira hari ini KBM masih
berlangsung, ternyata…, haaah!
Aku capek, sudah muak aku dengan soal-soal yang
bahkan tidak ada yang nyantol di pikiranku!” aku hanya bisa menggerutu sambil
mengacak-acak rambutku, aku tak bisa berteman dengan soal-soal ini, sebaliknya
juga sama, soal-soal ini tidak mau berteman denganku. Perbendaharaan
statistika, peluang, rumus apalah ini, sudut, aarrgh! Kurasa sudah waktunya aku
istirahat, Kurokocchi bahkan Aominecchi tak memerlihatkan batang hidung
mereka sama sekali, huh, aku benar-benar payah.
Aku melenggang pergi menyusuri koridor yang dingin, pemanas ruangan tidak dinyalakan karena tidak ada kegiatan apapun di sekolah, semua terlihat seperti mati dalam dingin.
“Ah, salju turun lagi.”
Jendela memerlihatkan
butiran-butiran dan kepingan salju putih di luar sana, batang Pohon Sakura tak
Nampak indah dipandang karena menyisakan batang dan rantingnya yang gundul polos,
hanya menampakkan sisa-sisa bulir air hujan tadi malam, menciptakan sebuah
stalaktit-stalaktit es bening yang runcing di bagian bawah rantingya, matahari
nyaris tak muncul di pagi—hingga menjelang siang—astaga musim dingin tahun ini
memang esktrim luar biasa. Cocok bagi pemalas seperti Murasakibaracchi atau Aominecchi untuk mendekam di bawah Kotatsu*(meja
pemanas) seharian.
“Hoaam, aku mau pulang saja dan tidur, aduh!” sialnya, ketika aku menguap tadi tak sadar aku telah menabrak sesuatu, sesuatu yang kecil dan halus seperti salju. “Aduduh, gomennasaissu! Kau tak apa-apa--, lho, Kinakocchi?” sosok kecil yang barusan kutabrak tadi adalah teman sekolahku. Gadis berparas manis yang pucat sekali, nyaris seperti hantu di siang bolong, rambutnya yang sebahu juga poninya yang panjang menutupi bagian kiri wajahnya yang tertempel sebuah penutup mata putih membuatku terpesona sesaat.
“Kise Ryouta..-kun?” suaranya rendah dan parau, membuat
siapapun bergidik bila berada di dekatnya, tapi berbeda denganku, suaranya di
telingaku seperti sayup angin di musim dingin, lembut dan tegas. Astaga! Apa
yang kau pikirkan, jelas-jelas gadis ini benar-benar menyita seluruh
perhatianmu Ryouta, bahkan kau tak bisa memalingkan mata ini dari manik ruby yang dingin menelurusimu seperti
alat detector bom. Mewaspadaiku
kalau-kalau aku meledak betulan di depannya.
“A—ah, Kinakocchi, sedang apa di sini? Bukannya sekolah libur.” tampikku saat kembali ke dunia nyata. Dia mendongak memerhatikanku lama sekali.
“Bukan apa-apa. Aku hanya bosan di rumah.” Ujarnya pelan.
“Kohanecchi?” tanyaku, tidak biasanya dia sendirian tanpa adik kembarnya.
“Sedang di rumah sakit…” Eh.
“Ada apa dengannya?” ups. Aku terlalu banyak bertanya sepertinya.
“Tidak apa-apa. Sudah,ya”
Eh. EEEH!!? Secepat itu?! Kejam, padahal dia bisa balik
bertanya atau sekedar basa-basi agar aku bisa berlama-lama dengannya. Kinakocchi berjalan menyusuri tangga, aku
langsung menjajarkan diriku dengannya dan turun ke lantai dasar. Keheningan
menyelimuti kami sampai ke loker tempat penyimpanan sepatu, Kinakocchi membuka lokernya dan mengambil
sebuah kertas kecil.
“Kau mau pergi sekarang?” tanyaku padanya.
“Ada paket yang ingin kuambil, kurasa.” Jawabnya singkat.
“Kutemani ya.” Senyumku melebar, Kinakocchi hanya mengangguk sekali. YES! Kesempatan kencan buta sebelum malam natal memang bagus. Kami memakai mantel dan berjalan di tengah suhu dingin, hum, gadis ini memang tak banyak bicara. Pendiam tingkat akut melebihi Kurokocchi.
