FFN.
CODE 3 黒子のバスケ。
“PERSEMBAHAN
SETAN”
BAB 1 : “地獄” (JIGOKU).
THE HELL
Author : Yuzu Yukihira(The Citrus)
Kuroko No Basuke©Tadatoshi Fujimaki
Rate : K+
(CH. 1-5)
PART 1 :
“GERBANG SETAN”
“Apa kau merasa ada yang terlupakan? Kau
merasa ada sesuatu yang hilang? Kalau benar, apakah yang hilang? Jika benar
maka kau sudah mendapatkan sebuah pertanda bahwa ‘Persembahan setan’ akan
menghampirimu. Ingatlah hal yang terlupakan itu .. sebelum persembahan dimulai
dan kau kehilangan segalanya...”
-A.K.TSUKA-
XXXXXX
KUROKO TETSUYA
Aku terbangun dengan keringat dingin
dipelipisku, dan tersentak begitu saja setelah melihat mimpi seram yang
benar-benar terasa begitu nyata. Aku melihat sosok diriku yang berada di
halaman sekolah Teikou, SMP ku dulu. Di sana aku tidak sendirian, seorang gadis
mungil berambut hitam dan bermata secerah rubby
menarik blazerku. Dia
berteriak-teriak histeris tidak karuan, aku tidak tahu apa yang diteriakkannya
padaku.
Segalanya
terkesan tuli tanpa ada suara sekecil apapun.
Adegan yang hening seperti di film bisu(minus hitam putihnya). Namun beberapa menit setelah aku menatap
sepasang mata rubby yang menatap liar dan berlinang air mata itu, sebuah ledakan
luar biasa memekakkan telingaku. Semuanya tidak buta atau bisu lagi, aku bisa
mendengar pecahan-pecahan kaca berjatuhan ke tanah, asap dan api yang mengepul
di gedung sekolahku.
“Ada apa!? Apa yang terjadi?”
seru salah seorang guru dari lantai bawah,
“Itu dari ruang PKK! Dapurnya
meledak!?” sahut suara lainnya lagi.
“Gasnya meledak! Panggil ambulans,
cepat...!”, ada apa ini? aku tidak mengerti. Mengapa ruang di
lantai 3 itu meledak seketika.
“Onee- chan*(Kakak perempuan)..! Onee-chan!! “
Gadis
itu terduduk di tanah, aku baru sadar kalau ada beberapa bagian dari tangannya
yang tergores sesuatu dan mengeluarkan darah meski tidak banyak. Dan lalu siapa
yang dia maksud dengan Onee-chan? Aku seperti terpaku dan tak bergeming
sedikitpun. Gadis mungil itu kemudian menengok ke arahku, dengan mata penuh
menuduh dan begitu menyakitkan di hatiku.
“Kenapa..., kenapa kau tidak
menolongnya?”, tatapan anak itu begitu menghujam
hatiku, sinar matanya yang dipenuhi penyesalan dan tudingan ke arahku, “Kenapa kau tidak menolong KINAKO?” dunia seperti menjerit lalu seketika itu
sebuah kilat seolah menyambarku dan mengembalikanku ke dunia nyata. Tanganku
gemetaran, aku seolah-olah dihujat oleh raja neraka bahwa aku telah melakukan
sebuah kesalahan besar. Aku mulai mengumpulkan ketenangan dan aliran darah
mulai mengalir seperti semula sehingga aku bisa berpikir dengan baik. Anak yang
ada di mimpiku itu sangat aku kenal, bahkan aku termasuk orang terdekat yang
mengenalnya, namanya Kohane,
Yukihira Kohane(小羽根 行平)
dia kenalanku sejak masuk SMP, dia lulus seangkatan denganku. Sejauh yang
kutahu sekarang Kohane berada di SMA Too, SMA yang sama dengan Aomine-kun.
Kohane
memiliki saudara kembar, kakak kembar lebih tepatnya. Kakak kembarnya
bersekolah di SMA-ku, Seirin. Dan aku tahu pasti siapa kakaknya, namanya Yukihira Kinako(黄名子行平).
Kinako
menjadi anggota regular klub basket,
dia berposisi sebagai PG(Point Guard)
Seirin yang kerap menggantikan Izuki-senpai
di beberapa quarter. Tapi sampai
sekarang aku masih belum memahami bagaimana hubungan kedua anak kembar
tersebut, Kinako yang terkesan menutup diri dan menjauh sementara Kohane yang
manis dan lebih suka mengejar kakaknya, seolah-olah Kinako mendorong Kohane
jauh darinya. Waktu SMP yang kutahu mereka akrab dan tergabung dalam klub
basket yang sama.
Kasus
anak kembar yang saling bertolak belakang ini membuatku penasaran. Tapi aku
tidak mengerti apa yang terjadi antara kedua anak kembar itu dengan diriku,
atau mungkin dengan anak-anak kiseki no
sedai lainnya,kiseki no sedai atau
generasi keajaiban adalah sebutan bagi kawan-kawan(mantan) setim-ku di Teikou,
salah satunya ya Aomine-kun.
Aku
melirik ke arah jam beker, masih jam 4 pagi. Aku ragu untuk kembali tidur
karena takut dihantui oleh mimpi aneh itu.
Tetapi ketika aku hendak beranjak dari kasur
untuk mengambil air, entah dimana di sudut kepalaku mencetuskan bahwa aku telah
‘melupakan’ sesuatu.
XXXXXXX
KAGAMI TAIGA
Sejak
awal aku bangun dari kasurku tadi pagi aku merasa akan adanya firasat buruk.
Tapi aku tetap beraktivitas seperti biasa, Alex bahkan masih sempat merecokiku
dengan gaya tidurnya yang ‘nggak banget’ karena dia hampir melakukan pelecehan
seksual kala aku tidur(bayangkan saja apa yang akan kau perbuat bila menemukan
sesosok wanita tak berbusana tepat di samping ranjangmu ketika bangun). Itu membuatku shock meski aku sudah
mengenalnya bertahun-tahun.
“Hei,
Taiga! Airnya sudah mendidih, kau mau membakar apartemenmu?” Alex langsung
mematikan kompor yang di atasnya sudah meluap air dari teko yang sepertinya
siap meledak bila 5 menit lagi tak kumatikan.
“Eh,
apa? Maaf, maaf aku terlalu banyak memikirkan sesuatu” ucapku seadanya, Alex
memicingkan matanya tanda bahwa dia akan menginterogasiku besar-besaran bila
aku berbohong, “Serius, kau tak perlu sampai memasang wajah semengerikan itu
dong” lanjutku sambil mendorongnya jauh-jauh.
“Aku
rasa kau memikirkan tentang anak manis berambut hitam ber-eyepatch yang kemarin baru saja kau bawa ke sini” crap, dia tahu.
“Haah,
itu bukan urusanmu. Lagian dia baik-baik saja. Winter Cup sudah berakhir, keduanya sudah kembali berbaikan, habis
perkara” tandasku. Yang aku maskud dari keduanya tentu saja si anak kembar yang
sempat dicurigai terlibat kasus peledakan sebuah sekolah yang tak lain adalah Teikou sekitar 3 tahun
lalu. Tidak cukup itu saja si kakak dari kembar identik itu yang juga adalah
teman sekelasku di Seirin hampir tertangkap agen kepolisian akibat insiden yang
sama yaitu peledakan sebuah bank internasional , untungnya seluruh pelatih dari
klub basket yang berpartisipasi di dalam Winter Cup menyelamatkannya dari
segala tuduhan dan dia diizinkan untuk tetap ikut bertanding.
Jujur
saja hal itu sempat membuatku was-was, masalahnya anak yang kumaksud baru
berusia 13 tahun dan belum memiliki lisensi sebagai seorang pemegang senjata
api atau lebih buruk telah dicap sebagai agen teroris dan semacamnya. Bayangkan
anak seumur itu harusnya berada di rumah, bersenang-senang, bermain, dan
belajar bukannya main tembak-tembakan atau terlibat kasus pembunuhan. Bisa
dipastikan kalau seluruh anak seusianya sudah mahir melakukan itu umat manusia
akan langsung binasa.
“Taiga,
apa kau akan langsung pergi ke lapangan di pinggir kota hari ini?” tanya Alex
membuyarkan lamunanku.
“Seperti
itulah, aku sudah menghubungi Tatsuya dan semuanya akan datang ke sana.
Hitung-hitung sebagai perayaan atau begitulah namanya. Tidak baik
mengungkit-ungkit masalah yang cukup membekas di hati seorang anak kecil, kan?”
jawabku sembari membereskan peralatan makan dan siap pergi ke sekolah, tetapi
sialnya ketika aku sedang berjalan ke arah tempat cuci piring keseimbanganku
goyah dan aku menyenggol meja tempatku menaruh tas.
Ah,
gawat isi tasku berantakan! Sial, aku memang sudah mengira kalau firasat
burukku mulai menjelma menjadi kenyataan. Aku merunduk dan memunguti
barang-barangku sementara Alex sibuk dengan acara TV dan tak mengindahkanku,
huh dari dulu aku bertanya guru macam apa dia sebenarnya. Saat aku membereskan
tasku, aku melihat sesuatu yang asing. Buku, sebuah buku dengan sampul
kecoklatan yang usang dan terlihat sudah sangat lama.
Aku
mengangkat satu alisku, memikirkan apakah aku pernah meminjam buku seperti ini
dari perpustakaan.
Tapi
aku bukanlah siswa rajin seperti Kuroko yang suka membaca buku-buku dengan
tulisan seperti segerombolan semut itu, bahkan aku saja masih labil membaca
kanji(kalian kan tahu berapa nilai bahasa Jepangku yang lebih parah dari anak
SD). Tapi aku tidak memerdulikannya dan langsung memasukkan buku tersebut ke
dalam tas, dan harus kuakui kalau saja aku lebih cermat melihat buku apa yang
kumasukkan ke dalam tasku itu, aku tak bakal menyesal dikemudian hari.
Sayangnya
berkat kecerobohanku, penyesalan itu bakal menjadi mimpi buruk di hari
lain. Untungnya aku sampai di sekolah
dengan selamat, tentu saja dengan bertarung dengan menit-menit sebelum gerbang
ditutup dan bertengkar dulu dengan penjaga gerbang dan guru piket.
Aku
masuk ke kelas, menemukan diriku sudah duduk di depan temanku yang dijuluki ‘si
manusia bayangan’ yang sempat menyapaku dengan wajah datarnya. Sedangkan tak
jauh dari bangkuku kira-kira selang satu baris, seorang gadis mungil berambut
pendek hitam yang sibuk menulis di bukunya terlihat tidak menyadari kalau aku
sedang memperhatikannya. Terbesit sesuatu yang memancing keusilanku kala itu,
aku mengambil gulungan kecil dan membentuknya menjadi bola. Kulemparkan bola
kertas itu dan shoot! Benda tersebut
berhasil mendarat dengan baik di belakang kepalanya.
Aku
bisa melihat sosoknya menengok dan menatapku dengan mata merahnya yang kupikir
lumayan menarik kalau diperhatikan. Aku memasang cengiran dan melambai padanya,
meski lama aku melihatnya terus menatapku..., dengan tatapan aneh. Maksudku
tatapan yang menyiratkan sesuatu tapi aku tak tahu apa itu. Selebihnya semua
berjalan seperti biasa, hanya saja aku masih tetap memperhatikan punggung anak
itu.
Di
Gym semuanya berjalan seperti apa
adanya, baik-baik saja tanpa ada yang mencurigakan. Sampai Kogane-senpai yang entah mungkin kelewat kepo
mengaduk-aduk isi tasku.
“Kagami~!
Darimana kau dapatkan benda ini?” seru senpai
berwajah kucing itu sambil melambai-lambaikan buku bersampul coklat
misterius yang kutemukan tadi pagi.
“Huh?
Oh entahlah, aku pikir itu milik perpustakaan di sini jadi aku membawanya nanti
aku akan kembalikan” ujarku sambil menhapus keringat yang sudah bertebaran di
seluruh badanku, “Kogane-senpai,
jangan rusak bukunyaya! Aku tidak mau disuruh membayar denda karena merusak
properti sekolah!” lanjutku dan seketika senpai-ku
pun menaruh buku tersebut dan ngacir begitu saja(apakah dia takut karena
kuancam atau karena wajahku yang kelewat seram?).
“Kau
bawa benda aneh,ya Kagami-kun” tanya
sosok kasat mata yang hampir membuat jantungku copot.
“Huwaa!
Kuroko! Sialan, kenapa kau mendadak nongol begitu saja?! Dan apa maksudmu
dengan benda aneh?” seruku nyolot. “Habis kau terlihat memikirkan sesuatu
akhir-akhir ini.., kebetulan aku juga memikirkan hal yang... menurutku agak
janggal...” sebelum Kuroko melanjutkan perkataannya kami dikejutkan dengan
gebrakan pintu Gym yang dibuka kasar.
Baik
kami berdua atau senpai-senpai kami
semuanya langsung tercengang, bahkan Furihata sampai meloncat dan mengkeret di
dekat Kiyoshi-senpai . Tapi kami tidak menemukan seseorang pun di
depan mata kami, pintu itu hanya berderit-derit dan kemudian diam dalam
keheningan.
Sial,
kenapa tengkukku merinding? Semilir angin dingin yang aneh menerpaku. Aku tahu
kalau sekarang adalah bulan Desember dan memang sudah masuk musim dingin tapi
dingin yang tadi menyapu tengkukku bukanlah angin musim dingin seperti biasa.
Beberapa
menit terjebak di dalam keheningan yang mencekam, hanya terdengar napas-napas
yang berhembus sedikit demi sedikit menandakan ketegangan ini masih berlanjut.
“A,Ayo
semuanya! Jangan takut, mungkin itu hanya angin ayo semuanya kembali ke....” ,
pelatih kami(Aida Riko) akhirnya memecah keheningan tapi sebelum dia selesai
memberi kami perintah sesuatu terjadi,
“RIKO-NEE!!” Kinako menyambar Pelatih sehingga
mereka tersungkur ke belakang dan tanpa kusangka-sangka kaca Gym kami pecah berhamburan dan melesat
ke arah pelatih kami! Kapten langsung
menarik Kinako dan pelatih menjauh sebelum kaca-kaca itu menancap ke arah
mereka.
“Hyuuga!!”
Izuki-senpai berseru dan aku baru
menyadari. Astaga! Kaki Kapten tertancap kaca! Kapten hanya meringis kesakitan
sementara Kiyoshi-senpai membantunya
melepas pecahan kaca itu
“A,
Ada apa ini sebenarnya.....?” tanya Fukuda dengan wajah sepucat kertas,
pertanyaan yang klise itu sekarang terdengar tidak biasa karena aku juga ingin
tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Tiba-tiba
terdengar suara buku yang lembar kertasnya terbuka, Aku melihat buku tua yang ada di dalam tasku
sekarang sudah berpindah ke luar dan sudah terbuka sendiri. Di sana aku membaca
sebuah kalimat yang ditulis dengan sembarangan, dengan warna merah...,
“SELAMAT
DATANG, PERSEMBAHAN SETAN TELAH DI BUKA. KALI INI KALIAN BERADA DI GERBANG
SETAN”
Aku menelan ludah, tanpa kusadari ternyata
Kuroko juga melihat kejadian janggal tersebut.
Aku menatapnya horor, dia pun lebih horor lagi.
Kembali
lembaran tersebut tersibak dan membuka halaman baru, yang tertulis ;
“Apakah kalian melupakan sesuatu?
Kalau kalian telah melupakan sesuatu itu artinya kalian harus mengingatnya.
Sebelum kalian kehilangan segalanya.... kalian sudah masuk ke acara ritual
persembahan SETAN.... dan kami akan membawa salah satu dari kalian, baik kalian
atau anak kembar di sekitar kalian....”
Anak
kembar...,
Apa yang dia maksud adalah Kinako dan adiknya,
Kohane? Beberapa saat kemudian tatapanku menuju ke arah pintu Gym dan yang kutemukan di sana adalah
sosok bayangan hitam berambut panjang yang begitu menyeramkan!! Tanpa
diduga-duga, ayah pelatih kami, Kagetora-san
datang dengan kecepatan super(mungkin dia histeris setelah mendengar anaknya
hampir tertancap kaca) dia menghampiri pelatih dan kemudian berkata pada kami,
“Aku baru saja mendapat berita buruk” dia
terdiam sebentar lalu dia mengangkat wajahnya yang pucat, “KISE RYOUTA
ditemukan terkapar bersimbah darah di kamar mandi sekolah”.
APA!?
XXXXXXX
“Welcome to our Hell…, Please take a Seat
and wait for the Appetited”
PART 2 : “7
KUTUKAN PELANGI SETAN”
“Percayakah kau
tentang adanya sosok lain tak kasat mata yang dapat membunuhmu kapan saja?
Kalau kau percaya maka kau meyakini bahwa sosok itu ada disekitarmu sekarang”
-Kinako
Yukihira-
KISE RYOUTA
2
jam sebelumnya, SMA Kaijou.
Aku merasa hari ini adalah hari sialku, tanpa seorang
peramal atau cenayang juga aku sudah bisa menebak kalau hari ini adalah hari
tersial yang pernah kualami.
Seharusnya
namaku diubah,ya menjadi KISE’SIAL’
RYOUTA, tentu saja aku tidak lebay atau berlebihan mengatakan itu karena
memang itu kenyataannya, sejak pagi aku sudah kejatuhan ulat bulu, dikencingi
oleh seekor kucing sialan yang entah datang darimana, terlambat masuk sehingga
kena setrap 30 menit.
Aarrrgh! Apa tidak ada hal bagus barang secuil
saja untukku? Yah, tidak semuanya buruk sih, habis seperti biasa aku selalu
dikagumi oleh para siswi-siswi yang senantiasa melihatku dari kejauhan,
melambai penuh semangat padaku, atau memasang wajah centil agar aku
memperhatikan mereka.
Kurasa itulah sisa-sisa keberuntunganku di hari yang
menyebalkan ini. Kebetulan hari ini aku
harus bergegas pergi ke Gym untuk
latihan sore, kalau aku telat(untuk kesekian kalinya di hari ini) maka tidak
perlu dipertanyakan lagi aku bakal berakhir menjadi dendeng dalam sekejap oleh
kapten garis miring senpai-ku yang
galaknya sudah kelewat overdosis. Ngomong-ngomong
kalian sudah mengenalku,kan? Namaku Kise Ryouta, aku seorang model yang lumayan
terkenal dan sekarang sedang naik daun—ehm—bukannya menyombong atau apa tapi
aku memang seperti ini. Aku juga seorang Ace
dari Klub Basket SMA Kaijou, posisiku adalah Small Forward(SF) dan sekarang aku sudah berada di Gym bersama dengan kaptenku, Kasamatsu-senpai dengan wajah masamnya.
“Kau hampir terlambat, Kise” Uh-oh, belum apa-apa aku
sudah disemprot dan di tambah wajah seniorku bahkan sudah berubah masam lebih
dari biasanya, jadi demi menenangkan suasana hatinya yang sedang buruk aku
hanya memberinya cengiran terbaikku.
“Uhm.., Maaf senpai
tapi aku kan tidak terlambat,kan?” pertanyaanku benar-benar idiot,
jelas-jelas wajah seniorku bahkan berubah jadi lebih bete karenanya.
“Dasar bodoh! Jelas-jelas kau hampir telat, 1 menit lagi
kau tidak sampai di sini aku menyuruhmu keliling lapangan sekolah 10 kali!” wah
ancaman yang benar-benar mengerikan, aku hanya memasang wajah pucat dan sekali
lagi membungkuk rendah padanya dan berkali-kali meminta maaf. Tapi ini kan
bukan seratus persen salahku, kenapa juga latihan begitu mepet dengan jadwal
ekskul lainnya? Jelas saja aku harus pontang-panting untuk mendapat izin dari
ketua klub untuk mengizinkaku latihan(walau tanpa izin seperti itu pun mereka
bakal memaklumiku, tapi kan aku masih punya rasa hormat sekalipun aku bisa dengan
leluasa kesana-kemari gara-gara aku punya status lebih di sini) makanya demi
harga diriku juga aku harus menghormati mereka sebelum mereka mencapku tidak
tahu malu.
“Ya sudah, jangan banyak bergurau! Cepat sana kau ganti
pakaianmu dan kemari!” perintah kaptenku itu sambil melipat tangan dan dengan
wajah betenya menyuruhku berganti pakaian.
Aku langsung ngacir begitu saja ke ruang ganti dan
bergegas mengganti pakaian, tapi sebelum aku kembali ke Gym tiba-tiba aku merasa harus memenuhi panggilan alam di toilet.
Jadi begitulah sekarang aku sudah berada di ruangan berpetak tersebut dan
sembari bernyanyi-nyanyi kecil aku pun mencuci tanganku setelah selesai
memenuhi panggilan alam, beberapa menit kemudian aku merasakan ada sesuatu di
belakangku lebih tepatnya disekitarku.
Aku
mendongak menatap kaca, pandanganku menjadi awas dan setiap gerakan kecil
seolah-olah tak boleh luput dariku. Tidak ada yang mencurigakan, derit pintu
toilet juga terdengar biasa.
Aku
menghela napas dan berbalik, tanpa terduga aku merasakan ada sesuatu menghujam
bagian bahuku lebih tepatnya di daerah tulang belikatku dari belakang! Nyaris
aku berteriak tapi suaraku tertahan karena aku merasa benda itu tidak hanya
menghujam badanku sekali, tapi berkali-kali.
Sebelum aku tersungkur
di lantai aku berbalik dan sesuatu yang bergerak cepat mendekatiku, gerakannya
begitu mengerikan tanpa memberiku kesempatan untuk menghindar. Aku merasa ada
sesuatu yang menusuk bagian kanan perutku,Shit!Itu
belati! belati itu sekarang menancap tepat di bagian vitalku! Sosok itu terus
menekan belatinya hingga aku sadar belati itu sudah menembus badanku.
Pandanganku buyar, kepalaku pening, dan aku merasakan
darah keluar dari sela-sela mulutku.
Tanpa menunggu aba-aba, pandanganku buram seketika tapi aku masih bisa
mendengar sebuah suara dingin menguar dari ruangan itu ; “KAU YANG PERTAMA....”
Lalu semuanya menjadi gelap.
XXXXXX
KUROKO TETSUYA
Kalian tahu apa yang kalian rasakan bila kau melihat
sosok kawan seperjuanganmu ditemukan sekarat bersimbah darah di toilet? Aku
merasa duniaku menjerit, beteriak, menangis dan apalah. Sekarang aku berada di
Rumah Sakit Pusat, di sana aku menemani
Kagami-kun dan Klub Basket SMA Kaijou
yang wajahnya sudah dipenuhi dengan penderitaan, penyesalan, dan terutama
kemarahan.
Sementara didepanku kini dipisahkan oleh sebuah kaca
besar yang bening, terkapar sosok Kise yang ditempeli oleh banyak perban dan
alat bantu pernapasan. Dia ditemukan hampir tewas di kamar mandi kalau saja Moriyama-san tidak datang mencari Kise-kun
yang katanya sudah menghilang selama setengah jam, kemungkinan besar kata
dokter yang menangani Kise-kun kalau
dia dibiarkan 10 menit lebih lama maka nyawanya akan melayang akibat kehabisan
darah dan luka parah yang berada di bagian ulu hatinya.
Tuhan,
entah apa yang membuatmu sungguh mulia telah membiarkan sahabatku masih
diberikan kesempatan untuk hidup meski hanya sedikit. Aku hanya bisa melihat
Kise-kun yang masih menutup matanya,
dia terlihat begitu tenang meski aku tahu dia sedang berjuang melawan rasa
sakit yang dideritanya saat ini.
Aku berharap pada alat elektrodraf yang berkedip-kedip
itu terus memunculkan statistik bergelombang hijau tanda bahwa Kise-kun masih hidup. Sial, kenapa aku malah
menjadi lemah disaat begini? aku harusnya berpikir tentang kasus ini
bagaimanapun caranya, aku tahu tersangka yang melakukannya bukanlah orang biasa
karena dia tidak meninggalkan hal mencurigakan di tempat kejadian. Di saat aku memikirkan setiap alibi yang bisa
kugunakan untuk menyingkap misteri ini seseorang menarik ujung jersey-ku, aku pun menengok.
“Kau tak apa-apa, Kuro-nii?” tanya gadis ber-eyepatch
dengan sebelah mata rubby-nya memeperhatikanku dengan air
muka kuatir, Kinako tetap memegang ujung jersey-ku
dan aku merasakan tangannya gemetaran meski dia mencoba menyembunyikannya.
Ah,
aku tidak boleh melibatkan anak ini lagi kurasa aku tidak punya pilihan lain.
Kinako adalah salah seorang temanku ketika di SMP Teikou dan dia adalah kakak
kembar dari Kohane. Kedua gadis kembar ini sempat terlibat kasus peledakan atau
mungkin sekarang bisa kukatakan adalah ‘kecelakaan’ meledaknya gas di ruang
PKK, ruang praktik untuk memasak itu meledak seketika kata saksi yang
melihatnya ruangan itu mendadak meledak dan Kinako ditetapkan sebagai
pelakunya.