“Apa paket yang kau mau ambil itu
hadiah untuk Kohanecchi?” aku membuka
pembicaraan, dia mengangguk, “Enaknya, kalian bisa merayakan natal bersama.
Tahun baru pasti juga merayakan sama-sama sementara aku ditinggal sendirian di rumah.”
Cerocosku. Kinakocchi melihatku
sebentar lalu dia pun berkata.
“Itu mungkin..termasuk hadiah natal dan ulang tahun. Soal tahun baru sepertinya tidak ada yang special.” Aku tertegun. Ulang tahun? Kalau hari ini ulang tahun Kohanecchi berarti. “Hari ini kamu ulang tahun!?” seruku nyaris berteriak.
“Kau pasti sudah tahu kalau anak kembar dilahirkan di tanggal dan bulan yang sama. Kalau beda, itu namanya bukan kembar.” senyumnya membayang. Tidaaakk!! Aku lupa! Eh salah maksudku, AKU TIDAK TAHU! Aku tidak tahu kalau kedua anak itu ulang tahun di hari natal! Aku belum menyiapkan hadiah lagi! Aduuh!
“Kinakocchi, hari ini datang ke rumahku ya! Aku akan ajak teman-teman, maaf aku harus duluan! Ada yang harus kuurus. Jam 7 malam kutunggu di dekat setasiun ya. Jyaa ne.” Tanpa menengok aku langsung tunggang langgang meninggalkan Kinakocchi di pertengahan jalan, aku berlari sembari merogoh saku celana aku menelepon Momoicchi, Kurokocchi, dan Akashicchi. Jelas sekali kalau sekarang aku kelabakan mencari hadiah, toko kebanyakan buka saat malam hari menjelang, kalau jam segini toko yang buka hanya ada di pusat kota. Tapi mana keburu aku meluncur ke sana apalagi jadwal kereta tadi kudengar sempat bermasalah karena salju.
“Yabe-ssu*(gawat), aku tidak terpikir untuk beli sesuatu yang cocok untuknya. Kira-kira apa ya? Hngg…” KRIING-KRIING! Aku langsung dikejutkan oleh suara bel sepeda dari sebelah kiri, kulihat ternyata si bodoh berkepala lumut a.k.a Midorimacchi dengan lucky item berbentuk santa clause di tangannya tengah menatapku aneh.
“Sedang apa kau di sini, kau mau kutabrak ya?” tanyanya sinis seperti biasa.
“Midorimacchi. Syukurlah, begini aku ingin membuat pesta untuk ulang tahun Kinakocchi dan Kohanecchi!” seruku gembira.
“Terus? Apa hubungannya denganku?” orang ini minta dipaketkan ke Mars.
“Ya jelas kau harus ikut, baka!” kugembungkkan pipi tanda kesal.
“Ya sudah urus saja sendiri. Aku tidak ikut.” Sergahnya.
“Hoo. Baiklah kalau itu maumu padahal Kohanecchi sedang dirawat di RS dan kau tega membiarkannya begitu saja. Padahal Kohanecchi sayang sekali padamu.” Ucapku provokatif, si hijau langsung berjengit dan tidak jadi mengayuh sepedanya.
“Jam berapa acaranya?” Si bodoh ini gampang sekali ditebak, aku sudah tahu kalau Midorimacchi cukup punya rasa pada Kohanecchi tapi dia terlalu kikuk untuk mengutarakannya(aku juga sih). Intinya kami ada di posisi yang sama, sama-sama sulit.
Setelah perdebatan itu akhirnya
Midorimacchi ikut denganku untuk
pergi mencari hadiah. Midorimacchi
mengatakan kalau toko souvenir sudah pada tutup untuk akhir tahun, jadi
alternative terbaik adalah pergi ke pusat perbelanjaan. Tapi aku belum pernah
memberikan hadiah untuk anak perempuan, kebanyakan merekalah yang memberikanku
hadiah. Jadi sekarang kami terpekur di tengah lantai berkilap yang sekeliling
kami dipenuhi pernak-pernik natal.
“Nee, kita mau beli apa? Aku tidak ada ide.” Sahutku
“Aku tak pernah memberi pada anak perempuan.” Itu bukan jawaban yang kuminta darinya. Aku celingak-celinguk, Momoicchi menyarankan kami memberi souvenir cantik yang manis untuk anak perempuan, tapi barang di sini mahal sekali. Kami tak mampu membelinya. Di tengah keputus asaan mendera aku melihat toko baju di depan kami. Tepat arah jam 12 dan di sana tertulis kata discount besar-besar. Baju, kira-kira baju apa yang cocok untuk Kinakocchi? Kalau Kohanecchi sih biarkan saja Midorimacchi yang membelinya.
“Midorimacchi! Ayo ke sana.” Kuseret dia ke toko baju. Awalnya Midorimacchi protes keras karena di sana toko untuk baju perempuan. Tapi tidak ada waktu untuk malu, sekarang sudah pukul 2 siang.
“Hmm… yang ini bagaimana?” aku menunjukkan dress berwarna pastel kuning.
“Terlalu meriah.” Ucap Midorimacchi.
“Kalau yang ini?” sekarang aku menunjukkan dress dengan renda berwarna pink.
“Kau pikir mereka umur berapa?” Aaargh! Dia sama sekali nggak bisa di harapkan! Uggh, “Sudah! Kau juga cari,dong!” umpatku kesal, akhirnya kami memilah-milah baju yang menurut kami cocok, sebenarnya aku kurang pandai memilih pakaian apalagi untuk perempuan. Benar-benar suatu cobaan.
“Huh. Ini….” Aku terkesiap ketika tanganku mengambil sebuah baju terusan selutut mungil dengan atasan berstyle sailor dan pita biru terjuntai di lehernya. Baju itu berwarna biru pastel, sementara Midorimacchi mendapatkan baju yang sama namun warnanya adalah pink pastel.
Aku dan dia hanya tersenyum,.
“Kurasa pesta akan siap digelar.”
“Kurasa pesta akan siap digelar.”
KINAKO YUKIHIRA
RS.Pusat Tokyo. 15.00 p.m
Hari ini cukup banyak hal yang
terjadi.
Salah satunya ketika aku bertemu dengan Kise Ryouta, dia tegabung dalam tim basket regular dan aku mengenalnya cukup baik. Aku dan dia sama-sama memiliki dunia sendiri tapi entah kenapa aku merasa akhir-akhir ini dunianya terhubung denganku. Aku cukup banyak waktu untuk belajar tapi sekarang mood-ku sedang tidak baik, kurasa aku tak perlu menjelaskan kenapa aku tidak ingin beramah tamah dengan siapapun. Penyakit paru-paru Kohane kambuh lagi dan dia harus di rawat,lebih tepatnya asma semenjak kecil itu kumat setelah sekian lama sembuh. Tampaknya udara dingin membuat penyakit lamanya kembali.
“Onee-chan! Senangnya, kau ternyata
datang ke sini.” Dengan berbalut piyama berwarna pink pastel itu dia menyapaku dari ranjang. Senyumnya tidak
berubah.
“Bagaimana dengan kondisimu?” tanyaku.
“Sudah membaik, mungkin dua tiga hari bisa pulang. Ngomong-ngomong apa itu? Kotak?” dia menunjuk kotak persegi panjang di tanganku.
“Hadiah, ulang tahun dan mungkin hadiah untuk natal dan tahun baru.” Ucapku, sembari menyodorkan kotak persegi panjang itu padanya.
“Ulang tahunku juga ulang tahunmu juga.” Sahutnya ceria.
“Cukup merayakan satu untuk dua orang.” Kami tertawa lalu Kohane membuka bungkusan itu.
“Cantiknya! Boneka yang waktu itu ya, boneka yang dibuatkan Itou-san.” Ya. Boneka itu memang tidak seindah atau mungkin di mata Kohane boneka polos dengan bunga mawar di kepalanya itu sangat indah. Dia pernah memintanya dan tak sempat kubawakan karena aku harus ikut klub basket ke gelanggang JurNas. Sekarang aku bisa membawakannya, setidaknya, berharap anak itu cepat sembuh.
“Onee-chan.”
“Hm?”. “Kau tidak melakukan operasi? Mata kirimu..” Ah,ya. Kebutaan total ini baru-baru saja dikatakan oleh dokter berbahaya. Sangat berbahaya bila terlalu lama didiamkan. Tapi aku belum ingin melakukan operasi cangkok mata, karena terlalu berbahaya dan… tentu saja mata yang akan didonorkan untukku adalah mata Kohane.
“Tidak. Aku sudah cukup melihat dengan mata ini. Setidaknya aku bisa
membedakan orang mati dan hidup. Atau memastikan dia orang hidup atau bukan.”