Sayangnya Kohane-pun turut terlibat maka keduanya pun
harus keluar dari sekolah dan menjalani pemeriksaan. Namun aku tidak tahu
mengapa kasus itu seolah-olah terlihat samar dan aku tidak mengingatnya secara
detail. Sejauh yang kutahu aku berada di halaman dan menjalani hari-hariku
seperti biasa, aku baru mendengar tentang kecelakaan itu keesokan harinya dan
tidak menemukan kedua anak kembar itu lagi di sekolah. Bahkan Kinako diisukan
sebagai tersangka peledakan sebuah bank internasional, dia dikejar-kejar hingga
keberadaanya terancam di Winter Cup. Tapi berkat kerja sama para pelatih klub
partisipan Winter Cup, Kinako dibebaskan dari tuduhan.
Hanya
itu yang kutahu, oh ya Kinako memiliki luka bakar di lengan kiri dan mata
kirinya kata Kohane dulu sewaktu mereka sedang wisata saat waktu TK bus mereka
terbakar dan Kinako menjadi korban luka bakar.
“Tidak apa-apa, aku baik-baik saja kau tidak perlu
kuatir. Seharusnya aku yang bertanya padamu apakah kau baik-baik saja? Kau
pasti mengkhawatirkan Kise-kun kan?”,
aku bisa merasakan perubahan suasana hatinya. Meski dia anak kembar tapi Kinako
cenderung lebih tertutup dan lebih banyak diam, kadang dia tersenyum tipis dan
ujung bibirnya melengkung sesaat bila dia sedang senang, aku seperti melihat
sosokku dalam wujud kecil namun sepertinya Kinako lebih sedikit berlebihan
dalam sifatnya yang jarang bicara.
“Aku
nggak apa-apa, aku memang mengkhawatirkan Ryouta tapi apa yang sudah terjadi
tidak bisa diubah lagi,kan?” ucapnya datar.
“Hei,
Kinako. Apakah kau merasa bahwa semua ini terjadi bukan tanpa ada unsur
kesengajaan? Maksudku, ini di sengaja. Tidak mungkin Kise-kun menjadi seperti ini kalau tidak ada yang mecelakainya”. Hening
sejenak, Kinako hanya menatapku dan menunduk. “Aku tidak tahu..”,
Sudah
kuduga dia tidak berniat bercerita apa yang dia pikirkan, “Tapi aku merasa
kalau ini melibatkan oknum terkait...” aku membelalakkan mata, oknum terkait?
Apa maksudnya, apakah Kinako sudah menduga bahwa ini terjadi semata-mata karena
persaingan dalam olahraga?
“Jadi
apa kau mau bilang kalau ini dilakukan oleh orang terdekat?” tanyaku
meyakinkan, Kinako hanya mengangkat alisnya dan menunduk, dia hanya menutup
wajahnya itu dengan poninya(aku kadang iri dengan Kinako yang meski berambut
pendek dan potongannya terkesan berantakan tapi cocok dengan bentuk wajahnya.
Poninya yang panjang pun hampir menutupi
sebagian wajah bagian kanannya), tak heran Kinako dijuluki Sadako kecil karena
rambutnya—yang meski tidak begitu panjang—tapi cukup menakutkan ditambah dengan
warna kulitnya yang lebih putih dariku atau bisa kubilang pucat seperti pualam.
“Oi,
Kuroko! Kau masih mau berlama-lama di sini? Pelatih sudah pulang, katanya luka
kapten sudah diperiksa dan tidak ada yang serius” tegur Kagami, “Oh, jadi ini
perbincangan antara si manusia bayangan dan si hantu sumur kecil,ya?” Kagami
mencibir kami dan aku hanya melihat Kinako mendelik dari balik poni rambutnya.
Sungguh deh, kenapa dia lebih menyeramkan bila disaat-saat begini? Setidaknya
Kohane lebih baik karena sifatnya yang agak kekanak-kanakan.
“Jadi
bagaimana dengan kasus ini? Maaf tadi aku menelpon Tatsuya sebentar” ucap
Kagami, aku hanya bisa diam menganggapinya.
“Apa Kagami-nii menemukan sesuatu? Sepertinya Kagami-nii sempat berbicara dengan Kasamatsu-nii benar,kan?” Kinako balik bertanya dengan nada yang rendah dan
membuatku sedikit merinding. Kulihat Kagami-kun
hanya mengusap rambutnya sebelum akhirnya dia pun menjelaskan apa yang
telah didengarnya,
“Dari
penjelasan Kasamatsu-san, Kise pamit untuk berganti pakaian olahraga dan
sepertinya dia mampir ke toilet untuk buang air kecil tapi setelah itu
keberadaan Kise seperti lenyap begitu saja karena sampai setengah jam
Kasamatasu-san tidak menemukan akan
adanya kedatangan Kise sampai setengah jam. Akhirnya Kasamatsu-san meminta Moriyama-san untuk menyusul Kise..., dan
begitulah kejadiannya, Kise ditemukan sudah terkapar begitu saja oleh seniornya
dan ambulans datang” ucap Kagami-kun .
Aku
mengerti sepertinya para senior di Klub Basket Kaijou tidak perlu dicurigai
karena ketika itu mereka berada di Gym dan
yang menyusul Kise-kun adalah Moriyama-san.
Lantas siapa yang menyerang Kise di saat itu? Bukankah terlalu berisiko kalau
misalnya warga sekolah melakukan tindakan tersebut? Tapi aku merasa itu bukan
dilakukan oleh seorang amatiran, orang yang menyerang Kise-kun terlihat jelas sudah mengetahui seluk-beluk dirinya dan lumayan
berpengalaman.
Dengan
kata lain orang yang bisa melakukannya hanyalah orang berotak cerdas yang licik. Licik..., kenapa pikiranku mengarah
pada salah seorang anggota klub basket yang pernah kukenal, atau lebih tepatnya
aku pernah menghadapinya di pertandingan basket.
“Ada apa Kuroko? Sepertinya kau mendapat
sesuatu” tanya Kagami-kun.
“Tidak. Aku hanya memikirkan sesuatu,
menurutku pribadi orang yang mampu melakukan semua kejahatan ini adalah seorang
yang mengenal dekat atau mengetahui dengan baik tentang Kise-kun. Ditambah lagi pelaku berotak cerdas
dan lumayan licik, orang yang memiliki akses besar...” kataku sambil terus
memeras otak, aku bukannya berprasangka buruk hanya saja aku ingin memastikan
perasaanku ini.
“Jadi,
kau mau bilang orang yang bisa melakukan hal sesadis dan sekeji ini adalah
seorang yang berotak cemerlang yang ber-IQ tinggi dan licik? Kalau kau bicara
soal kelicikan, apa kau punya pemikiran yang sama denganku?” Kagami-kun mengerutkan alisnya, pertanda bahwa
dia menangkap apa yang kumaksud.
Aku menangguk,
“Ya. Orang yang kucurigai sekarang adalah, HANAMIYA MAKOTO-SAN dari KIRISAKI DAICHI”.
XXXXXX
“The Hell its,
where you see that you ralready kill your comrades”
KINAKO YUKIHIRA
Sejujurnya aku
benci mengakui kalau aku tahu hal yang sebenarnya terjadi, baik yang sudah
berlalu maupun yang sedang kami alami sekarang. Ya, aku benci pada diriku
sendiri yang hanya bisa melihat orang-orang yang amat berharga bagiku mengalami
kesedihan yang dalam seperti saat ini.
Aku hanya bisa melongo mendengar penuturan
Kuro-nii yang mensugestikan bahwa Hana-san yang menjadi otak dari kasus penikaman Ryouta.
Ng, sebelumnya mungkin kalian bingung kenapa aku memanggil Hanamiya Makoto-san dengan panggilan Hana-san , bukannya aku sok akrab
dengannya atau dengan siapapun yang kupanggil dengan julukan(yang mereka anggap
aneh) itu, tapi karena aku bukanlah anak yang suka berbasa-basi.
Aku lebih suka berpikir daripada bertindak, berkebalikan
dengan adik kembarku yang jarang menggunakan pemikirannya dan lebih banyak
bertindak di luar perkiraan banyak orang(termasuk aku di dalamnya). Jadi aku
terbiasa memanggil orang yang dekat denganku dengan panggilan paling pendek
yang tidak banyak menguras tenaga(mungkin aku terlalu lebay mengatakan kalau
memanggil nama panjang seseorang saja menguras tenaga tapi aku hanya ingin
bicara jujur,kok), aku juga jarang menampakkan diri di sekitar orang banyak
jadilah aku semakin tidak terlihat ditambah aku lebih suka tempat gelap dan
sunyi.
Kembali ke topik permasalahan, yang membuatku was-was
adalah apabila Kuro-nii benar-benar
memberikan tuduhan itu ke Hana-san maka
tidak dianaya lagi Hana-san bakal diinterogasi
habis-habisan padahal aku tahu siapa ‘otak’ dibalik semua ini. Ya, tentu saja
aku tahu jelas karena ini adalah masalah yang menyangkut tentang kami—aku dan
Kohane—dengan ‘mereka’, tapi aku tidak bisa menjelaskan siapa ‘mereka’ takut
bila ada yang menguping dan malah menambah masalah.
Padahal
setahuku ‘mereka’ sudah tidak ada di dunia ini lagi, mereka sudah hangus
terbakar bersama puing-puing bangunan itu dan tidak akan ada lagi. Sebenarnya
ini juga salahku, karena tindakan bodohku di masa lalu.
Aku hanya bisa pasrah mengikuti kedua temanku menyusuri lobby rumah sakit yang tenang, tak
terasa senja sudah turun. Kami berpamitan dengan anggota Kaijou yang lain(minus
Kasamatsu-san yang harus menjaga
Ryouta), sebelum berpisah jalan aku sempat menengok ke arah mereka—anggota klub
Kaijou—aku bisa merasakan perasaan mereka, begitu jelas dan penuh kemarahan dan
penyesalan.
Tapi aku hanya bisa berbalik dan berjalan lurus, bagiku penyesalan hanyalah penghancur rencana setelah sekian lama aku tak pernah mau menyesali perbuatanku makanya aku selalu memikirkan rencana yang matang sebelum bertindak.
Tapi aku hanya bisa berbalik dan berjalan lurus, bagiku penyesalan hanyalah penghancur rencana setelah sekian lama aku tak pernah mau menyesali perbuatanku makanya aku selalu memikirkan rencana yang matang sebelum bertindak.
“Apa kita harus kembali ke sekolah menyusul senpai-senpai yang lain?” tanya Kagami-nii. “ Kurasa tidak perlu, aku baru saja mendapat mail dari Izuki-senpai untuk pulang langsung ke rumah masing-masing” jawab Kuro-nii datar.
Kemudian keheningan kembali menyelimuti kami, aku bukannya tidak peduli dengan keadaan seperti ini tapi semenjak 3 tahun lalu dan semenjak apa yang terjadi padaku, aku jadi semakin menghindar dari semua orang meski lingkunganku sekarang jauh lebih baik.
Kemudian keheningan kembali menyelimuti kami, aku bukannya tidak peduli dengan keadaan seperti ini tapi semenjak 3 tahun lalu dan semenjak apa yang terjadi padaku, aku jadi semakin menghindar dari semua orang meski lingkunganku sekarang jauh lebih baik.
Aku dan Kohane besar dengan kaki dan tangan
sendiri. Orang tua kami terlalu cepat meninggalkan kami, mereka berpisah ketika
umur kami 5 tahun. Keduanya tidak mau membawa kami bersama mereka dengan alasan
konyol makanya kami pun memutuskan untuk ikut dengan Itou-san, Asako Itou adalah seorang freelancer
dan pengelola sebuah panti asuhan sehingga kami berada di sana kira-kira
ketika berumur 6 tahun aku sempat mengalami kecelakaan tunggal karena
menyelamatkan Kohane yang hampir diserempet mobil alhasil kaki kiriku harus cacat dan tidak bisa
bergerak selincah dulu karena tulang kakiku tidak bisa kembali sempurna.
Bukan
itu saja, sebenarnya ada sebuah alasan mengapa aku tak ingin berbaur kembali ke
dunia ini. Kuro-nii adalah salah
satunya, kiseki no sedai merupakan
saksinya. Ingat tentang kejadian kecelakaan meledaknya gas di ruang PKK Teikou?
Itu adalah salah satu memori yang ‘kututup’ dari ingatan mereka. Membuat
kenangan palsu dan meminta Kohane tutup mulut soal itu. Tapi kenapa malah
begini? Apa kesalahanku di masa lalu berimbas pada teror yang harus merenggut
nyawa teman-temanku sekarang?
Tanpa
sadar aku melirik ke arah Kagami-nii dan menemukan sesuatu, sesuatu yang membuatku
kaget dan ngeri. Buku. Buku bersampul coklat... kenapa, kenapa buku itu...?!
“A,Anu..
Kagami-nii...”, aku mencoba memanggil
cowok itu tapi sia-sia aku bisa melihat bayangan hitam dengan rambut tergerai
berantakan di antara tiang-tiang listrik. Tidak mungkin! Apa ini hanya
halusinasiku? Sosok itu juga ada sewaktu di Gym...!!
Maklhuk
itu, entah kenapa aku merasa seperti mengenalnya. Tidak, tidak, sosok itu tidak
mungkin kembali. ‘Dia’ sudah mati, sudah hangus terbakar 3 tahun lalu,kan? Aku
berhenti tanpa ada yang menyadari ketakutanku, aku tidak bisa bergerak seperti
terhipnotis. Sementara kedua temanku masih melanjutkan langkah mereka
Ketika
aku masih terpenjara oleh ketakutanku, aku melihat sebuah mobil yang
berkelak-kelok tidak jelas menyerbu ke arah Kagami-nii dan Kuro-nii. Tidak!
jangan lagi!
“KAGAMI-NII, KURO-NII MINGGIR!!”
Aku
langsung menghambur ke arah mereka, entah darimana kekuatanku sehingga aku bisa
mendorong dan membuat mereka tersungkur ke tanah sehingga mobil itu tidak jadi
menabrak mereka. Kutatap onggokan besi itu dan aku melihat si pengemudi
sepertinya tewas seketika, kemudian sosok itu! Sosok berambut hitam yang tidak
begitu jelas itu duduk di sebelah bangku pengemudi!
“Ha,
hampir saja...! Ki,kita tertolong” ucap Kagami-nii mengalihkan perhatianku
sejenak, “Hei, Kinako... darimana kau tahu mobil itu bakal menabrak kami?”
tanya Kagami-nii kemudian. Aku hanya bisa diam menatapnya dari balik
poniku yang panjang, tidak ada sepatah katapun dari mulutku terucap yang
kupikirkan di dalam otakku adalah sosok bayangan mengerikan itu dan bagaimana
dia menghilang.“Kinako?” Kuro-nii memanggilku
tapi aku tetap tak bicara lidahku terlalu kelu, tiba-tiba aku melihat buku di
tas Kagami-nii terbuka. Buku itu
terbuka begitu saja dan aku melihat tulisan di dalamnya ;
“7 PELANGI SETAN, PERSEMBAHAN SETAN
SELANJUTNYA. MENGHABISI KETUJUH PELANGI. SALAH SATU SI KEMBAR HARUS MATI.
‘A.K.TSUKA’”
Aku
langsung terdiam. Oh tidak, ini benar-benar terjadi. Kenapa dia kembali? Kenapa
dia melakukan hal ini? bukankah dia sudah mati, tapi bagaimana mungkin? Apa dia
melakukannya? Aku memungut buku itu sementara kedua temanku hanya menatapku
heran. ‘A.K. TSUKA’ aku tahu kode nama ini, aku mengenalnya.
Memoriku terbang ke masa-masa 3 tahun lalu
saat di Teikou. Perbuatan idiotku sudah mengancam nyawa teman-temanku. 7
PELANGI SETAN. PERSEMBAHAN SETAN. Iya, aku tahu. 3 tahun lalu, dialah yang
melakukan ritual itu, lalu terjebak, dia menyeret kami. Lalu aku mengakhirinya.
Kemudian dia kembali, untuk membuka lagi ritual itu. Dia bangkit!
“
Maaf”, aku menutup buku itu, “Seharusnya aku tidak mengakhirinya dengan cara
itu,..” lalu aku menatap Kuro-nii dan
Kagami-nii, “Tidak seharusnya aku
menyeret kalian!” aku tidak tahu, hal yang terpikirkan olehku adalah ingin lenyap dari muka bumi ini dan untuk
pertama kalinya aku menangis di hadapan mereka. Suasana sore itu mendadak
mencekam, sementara aku terus mendekap buku terkutuk itu Kagami-nii memelukku “Kita pasti akan baik-baik
saja”.
Sampai
beberapa menit kemudian aku kami dikejutkan dengan adanya sosok yang tidak
asing bagi kami “Hei, sedang apa kalian ada di situ? Sedang main film...?”
sahut suara agak kekanakan dan aku mengenali suara itu. Suara Kota-san! Hayama Kotaro-san adalah seorang anggota dari SMA Rakuzan. Kalau Kota-san ada di sini, maka...
“Kalian
nggak apa-apa? Sedang apa di pinggir jalan seperti ini?” tanya suara yang agak
melambai dan terdengar mendayu. Sosok tinggi berambut panjang seleher yang
lebih tepat disebut cantik daripada keren. Reo-san. Mibuchi Reo...,
kalau
begitu....
“Ada
apa ini, lho kalian Kuroko dan Kagami kan?” suara itu... SEI-NII!
“A, Akashi?” Kagami baru menyadari keberadaan
pemuda berambut merah menyala itu di belakangnya, “Kenapa Rakuzan ada di sini?” tanya Kagami-nii masih dengan posisi saat dia
merendahkan badannya dan harus terduduk di depanku sementara polisi sibuk
mengerubuti mobil di belakang kami akhirnya mau tidak mau kami harus menjauh
dari TKP dan sekarang sudah berada di sebuah kedai ramen.
Jadilah kami makan bareng di restoran ramen tidak jauh dari sana harus kuakui sebenarnya ini adalah pemadangan awkward serta jarang ada, habis sebelumnya mereka begitu panas memperebutkan posisi number one di Winter Cup dan Seirin lolos sebagai juara jadi agak heran saja melihat kedua Top two Star Seirin bersama dengan para Crownless Generation dan terutama Sei-nii sebagai The Emperor makan bersama di warung ramen.
Jadilah kami makan bareng di restoran ramen tidak jauh dari sana harus kuakui sebenarnya ini adalah pemadangan awkward serta jarang ada, habis sebelumnya mereka begitu panas memperebutkan posisi number one di Winter Cup dan Seirin lolos sebagai juara jadi agak heran saja melihat kedua Top two Star Seirin bersama dengan para Crownless Generation dan terutama Sei-nii sebagai The Emperor makan bersama di warung ramen.
Tapi
sekarang di kepalaku bukan masalah itu yang menjadikan meja ini terlihat sangat
suram sementara orang-orang kedai ramen berkasak-kususk atas kedatangan kami.
“Huuf, kadang aku tidak habis pikir kenapa orang-orang suka bergosip dimana-mana” ujar Reo-san yang bertopang dagu sembari mengerling melihat betapa riuhnya warung itu sekarang.
“Huuf, kadang aku tidak habis pikir kenapa orang-orang suka bergosip dimana-mana” ujar Reo-san yang bertopang dagu sembari mengerling melihat betapa riuhnya warung itu sekarang.
“Ya,
mau bagaimana lagi..., wajah kita terlalu mencolok terutama Akashi yang tentu
saja tidak ada yang tidak akan mengenalnya” ujar Kota-san ceria, “Ck, memang aku harus memakai topeng untuk menghindari
publik begitu?” decak Sei-nii lalu
pandangannya beralih kepadaku(atau lebih tepatnya kepada kami).
“Jadi bisa kalian jelaskan mengapa kalian berada di sana?” sudah kuduga Sei-nii tidak akan berbasa-basi.
“Jadi bisa kalian jelaskan mengapa kalian berada di sana?” sudah kuduga Sei-nii tidak akan berbasa-basi.
Suasana hening sejenak, tentu aku tidak akan
mengatakan apa yang ada di dalam pikiranku dan maaf saja aku bukan tipe yang
suka berbicara panjang lebar(seperti yang sudah kukatakan aku paling sedikit
bicara) dan bagiku menjelaskan itu hal yang melelahkan.
“Kami
sebenarnya hampir menjadi korban tabrakan di pinggir trotoar tadi, tapi
untunglah Kinako menyelamatkan kami” tutur Kuro-nii, semua mata tertuju padaku. Uh, aku tidak suka menjadi pusat
perhatian.
“Tapi
sepertinya kau memiliki hal yang kau sembunyikan, Kinako-chan” perkataan Sei-nii membuatku
terkejut dan aku langsung menatapnya dengan mata yang melebar, aku memang bodoh
dia kan memang tidak bisa dibohongi! Hatiku mencelus seketika Sei-nii memanggilku dengan nama depan tapi
bukan itu yang membuatku nyeri melainkan hal lainnya...., tapi kalau aku
ceritakan maka semua ketenangan ini akan berakhir, apa sebaiknya aku
menceritakan semuanya?
“Hei
kalian! Teganya menghilang dan malah pergi ke sini, kami sudah dapat es serut
pesanan kalian semua nih, yaampun kalian tidak bisa ya menghargai orang
sedikit!?” omel sosok berotot besar dengan kulit gelap yang tampak garang di
depan pintu bersama dengan seorang pemuda bermata sayu dengan rambut keabuan
yang manis. Tunggu, orang itu....,
“CHIHIRO...”
orang yang sangat berarti di hidupku, sekarang berada di depanku.
“Kinako?”
mungkin ini terdengar aneh tapi setiap kali melihat Chihiro entah kenapa semua
perasaanku mendadak menjadi seperti jelly yang lembek dan sekarang aku
benar-benar seperti jelly yang lemah, entah adegan apa yang sudah kutunjukkan
tapi aku tidak peduli dan langsung melemparkan diriku kepada Chihiro dan
menangis.
PART
3 : “ THAT DAY, THE TWINS”
“Biasanya, orang
yang sudah mati tidak akan kembali lagi, tapi apakah mungkin bila dendam masih
meninggalkan bekas, maka orang yang mati sekalipun dapat hidup dan bangkit
kembali? Menjadi... mimpi buruk...”
-Kohane Yukihira-
-Kohane Yukihira-
XXXXXX
Touou
Gakuen, 17.00 p.m
AOMINE DAIKI
Suasana Gym sudah lengang, para senpai maupun anggota freshmen lainnya sudah pulang. Di dalam
sini hanya ada aku, bola basket, dan sosok berambut merah muda yang duduk di
sampingku. Aku meliriknya, dia tidak bergeming sepertinya teman masa kecilku
tidak kuat melihat wajahku saat ini. terlihat jelas dia membuang wajahnya dan
berusaha menyeka air matanya, sedangkan aku hanya memandangi bola basket
seperti orang bodoh.
Perkenalkan, namaku Aomine Daiki. Ace dari Klub Basket SMA Touou dan sekarang suasana hatiku sedang
buruk. Bagaimana tidak, aku mendapat telepon dari teman lamaku, Tetsu dan
mengabarkan bahwa Kise dilarikan ke rumah sakit.
Aku pikir si bodoh berkepala kuning itu hanya terkena cidera(atau mungkin cidera kakinya kambuh dan harus diberi bantuan medis serius) tapi ternyata semua pemikiranku langsung hancur dalam hitungan detik ketika Tetsu menjelaskan yang sebenarnya, yang membuatku seperti kehilangan kesadaran selama beberapa saat.
Aku pikir si bodoh berkepala kuning itu hanya terkena cidera(atau mungkin cidera kakinya kambuh dan harus diberi bantuan medis serius) tapi ternyata semua pemikiranku langsung hancur dalam hitungan detik ketika Tetsu menjelaskan yang sebenarnya, yang membuatku seperti kehilangan kesadaran selama beberapa saat.
Kise
ditemukan bersimbah darah di toilet dengan luka tikaman serius yang bila tidak
segera ditangani aku yakin dia akan langsung melewati Sungai Sanzu*(sungai
perbatasan antara dunia nyata dan alam baka). Satsuki yang mendengar semua itu
bahkan sampai shock dan papan datanya jatuh membentur tanah. Sekarang kami
terjerat dalam keheningan menyesakkan yang sama sekali tidak kusukai.
“Dai-chan..
aku—“ sebelum Satsuki meneruskan ucapannya(yang mengejutkanku), pintu Gym berderit dan terbuka perlahan, aku
menahan napas dan Satsuki terlihat tegang. Uh-oh
aku tidak menyukai ini, aku berharap bukan sesuatu yang bisa membahayakan
nyawa kami berdua.
Tapi hatiku langsung tenang setelah aku tahu siapa yang
membuka pintu tersebut, “Astaga, bisakah kau datang dengan cara yang wajar?”
aku mendengus sementara sosok yang kutegur terlihat salah tingkah dan memasang
cengiran kikuk.
“Ma, maafkan aku Aomine-san aku cuma penasaran karena kupikir Gym sudah kosong, ternyata masih ada orangnya” anak berambut hitam
bermata rubby itu mendekati kami dan
langsung duduk di depanku dan Satsuki.