“Onee-chan, Kise-chan sangat mengkhawatirkanmu. Soal kedepannya,juga di tahun baru ini akan merubah hubungan Onee-chan dan Kise-chan, terutama, aku tahu betul bagaimana perasaanmu. Kau tak perlu mencemaskanku.” Ugh. Aku seharusnya tidak bilang soal warna, soal warna yang kumaksud memang samar terlihat tapi, bukan berarti aku bisa menentukan orang yang memiliki warna itu akan meninggal dalam waktu dekat.
Ya, warna kematian samar terlihat
dari Kohane. Aku hanya diam, sementara Kohane masih sabar menanti jawabanku.
“Aku akan berusaha.” Jawabku sederhana. Tiba-tiba dokter bersama Itou-san datang, aku sudah tahu apa yang
ingin mereka katakan. “Sudah tidak ada waktu lagi. Ini demi keselamatan
jiwamu.”
Wanita bergincu merah dengan rambut yang di Highlight kemerahan di ujungnya itu hanya menatapku penuh arti. Aku hanya bisa membeku, kini aku tidak bisa berkata tidak.
“Anggap saja ini hadiah Tahun Barumu nanti, mari kita mulai operasinya.”
Kurasa operasi selama 2 jam memang berasa setengah abad untukku. Mata yang dicangkokkan untukku ternyata adalah mata yang dibuat dari kaca khusus, berwarna hijau terang yang cantik. Tapi ketika aku membuka mata, ternyata mata kiriku semakin jelas melihat warna kematian itu. Sial, bagaimana kalau mata ini sampai terlihat? Akhirnya karena mata ini terlalu mencolok aku meminta Itou-san menutup warnanya dengan kontak lens berwarna putih.
“Kau yakin?” tanyanya.
“Setidaknya mereka masih bisa mengira kalau mataku tetap buta.” Ujarku.
“Oh iya, Kohane bilang kalau nanti malam ada pesta ulang tahun untuk kalian di rumah Kise-san. Kohane mendapat telepon tadi.
“Benarkah?!”
“Kohane biar kuantar dengan mobil, dokter sudah mengizinkan.”
Aku langsung pamit dan pergi ke
tempat Ryouta Kise, arloji sudah menunjukkan pukul 5 sore. Sepertinya akan
sulit untuk mengejar kalau dengan kereta yang bermasalah, akhirnya kuputskan
untuk berjalan kaki melewati jalan pintas yang berada di dekat pusat
perbelanjaan.
Malam natal benar-benar dingin, sore
ini sepertinya sangat sepi dan juga membuat orang-orang malas untuk membuka
lapak. Kulihat ponsel, di sana tertera 10 panggilan tak terjawab dari anak itu
juga beberapa pesan yang menanyakan keberadaanku, siapa lagi kalau bukan anak
berambut blonde tersebut.
Ahh, aku
sebenarnya malas berurusan seperi ini, apalagi kalau menyangkut soal ponsel,
aku tidak pernah menginginkan benda ini tapi apa boleh buat kalau aku tak
membawanya nanti, mereka bakal kuatir.
Aku melewati pusat perbelanjaan dan berbelok kea rah jalan perumahan. Di sana terdapat toko barang antic dan sesuatu terparkir di depannya, oh itu truk yang mengangkut kaca. Kaca sebesar badan Atsu-nii(Murasakibara) itu bersandar dengan beberapa tali pengikat di sana. Udara dingin ini nyaris membekukan sendi-sendiku, untunglah aku sudah terbiasa hidup di tengah udara dingin.
Tepat ketika aku berada di dekat truk
itu angin kencang berhembus distertai salju yang bertebangan tak karuan, aku
seperti mendengar riuh tawa di antara angin-angin tersebut. Suaranya seperti
suara anak-anak. Ya suara itu terdengar samar tapi seiiring dengan kencangnya
angin aku mulai yakin itu tawa anak-anak. Tak lama berselang aku menangkap
warna kematian di antara teriakan angin saat melewatiku.
Hah!? Apa itu, seperti gumpalan aneh, busuk sekali, aku tak tahu apa itu tapi itu seperti bentuk mata.
Hah!? Apa itu, seperti gumpalan aneh, busuk sekali, aku tak tahu apa itu tapi itu seperti bentuk mata.
“KINAKOCCHI!!”
Badanku yang kecil ini tiba-tiba ditarik oleh seseorang—ralat—digendong dan bak penculik anak kecil ulung aku baru sadar kaca yang berada di atas bak mobil sudah hancur tak bersisa, meninggalkan serpihan-serpihan tajam. Bila pecahan-pecahan itu menusuk dagingku sudah dipastikan aku tak akan bisa lagi melihat hari esok.
Setelah kuperhatikan baik-baik ternyata orang yang menggendongku tadi adalah,
“Kau baik-baik saja, Kinakocchi?”
“Kise..Ryouta…”
“Ada apa dengan wajahmu, kau harusnya menyampaikan sesuatu padaku kan?”
Aku terdiam sejenak, lalu tiba-tiba dengan wajah bersemu aku melontarkan satu kata yang sudah pasti ditunggu olehnya.
“Terimakasih.”
“Ehehehe, ngomong-ngomong kenapa kau bisa ada di sini? Aku sudah meneleponmu berkali-kali tapi malah masuk kotak suara. Ada sesuatu?” aku hanya tertunduk, sepertinya aku tidak dapat membohonginya. Anak ini polos, dia tidak berusaha untuk menampilkan sosok yang mencolok di depan semua orang, dan ditambah dia sangat ceria.
“Aku
habis menjenguk Kohane.” Ucapku.
“Iya kalau soal itu aku tahu tapi kenapa Kohanecchi bisa berada di rumah sakit?”
“Sebelum itu bisa kau turunkan aku dulu, aku risih.” Kise Ryouta hanya terdiam membeku, ekspresinya antara kaget dan seperti maling tertangkap basah langsung salah tingkah. Dengan gendongan ala tuan putri seperti ini siapa yang tidak malu karena kau seperti digendong oleh pangeran. Ditambah anak ini memang seperti pangeran.
“Kalau begitu kita bicara sambil jalan saja ya? Aku sudah dengar kalau Kohanecchi diantar nanti. Semua sudah menunggu lho.” Kami langsung berjalan menuju rumahnya. Dia lumayan bawel juga ternyata.
“Nee, Kinakocchi. Bisa nggak kau panggil aku nggak dengan nama panjang?” protesnya.
“Memang kau mau aku panggil dengan apa?”
“Panggil aku dengan nama apa kek! Setidaknya kau nggak perlu susah-susah memanggil pake nama pan—.”
“Jaa, kalau begitu kupanggil RYOUTA saja.”
Dia tercengang sesaat, aku hanya
tersenyum simpul melihat wajahnya yang terhiasi oleh semburat merah di sana.
Sepertinya orang ini memang gampang ditebak, tapi aku cukup menyimpan
perasaanku jauh-jauh karena aku tak akan mungkin bisa bersamanya. Karena suatu
alasan tertentu.
“Khh, i—iya iya deh! Apa boleh buat.” Sahutnya malu-malu.
“Lagian kau juga memanggilku dengan nama kecil, jadi impas,kan?”
“Ukh. Iya, kalau begitu ayo cepat kita harus bergegas sebelum para tamu mengamuk.”
Demi segala makhuk di bumi, Ryouta menggandeng tanganku! “R,Ryouta, tanganmu..”
“Sssh, diam. Tanganmu ini dingin sekali, aku hampir salah mengartikanmu seperti boneka waktu pertama kali bertemu. Pas waktu itu kau berada di toko boneka,kan? Huh, jantungku nyaris copot. Apalagi di sekolah kau seperti tidak ada.”
“Pengertian dari kata ‘transparan’ dan ‘tidak ada’ itu berbeda lho. Kau pasti mengira aku hantu.” Sahutku.
“Memang. Tapi untunglah dugaanku memang tidak pernah salah, kau memang ada! Oh soal transparan,yang kau maksud itu Kurokocchi?”
“Kau pintar juga ternyata.”
“Heeee!? Kau jahat, memangnya aku sebodoh apa?”
Aku hanya bisa tertawa dibuatnya, ekspresi itu tak bisa kutahan.
Fuh, anak ini memang sulit untuk
ditangani. Aku berusaha untuk tidak menempel padanya tapi sialnya dia yang
menempel kepadaku. Dan aku tak bisa mendorongnya menjauh. Akhirnya dengan
sedikit berlari kecil kami sampai tepat pukul 7 malam, di sana sudah ramai
dengan orang-orang yang kukenal. Tentu saja dengan Kohane di dalamnya.
“OTANJOUBI OMEDETOU*(Happy birthday)! Kinako/Kinakocchi/ Kinacchin/ Kinako-chan/ Onee-chan!” aku melongo tepat mereka meletuskan sebuah hiasan pita dan kertas-kertas berwarna-warni mendarat di kepalaku. Tapi bukankah Kohane juga ulang tahun tapi kenapa aku saja yang diberi ucapan?