Yap,
anak ini bernama Kohane, Yukihira Kohane. Dia adalah adik kembar dari Kinako,
gadis yang sekarang berada di SMA Seirin dan mereka benar-benar seperti pinang
dibelah dua kenapa bisa begitu? Itu karena
Kohane yang sebelumnya berambut panjang terurai sepunggung ketika masuk
ke SMA Touou sekarang berambut seleher
persis seperti kakak kembarnya(minus eyepatch)
tapi bedanya, anak ini terlihat normal-normal saja tidak ada secuil bekas luka
apapun di badannya.
Berbeda dengan Kinako yang entah mengapa
penuh dengan luka seperti habis dihajar hingga babak belur seperti itu tapi
jangan tanyakan dari sifat, meski bermuka sama(hampir 90%) tapi sifat dan
kelakuan mereka berbeda 180 derajat.
“Momoi-san kenapa?
Oh, pasti kau sudah mendengar tentang Kise-san
ya?” sahut Kohane dengan wajah manis yang terlihat sangat polos, namun aku
tahu kalau sifat polosnya ini berbahaya. Bisa kubilang dibanding Kinako yang
brutal dan dingin, Kohane jauh lebih menakutkan kalian akan tahu kenapa aku
berbicara begini, “Aku sudah mendengar detailnya dari One-san... aku tidak menyangka akan jadi begini” Kohane meringkukkan
tubuhnya sedikit.
“Aku hanya tidak habis pikir kenapa ada orang sekejam
itu? Aku berpikir kalau semua ini terus berlanjut maka tidak bisa dipungkiri
kalau mereka juga mengincar Dai-chan, Tetsu-kun atau siapapun termasuk aku!” isak
Satsuki, aku paling benci dengan sifat cengengnya itu dan tanpa kusadari aku
berkata, “Hentikan itu Satsuki! Kalau kau berpikir begitu maka semuanya
benar-benar berakhir, kita harus bisa saling menjaga bukan pasrah seperti
ini!”.
“Tapi kalau kita melawan maka..., maka akan ada yang
MATI!!” teriak Satsuki mengagetkanku tapi sepintas aku melihat sinar mata
ketakutan yang amat sangat pada Kohane. Apakah dia takut mendengar kata ‘Mati’?
tapi semua orang wajar dengan kata kematian atau hal-hal seperti itu, bukan
berarti aku sok-sokan atau bagaimana tapi aku tetaplah manusia biasa yang takut
dengan kematian meski suatu hari nanti pasti aku akan mati. Hening
berkepanjangan, suara angin bergemuruh menggetarkan kaca-kaca di Gym membuat suasana semakin temaram. Aku
menghela napas, mengatur tensi di kepalaku dan mencoba untuk berpikir.
“Sudahlah, maaf aku tadi membentakmu sekarang kita
kembali ke rumah dan istirahat saja. Sebelum besok kita terlambat melakukan
latihan pagi” tukasku, Satsuki menyeka air matanya lagi dan kemudian mencoba
untuk tenang. Aku tahu kok daripada aku Satsuki lebih sensitif karena dia
perempuan jadi seharusnya aku lebih tenang dan tidak terbawa emosi
menghadapinya(salah-salah aku yang bakal jadi korban berikutnya meski bukan
karena orang lain) .
“Tapi sebetulnya siapa yang tega melakukan hal seperti ini?” tanya Satsuki, pertanyaan menggantung itu tidak mendapat jawaban. Sementara gadis mungil yang sedari tadi diam saja ini malah membuatku kesal.
“Tapi sebetulnya siapa yang tega melakukan hal seperti ini?” tanya Satsuki, pertanyaan menggantung itu tidak mendapat jawaban. Sementara gadis mungil yang sedari tadi diam saja ini malah membuatku kesal.
“Kau tahu sesuatu,ya Kohane?” tanyaku, Kohane menegang
sesaat tanda dia baru menyadari pertanyaanku. Hmm, mencurigakan. “Hei, Kohane!
Jangan-jangan kau tahu siapa dalang dibalik semua ini?” aku mencoba mendesak
anak itu tapi yang bersangkutan malah diam saja.
“Dai-chan apa
maksudmu, jangan bentak Kohane-chan!”
tegur Satsuki. “Aku hanya ingin menanyakan kasus ini dan kenapa kau dari tadi
diam saja?” oke, gaya bicaraku memang terkesan kasar dan nada suaraku terdengar
mengacam namun aku tidak bermaksud untuk marah. Inilah gaya bicaraku, berkat
itu aku berhasil menjadi salah satu junior
paling ditakuti.
“Kalau aku bicara yang sesungguhnya, Aomine-san mau menerimanya?” suara rendah dan
terdengar dingin itu membuatku merinding, anak ini kalau mau bisa sama seramnya
dengan kakak kembarnya—sekalipun dalam keseharian dia bersifat manis dan
supel—menanggapi itu baik aku maupun Satsuki hanya bisa menatap Kohane.
“Aomine-san, Momoi-san apa kalian benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi? Kalau aku ceritakan, kalian mau tidak mau harus menerimanya”, aku melongo mendengar penuturan gadis mungil itu. Sedangkan sekarang udara semakin dingin dan hari sudah mulai gelap.
“Aomine-san, Momoi-san apa kalian benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi? Kalau aku ceritakan, kalian mau tidak mau harus menerimanya”, aku melongo mendengar penuturan gadis mungil itu. Sedangkan sekarang udara semakin dingin dan hari sudah mulai gelap.
“Apa maksudmu?” pertanyaan itu meluncur begitu saja, dsn
kuanggap sebagai salah satu kebodohanku karena bertanya soal itu. Anehnya,
Kohane malah tersenyum namun sinar matanya menyiratkan kekesalan. Seperti
seolah menudingku tapi aku tidak mengerti mengapa anak ini berwajah seperti
itu.
“Kau benar-benar ingin tahu?” sebelum suasana
canggung ini berakhir tiba-tiba pintu Gym
terbuka sedikit, kami bertiga mantap heran. Bukankah pintu kayu berukuran
besar itu hanya akan terbuka bila digeser oleh seseorang? Tapi ini sudah pukul
enam lewat dan tidak mungkin ada anggota klub lain yang datang. Uh-oh, aku benci mengakui ini semua tapi
aku merasakan kalau Satsuki sudah mengkeret di sampingku.
“A,ada apa?... tidak ada siapa-siapa kan?” ucap Satsuki.
Hening sejenak. Tapi tiba-tiba aku melihat sekelebat hitam melintas dipinggir Gym.
“Kalian, tetaplah di dekatku”
Ya, aku bisa merasakan ada sosok tidak diundang berada di sini, tapi sekian lama aku menunggu tidak ada apa-apa sepertinya aku hanya berhalusinasi(sejak kapan aku jadi takut berada di sekolahku sendiri?) karena aku penasaran dengan pintu yang tadi tergeser sendiri tapi belum sampai ke lokasi yang kutuju suara riuh entah darimana mengusik telingaku kemudian aku mendengar teriakan hebat dari Satsuki
“DAI-CHAN!!”
“Kalian, tetaplah di dekatku”
Ya, aku bisa merasakan ada sosok tidak diundang berada di sini, tapi sekian lama aku menunggu tidak ada apa-apa sepertinya aku hanya berhalusinasi(sejak kapan aku jadi takut berada di sekolahku sendiri?) karena aku penasaran dengan pintu yang tadi tergeser sendiri tapi belum sampai ke lokasi yang kutuju suara riuh entah darimana mengusik telingaku kemudian aku mendengar teriakan hebat dari Satsuki
“DAI-CHAN!!”
Hebatnya
ketika aku menengok ke arah Satsuki sesuatu menyeruduk badanku hingga aku bisa
mendengar bunyi ‘krek’ dari
punggungku(astaga itu sakit sekali!) dan seketika aku sudah tersungkur dengan
tidak selamat di lantai Gym—bagaimana
tidak selamat kalau punggungku nyeri begini—aku mengaduh lalu mencoba mengubah
posisiku untuk melihat ‘apa’ yang menyerudukku hingga terlempar seperti tadi.
“Kohane!? Apa yang kau lakukan, kau hampir membunuh punggungku!”
“Kohane!? Apa yang kau lakukan, kau hampir membunuh punggungku!”
“Lihat dulu apa yang hampir menimpa kepalamu, Aomine-san!” Kohane menunjuk sesuatu yang amat
kukenali, itu Ring basket! Bagaimana
mungkin benda seperti itu bisa terjun bebas secara tiba-tiba?
Untuk kalian yang belum tahu, massa ring basket tidak begitu besar tapi tetap saja akan membahayakan siapapun kalau benda itu jatuh atau terlempar dari tempat tinggi terutama apabila benda seperti itu langsung mengenai kepalamu aku jamin kepalamu akan langsung gegar otak atau lebih parahnya kepalamu akan bocor seketika, dari kesimpulan tadi bisa dipastikan bila Kohane tidak menyerudukku yang terlambat refleknya ini maka aku akan berakhir di rumah sakit seperti Kise. Dalam posisi terduduk(dan menahan nyeri di punggungku akibat ulahnya) aku hanya bisa terbengong-bengong menatap ring yang tergeletak menghantam lantai.
Untuk kalian yang belum tahu, massa ring basket tidak begitu besar tapi tetap saja akan membahayakan siapapun kalau benda itu jatuh atau terlempar dari tempat tinggi terutama apabila benda seperti itu langsung mengenai kepalamu aku jamin kepalamu akan langsung gegar otak atau lebih parahnya kepalamu akan bocor seketika, dari kesimpulan tadi bisa dipastikan bila Kohane tidak menyerudukku yang terlambat refleknya ini maka aku akan berakhir di rumah sakit seperti Kise. Dalam posisi terduduk(dan menahan nyeri di punggungku akibat ulahnya) aku hanya bisa terbengong-bengong menatap ring yang tergeletak menghantam lantai.
“Dai-chan! Kau
tidak apa-apa, Kohane juga kan?” tanya Satsuki yang menghampiriku setelah dia
melihat pemandangan awkward tadi. Aku
menatapnya dan mendengus, “Yah, seperti yang kau lihat aku baik-baik saja dan
juga anak ini.
Hei,
Kohane!” setelah berucap begitu aku memperhatikan Kohane, dia tidak menggubris
omonganku dan matanya tertuju pada satu titik di ruangan itu. Dia terus melihat
ke arah pintu,
“Kohane?”
“Kohane?”
Kupanggil
anak itu sekali lagi dan aku menyadari kalau tangannya yang pucat makin pucat
saja terutama sorot matanya itu. Sorot mata ketakutan dan alisnya yang bertaut
tanda marah.
Seolah-olah dia melihat ‘sesuatu’ yang mengerikan.
‘Sesuatu’
yang tidak terlihat oleh kami tapi terlihat oleh Kohane seorang.
XXXXXX
KOHANE YUKIHIRA
Touou
Gakuen. 17.00 p.m-18.00 p.m(-Sejam sebelumnya-. )
Hari ini tidak begitu menyenangkan bagiku.
Dari tadi siang aku merasa kalau sekolah yang biasanya menjadi tempat yang paling kusukai malah berbalik menjadi tempat yang penuh bahaya. Bagaimana tidak, seharian ini aku merasaka kalau ada ‘seseorang’ yang mengawasiku mulai dari awal masuk gerbang hingga detik ini, jam ini, menit ini.
Dari tadi siang aku merasa kalau sekolah yang biasanya menjadi tempat yang paling kusukai malah berbalik menjadi tempat yang penuh bahaya. Bagaimana tidak, seharian ini aku merasaka kalau ada ‘seseorang’ yang mengawasiku mulai dari awal masuk gerbang hingga detik ini, jam ini, menit ini.
Oh, hai
namaku Kohane Yukihira dan aku adalah adik—lebih tepatnya adik kembar—Kinako
Yukihira dari Seirin.., kalian pasti mengenalku dengan baik karena aku adalah
salah satu PG(Point Guard) bayangan
di Touou(kalau One-chan dijuluki Point Guard Hantu maka aku Point Guard Bayangan) kebetulan alasan
mengapa aku dipanggil begitu juga karena image
yang kutampilkan selama ini.
Meski kami kembar tapi tidak selamanya kami mirip, One-chan lebih pendiam dan menyendiri terlebih karena wajahnya yang jarang berekspresi juga auranya yang(katanya) suram, sedangkan aku lebih aktif juga terlalu banyak berekspresi.
Meski kami kembar tapi tidak selamanya kami mirip, One-chan lebih pendiam dan menyendiri terlebih karena wajahnya yang jarang berekspresi juga auranya yang(katanya) suram, sedangkan aku lebih aktif juga terlalu banyak berekspresi.
Aku kadang merasa prihatin pada kakak kembarku, sebenarnya
aku ingin masuk ke Seirin tapi akibat ‘sesuatu’ aku terpaksa dipisahkan olehnya
apalagi kakakku sendiri sepertinya mendorongku menjauh darinya(walau
samar-samar aku menyadari itu) kadang dunia memang tidak selamanya adil begitu
pikirku. Aku tidak mau banyak bicara soal One-san sekarang tapi kalian pasti akan paham nanti, jujur saja aku
sangat menyayanginya dan sifatku sekarang adalah karakter yang terbentuk demi
dirinya juga kalian boleh sebut aku bermuka dua atau sebagainya tapi aku
menyukai karakter itu.
Mau kuberitahu, sifatku memang terlihat manis dan baik hati di depan kadang aku sedikit kekanak-kanakan tapi sebenarnya aku bisa saja menjadi sangat licik dan agak-agak kejam bila menyangkut urusan pribadi.
Mau kuberitahu, sifatku memang terlihat manis dan baik hati di depan kadang aku sedikit kekanak-kanakan tapi sebenarnya aku bisa saja menjadi sangat licik dan agak-agak kejam bila menyangkut urusan pribadi.
Imayoshi-san bilang
kalau kakakku tidak banyak disukai orang karena dia apa adanya sedangkan aku
pintar menipu orang sehingga banyak disukai. Tidak salah juga kok, lagian aku
tidak tersinggung pada pendapatnya. Langit terlihat mendung karena suhu dingin,
aku menyusuri lorong dan melihat kalau lampu Gym masih menyala, aku menengok ke sana dan menemukan sosok Aomine-san dan Momoi-san yang berwajah tegang di ujung Gym(mungkin mereka kaget karena keberadaanku).
“Astaga, bisakah kau datang dengan cara yang wajar?” Aomine-san mendengus beberapa detik kemudian, aku hanya bisa memasang wajah manis dan berkata ; “Ma, maafkan aku Aomine-san aku cuma penasaran karena kupikir Gym sudah kosong, ternyata masih ada orangnya” Ups, yah aku mungkin memang membuatnya marah.
“Astaga, bisakah kau datang dengan cara yang wajar?” Aomine-san mendengus beberapa detik kemudian, aku hanya bisa memasang wajah manis dan berkata ; “Ma, maafkan aku Aomine-san aku cuma penasaran karena kupikir Gym sudah kosong, ternyata masih ada orangnya” Ups, yah aku mungkin memang membuatnya marah.
Kutatap bergantian wajah keduanya dan aku bisa merasakan
kalau mereka sedang terjebak dalam situasi tidak menyenangkan, apalagi wajah
Momoi-san terlihat kusut dan matanya
sembab. Ah, aku tahu kenapa dia menangis sebab aku juga tahu apa yang sudah
terjadi, One-san yang
mengabariku(membuatku cukup shock berat ketika itu).
“Momoi-san kenapa? Oh, pasti kau sudah mendengar tentang Kise-san ya?” tanyaku pada kakak cantik berambut merah jambu itu( kami sama-sama kelas satu tapi bicara soal umur dia lebih tua dariku), karena tidak ada jawaban akupun melanjutkan
“Momoi-san kenapa? Oh, pasti kau sudah mendengar tentang Kise-san ya?” tanyaku pada kakak cantik berambut merah jambu itu( kami sama-sama kelas satu tapi bicara soal umur dia lebih tua dariku), karena tidak ada jawaban akupun melanjutkan
“Aku sudah mendengar
detailnya dari One-chan... aku tidak
menyangka akan jadi begini”.
Sesaat kemudian, aku yang duduk di depan mereka hanya
diam dan memikirkan sesuatu yang menggantung dalam otakku. Kalau boleh aku
bilang semua ini terlalu rapi untuk dijalankan sendirian yang kumaksud adalah
kasus penusukan Kise-san yang
diberitahu One-chan tadi dari ponsel
dia menceritakan semuanya dan aku hanya bisa membisu terutama ketika One-chan berbicara
soal ‘mereka’ mengingatkanku pada kejadian yang hingga kini benar-benar ingin
sekali kuputar balik kalau saja aku punya mesin waktu.
Tapi One-chan
memintaku untuk tidak berbicara apa-apa atau membicarakan ini kepada
siapapun alasannya karena ini menyangkut masalah pribadi kami yang tidak boleh
sampai melibatkan tim masing-masing atau tim sekolah lain, terutama Kiseki no sedai.
Bukannya
aku tidak mau, kalau boleh mungkin dari beberapa tahun lalu aku bisa saja
bercerita pada mereka, mengungkapkan segalanya, menyalahkan mereka atas apa
yang terjadi—walau bukan seratus persen salah mereka—dan tetek bengek lainnya
hanya saja aku ingin menjaga kedamaian yang sudah ‘dibuat’ oleh kakakku dengan
cermat sampai-sampai harus menggunakan kemampuan manipulasinya untuk menidurkan
‘kenangan’ yang ada.
Aku tidak suka melihat One-san harus terluka untukku atau untuk orang lain. Kalau kalian mau
tahu selama hampir 13 tahun kami bersama sudah banyak hal menyedihkan yang
menimpa kami, hidup tanpa bimbingan orang tua, kecelakaan yang menimpa One-chan ketika
menyelamatkanku saat berusia 6 tahun, dan lagi kejadian 3 tahun lalu membuatku
ingin mengubur diriku hidup-hidup.
Sesaat aku tenggelam dalam pikiranku suara
Aomine-san membuatku tergelak apalagi
mendengar pertanyaannya itu. Gawat, dia sepertinya menyadari aku menyembunyikan
sesuatu!
Demi keamanan, aku diam sementara Aomine-san terus mendesakku untunglah Momoi-san menegurnya kemudian aku mencoba
menata pikiranku dan lalu aku mengucapkan sesuatu yang begitu saja terlontar
dari mulutku, “Kalau aku bicara yang sesungguhnya, Aomine-san mau menerimanya?” suaraku merendah, mengingatkanku pada kakakku
yang dingin dan cuek tapi suaraku terdengar lebih seram di telingaku sendiri.
“Aomine-san, Momoi-san apa kalian benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi?
Kalau aku ceritakan, kalian mau tidak mau harus menerimanya”, sekali lagi aku
membuat mereka semua terbengong-bengong.
Tapi kemudian kami bertiga terkejut oleh pintu Gym berderit dan tergeser sendiri. Aku diam
sesaat, sementara Aomine-san sepertinya
tampak lebih kepo dari biasanya itu mencoba memicingkan mata birunya ke arah
pintu.
“A,ada
apa?... tidak ada siapa-siapa kan?” sahut Momoi-san dengan nada ketakutan.
“Kalian, tetaplah di dekatku” kata Aomine-san yang mengambil posisi di depanku
juga Momoi-san tapi beberapa menit
menunggu ternyata tidak ada apa-apa, aku menghela napas tapi bola mataku
menangkap siluet hitam yang berkelebat seketika!
God apa itu tadi? Dari bentuknya aku
melihat samar sekumpulan rambut yang tersapu angin dari sosok hitam yang
berkelebat dari arah pintu, aku mencoba mencari sosok hitam itu namun tidak
ada. Sementara itu Aomine-san berjalan
menuju pintu Gym sayangnya ketika
melewati Ring basket di tengah
perjalanannya aku melihat benda itu bergerak perlahan namun pasti, Ring basket itu jatuh!
Gawat, kalau sampai menimpa Aomine-san begitu saja bisa bahaya.
“DAI-CHAN!!”
“DAI-CHAN!!”
Sontak Momoi-san berteriak dan aku langsung menyerbu ke arah Aomine-san dan menyeruduk punggung cowok itu
sampai aku bisa merasakan Aomine-san mengaduh
keras(mau bagaimana lagi, aku kan pendek), kemudian aku mendengar dentuman
keras lalu semua kembali hening sepenuhnya.
Jantungku nyaris copot karena kejadian itu, syukurlah Aomine-san baik-baik saja dan masih sempat mengomeliku. Mendadak tengkukku meremang lalu dengan kecepatan mengerikan aku melihat ke arah pintu Gym, itu sosok siluet yang tadi berkelebat! Aku memperhatikannya, dari gelagatnya dia seperti menantang jadinya aku pun balik melotot ke arah siluet itu.
Jantungku nyaris copot karena kejadian itu, syukurlah Aomine-san baik-baik saja dan masih sempat mengomeliku. Mendadak tengkukku meremang lalu dengan kecepatan mengerikan aku melihat ke arah pintu Gym, itu sosok siluet yang tadi berkelebat! Aku memperhatikannya, dari gelagatnya dia seperti menantang jadinya aku pun balik melotot ke arah siluet itu.
Semakin kuperhatikan bayangan itu semakin jelas...,
napasku tertahan. Bayangan berambut acak-acakan, seringainya yang membelah
wajahnya, lalu yang sangat membuatku hampir terlonjak adalah... kilap perak di
bagian kiri pergelangan tangan sosok itu aku sangat mengenalinya...!
Tidak
mungkin! Di dorong oleh rasa marah dan penasaran aku langsung berlari keluar
mengejar bayangan tersebut. Tanpa mengindahkan teriakan-teriakan dari Aomine-san dan Momoi-san .
“Yang diharapkan
oleh ‘mereka’ ,terutama ‘orang’ itu adalah kematian kita. Atau salah satu di
antara kita harus mati...”
Tuhan, aku tidak mau
lagi itu terjadi! Akupun berlari menyongsong udara dingin di tengah malam.
XXXXXX
SAKURAI
RYOU
SMA
Touou 18.00 p.m
Malam ini aku
tidak bisa tenang.
Entah bagaimana aku masih berada di sekolah, aku takut pulang karena perasaanku tidak menentu. Sebenarnya aku berniat mencari Aomine-san dan mungkin bisa pulang bareng tapi aku malah nyasar dan sampai di dekat Gym hebatnya aku bahkan tidak mengerti mengapa aku berada di sana yang aku lakukan hanyalah mengikuti kemana kakiku melangkah.
Ma, maaf sepertinya aku malah langsung curhat sebelumnya kenalkan namaku Sakurai Ryou, Shooter SMA Touou yang masih duduk di kelas 1. Eh kebetulan juga aku sekelas dengan Aomine-san jadi begitulah aku mengenalnya sebagai seorang atlet berbakat yang suka seenaknya—maaf, bukannya ingin merendahkan—tapi aku tidak akan mengatakan hal seperti itu di depan Aomine-san(Aku tidak akan bisa menang darinya sampai kapanpun).
Entah bagaimana aku masih berada di sekolah, aku takut pulang karena perasaanku tidak menentu. Sebenarnya aku berniat mencari Aomine-san dan mungkin bisa pulang bareng tapi aku malah nyasar dan sampai di dekat Gym hebatnya aku bahkan tidak mengerti mengapa aku berada di sana yang aku lakukan hanyalah mengikuti kemana kakiku melangkah.
Ma, maaf sepertinya aku malah langsung curhat sebelumnya kenalkan namaku Sakurai Ryou, Shooter SMA Touou yang masih duduk di kelas 1. Eh kebetulan juga aku sekelas dengan Aomine-san jadi begitulah aku mengenalnya sebagai seorang atlet berbakat yang suka seenaknya—maaf, bukannya ingin merendahkan—tapi aku tidak akan mengatakan hal seperti itu di depan Aomine-san(Aku tidak akan bisa menang darinya sampai kapanpun).
Ngomong-ngomong karena menurutku ini sudah
terlalu larut dan aku merasa keputusanku untuk berada di sini adalah kesalahan.
Tapi
sebelum aku melangkah jauh, aku melihat sosok mungil berlari keluar dari Gym . Oh, itu kan Kohane-chan sedang apa dia di Gym malam-malam begini? Dilihat dari
wajahnya itu sepertinya dia sedang terburu-buru—tapi tunggu—dia tidak terlihat
terburu-buru malah seperti sedang mengejar sesuatu.
Melihat
sikap Kohane-chan yang mencurigakan aku
teringat dengan kabar berita bahwa Kise-san
dari Kaijou yang katanya ditikam dengan ganas tadi siang. Aduh kenapa
perasaanku tidak enak,ya? Tanpa memikirkan apa-apa lagi aku langsung mengejar
Kohane-chan begitu saja, aku sendiri
sebenarnya lumayan menaruh minat pada Kohane-chan yang sangat manis dan ceria—berbeda dengan Kinako-chan yang suram—maksudku aku tidak
berniat membeda-bedakan mereka apalagi sampai menilai kalau Kohane-chan lebih baik daripada kakak kembarnya
tapi sampai sekarang aku kurang nyaman bersama dengan Kinako-chan
karena auranya yang lebih menyeramkan daripada Aomine-san dan lebih tidak terlihat daripada Kuroko-kun.
Tanpa
perlu kesulitan aku berhasil mengejar Kohane-chan dan menemukannya sedang berdiri di depan kelas PKK, kenapa
harus di dapur sekolah?
“Kohane-chan?” aku menepuk pundak mungilnya tapi
aku sangat terkejut dengan respon gadis itu yang kemudian langsung menepis
kasar tanganku, dengan mata nyalang dia menatapku seolah-olah aku adalah iblis
jahat yang diutus dari neraka kemudian keheningan sempat menyelimuti kami juga
tatapan Kohane-chan yang
berangsur-angsur kembali membaik.
“Sa,Sakurai-kun.... a, ahaha yaampun aku kira siapa.
Maaf ya, aku melamun” ucapnya terbata-bata. Aku tahu dia bohong tapi aku tidak
perlu banyak protes dan mengiyakan saja.
“Sedang
apa kau di sini? Aku melihatmu seperti mengejar sesuatu..., ada yang terjadi?
Apa kau melihat hal yang mencurigakan? “ dia menggeleng, “Kohane-chan aku tidak tahu apa yang sebenarnya
terjadi tapi bisakah untuk tidak menyembunyikannya dariku..., bukan maksudnya
dari‘kami’” Kohane-chan tersentak
sedikit dan matanya yang berwarna delima menatapku, alisnya yang bertaut
menandakan dia sedang bertahan dariku(jarang-jarang aku bersikap kurang ajar
seperti ini dan ini adalah karakter yang tidak akan pernah kutunjukkan kepada
siapapun di sekolah) aku memegang erat pergelangan anak itu lalu dia seperti memberontak
sesaat tapi tenaganya kalah denganku.
“Kohane-chan!” oke, aku tidak bermaksud membentaknya tapi sepertinya nada suaraku meninggi membuat Kohane-chan ketakutan.
“Maafkan aku, aku tidak bermaksud begitu tapi sebaiknya kau membicarakan apa yang sedang terjadi sebelum semua ini menjadi terlambat dan aku bisa saja memaksamu saat ini karena kita sedang berdua tanpa ada seorang pun...”
“Kohane-chan!” oke, aku tidak bermaksud membentaknya tapi sepertinya nada suaraku meninggi membuat Kohane-chan ketakutan.
“Maafkan aku, aku tidak bermaksud begitu tapi sebaiknya kau membicarakan apa yang sedang terjadi sebelum semua ini menjadi terlambat dan aku bisa saja memaksamu saat ini karena kita sedang berdua tanpa ada seorang pun...”
“Bukan!! Bukan itu
maksudku, aku tidak mau melibatkan siapapun. Aku sudah berjanji pada Kinako,
memangnya kalian pikir aku berbuat begini karena kemauanku? Hah, dasar
orang-orang bodoh kalian tidak mengerti
perasaan kami sebagai anak kembar! Aku bisa saja membunuhmu sekarang
kalau aku mau demi untuk menutup mulut siapapun termasuk membungkam
bajingan-bajingan keparat yang merusak kakakku termasuk juga Kiseki no Sedai!!”
Aku melongo melihat gadis mungil yang biasanya berperangai manis dan lemah lembut bisa begini mengerikan, aku seperti melihat Kinako-chan yang sama persis seperti yang ada di lapangan ketika Winter Cup berlangsung.
Aku melongo melihat gadis mungil yang biasanya berperangai manis dan lemah lembut bisa begini mengerikan, aku seperti melihat Kinako-chan yang sama persis seperti yang ada di lapangan ketika Winter Cup berlangsung.
Bagaimana
gadis berpenutup mata itu menatapku sadis tanpa memberi celah dan siap
membunuhku kalau aku menghalangi atau merebut setiap kesempatannya men-dribble bola bedanya Kohane tidak sedang
menantangku bermain basket dan itu jauh lebih mengerikan karena sekarang dia
benar-benar bebas membunuhku kapan saja kalau dia mau.
“Maaf”.
Eh, “Aku, aku tidak akan melukaimu Sakurai-kun
, aku tidak akan pernah melukai orang sekalipun aku kadang bisa berlaku
licik dan bermuka dua. Berbeda dengan One-chan
yang walau bersifat apa adanya dia bahkan mampu menggoreskan luka di tubuh
orang lain dan aku tidak mau hal itu terjadi. Perkataanku barusan memang tidak
sepenuhnya bohong lagipula itu juga bukan salah mereka”
Aku
tidak begitu memahami maksud dari kalimatnya tapi sedikit-sedikit aku tahu betapa Kohane-chan menyayangi Kinako-chan dan
perlu digaris bawahi kalau dia memang menyembunyikan sesuatu dari kami semua.
“Kohane-chan...” sebelum mulutku
melanjutkan kalimat yang sudah kususun rapih tiba-tiba aku mendadak seperti
dicengkram oleh sesuatu lebih tepatnya leherku seperti terlilit sesuatu!
“SAKURAI-KUN!!”
Teriakan Kohane-chan memaksaku melirik ke belakang dan tepat sekali ada sosok berwarna hitam yang samar-samar kulihat berambut panjang berantakan dengan eratnya mencengkram leherku dengan jari-jarinya yang panjang dan hitam berkeriput.
Teriakan Kohane-chan memaksaku melirik ke belakang dan tepat sekali ada sosok berwarna hitam yang samar-samar kulihat berambut panjang berantakan dengan eratnya mencengkram leherku dengan jari-jarinya yang panjang dan hitam berkeriput.
“Ukh!
Si, sial!! Me, menyingkir...! menyingkirlah.., Kohane-chan! Lari...” aku merasakan
cengkraman itu berubah menjadi cekikkan membuatku sesak karena jalur pernapasanku
terhimpit.
“Ku, Kumohon hentikan ... Azumi-chan!!”
Aku terbelalak ketika tangan itu sekarang sepertinya hendak menusuk leherku dengan pisau(aku baru merasa kalau leherku berdarah karena kuku-kukunya) tanpa belas kasih sosok yang bernama Azumi(?) itu langsung menghunuskan pisau besarnya ke arahku dengan kecepatan mengerikan.
“Ku, Kumohon hentikan ... Azumi-chan!!”
Aku terbelalak ketika tangan itu sekarang sepertinya hendak menusuk leherku dengan pisau(aku baru merasa kalau leherku berdarah karena kuku-kukunya) tanpa belas kasih sosok yang bernama Azumi(?) itu langsung menghunuskan pisau besarnya ke arahku dengan kecepatan mengerikan.
Aku
menutup mata berharap ada super hero yang menyelamatkanku dari kegilaan ini
tapi setelah menunggu beberapa menit aku tidak merasakan sesuatu apapun berada
di leherku, ketika aku membuka mata ada sesuatu menghalangiku. Seragam berwarna
putih itu berubah merah, Kohane-chan melindungiku
dan membiarkan bahu kanannya tercabik oleh pisau besar tersebut.
“Ko,
Kohane-chan...” dia menengok
kebelakang dan memandangku
“Lari, Sakurai-kun” alih-alih menolongnya aku malah tercekat dan aku baru menyadari sosok itu langsung melempar tubuh mungil Kohane-chan ke jendela di koridor yang sepertinya lupa ditutup.
“Lari, Sakurai-kun” alih-alih menolongnya aku malah tercekat dan aku baru menyadari sosok itu langsung melempar tubuh mungil Kohane-chan ke jendela di koridor yang sepertinya lupa ditutup.
Dia
menghempaskan Kohane-chan dan gadis
itu menghilang begitu saja dengan bulir air mata yang terlihat terjatuh
bersamanya. Sontak aku menghambur ke
jendela, dari lantai 2 aku melihat tubuh Kohane sudah terkapar di tanah.
Kemudian melihat Aomine-san memandangku , matanya tertuju padaku sepertinya dia baru saja
menemukan Kohane-chan yang terjun
bebas tepat di depan hidungnya tanpa ditahan-tahan lagi aku berteriak histeris
tanpa menyadari kalau sosok menggeliat
hitam tadi sudah lenyap dari hadapanku.
XXXXXX
“No one can
Hide from ‘DEATH’ phase”
AOMINE DAIKI
SMA
Touou pukul 19.00
Aku tidak tahu
harus berkata apa, satu kata di kepalaku ‘mengerikan’.
Awalnya aku bingung karena tiba-tiba anak berambut hitam itu langsung berlari keluar dari Gym setelah insiden jatuhnya Ring basket yang mendadak bisa terjun bebas tepat ke kepalaku seperti ada yang sengaja menjatuhkannya. Satsuki yang terus berkoar-kora menyuruhku untuk mengejar Kohane mau tak mau membuatku harus mencari gadis mengesalkan tersebut. Setelah berkeliling hampir satu jam aku tidak menemukan anak itu juga sampai aku pun sepertinya ingin menyerah dan kembali ke Gym karena udara dingin yang menggila di tengah musim seperti ini.
Awalnya aku bingung karena tiba-tiba anak berambut hitam itu langsung berlari keluar dari Gym setelah insiden jatuhnya Ring basket yang mendadak bisa terjun bebas tepat ke kepalaku seperti ada yang sengaja menjatuhkannya. Satsuki yang terus berkoar-kora menyuruhku untuk mengejar Kohane mau tak mau membuatku harus mencari gadis mengesalkan tersebut. Setelah berkeliling hampir satu jam aku tidak menemukan anak itu juga sampai aku pun sepertinya ingin menyerah dan kembali ke Gym karena udara dingin yang menggila di tengah musim seperti ini.
Tepat ketika hendak menyusuri bagian samping sekolah yang
lengang aku dikejutkan oleh sesuatu yang tiba-tiba saja jatuh dari atas, aku
pikir itu adalah UFO tapi sepertinya
pemikiranku terlalu lebay dan ngawur ketika ‘sesuatu’ itu jatuh hampir
mendekati permukaan, aku seperti disambar oleh petir bahwa yang jatuh tepat di
depanku bukanlah benda luar angkasa melainkan Kohane!
Suara
benturan keras seperti memecahkan gendang telingaku, astaga, astaga! Kenapa
bisa anak ini tiba-tiba jatuh dari ketinggian hampir 12 meter! Spontan aku
melihat ke atas dan yang kutemukan adalah..., RYOU!
Ryou dengan mata berair dan..., tunggu,
seperti ada bekas luka sayatan di sekeliling lehernya. Sial! Kenapa jadi
begini, kenapa aku tidak bisa melepaskan pandangan mataku pada bocah berambut Hazel itu(jangan berpikir aku dan Ryou
sekarang sedang saling pandang dengan tatapan mesra,ya!)
Tapi semua itu tidak penting, aku langsung membawa Kohane
yang terkapar begitu saja dengan beberapa luka di tubuhnya dan yang paling
menyita perhatianku adalah sebuah luka parah di bahu kanannya. Ryou tidak
mungkin melakukan hal sekeji ini lagipula dia bukan seorang yang bisa naik
darah(atau setahuku dia bahkan tidak mampu melawan seorang anak SD).
Akh itu bisa nanti! Yang harus kulakuan adalah membawa anak ini ke rumah sakit sebelum terjadi hal yang lebih buruk, beruntung buatku ketika itu juga Satsuki menyusulku dan langsung membimbingku dengan kecepatan super keluar aera sekolah lalu dalam waktu 15 menit kami sudah berada di ambulans dan pergi menuju rumah sakit.
Akh itu bisa nanti! Yang harus kulakuan adalah membawa anak ini ke rumah sakit sebelum terjadi hal yang lebih buruk, beruntung buatku ketika itu juga Satsuki menyusulku dan langsung membimbingku dengan kecepatan super keluar aera sekolah lalu dalam waktu 15 menit kami sudah berada di ambulans dan pergi menuju rumah sakit.
“Dai-chan aku akan menelepon Tetsu-kun. Nanti kau yang jawab,ya aku urus
Kohane-chan dulu” Satsuki memberikan
ponsel merah mudanya kepadaku, nada tunggu berdering di seberang sana membuatku
was-was. Setelah itu aku sudah mendengar suara Tetsu.
“Tetsu!? Ah, syukurlah. Begini, aku ingin menyampaikan kalau...,” aku terdiam sejenak mencoba mengambil beberapa keberanianku.
“Tetsu!? Ah, syukurlah. Begini, aku ingin menyampaikan kalau...,” aku terdiam sejenak mencoba mengambil beberapa keberanianku.
“ Kohane cidera parah, aku tidak bisa
ceritakan detailnya yang jelas aku menemukannya terjatuh dari lantai 2 dan sekarang
kami berada di rumah sakit” aku bisa mendengar nada suara Tetsu sedikit
merendah tanda dia shock atau begitulah, tapi aku mendengar Tetsu berbicara
entah pada siapa aku pikir sambungan
dialihkan dan sudah tidak pada Tetsu lagi,
“Tunggu kami di sana. Kupastikan bajingan yang berani menyentuh adikku akan
KUBUNUH”
DEGH.
Suara
dingin menusuk membuatku bergidik, suara yang sangat kukenal.
Sepertinya aku bakal menemui mimpi buruk malam ini. Entah aku bisa selamat atau tidak dari si pemilik suara pembunuh di seberang telepon tadi.
Sepertinya aku bakal menemui mimpi buruk malam ini. Entah aku bisa selamat atau tidak dari si pemilik suara pembunuh di seberang telepon tadi.
XXXXXX
PART 4 : “KIRISAKI DAICHI TURN, HANAMIYA’S THOUGTS”
“Sebenarnya apa yang kau cari dari
kehidupan? Sekeras apapun kalian berusaha yang namanya kegelapan selalu
menempel pada diri seseorang. Menjadikannya makhluk paling mengerikan melebihi
iblis manapun. Selebihnya, hanyalah sebuah kebohongan manis”
-Hanamiya
Makoto-
XXXXXX
KAGAMI TAIGA
Kedai Ramen pukul 18.30 p.m
Untuk
pertama kalinya aku melihat Kinako seperti itu.
Bukannya aku cemburu atau bagaimana tapi melihat Kinako yang biasanya suram dan dingin kini sudah berada didalam dekapan Mayuzumi-san sang second Phantomman Rakuzan bermata sayu dengan rambut keabuan membuatku agak kesal. Pemandangan janggal—kami juga begitu—apalagi aku baru menyadari kalau kami baru saja bertanding memperebutkan piala Winter Cup dan kami berpapasan dengan Akashi untuk pertama kalinya di luar lapangan terlihat sangat mengerikan.
Bukannya aku cemburu atau bagaimana tapi melihat Kinako yang biasanya suram dan dingin kini sudah berada didalam dekapan Mayuzumi-san sang second Phantomman Rakuzan bermata sayu dengan rambut keabuan membuatku agak kesal. Pemandangan janggal—kami juga begitu—apalagi aku baru menyadari kalau kami baru saja bertanding memperebutkan piala Winter Cup dan kami berpapasan dengan Akashi untuk pertama kalinya di luar lapangan terlihat sangat mengerikan.
Untuk
beberapa saat kami membiarkan keduanya bercengkrama, untuk informasi saja
Mayuzumi-san adalah kerabat jauh
keluarga Yukihira artinya Mayuzumi-san sepupu
jauh mereka dan sekarang menjadi satu-satunya keluarga yang masih memiliki
hubungan darah dengan Kinako dan Kohane.
“Jadi, apa yang sebenarnya
terjadi?” tanya Mibuchi-san yang
memersilakan Kinako duduk di sampingnya(kadang aku ingin bertanya sebenarnya
dia itu seorang gentelmen atau sosok
seorang kakak transgender yang lemah
gemulai seperti ini, tentu saja aku tak akan mengatakannya karena dia bakal
melindasku kalau aku berkata demikian toh dia kan seniorku juga), semua kembali
ke topik pembicaraan namun seperti biasa tidak ada yang mau memulai.
Ukh,
aku benci keadaan seperti ini terutama karena aura Akashi yang membuatku mual.
“Kami mendapat berita bahwa Kise-kun ditemukan bersimbah darah di dalam
toilet hari ini. kau pasti mendapat kabar itu juga, kan Akashi-kun?” Kuroko memulai pembicaraan dengan
mulus, dia menatap Akashi dan Akashi langsung mengiyakan.
“Aku mendengarnya dari Midorima dan karena kami masih latihan tidak sempat menjenguk. Sore ini sebenarnya kami ingin ke sana tapi kami malah bertemu kalian” ujar Akashi.
“Aku mendengarnya dari Midorima dan karena kami masih latihan tidak sempat menjenguk. Sore ini sebenarnya kami ingin ke sana tapi kami malah bertemu kalian” ujar Akashi.
“Iya.
Terus kami sempat mencoba mencari beberapa kemungkinan yang bisa terjadi karena
pelaku dari penyerangan brutal itu sampai sekarang belum ditemukan jejaknya”
nah ini adalah point penting pembicaraan, aku melihat air muka Kinako berubah
semakin pucat setelah mendengar kata ‘pelaku’.
“Lantas kemungkinan apa yang sudah
kalian dapatkan?” tanya Hayama-san
“Pertama, orang yang melakukan hal
ini pasti sudah mengenal dengan baik Kise-kun
lalu yang kedua si pelaku juga orang yang punya akses kemanapun tanpa celah
bisa kukatakan dia adalah seorang yang pandai memanipulasi orang dan tentu saja
licik, yang ketiga..., pelaku adalah seorang pro. Aku tahu betul kalau Kise-kun adalah orang yang awas di saat
genting dan mampu membaca hawa keberadaan seseorang tapi mendengar penuturan
Moriyama-san aku menduga Kise-kun tak dapat menghindari serangan
pelaku saking hebatnya”
Aku melongo mendengar penuturan itu, tak kusangka alih-alih kawannya dilukai bukan membuat Kuroko gentar dia malah mencoba menyusun apa yang dia dapat dari semua keterangan yang masih dibilang sangat minim, jujur aku salut padanya sebagai partner seperjuangan.
Aku melongo mendengar penuturan itu, tak kusangka alih-alih kawannya dilukai bukan membuat Kuroko gentar dia malah mencoba menyusun apa yang dia dapat dari semua keterangan yang masih dibilang sangat minim, jujur aku salut padanya sebagai partner seperjuangan.
“Jadi, kemungkinan besar orang
yang mampu melakukan hal itu bukanlah orang Bodoh
yang hanya bisa menusuk-nusuk dengan membabi buta” Mayuzumi-san berkata dengan sedikit menekan kata ‘Bodoh’ sehingga Nebuya-san terlihat sedikit tersinggung(kalau
dikategorikan umum aku juga termasuk,dong?) tapi yang berkaitan malah tetap
memasang wajah datar.
“Apa
kau punya seseorang yang patut untuk dicurigai?” tanya Akashi.
“Kami
baru saja membicarakan hal itu tadi, maksudku sebelum kami nyaris menjadi
korban tabrakan” kataku, kemudian cowok berambut merah itu mengerling padaku
dan menatap dengan tatapan kalau-tidak-segera-kau-katakan-akan-kucukur-habis-rambutmu
jadi demi keamanan mau tidak mau aku harus melanjutkan ucapanku.
“Aku dan Kuroko mempunyai dugaan orang ini
lumayan licik untuk membuat taktik kotor” semua mengerutkan alis dan tiba-tiba
sepasang manik merah di depanku membulat tanda dia menyadari maksud dari arah
pembicaraan kami.
“Kalian mau mengatakan orang yang
patut dicurigai saat ini adalah, HANAMIYA
MAKOTO dari KIRISAKI DAICHI?”
Tepat setelah nama itu meluncur setiap orang
di meja menahan napas, angin musim
dingin seperti mendadak turun suhunya membuatku bergidik, “Kami tidak ingin menempatkannya sebagai
tersangka tapi untuk kali ini dia cukup menjadi orang yang dicurigai” jawabku
sederhana.
“Nee-nee, kenapa kalian bisa menyebut
Hanamiya sebagai otak di balik kasus ini? memang ada dendam apa Hanamiya dengan
SMA Kaijou?” tanya Hayama-san.
“Setahuku orang yang memiliki masalah yang lumayan rumit itu adalah Haizaki,bukan?” sahut Mibuchi-san, sementara Akashi mencoba menelaah.
“Haizaki-kun memang bermasalah dengan Kise-kun sejak SMP, tapi semenjak dipukul oleh Aomine-kun di laga W.C dia tidak pernah lagi muncul” ungkap Kuroko.
“Setahuku orang yang memiliki masalah yang lumayan rumit itu adalah Haizaki,bukan?” sahut Mibuchi-san, sementara Akashi mencoba menelaah.
“Haizaki-kun memang bermasalah dengan Kise-kun sejak SMP, tapi semenjak dipukul oleh Aomine-kun di laga W.C dia tidak pernah lagi muncul” ungkap Kuroko.
“Hanamiya memang sangat licik di
dalam pertandingan, tapi aku ragu dia punya alasan untuk menyerang Kise. Beda
perkara kalau semisal mereka punya masalah pribadi, tapi mereka sama sekali
tidak pernah bertemu dalam laga manapun entah itu I.H Aatau W.C jadi bisa
kupastikan kemungkinan Hanamiya punya dendam pada Kise sangat tidak mungkin”
tutur Akashi.
“Tapi akan beda ceritanya juga kalau semisal Hanamiya ingin mencoba mendominasi dunia bakset dengan menyingkirkan para pemain andalan,kan?” kata Nebuya-san ditengah-tengah acara ritual makan Ramen yang ngomong-ngomong sudah habis 6 mangkok.
“Tapi akan beda ceritanya juga kalau semisal Hanamiya ingin mencoba mendominasi dunia bakset dengan menyingkirkan para pemain andalan,kan?” kata Nebuya-san ditengah-tengah acara ritual makan Ramen yang ngomong-ngomong sudah habis 6 mangkok.
Aduh, semua pembicaraan berat ini membuat
kepalaku pusing untungnya Ramen yang kupesan sudah datang dan langsung kusantap
dengan rakus sebelum pasokan giziku menurun dan otakku tidak bisa berjalan
dengan baik.
“Kalau kubilang Haizaki juga bisa
jadi orang yang dicurigai bagaimana?” usul Mayuzumi-san. “Itu kemungkinan bisa terjadi. Tapi Haizaki-kun terlalu mencolok apalagi badannya
yang besar tidak mungkin tidak bisa masuk tanpa menarik perhatian orang banyak”
kilah Kuroko, benar juga sih, apalagi bodi orang itu juga hampir sama denganku
dan tidak mungkin dengan badan seperti itu dia bisa sangat cepat kabur dari
sana.
“Aduh,
kalau kalian masih memikirkan itu lebih baik habiskan saja Ramen ini dulu!”
cecar Nebuya-san dan langsung disikut
Akashi.
“Jadi, sepertinya Haizaki tidak bisa dimasukkan dalam kategori terdakwa maupun tersangka. Hanamiya Makoto bisa dicurigai atas kasus ini dan sekarang tindakan kita yang pertama adalah mencari Hanamiya dan menanyakan yang terjadi, kita butuh alibi Hanamiya untuk menyimpulkan semuanya” ujar Akashi kemudian, “Kalau begitu kita harus menanyakan Hanamiya se—“
“Jadi, sepertinya Haizaki tidak bisa dimasukkan dalam kategori terdakwa maupun tersangka. Hanamiya Makoto bisa dicurigai atas kasus ini dan sekarang tindakan kita yang pertama adalah mencari Hanamiya dan menanyakan yang terjadi, kita butuh alibi Hanamiya untuk menyimpulkan semuanya” ujar Akashi kemudian, “Kalau begitu kita harus menanyakan Hanamiya se—“
“Jangan!”
Aku kaget ketika Kinako menyelak dengan keras, bukan hanya aku saja yang kaget semua orang di sana juga terkejut, “Hana-san tidak bersalah, Hana-san tidak melakukan semua perbuatan kotor itu kepada Ryouta!” Kinako menatap dari balik rambutnya yang hitam.
Aku kaget ketika Kinako menyelak dengan keras, bukan hanya aku saja yang kaget semua orang di sana juga terkejut, “Hana-san tidak bersalah, Hana-san tidak melakukan semua perbuatan kotor itu kepada Ryouta!” Kinako menatap dari balik rambutnya yang hitam.
“Kenapa kau bisa dengan yakin mengatakan
Hanamiya tidak bersalah?” tuntut Akashi, aura di sini semakin menyeramkan
karena keduanya sama-sama nyolot dan dari yang kulihat Kinako dan Akashi
bukanlah pasangan yang bagus bila berada di lapangan(aku tidak bisa
membayangkan si Emperor Eye bersanding
dengan si hantu sumur sebagai sesama Point
Guard), “Karena memang Hana-san tidak
melakukannya!” tegas Kinako.
“Bisa kau jelaskan kenapa?” tanya
Mayuzumi-san.
“Hana-san memang licik dan perangainya tidak
baik tapi aku percaya dia tidak akan melakukan hal kotor seperti itu apalagi
demi sebuah gelar. Hana-san tipe
orang yang tidak akan melakukan hal yang tidak dapat memberikannya hasil
untukdirinya sendiri jadi buat apa Hana-san
repot-repot melukai Ryouta hanya untuk mendapat posisi elit? Kalau mau dia
bisa membalaskan dendamnya kepada Kiyo-nii
bukan pada Ryouta. Lagipula Hana-san tidak
selamanya bersikap buruk, dia memang pernah bermain licik tapi demi kemenangan
tapi dia mau bersusah payah memberikanku petunjuk soal agen pemboman Bank
Hibicus”
Semua
terdiam, pernyataan Kinako memang benar—ralat—sangat benar. “Kinako, aku tahu
kau mencoba menjelaskan apa yang kau pikirkan tapi Hanamiya sempat mencoba
melakukan berbagai hal untuk kenaikan gelar. Kurasa dia mampu melakukannya
dengan manipulasi seperti membayar atau menyuruh seseorang untuk melukai Kise
tanpa mengotori tangannya sendiri” aduh, aku malah menyerocos tidak jelas dan
Kinako menatapku dengan tatapan sendu yang membuatku ingin mengguyur kuah ramen
saat ini juga.
“Kagami-kun
benar, semua kemungkinan bisa terjadi dan kita harus memastikan hal ini
dengan cara menanyakan Hanamiya-san tanpa
melewatkan satu informasi apapun” ucap Kuroko yang membuat wajah Kinako semakin
keruh.
“Kami
bisa bantu bila kalian mau, kita bisa mencari beberapa informasi terkait benar
kan, Sei-chan?” Mibuchi-san tersenyum dengan gayanya yang agak
melambai, aku tahu orang ini memiliki sensor spesial yang mirip dengan
perempuan sehingga sangat sensitif kemungkinan besar dia mencoba membawa
suasana agar pembicaraan ini tidak berat sebelah.
“Aku setuju dengan Reo-nee! Lagipula kita tidak boleh main asal tangkap saja tanpa bukti yang ada kita malah balik dituntut” sahut Hayama-san .
“Aku setuju dengan Reo-nee! Lagipula kita tidak boleh main asal tangkap saja tanpa bukti yang ada kita malah balik dituntut” sahut Hayama-san .
“Aku tidak keberatan kalau semua
setuju begitu adanya” Mayuzumi-san mengerling
kepadaku, dia memberikan sinyal agar setelah ini aku harus bicara dengannya
secara pribadi.
“Jadi bagaimana ini Akashi? Kau
setuju dengan ide untuk mencari informasi dan membantu penyelidikan?” tanya
Nebuya-san sementara orang yang
ditanya memasang wajah penuh pertimbangan.
“Baiklah. Aku akan mencoba mencari tahu seputar KIRISAKI DAICHI dan mencoba untuk menarik Hanamiya, kalian bisa mencari informasi lain dan kita bisa saling bertukar. Tapi jangan sampai melibatkan orang-orang tidak berkepentingan selama penyelidikan, karena sepertinya pelaku masih mencari korban berikutnya bisa bahaya kalau dia mencium rencana penyelidikan ini” usulan itu disambut dengan senyum setiap orang di sana.
“Baiklah. Aku akan mencoba mencari tahu seputar KIRISAKI DAICHI dan mencoba untuk menarik Hanamiya, kalian bisa mencari informasi lain dan kita bisa saling bertukar. Tapi jangan sampai melibatkan orang-orang tidak berkepentingan selama penyelidikan, karena sepertinya pelaku masih mencari korban berikutnya bisa bahaya kalau dia mencium rencana penyelidikan ini” usulan itu disambut dengan senyum setiap orang di sana.
“Sudah gelap,ya. Jam berapa ini?”
tanyaku, “Jam 19.00 tak terduga kita sudah setengah jam di sini” jawab Mayuzumi-san sambil melihat arlojinya, “Kinako
mau pulang? nanti aku antar sampai ke rumah” lanjut Mayuzumi-san lalu Kinako melirik ke arahku
sebentar. Ah aku ingat, setelah perselisihan dengan Kohane selesai Kinako
diajak untuk tinggal bersama dengan Kohane di apartemen Itou-san dan kebetulan Kinako belum
sepenuhnya tinggal di sana jadi karena aku adalah penanggung jawab anak itu
sebagaimana surat yang ditanda tangani Itou-san
aku berhak melarang Kinako untuk ke sana selama itu bukan keinginan
pribadiku sendiri.
Aku tersenyum dan mengangkat ibu jariku tanda
menyetujuinya untuk pergi, bibir Kinako melengkung sedikit tanda dia senang
“Kau tidak akan melarang anak ini
tinggal di rumah kembarannya,kan?” goda Mibuchi-san . “Hah? Untuk apa aku melarang Kinako tinggal di rumah adik
kembarnya sendiri, kalau dia tinggal di rumah Akashi itu baru tidak boleh!”
semprotku spontan sedangkan Akashi hanya menatap datar padaku(sepertinya dia
salah tingkah karena ucapanku tapi aku tidak mau menggodanya, dia bisa membunuhku
beneran).
Di sampingku terdengar bunyi
ponsel bergetar dari tas Kuroko, “Kuroko, ponselmu berbunyi” sahutku dan pemuda
itu langsung mengangkat ponsel birunya lalu melihat layar ponselnya mendapat
panggilan masuk.
“Moshi-moshi? Ah, Aomine-kun... doushitandesuka? Eh...” wajah
Kuroko memucat, matanya yang besar sedikit melebar dan firasatku mengatakan
yang didengarnya bukanlah hal baik.
“Kuro-nii?” Kuroko memalingkan wajahnya dan
menatap gadis mungil yang sedari tadi memandanginya dengan pandangan penuh
harap.
“Kinako, maaf..., tapi aku ingin
menyampaikan. Kohane jatuh dari lantai 2 SMA Touou dan sekarang dia berada di
rumah sakit... Aomine—“
APA?! Yang benar saja, bagaimana bisa!
APA?! Yang benar saja, bagaimana bisa!
“Bisa aku bicara dengan Ao-nii?” sela Kinako, suasana menjadi sangat
dingin semua orang di sana hanya bisa membeku dalam keheningan malam yang
sangat dingin. Hujan mendadak mengguyur daerah pertokoan tempat kami berada,
“Bisa aku bicara dengannya, Kuro-nii?”
ulang Kinako.
Suara Kinako yang biasanya mirip
denga Kohane mendadak menjadi seperti
wanita dewasa itu ciri khas Kinako bila dia sedang serius, dan biasanya ini
pertanda tidak baik(selama bertanding dia bakal melepas embel-embel ‘nii’ sebagai bahasa sopannya). Sekarang
ponsel Kuroko sudah di tangan gadis itu.
“Tunggu
kami di sana. Kupastikan bajingan yang
berani menyentuh adikku akan KUBUNUH”
Shit, ini bakal menjadi masalah serius!
Shit, ini bakal menjadi masalah serius!
XXXXXX
AKASHI SEIJUUROU
Rumah Sakit Pusat Tokyo. 19.57 p.m
Kasus ini semakin rumit.
Tanpa kami sadari sekarang kami sudah berada di Rumah Sakit Pusat Tokyo, ruangan yang berpendar putih menyilaukan tepat di kamar nomor 142 dengan papan nama ‘Yukihira Kohane’ terasa dingin dan tidak menyenangkan.
Sebenarnya aku tidak ingin ikut terlibat dalam masalah Kise tapi kalau aku terang-terangan mengatakan tidak ingin ikut campur dan tidak mau tahu bisa-bisa aku dihajar beramai-ramai oleh teman-teman alumniku(walau aku tahu itu tidak akan terjadi tapi kemungkinan besar itu pasti akan terjadi juga) jadilah sekarang aku bersama anggota klub Rakuzan dan juga Kuroko beserta Kagami sudah basah kuyup di bangsal tempat Kohane terbaring di atas ranjang.
Tanpa kami sadari sekarang kami sudah berada di Rumah Sakit Pusat Tokyo, ruangan yang berpendar putih menyilaukan tepat di kamar nomor 142 dengan papan nama ‘Yukihira Kohane’ terasa dingin dan tidak menyenangkan.
Sebenarnya aku tidak ingin ikut terlibat dalam masalah Kise tapi kalau aku terang-terangan mengatakan tidak ingin ikut campur dan tidak mau tahu bisa-bisa aku dihajar beramai-ramai oleh teman-teman alumniku(walau aku tahu itu tidak akan terjadi tapi kemungkinan besar itu pasti akan terjadi juga) jadilah sekarang aku bersama anggota klub Rakuzan dan juga Kuroko beserta Kagami sudah basah kuyup di bangsal tempat Kohane terbaring di atas ranjang.
Sementara aku mencoba mengeringkan
Jersey milikku, tak sengaja aku
menangkap mata Kinako yang hanya duduk di sebelah adik kembarnya tanpa bergerak
sesentipun, mata yang dingin lebih dari biasanya disebelahku Kuroko
mengibas-ngibaskan bukunya yang basah dengan tatapan pasrah,
“Kuroko, kau pinjam buku dari perpustakaan ya?” tanyaku iseng
. “Huh? Iya, seharusnya aku mengembalikannya hari ini tapi malah basah mungkin akan kena denda” jawabnya layu.
“Hei, Sei-chan ada yang mencarimu!” panggil Mibuchi-san dari luar bangsal.
“Kuroko, kau pinjam buku dari perpustakaan ya?” tanyaku iseng
. “Huh? Iya, seharusnya aku mengembalikannya hari ini tapi malah basah mungkin akan kena denda” jawabnya layu.
“Hei, Sei-chan ada yang mencarimu!” panggil Mibuchi-san dari luar bangsal.
“Akashi-kun! Kau sama-sama dengan Tetsu-kun
ya?” sapa Momoi yang tentu saja bersama dengan Aomine di sampingnya
sementara di depan mereka duduk seorang pemuda berambut hazel tampak pucat dan menunduk oh, dia pasti Shooter andalan Touou Ryou Sakurai kelas 1.
“Aomine,
Momoi? Kalian juga ada di sini...”.
“Bagaimana
dengan Kinako?” sebelum aku berhasil menanyakan pertanyaan, Aomine berbalik
menanyakan pertanyaan konyol padaku.
“Seharusnya kau menanyakan itu
kepada Kuroko bukan kepadaku!” jawabku ketus, Kuroko yang merasa namanya
dibawa-bawa menghampiri kami. “Memanggilku?” tanya Kuroko datar,
“ Kinako baik-baik saja?” tanya Aomine to the point.
“Dia hanya sedikit shock, Aomine-kun sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Kuroko, Aomine memandang Kuroko sebentar dan menghela napas sambil mengusap rambutnya dan beralih kepada pemuda berambut coklat yang masih menunduk lesu.
“Aku tak tahu, aku mencoba menanyakan berbagai macam hal kepada Ryou tapi tidak ada tanggapan. Aku rasa anak ini sangat shock dan terguncang bahkan Satsuki tak mampu membujuknya” jawab Aomine sambil berkacak pinggang, semua pandangan tertuju kepada Sakurai.
“ Kinako baik-baik saja?” tanya Aomine to the point.
“Dia hanya sedikit shock, Aomine-kun sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Kuroko, Aomine memandang Kuroko sebentar dan menghela napas sambil mengusap rambutnya dan beralih kepada pemuda berambut coklat yang masih menunduk lesu.
“Aku tak tahu, aku mencoba menanyakan berbagai macam hal kepada Ryou tapi tidak ada tanggapan. Aku rasa anak ini sangat shock dan terguncang bahkan Satsuki tak mampu membujuknya” jawab Aomine sambil berkacak pinggang, semua pandangan tertuju kepada Sakurai.
“Aku
mencoba membujuk Sakurai-kun tapi dia
sama sekali tidak menyahutiku. Dai-chan dan
aku sudah ada di sini semenjak sejam lalu dan Sakurai-kun tidak pernah bicara” kata Momoi dari samping Aomine, saat
keadaan membisu tiba-tiba Kagami menepuk pundak Aomine “Bisa kau ceritakan apa
yang terjadi sebelum kalian sampai di sini?”
“ Tidak ada hal yang mencolok dasar, memangnya—“
“Ada sesuatu yang aneh terjadi?”
“ Tidak ada hal yang mencolok dasar, memangnya—“
“Ada sesuatu yang aneh terjadi?”
Kini Aomine terkejut, semua orang
di sana terkejut dengan pertanyaan Kagami sementara Aomine sekali lagi menarik
napas dan membuangnya. “Ada. Awalnya kami bertiga berada di Gym saat itu Ryou tidak bersama kami,
semua berjalan biasa saja sampai pintu Gym
tergeser sendiri. Aku kira itu hanya kebetulan tapi ketika aku hendak
mendekat ke pintu kepalaku hampir kejatuhan ring
basket” aku ternganga mendengar penuturan Aomine lantas diapun melanjutkan.
“Kami tidak berpikir ada yang melakukan sabotase, tapi entah kenapa tiba-tiba Kohane yang menyelamatkanku berlari seperti mengejar sesuatu...., sampai satu jam aku (terpaksa) mencari Kohane dan seperti itulah, aku mendapatinya meluncur dari lantai 2 sekolah dan sayangnya tidak sempat kutolong..”
“Kami tidak berpikir ada yang melakukan sabotase, tapi entah kenapa tiba-tiba Kohane yang menyelamatkanku berlari seperti mengejar sesuatu...., sampai satu jam aku (terpaksa) mencari Kohane dan seperti itulah, aku mendapatinya meluncur dari lantai 2 sekolah dan sayangnya tidak sempat kutolong..”
Semua tercekat dengan cerita
Aomine, sampai Kuroko dan Kagami saling berpandangan, “Kurasa itu sama dengan
apa yang terjadi di sekolah kami” sahut si mata merah itu. “Kaca Gym kami pecah seketika meski tidak
melukai pemain lain hanya Kapten kami yang terluka. Kami hampir tertabrak mobil
ketika tengah berjalan di trotoar dan kemudian...Kise-kun menjadi korban penusukan” ungkap Kuroko, sepertinya kasus ini
semakin parah aku bisa menduga pelaku hanya mengincar Kiseki no Sedai saja atau orang-orang yang punya hubungan dengan
kami. “Kebetulan kami mencurigai seorang yang bisa melakukan semua kejahatan
ini” tambah Kagami.
“HANAMIYA MAKOTO”semua pandangan beralih
kepadaku.
“Kenapa Hanamiya-kun?” tanya Momoi.
“Karena dia yang bisa ditempatkan sebagai orang yang dicurigai sekarang” tukas Kuroko, “Tapi itu masih belum bisa dibuktikan, kami hanya mencurigainya sebagai dalang dari balik semua ini” timpal Kagami. Tapi sebelum banyak sugesti bertebaran sebuah suara lesu menyelak dari pembicaraan kami.
“Kenapa Hanamiya-kun?” tanya Momoi.
“Karena dia yang bisa ditempatkan sebagai orang yang dicurigai sekarang” tukas Kuroko, “Tapi itu masih belum bisa dibuktikan, kami hanya mencurigainya sebagai dalang dari balik semua ini” timpal Kagami. Tapi sebelum banyak sugesti bertebaran sebuah suara lesu menyelak dari pembicaraan kami.
“Bukan,
yang melakukan itu bukan Hanamiya-san....”
kami langsung menatap Sakurai yang tatapannya kosong entah bicara pada siapa
lalu dia melanjutkan, “’Dia’, Azumi yang melakukannya..., makhluk mengerikan
itu menyerang, dia hendak menusukku..., tapi Kohane-chan melindungiku tapi....” air mata Sakurai berlinang kata-katanya
menggantung membuat kami sangat penasaran, ingin sekali kucekik anak itu lalu
kuinterogasi habis-habisan karena aku gemas sekali padanya.
“Oi, Ryou! Apa yang kau katakan?
Siapa itu Azumi!? Apa kau yang menjatuhkan Kohane dari lantai 2?” seru Aomine
sambil memegang pundak Sakurai yang ketakutan, “Bukan, bukan aku! Aku sama sekali tidak
melakukannya, dia...Kohae-chan jatuh
karena di dorong oleh AZUMI!!”
Sakurai mulai histeris dan ruangan yang tadi tenang karena di luar masih turun
hujan menjadi riuh karen aku mendengar ada guntur menyambar lumayan keras,
“Siapa itu Azumi?” tanya Momoi.
“Kau
bilang yang mendorong Kohane itu adalah AZUMI?”
suara dingin yang tentu saja membuatku bergidik adalah Kinako, dia sudah berada
di samping Kagami dengan wajah datar dan menatap Sakurai, “Saku-nii apa perkataanmu tidak bohong?” tanya
gadis kecil berpenutup mata itu sekarang berdiri berhadapan dengan Sakurai.
“I,itu yang dikatakan oleh..Kohane-chan la, lalu..aku tidak tahu apa-apa lagi saat itu semua terjadi begitu cepat...maaf, maafkan aku, maaf!” Sakurai meringkuk dan gemetaran aku tidak paham apa yang dikatakannya namun Kinako masih melihat Sakurai dengan tatapan datar yang dingin seperti es.
“Oh, ya aku dengar kalau tidak salah Kicchan juga dirawat di sini. Dia ada dibangsal mana, Tetsu-kun?” tanya Momoi mengalihkan pembicaraan.
“Dia ada di lantai ini, tidak jauh kok karena dia dirawat di ICU” tutur Kuroko
“Kalau begitu sekalian saja setelah ini kita jenguk Kise” usulku, entah aku mengatakannya secara sadar atau tidak tapi kali ini aku berniat baik.
“Kagami,
boleh aku pinjam buku cokelat tadi?” suara Kinako memecah keheningan sesaat,
aku bisa melihat Kagami yang agak kaget karena Kinako memanggilnya langsung
tanpa embel-embel apapun seperti saat bertanding denganku juga, dia memanggilku
Seijuurou. “Uhm boleh, untuk apa?” tanyanya.
“Aku hanya ingin memastikan sesuatu” jawab anak itu aku tidak mengerti pembicaraan mereka lalu aku mendekat kepada Kuroko,
“Aku hanya ingin memastikan sesuatu” jawab anak itu aku tidak mengerti pembicaraan mereka lalu aku mendekat kepada Kuroko,
“Kuroko,
apa yang mereka bicarakan?” tanyaku, Kuroko lalu menengok dan kemudian dia
menjawab, “Buku yang mungkin menjadi—“
“Hei, sedang apa para ceroco ada
di sini?” suara yang membuatku tersentak, kami bahkan langsung mengalihkan
perhatian ketika kata-kata tidak menyenangkan itu menggema dan karena aku
adalah tipe orang yang tidak suka direndahkan sekaligus karena martabatku yang
tinggi aku langsung tersinggung lalu bersiap menghardik siapa yang menyuarakan
kalimat menyebalkan itu, ketika aku menengok ke belakang dan sayangnya aku terlalu
terkejut mendapati siapa sumber yang menyuarakannya sampai aku lupa untuk
menghina-hina orang kurang ajar tersebut dan orang kurang itu adalah HANAMIYA!
“Hanamiya-kun!” Momoi yang kaget menyerukan nama pemuda beralis tebal bermuka
sengak di depan kami.
“Huh? Kenapa pandangan kalian seperti itu, apa aku melakukan hal yang tidak menyenangkan sampai-sampai kalian ingin membunuhku?” sayangnya jawaban kami semua adalah ‘iya’. Tapi kami masih mewaspadainya karena orang ini sangat pintar berakting bahkan aku bisa merasakan aura-aura menusuk dari Kagami dan Kuroko(tentu karena insiden saat liga penyisihan W.C).
“Huh? Kenapa pandangan kalian seperti itu, apa aku melakukan hal yang tidak menyenangkan sampai-sampai kalian ingin membunuhku?” sayangnya jawaban kami semua adalah ‘iya’. Tapi kami masih mewaspadainya karena orang ini sangat pintar berakting bahkan aku bisa merasakan aura-aura menusuk dari Kagami dan Kuroko(tentu karena insiden saat liga penyisihan W.C).
“Hana-san ....” Kinako terlihat tenang ketika
dia mendapati Hanamiya sudah berdiri di depan kami semua—sang atlet yang patut
dicurigai—sementara Hanamiya berdecak sesaat dan melipat tangannya.
“Hah, aku tidak mengerti kenapa kau selalu membuatku tidak bisa mengacuhkanmu dasar hantu sumur kecil.., ehm maaf aku tidak begitu mengerti kenapa aku bisa berada di sini tapi sepertinya ini bakal sedikit sulit” memang, ini memang sulit untuk menjelaskan apakah kami patut mencurigaimu atau tidak.
“Sedang apa kau di sini?” tanya Aomine sinis.
“Setiap orang tahu bila kau sakit atau menjenguk orang sakit pasti berada di sini,kan?” oke, selain licik dia pandai bicara.
“Hei, Kagami aku baru saja bertemu dengan sobatmu dari SMA Yosen. Dia menanyakan kenapa kau tidak datang ke lapangan pinggir kota hari ini” lanjut Hanamiya ogah-ogahan. Sementara Kagami mengecek ponselnya dan tergesa-gesa menelepon sahabatnya kami masih menunggu Hanamiya memberikan penjelasan.
“Hah, aku tidak mengerti kenapa kau selalu membuatku tidak bisa mengacuhkanmu dasar hantu sumur kecil.., ehm maaf aku tidak begitu mengerti kenapa aku bisa berada di sini tapi sepertinya ini bakal sedikit sulit” memang, ini memang sulit untuk menjelaskan apakah kami patut mencurigaimu atau tidak.
“Sedang apa kau di sini?” tanya Aomine sinis.
“Setiap orang tahu bila kau sakit atau menjenguk orang sakit pasti berada di sini,kan?” oke, selain licik dia pandai bicara.
“Hei, Kagami aku baru saja bertemu dengan sobatmu dari SMA Yosen. Dia menanyakan kenapa kau tidak datang ke lapangan pinggir kota hari ini” lanjut Hanamiya ogah-ogahan. Sementara Kagami mengecek ponselnya dan tergesa-gesa menelepon sahabatnya kami masih menunggu Hanamiya memberikan penjelasan.
“Kami sebenarnya tidak bermaksud
mencurigai siapapun, tapi bisakah kau berikan sedikit alibimu untuk kami?”
pintaku, dia menatap dengan tajam aku balas menatapnya lagi bagaimanapun aku
adalah Akashi Seijuurou sang Emperor Eye tak
boleh ada siapapun yang berani kurang ajar padaku karena aku memang tidak
pernah menyukai siapapun yang berani ngelunjak entah itu senior ataupun
juniorku sendiri.
“Oh, jadi kalian mau bilang kalau
aku adalah orang yang melakukan aksi keji pada salah satu Kiseki no Sedai tadi siang?” DEG!
Kami langsung terdiam. Ternyata dia sudah tahu, tapi kenapa dia bisa
mengetahuinya? Bagaimana mungkin, “Sayang sekali, hari ini aku ke sini karena
aku ada urusan dengan bocah kecil berpenutup mata di sebelahmu itu Akashi
Seijuurou. Aku kemari juga sedang menyelidiki kasus ini dan sayangnya, salah
satu anggota dari KIRISAKI DAICHI mengalami kecelakaan parah akibat terbakar
oleh gas yang entah kenapa bisa meledak begitu saja”
APA?! Tidak masuk akal, kasus ini
bukan hanya terjadi di tempat Aomine saja.
“Kau sudah paham kondisinya, Hana-san..” kata Kinako
“Seperti yang kau lihat sekarang.
Sayang sekali tuan-tuan tebakan kalian salah” senyum sinisnya benar-benar
membuatku muak tapi kenapa dia bisa begitu akrab bicara pada Kinako? Sebelum
aku menyelak perbincangan tidak karuan ini aku mendengar Kagami berseru hebat
dari belakangku(kemungkinan dia sedang menelepon Himuro).
“Oi,
Tatsuya! Kau bisa dengar aku, hei!? Jangan kemana-mana, tetaplah di sana!”
“Ada
apa Kagami-kun?” tanya Kuroko, “Cih,
sepertinya aku punya perasaan tidak baik, Tatsuya tiba-tiba menutup pembicaraan
dan aku tidak tahu lagi..” wajah Kagami yang suram membuat perasaanku tidak
enak kemudian aku beralih pada Sakurai.
“Jadi, siapa itu Azumi?” tanyaku,
“Aku...tidak tahu, maaf, maaf!!” menyebalkan, dia masih terguncang ini bakal
sulit. Tanpa kusadari Kinako sudah memisahkan diri dari kami dan dia berada di
ujung lorong bersama dengan buku cokelat di tangan kirinya.
“Kinako-chan kau mau kemana?” tanya Momoi.
“Kinako! Kau tahu yang sebenarnya,kan?” seru Aomine yang benar-benar terlihat murka. Gadis itu bergeming tanpa sedikitpun bergerak, dia menengok ke arah kami dan ujung bibirnya melengkung sedikit dari poninya yang panjang aku bisa melihat manik rubby nya yang cantik serta misterius.
“Aku yang tertanggung jawab atas semua ini, aku yang akan menyelesaikannya. Setidaknya aku bisa membayar hutang masa laluku pada kalian” suara yang rendah seperti wanita dewasa, Kinako membuatku sedikit bergidik karena perangainya yang begitu sulit ditebak.
“Kinako! Kau tahu yang sebenarnya,kan?” seru Aomine yang benar-benar terlihat murka. Gadis itu bergeming tanpa sedikitpun bergerak, dia menengok ke arah kami dan ujung bibirnya melengkung sedikit dari poninya yang panjang aku bisa melihat manik rubby nya yang cantik serta misterius.
“Aku yang tertanggung jawab atas semua ini, aku yang akan menyelesaikannya. Setidaknya aku bisa membayar hutang masa laluku pada kalian” suara yang rendah seperti wanita dewasa, Kinako membuatku sedikit bergidik karena perangainya yang begitu sulit ditebak.
“Apa maksudmu dengan hutang masa
lalu? Apa kau bermaksud untuk menyelesaikan semuanya sendirian dan kami
membiarkanmu mati konyol?” sembur Kagami. Kinako tetap terdiam, dia menggeleng putus
asa seperti akhir dunia akan datang setelah dia berbicara semua yang dia tahu.
“Aku benci mengatakannya tapi
karena akulah kalian semua kena teror, karena aku yang menjadi pelakunya”
napasku tertahan lalu gadis itu melanjutkan.
“Teikou
3 tahun lalu...” seperti ada petir yang menyambar dan sebuah kepingan masuk ke
dalam kepalaku.
XXXXX
KINAKO YUKIHIRA
Rumah Sakit Pusat, 20.18 p.m
Kau
bisa merasakan betapa aku ingin membunuh ‘dia’.
Aku tidak pernah menyalahkan orang lain, aku tidak mau mendapat musuh atau semacamnya karena aku cinta damai(walau tidak selalu), aku tidak suka kekerasan walau sepertinya itu adalah nama tengahku.
Aku tidak mengerti kondisi seperti apa yang sedang aku hadapi yang jelas sedari tadi Kohane sama sekali tidak membuka matanya meski kata dokter tidak ada luka-luka serius yang bakal membahayakan nyawanya tapi tetap saja aku benar-benar marah kali ini, aku tidak peduli lagi dengan dunia damai its such like a bitch menurutku karena sekarang adikku yang menjadi korban dari pelaku brengsek yang harus kubasmi.
Aku tidak pernah menyalahkan orang lain, aku tidak mau mendapat musuh atau semacamnya karena aku cinta damai(walau tidak selalu), aku tidak suka kekerasan walau sepertinya itu adalah nama tengahku.
Aku tidak mengerti kondisi seperti apa yang sedang aku hadapi yang jelas sedari tadi Kohane sama sekali tidak membuka matanya meski kata dokter tidak ada luka-luka serius yang bakal membahayakan nyawanya tapi tetap saja aku benar-benar marah kali ini, aku tidak peduli lagi dengan dunia damai its such like a bitch menurutku karena sekarang adikku yang menjadi korban dari pelaku brengsek yang harus kubasmi.
Aku tidak peduli mati konyol
seperti yang diteriakkan oleh Kagami-nii dan
aku tidak keberatan untuk membunuh orang yang sudah mati sekali—jadi aku akan
membunuh orang itu dua kali atau mungkin berkali-kali—sementara itu Saku-nii tidak bisa diharapkan lebih karena
kondisinya masih sangat terguncang ditambah bahwa semua sugesti menggelikan
kami yang mencurigai Hana-san sebagai
tersangka(atau mungkin masih berstatus terdakwa) karena ternyata Kirisaki
Daichi pun tak luput dari amukan teror itu.
Detik itu juga bersamaan dengan awan mendung
yang semakin pekat aku membawa buku bersampul cokelat tersebut dan berniat
mencari entah apa yang akan kucari tapi aku ingin menyelesaikan ini sampai Ao-nii berseru padaku seperti maling
ketangkap basah,
“Kinako! Kau tahu yang sebenarnya,kan?”
“Kinako! Kau tahu yang sebenarnya,kan?”
Aduh, apa yang harus aku katakan?
Apa aku harus melepaskan semua kedamaian ini dan melibatkan mereka lagi?
Lagi...,” Aku yang tertanggung jawab atas semua ini, aku yang akan
menyelesaikannya. Setidaknya aku bisa membayar hutang masa laluku pada kalian”
ups, sepertinya aku kelepasan sekarang suara asliku keluar dan sepertinya
membuat semua orang yang berada di sana terkejut tapi mau bagaimana lagi sudah
terlanjur, maka aku lanjutkan saja.
“Aku benci mengatakannya tapi
karena akulah kalian semua kena teror, karena aku yang menjadi pelakunya”
sesaat aku menahan napas lalu, “Teikou 3 tahun lalu...”.
Sayangnya
aku terlalu gugup melihat mereka apalagi jantungku seperti mau copot sehingga
aku langsung berlari begitu saja meninggalkan rumah sakit yang terlihat
sepi-sepi saja sejak sedari tadi. Kupandangi seluruh ruangan ketika aku tiba di
sebuah ruangan besar, dadaku nyeri seperti dihantam oleh sesuatu karena
mengingat siapa sosok yang berada di ruangan dengan tulisan ‘ICU’ yang masih
menyala merah, orang yang sangat penting bagiku tidak peduli bagaimana atau
sekeras apapun aku bersikap menyebalkan padanya hanya dia yang memperlakukanku
apa adanya..., dan sekarang dia harus terkapar dengan luka-luka mengerikan.
Karena
aku...
Ya,
itu bisikan iblis yang tak lain adalah aku sendiri. Banyak orang tidak
menyukaiku, aku tidak mau disamakan dengan Kohane yang baik hati, ceria, dan
supel, aku Kinako Yukihira si hantu Seirin paling ditakuti dan diam-diam
disebut sebagai ‘anak terkutuk’ oleh banyak orang—kecuali teman-temanku di tim.
Sementara aku kembali meniti jalanku keluar dari Lobby di ruangan itu tampak hanya satpam dan customer service yang terkantuk-kantuk karena hawa dingin yang aku bisa tebak sudah di bawah 12 derajat ini, kembali aku merapatkan muffler –ku dan dengan jaket kebesaran milik Itou aku berlari menembus hujan yang turun seperti menusuk-nusuk tulangku.
Sementara aku kembali meniti jalanku keluar dari Lobby di ruangan itu tampak hanya satpam dan customer service yang terkantuk-kantuk karena hawa dingin yang aku bisa tebak sudah di bawah 12 derajat ini, kembali aku merapatkan muffler –ku dan dengan jaket kebesaran milik Itou aku berlari menembus hujan yang turun seperti menusuk-nusuk tulangku.
“Ups, kau mau kemana nona manis?”
seseorang menahan tanganku dengan tanpa dosa dia memberikan senyum usil yang
sangat menyebalkan entah karena suasana hatiku sedang buruk atau bagaimana aku
juga tidak tahu.
“Biasanya
seorang lady tidak akan keluyuran
tengah malam tanpa payung seperti ini,lho” ucapnya sambil menaungi payungnya
yang berwarna hijau bermotif katak lucu di atas kepalaku.
“I,itu bukan urusanmu kok, lagian
aku sama sekali tidak kedinginan!” bantahku jutek, “Sikapmu yang keras kepala
itu benar-benar membuat orang sepertiku tergelitik tapi aku rasa Shin-chan bakal mengomel kalau kau bersikap
seperti ini, nona Mochi” aku mendelik padanya, menyebalkan sekali sih orang ini
benar-benar seorang Takao Kazunari si Ace
dari SMA Shuutoku—partner Midorima Shintarou—dan kalau tebakanku benar sang
Shooter jenius itu ada di sini, “Kau
sedang apa dengan anak itu Takao?” Benar,kan?
“Apa
sih, aku tidak berniat macam-macam dengannya Shin-chan”
“Tapi dari raut wajah Kinako sepertinya kau sedang melakukan pelecehan” Enak saja dia bicara, memangnya siapa yang kau sebut dengan korban pelecehan di sini?
“Menyebalkan, aku mau pulang! Ada hal yang harus kuurus” aku menyentak tangan Kazu-nii kasar dan melenggang pergi sebelum kakak berkacamata dengan mata sipitnya menghujamkan tatapan sengit padaku
“Yang menyebalkan itu kamu,tahu! Dasar tidak ada manis-manisnya kau ini, walau kau seangkatan dengan Kuroko dan kami semua tapi kau tetap lebih muda. Mana rasa hormatmu?” oke, entah sejak kapan aku menjadi sangat lembek karena aku merasa takut dengan bentakannya.
“O,oi, Shin-chan hentikan! Kau tidak perlu memarahinya begitu kalau Kagami tahu kau pasti akan dihajar olehnya” Kazu-nii menarik tangan Midori-nii yang memegang erat lenganku sedari tadi.
“Aku tidak peduli dengan si bodoh itu, kalau kau terus berbuat semaumu begini aku tidak akan segan lagi walau kau diistimewakan”
“Tapi dari raut wajah Kinako sepertinya kau sedang melakukan pelecehan” Enak saja dia bicara, memangnya siapa yang kau sebut dengan korban pelecehan di sini?
“Menyebalkan, aku mau pulang! Ada hal yang harus kuurus” aku menyentak tangan Kazu-nii kasar dan melenggang pergi sebelum kakak berkacamata dengan mata sipitnya menghujamkan tatapan sengit padaku
“Yang menyebalkan itu kamu,tahu! Dasar tidak ada manis-manisnya kau ini, walau kau seangkatan dengan Kuroko dan kami semua tapi kau tetap lebih muda. Mana rasa hormatmu?” oke, entah sejak kapan aku menjadi sangat lembek karena aku merasa takut dengan bentakannya.
“O,oi, Shin-chan hentikan! Kau tidak perlu memarahinya begitu kalau Kagami tahu kau pasti akan dihajar olehnya” Kazu-nii menarik tangan Midori-nii yang memegang erat lenganku sedari tadi.
“Aku tidak peduli dengan si bodoh itu, kalau kau terus berbuat semaumu begini aku tidak akan segan lagi walau kau diistimewakan”
Jleb.
Kata-kata
Midori-nii menghujam hatiku. Aku
bukannya merasa diistimewakan, tentu saja dengan segala apa yang kupunya
mungkin selama ini mereka pikir hidupku dan Kohane tenang-tenang saja tapi itu
semua salah besar. Aku mati-matian membiarkan adik kembarku hidup damai, aku
susah payah membuat mereka seperti orang tolol yang tidak mengingat temannya
sendiri hampir tewas ketika SMP dan aku tidak meminta balas budi pada mereka.
Tapi kenapa perkataan Midori-nii benar-benar membuatku sangat marah.
“Siapa yang istimewa? Kau mau meledekku, dasar cowok bodoh!” Midori-nii terkejut begitu juga Kazu-nii yang langsung melongo melihatku seperti orang gila. Haish, masa bodoh aku benar-benar kesal kali ini, “Kau tidak tahu,ya bagaimana susahnya hidupku dan Kohane memangnya selama ini kau pikir kehidupan damai yang kau punya itu diterima dari siapa? Kalau aku mau aku bisa menyeret kalian ke liang kubur tanpa menunggu selama berbulan-bulan!!” teriakku histeris,untunglah hujan membuat air mataku berkamuflase dengan bulir air yang dingin itu di pipiku.
Hening, Midori-nii tampak masih shock sementara dengan tatapan yang tak kalah sengit dan mungkin mengerikan aku memandangnya.
“Siapa yang istimewa? Kau mau meledekku, dasar cowok bodoh!” Midori-nii terkejut begitu juga Kazu-nii yang langsung melongo melihatku seperti orang gila. Haish, masa bodoh aku benar-benar kesal kali ini, “Kau tidak tahu,ya bagaimana susahnya hidupku dan Kohane memangnya selama ini kau pikir kehidupan damai yang kau punya itu diterima dari siapa? Kalau aku mau aku bisa menyeret kalian ke liang kubur tanpa menunggu selama berbulan-bulan!!” teriakku histeris,untunglah hujan membuat air mataku berkamuflase dengan bulir air yang dingin itu di pipiku.
Hening, Midori-nii tampak masih shock sementara dengan tatapan yang tak kalah sengit dan mungkin mengerikan aku memandangnya.
“Kau pikir aku tidak tahu kenapa
kalian kemari, sayang sekali tapi kalau memang Midorima tahu segalanya lebih
baik kau tanyakan saja langsung pada Kohane..., dan ingat, kalau kalian
benar-benar menghalangiku, akan kupastikan kalian akan menjadi musuh dan
kubunuh kalian detik itu juga”
Demi para dewa-dewi di langit, apa yang sudah kuucapkan! Tapi itu memang benar dan aku melakukan ini demi menjauhkan mereka dari bahaya. Pertaruhan ini berat sebelah, aku tidak bisa melakukan apa-apa kecuali mencoba bergerak sendiri. Tanpa menunggu kemungkinan terburuk aku akan ditampar bolak-balik oleh Midori-nii aku menjauh menuju gerbang dan berbelok ke arah kiri lalu berlari sejauh mungkin, lari dan terus berlari tanpa memperhatikan sekitar sampai aku merasa hujan mulai kembali deras.
Demi para dewa-dewi di langit, apa yang sudah kuucapkan! Tapi itu memang benar dan aku melakukan ini demi menjauhkan mereka dari bahaya. Pertaruhan ini berat sebelah, aku tidak bisa melakukan apa-apa kecuali mencoba bergerak sendiri. Tanpa menunggu kemungkinan terburuk aku akan ditampar bolak-balik oleh Midori-nii aku menjauh menuju gerbang dan berbelok ke arah kiri lalu berlari sejauh mungkin, lari dan terus berlari tanpa memperhatikan sekitar sampai aku merasa hujan mulai kembali deras.
Aku melihat lampu merah dan
berhenti, di sana aku hanya terengah-engah lalu menyeka mataku yang sedari tadi
tergenang oleh air mata beserta air hujan yang terasa perih. Kau berhasil membuangnya Kinako, sekarang
tidak akan ada lagi yang mempercayaimu dan mereka akan membencimu hingga ke
dasar hati mereka lalu kau akan sendirian lagi. Saat menunggu lampu berwarna
hijau ketika menatap ke arah jalan yang tidak begitu ramai terdengar bunyi
berdecit hebat dan...., tabrakan terjadi!
Astaga
kali ini apa lagi? Semua orang disitu berteriak histeris, beberapa orang
melihat mobil yang ringsek dan seorang pengendara motor dengan tubuh yang sudah
terpelintir kebelakang seperti adonan kue membuatku ngeri.
Dalam sehari sudah ada banyak
kecelakaan apa karena aku? Apa karena aku membuat arwah sialan itu berkeliaran
mencari tumbal? Kenapa, kenapa kau bisa sejahat ini Kinako?! Saat semua orang
juga beberapa petugas polisi dan pemadam kebakaran mengurusi jenazah sang
pengendara motor yang remuk redam itu aku langsung berlari tak karuan.
Sialnya
kakiku menginjak pecahan kaca di sana, aku bisa merasakan kaus kakiku basah karena
tergores oleh kaca yang kupikir cukup dalam. Tidak apa-apa, nanti pasti juga
sembuh sendiri yang penting sekarang mencari kemungkinan terbesar dimana si
pelaku bersembunyi! Berlari dengan kaki seperti ini memang bukan ide yang bagus
apalagi aku juga merasa masih ada kaca yang menancap di sela-sela jari kakiku.
“Tidak
apa-apa, yang penting sekarang cepat ke sana dan temukan DIA!”
Aku
baru menyadari kalau aku berlari sangat jauh sampai-sampai aku melihat lapangan
basket jalanan yang lowong, aku berhenti sejenak melihat pemadangan tanpa
secuil kehidupan di sana. Demi Orion di langit sepertinya aku mulai gila karena
sepintas aku melihat pemandangan dimana Kagami-nii dan Kuro-nii tersenyum
ke arahku di tengah lapangan itu, aku menggeleng cepat berharap halusinasi gila
ini menghilang.
Tanpa membuang waktu aku kembali
berlari tapi aku tersentak ke belakang lalu aku jatuh lumayan keras di atas
jalanan.
“Lho, Kinacchin. Kau tidak apa-apa?”
Suara yang renyah, ketika dia
memanggil namaku entah kenapa perasaan menyakitkan itu datang lagi. Aku
menangis untuk kesekian kalinya di bawah hujan mengharapkan adanya orang yang
melindungiku detik ini juga dan aku merasakan sebuah tangan besar mengelus
kepalaku.
XXXXX
PART 5 : DOSA DAN PERINGATAN
“Kalau
kau ingin berlari, berlarilah. Jangan lagi menengok ke belakang, kehidupan
memang kejam dan tidak pernah masuk akal tapi karena itulah segala sesuatu bisa
terjadi. Seperti dimana orang mati dapat menghampirimu ‘lagi’”
-Midorima
Shintarou-
TAKAO
KAZUNARI
Rumah Sakit Pusat. 20.30 p.m
Rumah Sakit Pusat. 20.30 p.m
Saat ini aku benar-benar kesal.
Aku bersungut-sungut sambil sesekali mendengus di dalam lift, sementara cowok bertubuh tinggi atletis di sampingku hanya menatap datar tanpa sekalipun menengok ke arahku membuatku bertambah jengkel. Aku Takao Kazunari, anggota tim basket Shuutoku, dan sekarang aku sedang kesal. Aku marah dengan alasan yang jelas kok memangnya aku pikun atau bagaimana melihat adegan paling membuatku ternganga sepanjang hidupku dimana Kinako-chan mengamuk dan terang-terangan menantang Shin-chan, yang lebih parah itu semua disebabkan oleh Shin-chan sendiri.
Aku bersungut-sungut sambil sesekali mendengus di dalam lift, sementara cowok bertubuh tinggi atletis di sampingku hanya menatap datar tanpa sekalipun menengok ke arahku membuatku bertambah jengkel. Aku Takao Kazunari, anggota tim basket Shuutoku, dan sekarang aku sedang kesal. Aku marah dengan alasan yang jelas kok memangnya aku pikun atau bagaimana melihat adegan paling membuatku ternganga sepanjang hidupku dimana Kinako-chan mengamuk dan terang-terangan menantang Shin-chan, yang lebih parah itu semua disebabkan oleh Shin-chan sendiri.
Ah, yang kumaksud adalah Midorima Shintarou, Shooter number one mantan siswa SMP
Teikou yang sekarang berada di Shuutoku.
Aku memanggilnya begitu hanya untuk lucu-lucuan saja
soalnya si cowok berkacamata yang sangat mempercayai Oha-Asa yaitu ramalan bintang dengan Lucky Item miliknya(yang kadang absurd
dan diluar batas kewajaran) bila diganggu atau dijadikan bahan lelucon
bakal mengamuk –kami biasanya menyebut dia seorang Tsundere – habis dia terlalu jaim di depan kami, saking jaimnnya
hingga ingin sekali kutampar bolak-balik dan akan kupastikan akulah yang masuk
rumah sakit bukan dia.
Sekarang
kami dalam perjalanan menuju ke ruang 142 atas panggilan Akashi Seijuurou.
“Sampai kapan kau mau berwajah begitu?” tanya Shin-chan sambil menekan tombol tanda bahwa
kami sudah sampai lantai tujuan, aku mengerling dan mengernyitkan alisku.
“Sampai
kau menyadari kalau perkataanmu pada Kinako-chan
itu keterlaluan” cetusku, Shin-chan terdiam
sebentar sepertinya dia sedikit terkejut dengan jawabanku meski tampangnya
tetap saja lempeng.
“Dia
membuatku sebal, hanya itu” bela Shin-chan,
aku mengerling mengikutinya di koridor yang panjang dan berpendar putih.
“Yeah, dan kau membuat
seorang gadis kecil berusia 13 tahun menangis seperti itu aku yakin kalau
Seirin menyadari itu kau bakal mendapat masalah besar“ tentu saja, kau pikir
aku lupa seseram apa Seirin ketika melawan Touou ketika tahu Kinako menangis
karena ucapan Aomine? Aku jamin bila aku
yang melawan mereka di saat seperti itu aku lebih memilih untuk ngacir saja.
Tepat seperti dugaanku pundak Shin-chan sedikit
menegang(walau samar) itu artinya dia mengingat hal tersebut dengan baik.
“Haah, baik-baik aku tidak mau dimusuhi oleh rekan timku
sendiri jadi aku ikuti kemauanmu. Aku akan minta maaf pada Kinako setelah
urusan ini selesai” kata Shin-chan salah
tingkah, aku menyunggingkan senyum kemenangan.
Ketika kami berjalan cukup lama akhirnya kami menemukan
Akashi juga beberapa wajah yang tentunya kami kenal. “Takao-kun” sahut Kuroko, dia terlihat
sendirian dan dimana Kagami?
“Yoo, sepertinya kalian sedang membicarakan hal penting, ada apa?” tanyaku pada mereka semua tapi bukan jawaban yang kudapat malah keheningan suram yang ada. Oke, perasaanku mulai tidak enak kenapa mereka semua terdiam seperti ini? Aku langsung terkejut ketika melihat ada sosok Sakurai di sebelahku,kondisinya sangat memprihatinkan dengan mata menatap kosong di sekitar matanya terlihat rona merah dan sembap sepertinya dia menangis habis-habisan.
“Yoo, sepertinya kalian sedang membicarakan hal penting, ada apa?” tanyaku pada mereka semua tapi bukan jawaban yang kudapat malah keheningan suram yang ada. Oke, perasaanku mulai tidak enak kenapa mereka semua terdiam seperti ini? Aku langsung terkejut ketika melihat ada sosok Sakurai di sebelahku,kondisinya sangat memprihatinkan dengan mata menatap kosong di sekitar matanya terlihat rona merah dan sembap sepertinya dia menangis habis-habisan.
“Ng, jadi.. ada apa?” tanyaku lagi.
“Midorima-kun kau sudah mendengar hal yang terjadi?” Kuroko menatap tajam ke arah Shin-chan sementara dia membetulkan letak kacamatanya dan mengehela napas sebentar.
“Aku paham kondisinya tentang Kise dan Kohane...” Shin-chan terdiam sebentar “Aku bertemu dengan Kinako dan reaksinya aneh hanya itu. Karena sepertinya masalah ini jauh lebih rumit dari yang kupikirkan” tentunya Shin-chan tidak menceritakan bagaimana dia dan Kinako bertengkar hebat di depan rumah sakit.
“Cih, harusnya aku tahu kalau anak sialan itu menyembunyikan sesuatu” umpat Aomine.
“Midorima-kun kau sudah mendengar hal yang terjadi?” Kuroko menatap tajam ke arah Shin-chan sementara dia membetulkan letak kacamatanya dan mengehela napas sebentar.
“Aku paham kondisinya tentang Kise dan Kohane...” Shin-chan terdiam sebentar “Aku bertemu dengan Kinako dan reaksinya aneh hanya itu. Karena sepertinya masalah ini jauh lebih rumit dari yang kupikirkan” tentunya Shin-chan tidak menceritakan bagaimana dia dan Kinako bertengkar hebat di depan rumah sakit.
“Cih, harusnya aku tahu kalau anak sialan itu menyembunyikan sesuatu” umpat Aomine.
“Jangan sebut dia seperti itu, Aomine-kun” oke, sepertinya perkataan Aomine
menyulut kekesalan Kuroko dan si pemuda berbadan gelap nan menyebalkan tersebut
langsung terdiam mendengar kata-kata sedingin es yang terlontar dari kawan
lamanya.
“Dai-chan kau tidak boleh berkata begitu,
Kinako-chan sama sekali tidak bisa
disalahkan dalam hal ini” Momoi seperti biasa menjadi penengah di tengah
kesulitan.
“Lho, mana Kagami?” tanya seorang pria berbadan tinggi tegap sepertinya dia anggota Rakuzan dan namanya kalau tidak salah Mibuchi Reo-san . “Katanya dia ada perlu dengan Himuro-san jadi dia pergi sebentar” jawab Kuroko.
“Lho, mana Kagami?” tanya seorang pria berbadan tinggi tegap sepertinya dia anggota Rakuzan dan namanya kalau tidak salah Mibuchi Reo-san . “Katanya dia ada perlu dengan Himuro-san jadi dia pergi sebentar” jawab Kuroko.
“Aku berharap dia membawa Kinako juga” tukas Shin-chan.
“Akashi, kau kenapa? Dari tadi diam saja” tanya Aomine, Akashi yang sedari tadi sepertinya bergerumul dengan pikirannya tersentak kaget mendengar pertanyaan Aomine. Pemuda bersurai merah itu terdiam sebentar, dahinya mengernyit dan tetap melipat tangannya di depan sambil bersandar di dekat jendela. Suasana ini makin mengerikan saja.
“Akashi, kau kenapa? Dari tadi diam saja” tanya Aomine, Akashi yang sedari tadi sepertinya bergerumul dengan pikirannya tersentak kaget mendengar pertanyaan Aomine. Pemuda bersurai merah itu terdiam sebentar, dahinya mengernyit dan tetap melipat tangannya di depan sambil bersandar di dekat jendela. Suasana ini makin mengerikan saja.
“Nee, apa kalian seperti melupakan
sesuatu?” Eh. Semua menatap Akashi.
“Apa maksudmu Akashi?” tanya Shin-chan dan aku juga sama penasarannya dengan Shin-chan kalau Akashi tidak mengatakan apa-apa aku bakal mati penasaran sekarang.
“Entah ini benar atau tidak, tapi aku merasa kalau saat Kinako mengatakan tentang Teikou 3 tahun lalu ada sesuatu yang muncul di kepalaku. Seperti..., ada ingatan yang tidak kuingat” kami semua kebingungan, Akashi bingung apalagi kami tapi setelah itu Akashi terdiam lama.
“Apa maksudmu Akashi?” tanya Shin-chan dan aku juga sama penasarannya dengan Shin-chan kalau Akashi tidak mengatakan apa-apa aku bakal mati penasaran sekarang.
“Entah ini benar atau tidak, tapi aku merasa kalau saat Kinako mengatakan tentang Teikou 3 tahun lalu ada sesuatu yang muncul di kepalaku. Seperti..., ada ingatan yang tidak kuingat” kami semua kebingungan, Akashi bingung apalagi kami tapi setelah itu Akashi terdiam lama.
“Apa
yang kau lihat di dalam ingatanmu? Jangan bilang kalau ada sesuatu yang terjadi
di masa—“
“Mi, Midorin...”
spontan aku menengok ke belakang dan jantungku nyaris copot ketika aku menemukan sosok tinggi besar mengerikan lebih dari Shin-chan menatap dengan penuh kemarahan!
“Mi, Midorin...”
spontan aku menengok ke belakang dan jantungku nyaris copot ketika aku menemukan sosok tinggi besar mengerikan lebih dari Shin-chan menatap dengan penuh kemarahan!
“MU...MURASAKIBARA...?” Hell, aku
langsung terjengkang ke belakang! Kenapa dia tiba-tiba ada di sini?!
XXXXXX
MURASAKIBARA
ATSUSHI
Lapangan pinggir kota. 19.57 (setengah jam sebelumnya)
Lapangan pinggir kota. 19.57 (setengah jam sebelumnya)
Nyaris aku tersedak ketika melihat pemandangan tidak
diduga-duga di depanku.
Saat itu aku sedang bersama dengan Murocchin(yang kumaksud adalah Tatsuya Himuro, partnerku dari SMA Yosen) dan kami sedang belanja atas perintah kapten kami di sebuah mini market 24 jam, aku nyaris memuntahkan kembali snack di mulutku ketika seorang pelanggan toko mini market tersebut menjerit histeris karena tangannya teriris oleh mesin penghancur kertas dan itu terjadi begitu nyata di depan mata kami.
Aku bahkan langsung ternganga melihatnya, Murocchin yang biasanya tenang sampai terlihat gemetaran dan shock, astaga ada apa dengan hari ini? aku mendapat kabar kalau Kise-chin ditusuk oleh pelaku sadis yang belum ditemukan sekarang ada saja kejadian di sekitar kami yang hampir membuat jantungku keluar dari rongganya.
Saat itu aku sedang bersama dengan Murocchin(yang kumaksud adalah Tatsuya Himuro, partnerku dari SMA Yosen) dan kami sedang belanja atas perintah kapten kami di sebuah mini market 24 jam, aku nyaris memuntahkan kembali snack di mulutku ketika seorang pelanggan toko mini market tersebut menjerit histeris karena tangannya teriris oleh mesin penghancur kertas dan itu terjadi begitu nyata di depan mata kami.
Aku bahkan langsung ternganga melihatnya, Murocchin yang biasanya tenang sampai terlihat gemetaran dan shock, astaga ada apa dengan hari ini? aku mendapat kabar kalau Kise-chin ditusuk oleh pelaku sadis yang belum ditemukan sekarang ada saja kejadian di sekitar kami yang hampir membuat jantungku keluar dari rongganya.
“Ugh,
kita tolong?” tanya Murocchin tapi
tentu saja dengan sangat jelas aku menolak, aku menyeret Murocchin keluar dari sana tapi yang kami
temukan adalah hujan yang sudah mengguyur, terpaksa kami berteduh(tapi tentunya
tidak di mini market seram itu)lalu berjalan dengan tergesa-gesa kemudian kami
berteduh di halte tak jauh dari sana.
“Apa kau tidak khawatir dengan Kise-kun, Atsushi?” tanya Murocchin yang merapatkan jaketnya dan duduk
di bangku halte yang terlihat kosong tanpa seorangpun selain kami tentunya.
“Ah,
yah aku khawatir tapi tadi Kurocchin
bilang dia dan yang lain ada di rumah sakit jadi aku sedikit lega” jawabku
sekenanya apalagi sekarang hujan dan tidak mungkin aku basah-basahan ke sana,
nanti yang ada malah aku yang ke rumah sakit karena di rawat akibat flu musim
dingin(aku benci rumah sakit dan bau obat terutama jarum suntik).
Kami sekarang berada tidak jauh dari lapangan basket di pinggir kota, Murocchin bilang dia ada janji dengan Kagamicchin jadi aku menemaninya tapi sepertinya Kagamicchin tidak lekas kemari karena dia pergi ke rumah sakit, kami juga berniat ke sana tapi cuaca tidak mendukung yang paling kusesali adalah kenapa aku tidak bawa payung dari tadi.
Kami sekarang berada tidak jauh dari lapangan basket di pinggir kota, Murocchin bilang dia ada janji dengan Kagamicchin jadi aku menemaninya tapi sepertinya Kagamicchin tidak lekas kemari karena dia pergi ke rumah sakit, kami juga berniat ke sana tapi cuaca tidak mendukung yang paling kusesali adalah kenapa aku tidak bawa payung dari tadi.
“Apa
Kagamicchin tidak kemari?” tanyaku,
Murocchin menggeleng itu artinya
kemungkinan Kagamicchin ke sini
adalah nol besar.
“Akan kucoba untuk telepon mungkin dia masih di rumah sakit” Murocchin membuka ponsel flip miliknya dan kemudian mendekatkannya di telinga, terdengar nada tunggu dan tak lama Kagamicchin mengangkatnya.
“Akan kucoba untuk telepon mungkin dia masih di rumah sakit” Murocchin membuka ponsel flip miliknya dan kemudian mendekatkannya di telinga, terdengar nada tunggu dan tak lama Kagamicchin mengangkatnya.
“Halo?
Taiga, kau ada dimana sekarang aku sedang berada di lapangan di pinggir kota,
kapan kau mau kemari?” aku bisa mendengar Murocchin sedikit mengomel pada sahabat karibnya, kalau padaku dia
tidak akan seperti ini—paling dia hanya menegurku dan mengatakan hal yang
kulakukan itu salah—tapi mungkin karena sudah lama bersama jadinya Murocchin tidak sesopan itu pada Kagamicchin. Sementara Murocchin sedang menelepon aku duduk sambil
membuka makanan ringan ketigaku hawa dingin membuat perutku lebih keroncongan
daripada biasanya.
“Hng,
susah...” dumelku seraya terus menarik-narik bungkusan menyebalkan bergambar
kentang imut di depannya, saking sebalnya aku langsung melirik ke arah Murocchin tapi dia masih menelepon padahal
aku ingin minta bantuannya untuk membukakan plastik konyol ini tapi kalau
begitu namanya kan tidak sopan, lagipula selama ini aku seperti hidup bergantung
pada Murocchin.
Tidak ada alasan khusus sih, tapi apa-apa serba Murocchin bahkan Kurocchin pernah bilang kalau Murocchin seperti ibuku(dan itu membuatku langsung melongo), daripada aku disebut tidak punya muka lebih baik aku mencoba membuka kantong ini dengan caraku sendiri.
Tidak ada alasan khusus sih, tapi apa-apa serba Murocchin bahkan Kurocchin pernah bilang kalau Murocchin seperti ibuku(dan itu membuatku langsung melongo), daripada aku disebut tidak punya muka lebih baik aku mencoba membuka kantong ini dengan caraku sendiri.
“Aku
harus ambil sesuatu yang tajam” aku menengok ke kiri dan ke kanan berharap ada
yang menjatuhkan gunting atau mungkin golok untuk menyelesaikan masalahku,
“Nggak ada....” bagaimana ini aku sudah lapar dan musuhku sekarang hanyalah
sebuah plastik memalukan berbentuk bantal gembung yang sedari tadi membuatku
darah tinggi.
“Butuh
ini?” Murocchin menyodorkan sebuah
gunting kecil, seperti melayang ke surga saat ini perasaanku amat bahagia—lebih
bahagia daripada mendapatkan nomor lotre—dengan tergesa aku membuka bungkus
makananku dan...,
BRAAK!
BRAAK!
Sebuah
mobil bak pengangkut kaca yang melintas di depan halte kami terbalik bukan
hanya itu saja sekarang kaca besar yang lebarnya dua kali badanku langsung
oleng dan jatuh, ke arah KAMI!
“Murocchin!!”
“Murocchin!!”
Spontan aku mendorong tubuh Murocchin yang masih memegang ponselnya
tersebut hingga kami berdua jatuh membentur terotoar, aku bisa merasakan kaca
tersebut membentur bangku halte dan pecah berhamburan—sebagian kaca terbang ke
arah kami meski tidak memberi luka yang berarti—kututupi tubuh kecil Murocchin yang tertelungkup di beton jalan
yang basah karena hujan.
“Oi, Tatsuya! Kau bisa dengar aku,
hei!? Jangan kemana-mana, tetaplah di sana!”
Ponsel
Murocchin lalu mati karena terguyur
air hujan, kami mengerang kesakitan setelah kejadian mengerikan itu berlalu dan
sekarang beberapa orang mulai berdatangan ke arah kami. Badanku seperti remuk
lantas aku menarik diri dan duduk di depan Murocchin.
“Hei, kalian baik-baik saja? Tidak ada yang luka,kan? Coba periksa bagaimana keadaan sopir dan penumpangnya!” salah satu warga menghampiri kami lantas beralih ke mobil bak yang sudah terbalik beberapa meter dari posisi kami sekarang, “Ugh, gawat. Cepat panggil pemadam kebakaran, pengemudinya tergencet badan mobil. Astaga, ada penumpang lain di luar mobil cepat periksa!” seru pria setengah baya tersebut.
“Hei, kalian baik-baik saja? Tidak ada yang luka,kan? Coba periksa bagaimana keadaan sopir dan penumpangnya!” salah satu warga menghampiri kami lantas beralih ke mobil bak yang sudah terbalik beberapa meter dari posisi kami sekarang, “Ugh, gawat. Cepat panggil pemadam kebakaran, pengemudinya tergencet badan mobil. Astaga, ada penumpang lain di luar mobil cepat periksa!” seru pria setengah baya tersebut.
“Kau
tak apa-apa Atsushi?” tanya Murocchin masih
dengan posisi duduk dan wajah pucat, dia berusaha menekan ketakutannya
sementara aku baru menyadari ada rasa ngilu di tangan kananku, “Atsushi,
punggung tanganmu kena kaca!”. “Cuma tertancap sedikit kok, nanti juga sembuh,
lebih baik sekarang kita hubungi Kagamicchin
lagi. Ponselmu baik-baik saja?” kataku mencoba menenangkannya.
“Ponselku mati, sepertinya karena benturan dan air hujan...”
“Batere ponselku habis, jadi bagaimana?” hening, kami sama-sama kebingungan pasti Kagamicchin gelisah karena pembicaraan terputus begitu saja. Di saat genting seperti ini ingin sekali aku membawa sebuah telepon umum untuk berjaga-jaga tapi itu tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi.
“Pe, penumpang ini..., dimana bagian bawah tubuhnya!? Hei, jangan masuk ke TKP! Cepat menyingkir sekarang!” Uh-Oh.
Kami berdua langsung menghampiri kerumunan tersebut, pemadangan yang kami lihat jauh lebih mengerikan dibanding tangan pelanggan toko yang tercabik-cabik mesin penghancur kertas, kami bisa melihat tubuh pemuda di aspal jalanan tersebut hanya setengah badan, bagian bawah badannya tidak ada tentu saja kami bisa melihat dengan jelas separuh badannya yang terpotong dengan usus yang terburai serta organ-organ dalamnya yang berserakan seperti mainan berlendir di tengah guyuran hujan.
“Ponselku mati, sepertinya karena benturan dan air hujan...”
“Batere ponselku habis, jadi bagaimana?” hening, kami sama-sama kebingungan pasti Kagamicchin gelisah karena pembicaraan terputus begitu saja. Di saat genting seperti ini ingin sekali aku membawa sebuah telepon umum untuk berjaga-jaga tapi itu tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi.
“Pe, penumpang ini..., dimana bagian bawah tubuhnya!? Hei, jangan masuk ke TKP! Cepat menyingkir sekarang!” Uh-Oh.
Kami berdua langsung menghampiri kerumunan tersebut, pemadangan yang kami lihat jauh lebih mengerikan dibanding tangan pelanggan toko yang tercabik-cabik mesin penghancur kertas, kami bisa melihat tubuh pemuda di aspal jalanan tersebut hanya setengah badan, bagian bawah badannya tidak ada tentu saja kami bisa melihat dengan jelas separuh badannya yang terpotong dengan usus yang terburai serta organ-organ dalamnya yang berserakan seperti mainan berlendir di tengah guyuran hujan.
“Perutku
mual...” desisku pelan, bukan hanya itu saja kepalanya gepeng seperti ikan
makarel, aku bisa membayangkan bagaimana dia terjepit dan badan atasnya terlempar
keluar jendela sementara kaca besar di belakang bak mobil terlempar kearah kami
dan tak luput melukai kepala si sopir juga(karena si kepala si sopir tersebut
ditemukan beberapa bilah kaca yang tertancap lumayan dalam) ini adalah teror
seumur hidupku.
“Kalian bisa menjelaskan bagaimana hal ini bisa terjadi?” tanya seorang petugas kepolisian yang tiba-tiba datang dari arah TKP.
“Saya dan teman saya sedang menunggu di halte tak jauh dari sini, saat kami sedang menunggu tiba-tiba mobil itu oleng sendiri dan menghempaskan kaca besar tersebut ke arah kami” terang Murocchin .
“Apa kalian terluka?” sungguh pak polisi mulia, dia mengkhawatirkan kami, “Tidak. Tapi tangan teman saya sempat tertancap pecahan kaca” sungguh Murocchin yang baik hati padahal dia tidak perlu ngember soal tanganku yang lecet karena kaca seperti itu.
“Oh, kalau begitu cepat pergi ke ambulans di sana dan minta paramedis untuk memberikan pengobatan. Luka sekecil apapun bisa berbahaya bila didiamkan, kami yang urus masalah ini kalian bisa pulang dan kunci rumah segera karena akhir-akhir ini banyak kejadian tidak menyenangkan” pesan pak polisi dengan nada berwibawa tapi apa yang dia maksud dengan ‘kejadian tidak menyenangkan?’
“Atsushi, ayo kita ke ambulans lukamu harus diobati!” ajak Murocchin.
“Nggak usah, nanti juga sembuh sendiri lebih baik beli perban lalu—“
“Atsushi, kalau kau tidak menurut padaku akan kupastikan menu latihanmu akan ditambah secara instan oleh pelatih karena tindakan konyolmu melindungiku sampai tanganmu terluka, bagaimana kalau nanti luka itu infeksi lalu membusuk dan tanganmu terpaksa di amputasi lalu—“
“Egh.., iya, iya cukup oke aku akan menurutimu tapi jangan katakan hal menyeramkan itu! kau mau kehilangan salah satu Center di klub?” potongku jengkel, “Jadi kau mau menyalahkanku bila karier basketmu musnah karena kehilangan tangan kanan? Bukankah itu perbuatanmu sendiri kenapa kau mau bersusah-payah melindungku...” kuakui kali ini aku tidak mau membantahnya, selain jago bermain basket dan pocker face dia sangat pandai berbicara—walau perkataannya sadis dan tidak berperasaan—tapi aku tahu dia mencemaskanku jadi aku mengalah saja.
“Tidak ada luka serius kok, lebih baik kalian hati-hati karena banyak kecelakaan terjadi” seorang wanita dengan topi putih dan jaket tebal bertudung itu menyelesaikan bebatan terakhirnya di tangan kananku, suster berparas cantik yang hangat ini kemudian memberikanku sebuah gulungan. Koran hari ini?
“Kalian harus membacanya, aku sarankan setelah kalian pulang sekolah untuk tidak kemana-mana semenjak tadi siang hingga kini kami sangat kewalahan dengan berbagai panggilan mendesak akibat kecelakaan tak terduga.
“Kalian bisa menjelaskan bagaimana hal ini bisa terjadi?” tanya seorang petugas kepolisian yang tiba-tiba datang dari arah TKP.
“Saya dan teman saya sedang menunggu di halte tak jauh dari sini, saat kami sedang menunggu tiba-tiba mobil itu oleng sendiri dan menghempaskan kaca besar tersebut ke arah kami” terang Murocchin .
“Apa kalian terluka?” sungguh pak polisi mulia, dia mengkhawatirkan kami, “Tidak. Tapi tangan teman saya sempat tertancap pecahan kaca” sungguh Murocchin yang baik hati padahal dia tidak perlu ngember soal tanganku yang lecet karena kaca seperti itu.
“Oh, kalau begitu cepat pergi ke ambulans di sana dan minta paramedis untuk memberikan pengobatan. Luka sekecil apapun bisa berbahaya bila didiamkan, kami yang urus masalah ini kalian bisa pulang dan kunci rumah segera karena akhir-akhir ini banyak kejadian tidak menyenangkan” pesan pak polisi dengan nada berwibawa tapi apa yang dia maksud dengan ‘kejadian tidak menyenangkan?’
“Atsushi, ayo kita ke ambulans lukamu harus diobati!” ajak Murocchin.
“Nggak usah, nanti juga sembuh sendiri lebih baik beli perban lalu—“
“Atsushi, kalau kau tidak menurut padaku akan kupastikan menu latihanmu akan ditambah secara instan oleh pelatih karena tindakan konyolmu melindungiku sampai tanganmu terluka, bagaimana kalau nanti luka itu infeksi lalu membusuk dan tanganmu terpaksa di amputasi lalu—“
“Egh.., iya, iya cukup oke aku akan menurutimu tapi jangan katakan hal menyeramkan itu! kau mau kehilangan salah satu Center di klub?” potongku jengkel, “Jadi kau mau menyalahkanku bila karier basketmu musnah karena kehilangan tangan kanan? Bukankah itu perbuatanmu sendiri kenapa kau mau bersusah-payah melindungku...” kuakui kali ini aku tidak mau membantahnya, selain jago bermain basket dan pocker face dia sangat pandai berbicara—walau perkataannya sadis dan tidak berperasaan—tapi aku tahu dia mencemaskanku jadi aku mengalah saja.
“Tidak ada luka serius kok, lebih baik kalian hati-hati karena banyak kecelakaan terjadi” seorang wanita dengan topi putih dan jaket tebal bertudung itu menyelesaikan bebatan terakhirnya di tangan kananku, suster berparas cantik yang hangat ini kemudian memberikanku sebuah gulungan. Koran hari ini?
“Kalian harus membacanya, aku sarankan setelah kalian pulang sekolah untuk tidak kemana-mana semenjak tadi siang hingga kini kami sangat kewalahan dengan berbagai panggilan mendesak akibat kecelakaan tak terduga.
Polisi
memperkirakan ini sepertinya dilakukan oleh oknum-oknum terselubung tapi tidak
ada tanda-tanda kesengajaan di tiap kasus yang kami tangani. Untuk berjaga-jaga
saja, lebih baik kalian terus memantau perkembangan, sangat disayangkan kalau
kalian terluka oleh hal konyol di usia semuda dan seproduktif ini” jelas suster
tersebut lalu mohon undur diri untuk mengurusi jenazah-jenazah siap kubur di
TKP. Aku dan Murocchin berpandangan,
kecelakaan ini memang terlihat alami dan tidak ada unsur kesengajaan namun bila
kecelakaan terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan dengan jeda tak terlalu
jauh satu dengan yang lain ini patut dicurigai.
Terutama dengan adanya penusukan sadis Kise-chin yang sampai sekarang masih membuatku bertanya-tanya siapa pelaku penusukan itu.
“Koran hari ini?” tanya Murocchin yang sudah kembali di sampingku setelah mengemasi barang-barang yang ada di halte.
“Aku tidak suka langganan koran makanya tidak tahu” ucapku lalu Murocchin mengambil koran tersebut dan membacanya.
“Kecelakaan Beruntun Dalam Sehari. Siswa SMA Kaijou dan SMA Kirisaki Daichi dilarikan ke rumah sakit akibat penusukan sadis, satu korban ringan dan satu korban kritis. Pelaku masih dalam penyelidikan” Murocchin membaca rubik paling atas di halaman depan, astaga apa itu artinya selain Kise-chin ada anak SMA Kirisaki Daichi yang jadi korban?!
Terutama dengan adanya penusukan sadis Kise-chin yang sampai sekarang masih membuatku bertanya-tanya siapa pelaku penusukan itu.
“Koran hari ini?” tanya Murocchin yang sudah kembali di sampingku setelah mengemasi barang-barang yang ada di halte.
“Aku tidak suka langganan koran makanya tidak tahu” ucapku lalu Murocchin mengambil koran tersebut dan membacanya.
“Kecelakaan Beruntun Dalam Sehari. Siswa SMA Kaijou dan SMA Kirisaki Daichi dilarikan ke rumah sakit akibat penusukan sadis, satu korban ringan dan satu korban kritis. Pelaku masih dalam penyelidikan” Murocchin membaca rubik paling atas di halaman depan, astaga apa itu artinya selain Kise-chin ada anak SMA Kirisaki Daichi yang jadi korban?!
“Aku
tak menyangka sepertinya ini bukan masalah biasa” ucap Murocchin lalu serta merta memasukkan koran tersebut ke tasnya.
“Jam berapa sekarang?” tanyanya. “20.18, sudah larut jadi bagaimana?” jawabku meminta pendapat Murocchin yang tetap memperhatikan jalanan yang masih sibuk dengan kecelakaan naas tadi.
“Jam berapa sekarang?” tanyanya. “20.18, sudah larut jadi bagaimana?” jawabku meminta pendapat Murocchin yang tetap memperhatikan jalanan yang masih sibuk dengan kecelakaan naas tadi.
“Aku
mau beli minum sebentar, dekat sini ada mesin penjual minuman kau mau apa?”
Murocchin menawariku lalu aku
berpikir sejenak, karena dari tadi banyak yang terjadi entah kenapa aku
mendadak haus, “Aku mau fanta dong” jawabku.
“Oke, tunggu sebentar ya!” Murocchin melenggang pergi ke arah mesin penjual minuman dekat halte, kira-kira 3 meter dari tempat kami berada. Karena aku adalah tipe orang yang cepat bosan akhirnya aku memutuskan untuk jalan-jalan sebentar ke lapangan basket yang dibatasi oleh jaring-jaring hitam di sekitarnya, melihat tempat lapangan yang begitu kosong dan tidak ada siapa-siapa aku merasa seperti sudah berada di alam baka. Habis suasana di jalan ini sepi sekali beberapa kerumunan yang tadi sempat meramaikan jalanan sudah lenyap seketika.
“Oke, tunggu sebentar ya!” Murocchin melenggang pergi ke arah mesin penjual minuman dekat halte, kira-kira 3 meter dari tempat kami berada. Karena aku adalah tipe orang yang cepat bosan akhirnya aku memutuskan untuk jalan-jalan sebentar ke lapangan basket yang dibatasi oleh jaring-jaring hitam di sekitarnya, melihat tempat lapangan yang begitu kosong dan tidak ada siapa-siapa aku merasa seperti sudah berada di alam baka. Habis suasana di jalan ini sepi sekali beberapa kerumunan yang tadi sempat meramaikan jalanan sudah lenyap seketika.
“Hmm... sebenarnya apa yang terjadi,ya?
Kenapa Kurocchin bahkan Akacchin tidak memberitahuku apa-apa. Jangan-jangan
mereka menghubungiku tapi ponselku mati, ck, harusnya aku men-cash ponselku di
rumah kalau tahu akan jadi begini”
Aku merutuki
kecerobohanku sambil terus menatap lurus ke arah lapangan yang basah, “Murocchin sudah belum ya?” tepat ketika aku
hendak berbalik ada sesuatu yang menabrakku lumayan keras dan aku bisa
mendengar bunyi gedebuk nyaring di depanku(inilah sulitnya punya badan besar,
sesuatu tampak terlalu kecil di mataku) setelah aku melirik ke bawah dan
menemukan siapa yang menabrakku tadi hatiku mencelus sosok mungil yang terduduk
di bawahku.
“Lho,
Kinacchin. Kau tidak apa-apa?”
Dia
Kinako Yukihira, biasa kupanggil Kinacchin.
Dia teman SMPku bersama Kurocchin dan
yang lainnya lalu dia masuk ke SMA Seirin sedangkan Hanecchin adik kembarnya ke SMA Touou tempat Aominecchin dan Momocchin bersekolah,
sedang apa dia di sini?
Tapi
kenapa keadaan Kinacchin terlihat
aneh? Karena tidak menjawab aku menepuk lalu mengelus kepala mungilnya itu, dia
mendongak(membuatku agak kaget juga) lalu mata kanannya yang berwarna Rubby menatapku dengan sorot yang sangat
sedih, di sekitar kelopak matanya menggenang samar air mata yang bercampur
dengan air hujan
“Kinacchin? Kau kenapa?” tanyaku lagi.
Mendadak anak itu langsung memegang jaketku lalu,
“Uuh... Midori-nii..” dia menangis meraung-raung, ekspresi yang jarang diperlihatkannya karena selama yang kutahu dia tidak pernah bersikap secengeng ini lalu entah kenapa melihat Kinacchin menangis membuatku marah, “Midocchin bilang apa padamu?” tanyaku, dia menggeleng dan terus menangis.
“Dia yang membuatmu menangis,ya?” yah, sepertinya aku paham perasaan Kurocchin dan Kagamicchin yang murka akibat ulah Minecchin saat di pertandingan W.C alasannya hanya satu; Kinacchin menangis. Karena kali ini aku yang di buat kesal oleh Midocchin karena perbuatannya ini aku harus mencari lalu melabraknya sekarang juga!
“Atsushi, ini fanta yang kau pesan maaf tadi ada sedikit masalah, eh kok ada Kinako-chan? O, oi Atsushi kau mau kemana?”
“Uuh... Midori-nii..” dia menangis meraung-raung, ekspresi yang jarang diperlihatkannya karena selama yang kutahu dia tidak pernah bersikap secengeng ini lalu entah kenapa melihat Kinacchin menangis membuatku marah, “Midocchin bilang apa padamu?” tanyaku, dia menggeleng dan terus menangis.
“Dia yang membuatmu menangis,ya?” yah, sepertinya aku paham perasaan Kurocchin dan Kagamicchin yang murka akibat ulah Minecchin saat di pertandingan W.C alasannya hanya satu; Kinacchin menangis. Karena kali ini aku yang di buat kesal oleh Midocchin karena perbuatannya ini aku harus mencari lalu melabraknya sekarang juga!
“Atsushi, ini fanta yang kau pesan maaf tadi ada sedikit masalah, eh kok ada Kinako-chan? O, oi Atsushi kau mau kemana?”
Murocchin berseru padaku ketika tanpa
permisi aku langsung melesat pergi begitu saja. Satu hal yang aku tahu sekarang
adalah Midocchin ada di rumah sakit
pusat karena sebelum ponselku mati Midocchin
bilang dia mau menjenguk Kise-chin jadi
tanpa ba-bi-bu aku melesat pergi ke Rumah Sakit Pusat Tokyo dengan Shinkansen dalam waktu kurang dari 30
menit.
Di sinilah aku sekarang berada di lorong yang
putih dan beberapa pasang mata menatapku ngeri. Jelas saja aku sedang kesal dan
marah, lalu Aomine meneriakkan namaku seolah-olah aku malaikat maut siap
membawa nyawa siapapun di situ.
“MU...MURASAKIBARA...?”
XXXXXX
KAGAMI
TAIGA
Lapangan
pinggir kota. 20.45 p.m
Berlari dari
rumah sakit sampai ke lapangan pinggir kota membuatku hampir tewas.
Saking paniknya karena Tatsuya tidak mengangkat telepon maupun membalas e-mail dariku membuat kepalaku dipenuhi oleh ribuan sugesti mengerikan yang berubah menjadi imajinasi liar dan membuatku dihantui mimpi buruk sehingga aku berlari seperti orang gila hingga...,
“Kau kenapa Taiga?”
Saking paniknya karena Tatsuya tidak mengangkat telepon maupun membalas e-mail dariku membuat kepalaku dipenuhi oleh ribuan sugesti mengerikan yang berubah menjadi imajinasi liar dan membuatku dihantui mimpi buruk sehingga aku berlari seperti orang gila hingga...,
“Kau kenapa Taiga?”
Aargh,
bagus sekarang aku malah seperti orang bodoh yang rela berbasah-basahan demi
memastikan satu nyawa tidak hilang dalam sekejap dan orang yang malah
kucemaskan dengan santai memandangiku lewat matanya yang sipit itu, “Kau baru
saja bertemu dengan seorang pembunuh atau dikejar-kejar oleh pembunuh?” tanya
Tatsuya sambil melambai-lambaikan tangannya memastikan kalau aku sebagai
sahabatnya tidak mati mendadak di sana.
“Dasar Tatsuya sialan! Apa sih maumu itu seenaknya
memutus telepon lalu tidak membalas satupu e-mail,
brengsek! Kau hampir membuatku kehilangan jantung.” semburku kepada sahabat
kecilku ini sampai-sampai Kinako yang sedari tadi—dan baru kusadari dia ada di
sana—yang berada di samping Tatsuya langsung bersembunyi di balik badannya.
“Taiga bisakah kau tenang sedikit, aku tidak keberatan kau mau memarahiku atau mau mengadukan hal ini kepada Alex tapi tolong kau kecilkan volume suaramu karena anak manis di belakangku sudah siap lari kalau kau marah-marah lebih dari ini” jawabnya kalem, aku melirik ke arah Kinako yang sudah mengkeret dengan membenamkan wajahnya di lengan Tatsuya serta mencengkram erat tangannya dan bila Tatsuya melepaskannya maka Kinako bakal lari menjauhiku.
“Taiga bisakah kau tenang sedikit, aku tidak keberatan kau mau memarahiku atau mau mengadukan hal ini kepada Alex tapi tolong kau kecilkan volume suaramu karena anak manis di belakangku sudah siap lari kalau kau marah-marah lebih dari ini” jawabnya kalem, aku melirik ke arah Kinako yang sudah mengkeret dengan membenamkan wajahnya di lengan Tatsuya serta mencengkram erat tangannya dan bila Tatsuya melepaskannya maka Kinako bakal lari menjauhiku.
Mau
tidak mau aku menarik napas lalu mengumpulkan seluruh akal sehat yang lenyap
entah kemana lagipula aku kemari juga bukan karena mengkhawatirkan Tatsuya saja
tapi aku memang berniat mengejar Kinako yang tiba-tiba kabur begitu saja, jadi
kalau aku membuatnya takut maka dia akan kabur lalu rencanaku akan sia-sia.
“Huh,
baiklah-baiklah aku minta maaf, Kinako tidak apa-apa aku tidak marah padamu...”
ucapku setenang mungkin, dari balik rambut poninya yang panjang aku bisa
melihat mata Kinako yang berangsur-angsur kembali normal. Baguslah kalau
begitu, “Jadi kenapa kau terlihat terengah-engah begitu Taiga?” tanya Tatsuya
langsung mengalihkan perhatianku.
“Apa kau tidak menerima penjelasanku di e-mail waktu itu?” tanyaku balik.
“Oh, soal kejadian itu? Seperti yang kau lihat aku baik-baik saja kok” jawabnya dengan senyum cerah atau kubilang senyum yang menyiratkan aku-baik-baik-saja-dasar-bodoh- Cih, kalau begini jadinya aku tidak perlu mengkhawatirkannya.
“Tatsu-nii jaketmu kok sobek?” Kinako menarik lengan Tatsuya, aku langsung mengcengkram bahu dan memutar badanya. Ouch, sepertinya ada bekas robek di bagian bawah jaket ungunya, tentu saja Tatsuya terlihat gelisah dengan tatapanku lalu dengan sengit aku bertanya padanya.
“Jadi apa yang terjadi T-A-T-S-U-Y-A?”
“Apa kau tidak menerima penjelasanku di e-mail waktu itu?” tanyaku balik.
“Oh, soal kejadian itu? Seperti yang kau lihat aku baik-baik saja kok” jawabnya dengan senyum cerah atau kubilang senyum yang menyiratkan aku-baik-baik-saja-dasar-bodoh- Cih, kalau begini jadinya aku tidak perlu mengkhawatirkannya.
“Tatsu-nii jaketmu kok sobek?” Kinako menarik lengan Tatsuya, aku langsung mengcengkram bahu dan memutar badanya. Ouch, sepertinya ada bekas robek di bagian bawah jaket ungunya, tentu saja Tatsuya terlihat gelisah dengan tatapanku lalu dengan sengit aku bertanya padanya.
“Jadi apa yang terjadi T-A-T-S-U-Y-A?”
Mengan
menekan nada bicaraku saat mengucapkan namanya dan tetap mencengkram bahunya
agar dia tidak melarikan diri dari sana akhirnya Tatsuya terlihat menyerah.
“Maaf Taiga, tadi sempat ada kejadian yang
membuat kami hampir kehilangan nyawa” Shit!
Benar,kan dugaanku pasti ada apa-apa. Aku mendelik sementara Tatsuya
langsung menyingkirkan tanganku perlahan lalu mencoba membawa suasana setenang
mungkin(walau hatiku tidak tenang sepenuhnya).
“Aku dan Atsushi baru saja kembali dari belanja, sayangnya ada beberapa kejadian tidak baik yang membuat kami langsung enggan bergerumul dengan orang-orang”
“Pakailah bahasa yang mudah dipahami, kau ingat otakku hanya mampu menerima seperempat makna berbahasa tinggi dalam bahasa Jepang,kan?” tentu saja aku mengakui kalau daya tangkapku kurang baik—minus basket tentu karena aku menguasainya—bagiku melihat kerumunan kanji dan angka adalah siksaan paling menjijikan seumur hidupku gara-gara pentium otakku yang bahkan tidak lebih baik daripada pentium komputer keluaran terakhir yang masih bisa menghitung rumus kalkulasi atau apalah namanya aku tak tahu.
“Aku dan Atsushi baru saja kembali dari belanja, sayangnya ada beberapa kejadian tidak baik yang membuat kami langsung enggan bergerumul dengan orang-orang”
“Pakailah bahasa yang mudah dipahami, kau ingat otakku hanya mampu menerima seperempat makna berbahasa tinggi dalam bahasa Jepang,kan?” tentu saja aku mengakui kalau daya tangkapku kurang baik—minus basket tentu karena aku menguasainya—bagiku melihat kerumunan kanji dan angka adalah siksaan paling menjijikan seumur hidupku gara-gara pentium otakku yang bahkan tidak lebih baik daripada pentium komputer keluaran terakhir yang masih bisa menghitung rumus kalkulasi atau apalah namanya aku tak tahu.
Intinya sekarang aku sedang mencerna
kata-kata super rumit Tatsuya dan nihil.
“Sewaktu kami belanja di mini market seorang
pelanggan terkena mesin penghancur kertas”
Hah?!
“Sekarang
beberapa menit lalu sebuah mobil bak terbuka dengan muatan kaca yang dua kali
badan Atsushi terguling dan hampir menimpa kami, salah satu korbannya
kehilangan separuh badannya dan sang sopir yah tak jauh beda, mereka tewas di
tempat”
Aku langsung cengo mendengar penuturan Tatsuya, jadi dalam beberapa menit atau mungkin dalam hitungan yang tak lama sudah separah ini insiden yang terjadi. “Saat aku menyebrang, ada tabrakan antara pengendara motor dan mobil, pengendara tewas begitu saja” mulut kecil Kinako mengeluarkan sejumlah kata-kata mengerikan yang membuatku bergidik.
Aku langsung cengo mendengar penuturan Tatsuya, jadi dalam beberapa menit atau mungkin dalam hitungan yang tak lama sudah separah ini insiden yang terjadi. “Saat aku menyebrang, ada tabrakan antara pengendara motor dan mobil, pengendara tewas begitu saja” mulut kecil Kinako mengeluarkan sejumlah kata-kata mengerikan yang membuatku bergidik.
“Jadi, sepertinya ini benar-benar masalah serius. Banyak
orang terluka dan bukan hanya para pemain basket saja yang diincar” ujarku sambil
mengawasi keadaan, sepertinya ada sesuatu yang mengawasi kami, dari reaksi
Kinako yang matanya mulai menunjukkan gejala-gejala bahwa
ada-sesuatu-yang-tidak-beres membuatku langsung panik dan terus berjaga-jaga.
Tidak ada apapun, tapi sialnya aku malah
menjerit ketika semak-semak di belakang kami bergoyang-goyang sendiri!
Tidak ada yang bergerak, suasana semakin horor dan semak
itu terus bergerak-gerak liar di dalam kepalaku sekarang adalah kalau kami maju
dan membuka semak tersebut maka sesosok makhluk berwajah rusak dan rambutnya
yang awut-awutan sembari memegang belati langsung menyeringai kepada kami,
tidak, tidak, tidak! Kagami Taiga, kalau kau sampai mati hanya hal seperti ini
kau tak pantas menyandang gelar ‘ACE’
untuk seumur hidupmu!
Dalam ketegangan yang sangat mencekam kami lalu saling berpandangan kemudian aku memberanikan diri maju untuk menyibak semak-semak sialan yang sedari tadi terus-terusan bergerak tidak karuan, aku siap menggebuki siapapun atau apapun yang melompat di depanku lalu dalam hitungan ketiga aku secara tergesa menyibak semak tersebut.
“Satu...dua..., tiga! Gyaaa..!!” aku langsung terjerembap ketika sesosok hitam menyeruak dari semak-semak itu.
“Saya!” aku langsung melotot ketika ternyata yang menyongsongku itu adalah seekor kucing bermata emas dengan lonceng di lehernya, itu kucing milik Kinako, Saya, dan sekarang kucing sialan itu sedang duduk diatas perutku yang masih terkapar di atas trotoar.
“Manisnya, kucing ini milikmu?” tanya Tatsuya.
Menyedihkan masa dia tidak menolongku untuk berdiri?
“Iya, namanya Saya. Saya sedang apa kau di sini? Ah, itu buku yang tadi darimana kau dapatkan ini?” tanya Kinako seraya menggendong kucing kecil berekor panjang itu, “Miaw, miaw” Saya hanya mengeong sambil tetap menjilati badannya ah, ya dia kan hanya kucing mana mungkin aku interogasi.
Dalam ketegangan yang sangat mencekam kami lalu saling berpandangan kemudian aku memberanikan diri maju untuk menyibak semak-semak sialan yang sedari tadi terus-terusan bergerak tidak karuan, aku siap menggebuki siapapun atau apapun yang melompat di depanku lalu dalam hitungan ketiga aku secara tergesa menyibak semak tersebut.
“Satu...dua..., tiga! Gyaaa..!!” aku langsung terjerembap ketika sesosok hitam menyeruak dari semak-semak itu.
“Saya!” aku langsung melotot ketika ternyata yang menyongsongku itu adalah seekor kucing bermata emas dengan lonceng di lehernya, itu kucing milik Kinako, Saya, dan sekarang kucing sialan itu sedang duduk diatas perutku yang masih terkapar di atas trotoar.
“Manisnya, kucing ini milikmu?” tanya Tatsuya.
Menyedihkan masa dia tidak menolongku untuk berdiri?
“Iya, namanya Saya. Saya sedang apa kau di sini? Ah, itu buku yang tadi darimana kau dapatkan ini?” tanya Kinako seraya menggendong kucing kecil berekor panjang itu, “Miaw, miaw” Saya hanya mengeong sambil tetap menjilati badannya ah, ya dia kan hanya kucing mana mungkin aku interogasi.
“Kinako-chan buku apa itu?” Tatsuya memandang
buku bersampul cokelat mencurigakan yang awalnya aku bawa di tas sekarang sudah
ada di tangan Kinako, Kinako hanya diam dia tidak menjawab sepatah katapun.
“Aku tidak keberatan dengan apa yang kau sembunyikan. Tapi mengingat karena adik kembarmu sepertinya mati-matian menjaga rahasia kecil merepotkan itu bagaimana kalau kau sedikit terbuka pada kami?” gadis kecil itu menatap kami, dari balik surai hitam rambutnya dia menyunggingkan senyum tipis.
“Aku tidak keberatan dengan apa yang kau sembunyikan. Tapi mengingat karena adik kembarmu sepertinya mati-matian menjaga rahasia kecil merepotkan itu bagaimana kalau kau sedikit terbuka pada kami?” gadis kecil itu menatap kami, dari balik surai hitam rambutnya dia menyunggingkan senyum tipis.
“Kurasa
aku harus berhenti untuk keras kepala. Baiklah, akan kuceritakan semuanya...”
Kinako terdiam sebentar lalu di saat rintik hujan mulai datang kembali dia
melanjutkan dengan suara parau, “Akan kuceritakan apa yang terjadi pada kalian
berdua tapi sebelumnya, aku ingin kalian ikut denganku”
Aku menelan ludah, apa yang akan kudengar akan menjadi sebuah fakta penting tapi kemana Kinako akan membawa kami?
“Kau mau mengajak kami kemana?” tanyaku
Ujung bibir Kinako melengkung sedikit.
“SMP
TEIKOU”
XXXXXX
MIDORIMA SHINTAROU POV :
Rumah Sakit Pusat Tokyo. 20.57 p.m
Rumah Sakit Pusat Tokyo. 20.57 p.m
Jujur saja ada beberapa hal yang
membuatku takut di dalam hidupku.
Aku takut tidak membawa Lucky item milikku setiap hari karena itu adalah peruntungan dari Oha Asa yang tentu saja aku mempercayainya, aku takut kalah meski aku sudah dikalahkan oleh Seirin tapi tentu saja kekalahan adalah hal menakutkan secara umum meski tidak menimbulkan teror atau mimpi buruk, aku takut ibuku marah(sudah pasti), dan sekarang aku takut karena sosok kawan lamaku berdiri dengan hawa membunuh yang hanya berjarak 40 cm dari tempatku berada.
Aku takut tidak membawa Lucky item milikku setiap hari karena itu adalah peruntungan dari Oha Asa yang tentu saja aku mempercayainya, aku takut kalah meski aku sudah dikalahkan oleh Seirin tapi tentu saja kekalahan adalah hal menakutkan secara umum meski tidak menimbulkan teror atau mimpi buruk, aku takut ibuku marah(sudah pasti), dan sekarang aku takut karena sosok kawan lamaku berdiri dengan hawa membunuh yang hanya berjarak 40 cm dari tempatku berada.
Murasakibara yang berbodi besar
membuatku bertambah ngeri ketika dia mengerling tajam dan semburat cahaya
kemarahan di sepasang mata ungunya menohok mataku—seperti terkena laser—aku
langsung memasang pertahanan sekuat mungkin karena aku tidak mungkin kalah
darinya, lagian kenapa dia tiba-tiba datang dengan wajah angker seperti itu?
“Mu, Murasakibara? Ke,kenapa kau di sini?” tanya Aomine
“Aku sedang kesal” jawabnya singkat, Good perasaanku tidak baik akan hal ini.
“Hentikan, Murasakibara. Kenapa kau tiba-tiba datang dan marah-marah seperti ini? kalau kau berkenan untuk bicara cepatlah katakan apa yang terjadi!” Akashi seperti biasa menguasai keadaan dan dengan ucapannya itu kemarahan Murasakibara sepertinya sedikit mereda lalu pundaknya sudah tidak setegang beberapa saat lalu.
“Mu, Murasakibara? Ke,kenapa kau di sini?” tanya Aomine
“Aku sedang kesal” jawabnya singkat, Good perasaanku tidak baik akan hal ini.
“Hentikan, Murasakibara. Kenapa kau tiba-tiba datang dan marah-marah seperti ini? kalau kau berkenan untuk bicara cepatlah katakan apa yang terjadi!” Akashi seperti biasa menguasai keadaan dan dengan ucapannya itu kemarahan Murasakibara sepertinya sedikit mereda lalu pundaknya sudah tidak setegang beberapa saat lalu.
“Mukkun kau kenapa, apa yang membuatmu kesal? Maaf, tapi kami sama
sekali tidak mengerti karena banyak yang terja—“
“Midocchin membuat Kinacchin menangis!” Murasakibara langsung memotong perkataan Momoi dengan suara seseram auman Godzilla jelas membuat kami disitu langsung bergidik ngeri. Tunggu, aku membuat Kinako menangis?
“Apa maksudmu, aku membuat anak itu menangis? Jangan bercanda memangnya darimana kau tahu masalahnya!” kutinggikan nada bicaraku berharap Murasakibara sedikit takut tapi aku malah menuangkan minyak ke dalam api, Murasakibara malah semakin marah.
“Midocchin membuat Kinacchin menangis!” Murasakibara langsung memotong perkataan Momoi dengan suara seseram auman Godzilla jelas membuat kami disitu langsung bergidik ngeri. Tunggu, aku membuat Kinako menangis?
“Apa maksudmu, aku membuat anak itu menangis? Jangan bercanda memangnya darimana kau tahu masalahnya!” kutinggikan nada bicaraku berharap Murasakibara sedikit takut tapi aku malah menuangkan minyak ke dalam api, Murasakibara malah semakin marah.
“Kau
membuat Kinacchin menangis, apa sih
yang kau katakan?! Aku tadi ketemu Kinacchin
di jalan lalu dia menangis meraung-raung sambil menyebut namamu jadi jelas
kan pasti Midocchin yang membuat Kinacchin menangis seperti itu!”
Aku membeku mendengar penjelasan Murasakibara sementara sekarang beberapa pasang mata mengarah padaku dan aku merasakan pandangan Kuroko yang berubah tidak senang dengan penuturan itu. Tapi aku hanya keceplosan, aku tidak berniat menjahati anak itu dan sekarang kebodohanku malah berujung seperti ini.
“Aku tidak berniat jahat! Aku hanya terlalu terbawa emosi, anak itu membuatku sebal karena tingkahnya” sanggahku.
Aku membeku mendengar penjelasan Murasakibara sementara sekarang beberapa pasang mata mengarah padaku dan aku merasakan pandangan Kuroko yang berubah tidak senang dengan penuturan itu. Tapi aku hanya keceplosan, aku tidak berniat menjahati anak itu dan sekarang kebodohanku malah berujung seperti ini.
“Aku tidak berniat jahat! Aku hanya terlalu terbawa emosi, anak itu membuatku sebal karena tingkahnya” sanggahku.
“Tapi bukan berarti kau membuatnya menangis
Midorima-kun!” selak Kuroko, Crap aku sekarang dirayapi rasa
bersalah. Bagaimana ini?
“Anu,
maaf tapi Shin-chan tidak bermaksud
seperti itu. Aku juga kesal karena ucapan bodohnya pada Kinako-chan tadi tapi aku pikir itu karena
sepertinya Kinako-chan memang
menyembunyikan sesuatu” Takao berdiri dari posisi duduknya lantas mengambil posisi
di sampingku.
“Menyembunyikan sesuatu?” tanya Akashi.
“Aku merasa anak itu menutup sesuatu dari kita semua” jawabku.
“Menyembunyikan sesuatu?” tanya Akashi.
“Aku merasa anak itu menutup sesuatu dari kita semua” jawabku.
“Karena
itu tolong jangan mengamuk dulu Murasakibara, aku tahu perasaanmu karena...”
“Kinacchin itu sedih, dia menderita dari SMP! Aku tahu karena aku sering melihatnya menangis sendirian di belakang sekolah, aku tidak suka melihatnya karena itu aku marah karena Midocchin membuat Kinacchin menangis! Aku tidak suka!” bentak Murasakibara lalu semua terdiam tentu saja karena siapapun di sini tahu kalau meski anak itu mungil dia tidak sekuat kelihatannya membiarkan adik kembarnya bahagia sementara dirinya sendiri tidak siapapun yang melihatnya pasti akan merasa sesak dan kasihan tapi aku teringat akan kata-katanya ;
“Kinacchin itu sedih, dia menderita dari SMP! Aku tahu karena aku sering melihatnya menangis sendirian di belakang sekolah, aku tidak suka melihatnya karena itu aku marah karena Midocchin membuat Kinacchin menangis! Aku tidak suka!” bentak Murasakibara lalu semua terdiam tentu saja karena siapapun di sini tahu kalau meski anak itu mungil dia tidak sekuat kelihatannya membiarkan adik kembarnya bahagia sementara dirinya sendiri tidak siapapun yang melihatnya pasti akan merasa sesak dan kasihan tapi aku teringat akan kata-katanya ;
“Jangan
melakukan hal yang tidak berguna, mengasihani sama saja melakukan hal yang
tidak berguna”
Kata-kata itu benar-benar menempel di
kepalaku.
“Maafkan
aku, aku tahu kau berhak marah itu memang salahku” ucapku sembari merapatkan
jaket karena udara terasa jauh lebih dingin daripada
sebelumnya,“Ngomong-ngomong kemana teman-temanmu Akashi?” tanyaku mengalihkan
diri dari pertengkaran konyol ini, aku bisa menyelesaikan perselisihanku dengan
Murasakibara nanti kalau kasus ini tuntas.
“Aku rasa mereka sedang menjaga Kohane,
soalnya mereka tidak keluar dari bangsal” jawab Akashi tapi sebelum pembicaraan
kami berakhir, aku melihat sesuatu merayap di balik jendela tepat dimana Akashi
sosok itu memiliki rambut acak-acakan dan sebuah bola mata yang mendelik-delik
ngeri!
“AKASHI!!” teriakan itu berasal dari mulutku
dan semua orang langsung terperanjat dalam hitungan detik kaca jendela rumah
sakit langsung pecah berhamburan!
“Akashi!!”
aku tidak tahu darimana sosok Eikichi Nebuya tiba-tiba sudah melindungi Akashi
dari pecahan kaca yang berterbangan, sementara teriakan Momoi dan
jeritan-jeritan aneh memekakkan telingaku membuat suasana semakin tidak
terkendali.
”KUROKO!”
Aku
melihat sosok bayangan dengan pisau dapur sebesar tangan Murasakibara menerjang
ke arah Kuroko, tak berselang lama Kuroko langsung terlempar ke arah berlawanan
dan yang kulihat adalah perut Hanamiya sekarang tertancap oleh pisau mengerikan
itu.
“Ha,
Hanamiya-san ...?”
“Heh, anggap saja ini sebagai balas budi saat semifinal”
Di depan mataku hanya darah dan kaca-kaca yang berserakan, ini mimpi buruk!!
“Heh, anggap saja ini sebagai balas budi saat semifinal”
Di depan mataku hanya darah dan kaca-kaca yang berserakan, ini mimpi buruk!!
abcd
“Tempat terbaik untuk berbohong adalah Dunia
nyata, tapi tempat ternyaman untuk mengutuk seseorang adalah di Kuburmu
sendiri. Ketika kau berusaha untuk meniupkan serentetan kutuk dan tenung, bersiaplah
untuk menjadi penghuni alam kematian, Neraka selalu ada di dekat kita. --Yuzu
Yukihira—
ƒabcd‚
Tidak ada komentar:
Posting Komentar