“Ehehe, kau yang bilang sendiri Onee-chan. Cukup merayakan satu untuk dua orang. Selamat ulang tahun untukmu dan untukku, aku sayang sekali pada Onee-chanY” Kohane memelukku, dia memberikanku sebuah Christmast Globe yang di dalamnya ada santa claus dan pohon natal dengan binar-binar glitter cantik.
Yah, tak apa kan? Tak
apa-apa kalau aku mendapat kebaikan dan kasih sayang di tempat ini. Tempat
dimana aku bisa pulang dan bisa berlindung ketika lemah.
Kami sempat karaoke, aku tak tahan
melihat Ao-nii yang harus berebut
paha ayam dengan Atsu-nii juga bagaimana
Midori-nii memberikan hadiah
perdananya pada Kohane, mereka benar-benar berbeda ketika di sekolah.
“Ini hadiah dariku, semoga kau suka.”
“Ini…, buku harian. Kelihatannya mahal.” Aku menatap Aka-nii yang tersenyum.
“Tidak akan mahal khusus untukmu.” Asli, Aka-nii tertawa dan mengelus kepalaku singkat. “Ini dariku dan Momoi-san. Aku bingung ingin memberimu apa. Karena kalian kembar aku hanya bisa memberi ini.” Kuro-nii dan Satsuki-nee memberikan sepasang syal yang sama dengan Kohane. Sementara Atsu-nii memberikan cake cokelat(dia mengaku harus merelakan separuh uang jajannya untuk ini.).
“Ini dariku, semoga kau suka ya! Aku
berharap Kinakocchi dan Kohanecchi selalu bersama-sama~ssu.” Dengan riang Ryouta memberikan kotak
berwarna merah dengan pita putih di atasnya. “Jangan modus, Kise.” Cibir Ao-nii.
“Diam, padahal kau sendiri Cuma
memberikan kotak cokelat untuk mereka.” Ao-nii
tercekat dan aku bisa menemukan syaraf kesal membetuk perempatan di kepalanya.
“Baju?” tanyaku.
“Eegh, darimana kau tahu!?”
“Hanya menebak.” Aku tersenyum, wajahnya yang merah itu benar-benar menggemaskan.
“Nee, tahun baru kau senggang?” Tanya Ryouta sambil bertopang dagu di pinggiran sofa. Aku mengrenyit, sepertinya aku taka da acara khusus di hari itu.
“Tidak ada.”
“Kalau begitu, Ke Taman Ria yuk. Aku punya tiket gratis masuk dan kupon gratis makan es krim.” Sahutnya. Aku melongo sebentar, hanya berduaan? Atau…?
“Berdua saja?” tanyaku bodoh.
“Jelas. Kita KENCAN nanti~ssu.”
Aku nyaris tersedak jus jeruk tepat ketiga kuteguk, cengiran di wajahnya itu benar-benar seperti rubah licik tapi…, kenapa aku sesenang ini? Apa karena malam tahun baru akan tiba? Atau karena ini pertama kalinya…? Aduh wajahku pasti sudah seperti rajungan rebus. Akupun hanya mengangguk sambil menahan rasa girang di hati, aku tak mau tiba-tiba berguling-guling di sini sambil berteriak-teriak kesenangan.
“Kise-kun tolong ambilkan piring di meja. Kita potong kuenya.” Pinta Kuro-nii.
“Haaii~ssu.” Ryouta meninggalkanku yang masih memerhatikan punggungnya, tapi dia mendadak berbalik dan, “Aku suka dipanggil Ryouta olehmu, Kinakocchi.” aaargh! Demi malaikat Gabriel, dia membuatku melting seperti keju! Huh, sudah cukup. tapi.., satu hal yang bisa kupastikan. Bahwa perasaanku padanya tidak bertepuk sebelah tangan. Ketika aku mendongak dan hendak bergabung aku tercekat, aku nyaris menjatuhkan gelas di tangan.
Kugosok-gosok
mata kanan sampai tiga kali. Ini asli, aku tak bisa memercayai pengelihatanku.
Kenapa, kenapa harus di saat begini? Kenapa harus terlihat…?!
WARNA KEMATIAN itu…
warna keabuan bercampur ungu hijau yang menari-nari..
PADA DIRI RYOUTA.!
PADA DIRI RYOUTA.!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar