Senin, 07 September 2015

PERSEMBAHAN SETAN

FFN. CODE 3 黒子のバスケ。
“PERSEMBAHAN SETAN”
BAB 1 : “地獄(JIGOKU).
THE HELL

Author : Yuzu Yukihira(The Citrus)
Kuroko No Basuke©Tadatoshi Fujimaki

Rate : K+
(CH. 1-5)

PART 1 : “GERBANG SETAN”
Apa kau merasa ada yang terlupakan? Kau merasa ada sesuatu yang hilang? Kalau benar, apakah yang hilang? Jika benar maka kau sudah mendapatkan sebuah pertanda bahwa ‘Persembahan setan’ akan menghampirimu. Ingatlah hal yang terlupakan itu .. sebelum persembahan dimulai dan kau kehilangan segalanya...”
                                                                                                                        -A.K.TSUKA-

                                                            XXXXXX
KUROKO TETSUYA                                                              
            Aku terbangun dengan keringat dingin dipelipisku, dan tersentak begitu saja setelah melihat mimpi seram yang benar-benar terasa begitu nyata. Aku melihat sosok diriku yang berada di halaman sekolah Teikou, SMP ku dulu. Di sana aku tidak sendirian, seorang gadis mungil berambut hitam dan bermata secerah rubby menarik blazerku. Dia berteriak-teriak histeris tidak karuan, aku tidak tahu apa yang diteriakkannya padaku.
Segalanya terkesan tuli tanpa ada suara sekecil apapun.  Adegan yang hening seperti di film bisu(minus hitam putihnya).  Namun beberapa menit setelah aku menatap sepasang mata  rubby yang menatap liar dan berlinang air mata itu, sebuah ledakan luar biasa memekakkan telingaku. Semuanya tidak buta atau bisu lagi, aku bisa mendengar pecahan-pecahan kaca berjatuhan ke tanah, asap dan api yang mengepul di gedung sekolahku.
“Ada apa!? Apa yang terjadi?” seru salah seorang guru dari lantai bawah,
“Itu dari ruang PKK! Dapurnya meledak!?” sahut suara lainnya lagi.
“Gasnya meledak! Panggil ambulans, cepat...!”, ada apa ini? aku tidak mengerti. Mengapa ruang di lantai 3 itu meledak seketika.
Onee- chan*(Kakak perempuan)..! Onee-chan!!
Gadis itu terduduk di tanah, aku baru sadar kalau ada beberapa bagian dari tangannya yang tergores sesuatu dan mengeluarkan darah meski tidak banyak. Dan lalu siapa yang dia maksud dengan Onee-chan?  Aku seperti terpaku dan tak bergeming sedikitpun. Gadis mungil itu kemudian menengok ke arahku, dengan mata penuh menuduh dan begitu menyakitkan di hatiku.
“Kenapa..., kenapa kau tidak menolongnya?”, tatapan anak itu begitu menghujam hatiku, sinar matanya yang dipenuhi penyesalan dan tudingan ke arahku, “Kenapa kau tidak menolong KINAKO?”  dunia seperti menjerit lalu seketika itu sebuah kilat seolah menyambarku dan mengembalikanku ke dunia nyata. Tanganku gemetaran, aku seolah-olah dihujat oleh raja neraka bahwa aku telah melakukan sebuah kesalahan besar. Aku mulai mengumpulkan ketenangan dan aliran darah mulai mengalir seperti semula sehingga aku bisa berpikir dengan baik. Anak yang ada di mimpiku itu sangat aku kenal, bahkan aku termasuk orang terdekat yang mengenalnya, namanya Kohane,
Yukihira Kohane(小羽根 行平) dia kenalanku sejak masuk SMP, dia lulus seangkatan denganku. Sejauh yang kutahu sekarang Kohane berada di SMA Too, SMA yang sama dengan Aomine-kun.
Kohane memiliki saudara kembar, kakak kembar lebih tepatnya. Kakak kembarnya bersekolah di SMA-ku, Seirin. Dan aku tahu pasti siapa kakaknya, namanya Yukihira Kinako(黄名子行平). Kinako menjadi anggota regular klub basket, dia berposisi sebagai PG(Point Guard) Seirin yang kerap menggantikan Izuki-senpai di beberapa quarter. Tapi sampai sekarang aku masih belum memahami bagaimana hubungan kedua anak kembar tersebut, Kinako yang terkesan menutup diri dan menjauh sementara Kohane yang manis dan lebih suka mengejar kakaknya, seolah-olah Kinako mendorong Kohane jauh darinya. Waktu SMP yang kutahu mereka akrab dan tergabung dalam klub basket yang sama.
Kasus anak kembar yang saling bertolak belakang ini membuatku penasaran. Tapi aku tidak mengerti apa yang terjadi antara kedua anak kembar itu dengan diriku, atau mungkin dengan anak-anak kiseki no sedai lainnya,kiseki no sedai atau generasi keajaiban adalah sebutan bagi kawan-kawan(mantan) setim-ku di Teikou, salah satunya ya Aomine-kun.  
Aku melirik ke arah jam beker, masih jam 4 pagi. Aku ragu untuk kembali tidur karena takut dihantui oleh mimpi aneh itu.
 Tetapi ketika aku hendak beranjak dari kasur untuk mengambil air, entah dimana di sudut kepalaku mencetuskan bahwa aku telah ‘melupakan’ sesuatu.
                                                XXXXXXX
KAGAMI TAIGA  
Sejak awal aku bangun dari kasurku tadi pagi aku merasa akan adanya firasat buruk. Tapi aku tetap beraktivitas seperti biasa, Alex bahkan masih sempat merecokiku dengan gaya tidurnya yang ‘nggak banget’ karena dia hampir melakukan pelecehan seksual kala aku tidur(bayangkan saja apa yang akan kau perbuat bila menemukan sesosok wanita tak berbusana tepat di samping ranjangmu ketika bangun).  Itu membuatku shock meski aku sudah mengenalnya bertahun-tahun.
“Hei, Taiga! Airnya sudah mendidih, kau mau membakar apartemenmu?” Alex langsung mematikan kompor yang di atasnya sudah meluap air dari teko yang sepertinya siap meledak bila 5 menit lagi tak kumatikan.
“Eh, apa? Maaf, maaf aku terlalu banyak memikirkan sesuatu” ucapku seadanya, Alex memicingkan matanya tanda bahwa dia akan menginterogasiku besar-besaran bila aku berbohong, “Serius, kau tak perlu sampai memasang wajah semengerikan itu dong” lanjutku sambil mendorongnya jauh-jauh.
“Aku rasa kau memikirkan tentang anak manis berambut hitam ber-eyepatch yang kemarin baru saja kau bawa ke sini” crap, dia tahu.
“Haah, itu bukan urusanmu. Lagian dia baik-baik saja. Winter Cup sudah berakhir, keduanya sudah kembali berbaikan, habis perkara” tandasku. Yang aku maskud dari keduanya tentu saja si anak kembar yang sempat dicurigai terlibat kasus peledakan sebuah sekolah  yang tak lain adalah Teikou sekitar 3 tahun lalu. Tidak cukup itu saja si kakak dari kembar identik itu yang juga adalah teman sekelasku di Seirin hampir tertangkap agen kepolisian akibat insiden yang sama yaitu peledakan sebuah bank internasional , untungnya seluruh pelatih dari klub basket yang berpartisipasi di dalam Winter Cup menyelamatkannya dari segala tuduhan dan dia diizinkan untuk tetap ikut bertanding.
Jujur saja hal itu sempat membuatku was-was, masalahnya anak yang kumaksud baru berusia 13 tahun dan belum memiliki lisensi sebagai seorang pemegang senjata api atau lebih buruk telah dicap sebagai agen teroris dan semacamnya. Bayangkan anak seumur itu harusnya berada di rumah, bersenang-senang, bermain, dan belajar bukannya main tembak-tembakan atau terlibat kasus pembunuhan. Bisa dipastikan kalau seluruh anak seusianya sudah mahir melakukan itu umat manusia akan langsung binasa.
“Taiga, apa kau akan langsung pergi ke lapangan di pinggir kota hari ini?” tanya Alex membuyarkan lamunanku.
“Seperti itulah, aku sudah menghubungi Tatsuya dan semuanya akan datang ke sana. Hitung-hitung sebagai perayaan atau begitulah namanya. Tidak baik mengungkit-ungkit masalah yang cukup membekas di hati seorang anak kecil, kan?” jawabku sembari membereskan peralatan makan dan siap pergi ke sekolah, tetapi sialnya ketika aku sedang berjalan ke arah tempat cuci piring keseimbanganku goyah dan aku menyenggol meja tempatku menaruh tas.
Ah, gawat isi tasku berantakan! Sial, aku memang sudah mengira kalau firasat burukku mulai menjelma menjadi kenyataan. Aku merunduk dan memunguti barang-barangku sementara Alex sibuk dengan acara TV dan tak mengindahkanku, huh dari dulu aku bertanya guru macam apa dia sebenarnya. Saat aku membereskan tasku, aku melihat sesuatu yang asing. Buku, sebuah buku dengan sampul kecoklatan yang usang dan terlihat sudah sangat lama.
Aku mengangkat satu alisku, memikirkan apakah aku pernah meminjam buku seperti ini dari perpustakaan.
Tapi aku bukanlah siswa rajin seperti Kuroko yang suka membaca buku-buku dengan tulisan seperti segerombolan semut itu, bahkan aku saja masih labil membaca kanji(kalian kan tahu berapa nilai bahasa Jepangku yang lebih parah dari anak SD). Tapi aku tidak memerdulikannya dan langsung memasukkan buku tersebut ke dalam tas, dan harus kuakui kalau saja aku lebih cermat melihat buku apa yang kumasukkan ke dalam tasku itu, aku tak bakal menyesal dikemudian hari.
Sayangnya berkat kecerobohanku, penyesalan itu bakal menjadi mimpi buruk di hari lain.  Untungnya aku sampai di sekolah dengan selamat, tentu saja dengan bertarung dengan menit-menit sebelum gerbang ditutup dan bertengkar dulu dengan penjaga gerbang dan guru piket.
Aku masuk ke kelas, menemukan diriku sudah duduk di depan temanku yang dijuluki ‘si manusia bayangan’ yang sempat menyapaku dengan wajah datarnya. Sedangkan tak jauh dari bangkuku kira-kira selang satu baris, seorang gadis mungil berambut pendek hitam yang sibuk menulis di bukunya terlihat tidak menyadari kalau aku sedang memperhatikannya. Terbesit sesuatu yang memancing keusilanku kala itu, aku mengambil gulungan kecil dan membentuknya menjadi bola. Kulemparkan bola kertas itu dan shoot! Benda tersebut berhasil mendarat dengan baik di belakang kepalanya.
Aku bisa melihat sosoknya menengok dan menatapku dengan mata merahnya yang kupikir lumayan menarik kalau diperhatikan. Aku memasang cengiran dan melambai padanya, meski lama aku melihatnya terus menatapku..., dengan tatapan aneh. Maksudku tatapan yang menyiratkan sesuatu tapi aku tak tahu apa itu. Selebihnya semua berjalan seperti biasa, hanya saja aku masih tetap memperhatikan punggung anak itu.
Di Gym semuanya berjalan seperti apa adanya, baik-baik saja tanpa ada yang mencurigakan. Sampai Kogane-senpai yang entah mungkin kelewat kepo mengaduk-aduk isi tasku.
“Kagami~! Darimana kau dapatkan benda ini?” seru senpai berwajah kucing itu sambil melambai-lambaikan buku bersampul coklat misterius yang kutemukan tadi pagi.
“Huh? Oh entahlah, aku pikir itu milik perpustakaan di sini jadi aku membawanya nanti aku akan kembalikan” ujarku sambil menhapus keringat yang sudah bertebaran di seluruh badanku, “Kogane-senpai, jangan rusak bukunyaya! Aku tidak mau disuruh membayar denda karena merusak properti sekolah!” lanjutku dan seketika senpai-ku pun menaruh buku tersebut dan ngacir begitu saja(apakah dia takut karena kuancam atau karena wajahku yang kelewat seram?).
“Kau bawa benda aneh,ya Kagami-kun” tanya sosok kasat mata yang hampir membuat jantungku copot.
“Huwaa! Kuroko! Sialan, kenapa kau mendadak nongol begitu saja?! Dan apa maksudmu dengan benda aneh?” seruku nyolot. “Habis kau terlihat memikirkan sesuatu akhir-akhir ini.., kebetulan aku juga memikirkan hal yang... menurutku agak janggal...” sebelum Kuroko melanjutkan perkataannya kami dikejutkan dengan gebrakan pintu Gym yang dibuka kasar.
Baik kami berdua atau senpai-senpai kami semuanya langsung tercengang, bahkan Furihata sampai meloncat dan mengkeret di dekat Kiyoshi-senpai .  Tapi kami tidak menemukan seseorang pun di depan mata kami, pintu itu hanya berderit-derit dan kemudian diam dalam keheningan. 
            Sial, kenapa tengkukku merinding? Semilir angin dingin yang aneh menerpaku. Aku tahu kalau sekarang adalah bulan Desember dan memang sudah masuk musim dingin tapi dingin yang tadi menyapu tengkukku bukanlah angin musim dingin seperti biasa.

Beberapa menit terjebak di dalam keheningan yang mencekam, hanya terdengar napas-napas yang berhembus sedikit demi sedikit menandakan ketegangan ini masih berlanjut.
“A,Ayo semuanya! Jangan takut, mungkin itu hanya angin ayo semuanya kembali ke....” , pelatih kami(Aida Riko) akhirnya memecah keheningan tapi sebelum dia selesai memberi kami perintah sesuatu terjadi,
“RIKO-NEE!!” Kinako menyambar Pelatih sehingga mereka tersungkur ke belakang dan tanpa kusangka-sangka kaca Gym kami pecah berhamburan dan melesat ke arah pelatih kami! Kapten  langsung menarik Kinako dan pelatih menjauh sebelum kaca-kaca itu menancap ke arah mereka.
“Hyuuga!!” Izuki-senpai berseru dan aku baru menyadari. Astaga! Kaki Kapten tertancap kaca! Kapten hanya meringis kesakitan sementara Kiyoshi-senpai membantunya melepas pecahan kaca itu
“A, Ada apa ini sebenarnya.....?” tanya Fukuda dengan wajah sepucat kertas, pertanyaan yang klise itu sekarang terdengar tidak biasa karena aku juga ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Tiba-tiba terdengar suara buku yang lembar kertasnya terbuka,  Aku melihat buku tua yang ada di dalam tasku sekarang sudah berpindah ke luar dan sudah terbuka sendiri. Di sana aku membaca sebuah kalimat yang ditulis dengan sembarangan, dengan warna merah...,
“SELAMAT DATANG, PERSEMBAHAN SETAN TELAH DI BUKA. KALI INI KALIAN BERADA DI GERBANG SETAN
 Aku menelan ludah, tanpa kusadari ternyata Kuroko juga melihat kejadian janggal tersebut.  Aku menatapnya horor, dia pun lebih horor lagi.
Kembali lembaran tersebut tersibak dan membuka halaman baru, yang tertulis ;
“Apakah kalian melupakan sesuatu? Kalau kalian telah melupakan sesuatu itu artinya kalian harus mengingatnya. Sebelum kalian kehilangan segalanya.... kalian sudah masuk ke acara ritual persembahan SETAN.... dan kami akan membawa salah satu dari kalian, baik kalian atau anak kembar di sekitar kalian....”
Anak kembar...,
 Apa yang dia maksud adalah Kinako dan adiknya, Kohane? Beberapa saat kemudian tatapanku menuju ke arah pintu Gym dan yang kutemukan di sana adalah sosok bayangan hitam berambut panjang yang begitu menyeramkan!! Tanpa diduga-duga, ayah pelatih kami, Kagetora-san datang dengan kecepatan super(mungkin dia histeris setelah mendengar anaknya hampir tertancap kaca) dia menghampiri pelatih dan kemudian berkata pada kami,
 “Aku baru saja mendapat berita buruk” dia terdiam sebentar lalu dia mengangkat wajahnya yang pucat, “KISE RYOUTA ditemukan terkapar bersimbah darah di kamar mandi sekolah”. 
APA!?
XXXXXXX
            “Welcome to our Hell…, Please take a Seat and wait for the Appetited”

PART 2 : “7 KUTUKAN PELANGI SETAN”
            “Percayakah kau tentang adanya sosok lain tak kasat mata yang dapat membunuhmu kapan saja? Kalau kau percaya maka kau meyakini bahwa sosok itu ada disekitarmu sekarang”
                                                                                                                        -Kinako Yukihira-

KISE RYOUTA  
2 jam sebelumnya, SMA Kaijou.
            Aku merasa hari ini adalah hari sialku, tanpa seorang peramal atau cenayang juga aku sudah bisa menebak kalau hari ini adalah hari tersial yang pernah kualami. 
            Seharusnya namaku diubah,ya menjadi KISE’SIAL’ RYOUTA, tentu saja aku tidak lebay atau berlebihan mengatakan itu karena memang itu kenyataannya, sejak pagi aku sudah kejatuhan ulat bulu, dikencingi oleh seekor kucing sialan yang entah datang darimana, terlambat masuk sehingga kena setrap 30 menit.

             Aarrrgh! Apa tidak ada hal bagus barang secuil saja untukku? Yah, tidak semuanya buruk sih, habis seperti biasa aku selalu dikagumi oleh para siswi-siswi yang senantiasa melihatku dari kejauhan, melambai penuh semangat padaku, atau memasang wajah centil agar aku memperhatikan mereka.
            Kurasa itulah sisa-sisa keberuntunganku di hari yang menyebalkan ini. Kebetulan  hari ini aku harus bergegas pergi ke Gym untuk latihan sore, kalau aku telat(untuk kesekian kalinya di hari ini) maka tidak perlu dipertanyakan lagi aku bakal berakhir menjadi dendeng dalam sekejap oleh kapten garis miring senpai-ku yang galaknya sudah kelewat overdosis. Ngomong-ngomong kalian sudah mengenalku,kan? Namaku Kise Ryouta, aku seorang model yang lumayan terkenal dan sekarang sedang naik daun—ehm—bukannya menyombong atau apa tapi aku memang seperti ini. Aku juga seorang Ace dari Klub Basket SMA Kaijou, posisiku adalah Small Forward(SF) dan sekarang aku sudah berada di Gym bersama dengan kaptenku, Kasamatsu-senpai dengan wajah masamnya.
            “Kau hampir terlambat, Kise” Uh-oh, belum apa-apa aku sudah disemprot dan di tambah wajah seniorku bahkan sudah berubah masam lebih dari biasanya, jadi demi menenangkan suasana hatinya yang sedang buruk aku hanya memberinya cengiran terbaikku.
            “Uhm.., Maaf senpai tapi aku kan tidak terlambat,kan?” pertanyaanku benar-benar idiot, jelas-jelas wajah seniorku bahkan berubah jadi lebih bete karenanya.
            “Dasar bodoh! Jelas-jelas kau hampir telat, 1 menit lagi kau tidak sampai di sini aku menyuruhmu keliling lapangan sekolah 10 kali!” wah ancaman yang benar-benar mengerikan, aku hanya memasang wajah pucat dan sekali lagi membungkuk rendah padanya dan berkali-kali meminta maaf. Tapi ini kan bukan seratus persen salahku, kenapa juga latihan begitu mepet dengan jadwal ekskul lainnya? Jelas saja aku harus pontang-panting untuk mendapat izin dari ketua klub untuk mengizinkaku latihan(walau tanpa izin seperti itu pun mereka bakal memaklumiku, tapi kan aku masih punya rasa hormat sekalipun aku bisa dengan leluasa kesana-kemari gara-gara aku punya status lebih di sini) makanya demi harga diriku juga aku harus menghormati mereka sebelum mereka mencapku tidak tahu malu.
            “Ya sudah, jangan banyak bergurau! Cepat sana kau ganti pakaianmu dan kemari!” perintah kaptenku itu sambil melipat tangan dan dengan wajah betenya menyuruhku berganti pakaian.
            Aku langsung ngacir begitu saja ke ruang ganti dan bergegas mengganti pakaian, tapi sebelum aku kembali ke Gym tiba-tiba aku merasa harus memenuhi panggilan alam di toilet. Jadi begitulah sekarang aku sudah berada di ruangan berpetak tersebut dan sembari bernyanyi-nyanyi kecil aku pun mencuci tanganku setelah selesai memenuhi panggilan alam, beberapa menit kemudian aku merasakan ada sesuatu di belakangku lebih tepatnya disekitarku. 
            Aku mendongak menatap kaca, pandanganku menjadi awas dan setiap gerakan kecil seolah-olah tak boleh luput dariku. Tidak ada yang mencurigakan, derit pintu toilet juga terdengar biasa.

            Aku menghela napas dan berbalik, tanpa terduga aku merasakan ada sesuatu menghujam bagian bahuku lebih tepatnya di daerah tulang belikatku dari belakang! Nyaris aku berteriak tapi suaraku tertahan karena aku merasa benda itu tidak hanya menghujam badanku sekali, tapi berkali-kali.
Sebelum aku tersungkur di lantai aku berbalik dan sesuatu yang bergerak cepat mendekatiku, gerakannya begitu mengerikan tanpa memberiku kesempatan untuk menghindar. Aku merasa ada sesuatu yang menusuk bagian kanan perutku,Shit!Itu belati! belati itu sekarang menancap tepat di bagian vitalku! Sosok itu terus menekan belatinya hingga aku sadar belati itu sudah menembus badanku.
            Pandanganku buyar, kepalaku pening, dan aku merasakan darah keluar dari sela-sela  mulutku. Tanpa menunggu aba-aba, pandanganku buram seketika tapi aku masih bisa mendengar sebuah suara dingin menguar dari ruangan itu ; “KAU YANG PERTAMA....”
            Lalu semuanya menjadi gelap.
XXXXXX
KUROKO TETSUYA
            Kalian tahu apa yang kalian rasakan bila kau melihat sosok kawan seperjuanganmu ditemukan sekarat bersimbah darah di toilet? Aku merasa duniaku menjerit, beteriak, menangis dan apalah. Sekarang aku berada di Rumah Sakit Pusat,  di sana aku menemani Kagami-kun dan Klub Basket SMA Kaijou yang wajahnya sudah dipenuhi dengan penderitaan, penyesalan, dan terutama kemarahan.
            Sementara didepanku kini dipisahkan oleh sebuah kaca besar yang bening, terkapar sosok Kise yang ditempeli oleh banyak perban dan alat bantu pernapasan. Dia ditemukan hampir tewas di kamar mandi kalau saja Moriyama-san tidak datang mencari Kise-kun yang katanya sudah menghilang selama setengah jam, kemungkinan besar kata dokter yang menangani Kise-kun kalau dia dibiarkan 10 menit lebih lama maka nyawanya akan melayang akibat kehabisan darah dan luka parah yang berada di bagian ulu hatinya. 
            Tuhan, entah apa yang membuatmu sungguh mulia telah membiarkan sahabatku masih diberikan kesempatan untuk hidup meski hanya sedikit. Aku hanya bisa melihat Kise-kun yang masih menutup matanya, dia terlihat begitu tenang meski aku tahu dia sedang berjuang melawan rasa sakit yang dideritanya saat ini.

            Aku berharap pada alat elektrodraf yang berkedip-kedip itu terus memunculkan statistik bergelombang hijau tanda bahwa Kise-kun masih hidup. Sial, kenapa aku malah menjadi lemah disaat begini? aku harusnya berpikir tentang kasus ini bagaimanapun caranya, aku tahu tersangka yang melakukannya bukanlah orang biasa karena dia tidak meninggalkan hal mencurigakan di tempat kejadian.  Di saat aku memikirkan setiap alibi yang bisa kugunakan untuk menyingkap misteri ini seseorang menarik ujung jersey­-ku, aku pun menengok.
            “Kau tak apa-apa, Kuro-nii?” tanya gadis ber-eyepatch dengan sebelah mata rubby-nya memeperhatikanku dengan air muka kuatir, Kinako tetap memegang ujung jersey-ku dan aku merasakan tangannya gemetaran meski dia mencoba menyembunyikannya.
            Ah, aku tidak boleh melibatkan anak ini lagi kurasa aku tidak punya pilihan lain. Kinako adalah salah seorang temanku ketika di SMP Teikou dan dia adalah kakak kembar dari Kohane. Kedua gadis kembar ini sempat terlibat kasus peledakan atau mungkin sekarang bisa kukatakan adalah ‘kecelakaan’ meledaknya gas di ruang PKK, ruang praktik untuk memasak itu meledak seketika kata saksi yang melihatnya ruangan itu mendadak meledak dan Kinako ditetapkan sebagai pelakunya.
            Sayangnya Kohane-pun turut terlibat maka keduanya pun harus keluar dari sekolah dan menjalani pemeriksaan. Namun aku tidak tahu mengapa kasus itu seolah-olah terlihat samar dan aku tidak mengingatnya secara detail. Sejauh yang kutahu aku berada di halaman dan menjalani hari-hariku seperti biasa, aku baru mendengar tentang kecelakaan itu keesokan harinya dan tidak menemukan kedua anak kembar itu lagi di sekolah. Bahkan Kinako diisukan sebagai tersangka peledakan sebuah bank internasional, dia dikejar-kejar hingga keberadaanya terancam di Winter Cup. Tapi berkat kerja sama para pelatih klub partisipan Winter Cup, Kinako dibebaskan dari tuduhan. 
            Hanya itu yang kutahu, oh ya Kinako memiliki luka bakar di lengan kiri dan mata kirinya kata Kohane dulu sewaktu mereka sedang wisata saat waktu TK bus mereka terbakar dan Kinako menjadi korban luka bakar.

            “Tidak apa-apa, aku baik-baik saja kau tidak perlu kuatir. Seharusnya aku yang bertanya padamu apakah kau baik-baik saja? Kau pasti mengkhawatirkan Kise-kun kan?”, aku bisa merasakan perubahan suasana hatinya. Meski dia anak kembar tapi Kinako cenderung lebih tertutup dan lebih banyak diam, kadang dia tersenyum tipis dan ujung bibirnya melengkung sesaat bila dia sedang senang, aku seperti melihat sosokku dalam wujud kecil namun sepertinya Kinako lebih sedikit berlebihan dalam sifatnya yang jarang bicara.
            “Aku nggak apa-apa, aku memang mengkhawatirkan Ryouta tapi apa yang sudah terjadi tidak bisa diubah lagi,kan?” ucapnya datar.
            “Hei, Kinako. Apakah kau merasa bahwa semua ini terjadi bukan tanpa ada unsur kesengajaan? Maksudku, ini di sengaja. Tidak mungkin Kise-kun menjadi seperti ini kalau tidak ada yang mecelakainya”. Hening sejenak, Kinako hanya menatapku dan menunduk. “Aku tidak tahu..”,
Sudah kuduga dia tidak berniat bercerita apa yang dia pikirkan, “Tapi aku merasa kalau ini melibatkan oknum terkait...” aku membelalakkan mata, oknum terkait? Apa maksudnya, apakah Kinako sudah menduga bahwa ini terjadi semata-mata karena persaingan dalam olahraga?
“Jadi apa kau mau bilang kalau ini dilakukan oleh orang terdekat?” tanyaku meyakinkan, Kinako hanya mengangkat alisnya dan menunduk, dia hanya menutup wajahnya itu dengan poninya(aku kadang iri dengan Kinako yang meski berambut pendek dan potongannya terkesan berantakan tapi cocok dengan bentuk wajahnya.
 Poninya yang panjang pun hampir menutupi sebagian wajah bagian kanannya), tak heran Kinako dijuluki Sadako kecil karena rambutnya—yang meski tidak begitu panjang—tapi cukup menakutkan ditambah dengan warna kulitnya yang lebih putih dariku atau bisa kubilang pucat seperti pualam.
“Oi, Kuroko! Kau masih mau berlama-lama di sini? Pelatih sudah pulang, katanya luka kapten sudah diperiksa dan tidak ada yang serius” tegur Kagami, “Oh, jadi ini perbincangan antara si manusia bayangan dan si hantu sumur kecil,ya?” Kagami mencibir kami dan aku hanya melihat Kinako mendelik dari balik poni rambutnya. Sungguh deh, kenapa dia lebih menyeramkan bila disaat-saat begini? Setidaknya Kohane lebih baik karena sifatnya yang agak kekanak-kanakan.
“Jadi bagaimana dengan kasus ini? Maaf tadi aku menelpon Tatsuya sebentar” ucap Kagami, aku hanya bisa diam menganggapinya.
             “Apa Kagami-nii menemukan sesuatu? Sepertinya Kagami-nii sempat berbicara dengan Kasamatsu-nii benar,kan?” Kinako balik bertanya dengan nada yang rendah dan membuatku sedikit merinding. Kulihat Kagami-kun hanya mengusap rambutnya sebelum akhirnya dia pun menjelaskan apa yang telah didengarnya,

“Dari penjelasan Kasamatsu-san, Kise  pamit untuk berganti pakaian olahraga dan sepertinya dia mampir ke toilet untuk buang air kecil tapi setelah itu keberadaan Kise seperti lenyap begitu saja karena sampai setengah jam Kasamatasu-san tidak menemukan akan adanya kedatangan Kise sampai setengah jam. Akhirnya Kasamatsu-san meminta Moriyama-san untuk menyusul Kise..., dan begitulah kejadiannya, Kise ditemukan sudah terkapar begitu saja oleh seniornya dan ambulans datang” ucap Kagami-kun .
Aku mengerti sepertinya para senior di Klub Basket Kaijou tidak perlu dicurigai karena ketika itu mereka berada di Gym dan yang menyusul Kise-kun adalah  Moriyama-san. Lantas siapa yang menyerang Kise di saat itu? Bukankah terlalu berisiko kalau misalnya warga sekolah melakukan tindakan tersebut? Tapi aku merasa itu bukan dilakukan oleh seorang amatiran, orang yang menyerang Kise-kun terlihat jelas sudah mengetahui seluk-beluk dirinya dan lumayan berpengalaman.
Dengan kata lain orang yang bisa melakukannya hanyalah orang berotak cerdas yang licik. Licik..., kenapa pikiranku mengarah pada salah seorang anggota klub basket yang pernah kukenal, atau lebih tepatnya aku pernah menghadapinya di pertandingan basket. 
             “Ada apa Kuroko? Sepertinya kau mendapat sesuatu” tanya Kagami-kun.
             “Tidak. Aku hanya memikirkan sesuatu, menurutku pribadi orang yang mampu melakukan semua kejahatan ini adalah seorang yang mengenal dekat atau mengetahui dengan baik tentang Kise-kun. Ditambah lagi pelaku berotak cerdas dan lumayan licik, orang yang memiliki akses besar...” kataku sambil terus memeras otak, aku bukannya berprasangka buruk hanya saja aku ingin memastikan perasaanku ini.

“Jadi, kau mau bilang orang yang bisa melakukan hal sesadis dan sekeji ini adalah seorang yang berotak cemerlang yang ber-IQ tinggi dan licik? Kalau kau bicara soal kelicikan, apa kau punya pemikiran yang sama denganku?” Kagami-kun mengerutkan alisnya, pertanda bahwa dia menangkap apa yang kumaksud.
            Aku menangguk,

 “Ya. Orang yang kucurigai sekarang adalah, HANAMIYA MAKOTO-SAN dari KIRISAKI DAICHI”.

XXXXXX

“The Hell its, where you see that you ralready kill your comrades”

KINAKO YUKIHIRA 
            Sejujurnya aku benci mengakui kalau aku tahu hal yang sebenarnya terjadi, baik yang sudah berlalu maupun yang sedang kami alami sekarang. Ya, aku benci pada diriku sendiri yang hanya bisa melihat orang-orang yang amat berharga bagiku mengalami kesedihan yang dalam seperti saat ini.
             Aku hanya bisa melongo mendengar penuturan Kuro-nii  yang mensugestikan bahwa Hana-san  yang menjadi otak dari kasus penikaman Ryouta. Ng, sebelumnya mungkin kalian bingung kenapa aku memanggil Hanamiya Makoto-san dengan panggilan Hana-san , bukannya aku sok akrab dengannya atau dengan siapapun yang kupanggil dengan julukan(yang mereka anggap aneh) itu, tapi karena aku bukanlah anak yang suka berbasa-basi.
            Aku lebih suka berpikir daripada bertindak, berkebalikan dengan adik kembarku yang jarang menggunakan pemikirannya dan lebih banyak bertindak di luar perkiraan banyak orang(termasuk aku di dalamnya). Jadi aku terbiasa memanggil orang yang dekat denganku dengan panggilan paling pendek yang tidak banyak menguras tenaga(mungkin aku terlalu lebay mengatakan kalau memanggil nama panjang seseorang saja menguras tenaga tapi aku hanya ingin bicara jujur,kok), aku juga jarang menampakkan diri di sekitar orang banyak jadilah aku semakin tidak terlihat ditambah aku lebih suka tempat gelap dan sunyi.
            Kembali ke topik permasalahan, yang membuatku was-was adalah apabila Kuro-nii benar-benar memberikan tuduhan itu ke Hana-san maka tidak dianaya lagi Hana-san bakal diinterogasi habis-habisan padahal aku tahu siapa ‘otak’ dibalik semua ini. Ya, tentu saja aku tahu jelas karena ini adalah masalah yang menyangkut tentang kami—aku dan Kohane—dengan ‘mereka’, tapi aku tidak bisa menjelaskan siapa ‘mereka’ takut bila ada yang menguping dan malah menambah masalah.
            Padahal setahuku ‘mereka’ sudah tidak ada di dunia ini lagi, mereka sudah hangus terbakar bersama puing-puing bangunan itu dan tidak akan ada lagi. Sebenarnya ini juga salahku, karena tindakan bodohku di masa lalu.
            Aku hanya bisa pasrah mengikuti kedua temanku menyusuri lobby rumah sakit yang tenang, tak terasa senja sudah turun. Kami berpamitan dengan anggota Kaijou yang lain(minus Kasamatsu-san yang harus menjaga Ryouta), sebelum berpisah jalan aku sempat menengok ke arah mereka—anggota klub Kaijou—aku bisa merasakan perasaan mereka, begitu jelas dan penuh kemarahan dan penyesalan.
            Tapi aku hanya bisa berbalik dan berjalan lurus, bagiku penyesalan hanyalah penghancur rencana setelah sekian lama aku tak pernah mau menyesali perbuatanku makanya aku selalu memikirkan rencana yang matang sebelum bertindak.
            “Apa kita harus kembali ke sekolah menyusul senpai-senpai yang lain?” tanya Kagami-nii.  “ Kurasa tidak perlu, aku baru saja mendapat mail dari Izuki-senpai untuk pulang langsung ke rumah masing-masing” jawab Kuro-nii datar.
            Kemudian keheningan kembali menyelimuti kami, aku bukannya tidak peduli dengan keadaan seperti ini tapi semenjak 3 tahun lalu dan semenjak apa yang terjadi padaku, aku jadi semakin menghindar dari semua orang meski lingkunganku sekarang jauh lebih baik.
 Aku dan Kohane besar dengan kaki dan tangan sendiri. Orang tua kami terlalu cepat meninggalkan kami, mereka berpisah ketika umur kami 5 tahun. Keduanya tidak mau membawa kami bersama mereka dengan alasan konyol makanya kami pun memutuskan untuk ikut dengan Itou-san, Asako Itou adalah seorang freelancer dan pengelola sebuah panti asuhan sehingga kami berada di sana kira-kira ketika berumur 6 tahun aku sempat mengalami kecelakaan tunggal karena menyelamatkan Kohane yang hampir diserempet mobil alhasil  kaki kiriku harus cacat dan tidak bisa bergerak selincah dulu karena tulang kakiku tidak bisa kembali sempurna.
Bukan itu saja, sebenarnya ada sebuah alasan mengapa aku tak ingin berbaur kembali ke dunia ini. Kuro-nii adalah salah satunya, kiseki no sedai merupakan saksinya. Ingat tentang kejadian kecelakaan meledaknya gas di ruang PKK Teikou? Itu adalah salah satu memori yang ‘kututup’ dari ingatan mereka. Membuat kenangan palsu dan meminta Kohane tutup mulut soal itu. Tapi kenapa malah begini? Apa kesalahanku di masa lalu berimbas pada teror yang harus merenggut nyawa teman-temanku sekarang? 
Tanpa sadar aku melirik ke arah Kagami-nii  dan menemukan sesuatu, sesuatu yang membuatku kaget dan ngeri. Buku. Buku bersampul coklat... kenapa, kenapa buku itu...?!
“A,Anu.. Kagami-nii...”, aku mencoba memanggil cowok itu tapi sia-sia aku bisa melihat bayangan hitam dengan rambut tergerai berantakan di antara tiang-tiang listrik. Tidak mungkin! Apa ini hanya halusinasiku? Sosok itu juga ada sewaktu di Gym...!!
Maklhuk itu, entah kenapa aku merasa seperti mengenalnya. Tidak, tidak, sosok itu tidak mungkin kembali. ‘Dia’ sudah mati, sudah hangus terbakar 3 tahun lalu,kan? Aku berhenti tanpa ada yang menyadari ketakutanku, aku tidak bisa bergerak seperti terhipnotis. Sementara kedua temanku masih melanjutkan langkah mereka
Ketika aku masih terpenjara oleh ketakutanku, aku melihat sebuah mobil yang berkelak-kelok tidak jelas menyerbu ke arah Kagami-nii dan Kuro-nii. Tidak! jangan lagi!
“KAGAMI-NII, KURO-NII MINGGIR!!”
Aku langsung menghambur ke arah mereka, entah darimana kekuatanku sehingga aku bisa mendorong dan membuat mereka tersungkur ke tanah sehingga mobil itu tidak jadi menabrak mereka. Kutatap onggokan besi itu dan aku melihat si pengemudi sepertinya tewas seketika, kemudian sosok itu! Sosok berambut hitam yang tidak begitu jelas itu duduk di sebelah bangku pengemudi!
“Ha, hampir saja...! Ki,kita tertolong” ucap Kagami-nii  mengalihkan perhatianku sejenak, “Hei, Kinako... darimana kau tahu mobil itu bakal menabrak kami?” tanya Kagami-nii kemudian.  Aku hanya bisa diam menatapnya dari balik poniku yang panjang, tidak ada sepatah katapun dari mulutku terucap yang kupikirkan di dalam otakku adalah sosok bayangan mengerikan itu dan bagaimana dia menghilang.“Kinako?” Kuro-nii memanggilku tapi aku tetap tak bicara lidahku terlalu kelu, tiba-tiba aku melihat buku di tas Kagami-nii terbuka. Buku itu terbuka begitu saja dan aku melihat tulisan di dalamnya ;
7 PELANGI SETAN, PERSEMBAHAN SETAN SELANJUTNYA. MENGHABISI KETUJUH PELANGI. SALAH SATU SI KEMBAR HARUS MATI. ‘A.K.TSUKA’”
Aku langsung terdiam. Oh tidak, ini benar-benar terjadi. Kenapa dia kembali? Kenapa dia melakukan hal ini? bukankah dia sudah mati, tapi bagaimana mungkin? Apa dia melakukannya? Aku memungut buku itu sementara kedua temanku hanya menatapku heran. ‘A.K. TSUKA’ aku tahu kode nama ini, aku mengenalnya.
 Memoriku terbang ke masa-masa 3 tahun lalu saat di Teikou. Perbuatan idiotku sudah mengancam nyawa teman-temanku. 7 PELANGI SETAN. PERSEMBAHAN SETAN. Iya, aku tahu. 3 tahun lalu, dialah yang melakukan ritual itu, lalu terjebak, dia menyeret kami. Lalu aku mengakhirinya. Kemudian dia kembali, untuk membuka lagi ritual itu. Dia bangkit!
“ Maaf”, aku menutup buku itu, “Seharusnya aku tidak mengakhirinya dengan cara itu,..” lalu aku menatap Kuro-nii dan Kagami-nii, “Tidak seharusnya aku menyeret kalian!” aku tidak tahu, hal yang terpikirkan olehku  adalah ingin lenyap dari muka bumi ini dan untuk pertama kalinya aku menangis di hadapan mereka. Suasana sore itu mendadak mencekam, sementara aku terus mendekap buku terkutuk itu Kagami-nii memelukku “Kita pasti akan baik-baik saja”.
Sampai beberapa menit kemudian aku kami dikejutkan dengan adanya sosok yang tidak asing bagi kami “Hei, sedang apa kalian ada di situ? Sedang main film...?” sahut suara agak kekanakan dan aku mengenali suara itu. Suara Kota-san! Hayama Kotaro-san adalah seorang anggota dari SMA Rakuzan. Kalau Kota-san ada di sini, maka...
“Kalian nggak apa-apa? Sedang apa di pinggir jalan seperti ini?” tanya suara yang agak melambai dan terdengar mendayu. Sosok tinggi berambut panjang seleher yang lebih tepat disebut cantik daripada keren. Reo-san. Mibuchi Reo...,
kalau begitu....
“Ada apa ini, lho kalian Kuroko dan Kagami kan?” suara itu... SEI-NII!
 “A, Akashi?” Kagami baru menyadari keberadaan pemuda berambut merah menyala itu di belakangnya,  “Kenapa Rakuzan ada di sini?” tanya Kagami-nii masih dengan posisi saat dia merendahkan badannya dan harus terduduk di depanku sementara polisi sibuk mengerubuti mobil di belakang kami akhirnya mau tidak mau kami harus menjauh dari TKP dan sekarang sudah berada di sebuah kedai ramen.
             Jadilah kami makan bareng di restoran ramen tidak jauh dari sana harus kuakui sebenarnya ini adalah pemadangan awkward serta jarang ada, habis sebelumnya mereka begitu panas memperebutkan posisi number one di Winter Cup dan Seirin lolos sebagai juara jadi agak heran saja melihat kedua Top two Star Seirin bersama dengan para Crownless Generation dan terutama Sei-nii sebagai The Emperor makan bersama di warung ramen.
Tapi sekarang di kepalaku bukan masalah itu yang menjadikan meja ini terlihat sangat suram sementara orang-orang kedai ramen berkasak-kususk atas kedatangan kami.
            “Huuf, kadang aku tidak habis pikir kenapa orang-orang suka bergosip dimana-mana” ujar Reo-san yang bertopang dagu sembari mengerling melihat betapa riuhnya warung itu sekarang.
“Ya, mau bagaimana lagi..., wajah kita terlalu mencolok terutama Akashi yang tentu saja tidak ada yang tidak akan mengenalnya” ujar Kota-san ceria, “Ck, memang aku harus memakai topeng untuk menghindari publik begitu?” decak Sei-nii lalu pandangannya beralih kepadaku(atau lebih tepatnya kepada kami).
             “Jadi bisa kalian jelaskan mengapa kalian berada di sana?” sudah kuduga Sei-nii tidak akan berbasa-basi.
 Suasana hening sejenak, tentu aku tidak akan mengatakan apa yang ada di dalam pikiranku dan maaf saja aku bukan tipe yang suka berbicara panjang lebar(seperti yang sudah kukatakan aku paling sedikit bicara) dan bagiku menjelaskan itu hal yang melelahkan.
“Kami sebenarnya hampir menjadi korban tabrakan di pinggir trotoar tadi, tapi untunglah Kinako menyelamatkan kami” tutur Kuro-nii, semua mata tertuju padaku. Uh, aku tidak suka menjadi pusat perhatian.
“Tapi sepertinya kau memiliki hal yang kau sembunyikan, Kinako-chan” perkataan Sei-nii membuatku terkejut dan aku langsung menatapnya dengan mata yang melebar, aku memang bodoh dia kan memang tidak bisa dibohongi! Hatiku mencelus seketika Sei-nii memanggilku dengan nama depan tapi bukan itu yang membuatku nyeri melainkan hal lainnya...., tapi kalau aku ceritakan maka semua ketenangan ini akan berakhir, apa sebaiknya aku menceritakan semuanya?
“Hei kalian! Teganya menghilang dan malah pergi ke sini, kami sudah dapat es serut pesanan kalian semua nih, yaampun kalian tidak bisa ya menghargai orang sedikit!?” omel sosok berotot besar dengan kulit gelap yang tampak garang di depan pintu bersama dengan seorang pemuda bermata sayu dengan rambut keabuan yang manis. Tunggu, orang itu....,
“CHIHIRO...” orang yang sangat berarti di hidupku, sekarang berada di depanku.
“Kinako?” mungkin ini terdengar aneh tapi setiap kali melihat Chihiro entah kenapa semua perasaanku mendadak menjadi seperti jelly yang lembek dan sekarang aku benar-benar seperti jelly yang lemah, entah adegan apa yang sudah kutunjukkan tapi aku tidak peduli dan langsung melemparkan diriku kepada Chihiro dan menangis. 

PART 3 : “ THAT DAY, THE TWINS”
            “Biasanya, orang yang sudah mati tidak akan kembali lagi, tapi apakah mungkin bila dendam masih meninggalkan bekas, maka orang yang mati sekalipun dapat hidup dan bangkit kembali? Menjadi... mimpi buruk...”
                                                                                                                        -Kohane Yukihira-
XXXXXX
Touou Gakuen, 17.00 p.m
AOMINE DAIKI
            Suasana Gym sudah lengang, para senpai maupun anggota freshmen lainnya sudah pulang. Di dalam sini hanya ada aku, bola basket, dan sosok berambut merah muda yang duduk di sampingku. Aku meliriknya, dia tidak bergeming sepertinya teman masa kecilku tidak kuat melihat wajahku saat ini. terlihat jelas dia membuang wajahnya dan berusaha menyeka air matanya, sedangkan aku hanya memandangi bola basket seperti orang bodoh.
            Perkenalkan, namaku Aomine Daiki. Ace dari Klub Basket SMA Touou dan sekarang suasana hatiku sedang buruk. Bagaimana tidak, aku mendapat telepon dari teman lamaku, Tetsu dan mengabarkan bahwa Kise dilarikan ke rumah sakit.
            Aku pikir si bodoh berkepala kuning itu hanya terkena cidera(atau mungkin cidera kakinya kambuh dan harus diberi bantuan medis serius) tapi ternyata semua pemikiranku langsung hancur dalam hitungan detik ketika Tetsu menjelaskan yang sebenarnya, yang membuatku seperti kehilangan kesadaran selama beberapa saat.
            Kise ditemukan bersimbah darah di toilet dengan luka tikaman serius yang bila tidak segera ditangani aku yakin dia akan langsung melewati Sungai Sanzu*(sungai perbatasan antara dunia nyata dan alam baka). Satsuki yang mendengar semua itu bahkan sampai shock dan papan datanya jatuh membentur tanah. Sekarang kami terjerat dalam keheningan menyesakkan yang sama sekali tidak kusukai.
            “Dai-chan.. aku—“ sebelum Satsuki meneruskan ucapannya(yang mengejutkanku), pintu Gym berderit dan terbuka perlahan, aku menahan napas dan Satsuki terlihat tegang. Uh-oh aku tidak menyukai ini, aku berharap bukan sesuatu yang bisa membahayakan nyawa kami berdua.
            Tapi hatiku langsung tenang setelah aku tahu siapa yang membuka pintu tersebut, “Astaga, bisakah kau datang dengan cara yang wajar?” aku mendengus sementara sosok yang kutegur terlihat salah tingkah dan memasang cengiran kikuk.
            “Ma, maafkan aku Aomine-san aku cuma penasaran karena kupikir Gym sudah kosong, ternyata masih ada orangnya” anak berambut hitam bermata rubby itu mendekati kami dan langsung duduk di depanku dan Satsuki.
            Yap, anak ini bernama Kohane, Yukihira Kohane. Dia adalah adik kembar dari Kinako, gadis yang sekarang berada di SMA Seirin dan mereka benar-benar seperti pinang dibelah dua kenapa bisa begitu? Itu karena  Kohane yang sebelumnya berambut panjang terurai sepunggung ketika masuk ke SMA Touou  sekarang berambut seleher persis seperti kakak kembarnya(minus eyepatch) tapi bedanya, anak ini terlihat normal-normal saja tidak ada secuil bekas luka apapun di badannya.  
   Berbeda dengan Kinako yang entah mengapa penuh dengan luka seperti habis dihajar hingga babak belur seperti itu tapi jangan tanyakan dari sifat, meski bermuka sama(hampir 90%) tapi sifat dan kelakuan mereka berbeda 180 derajat.
            “Momoi-san kenapa? Oh, pasti kau sudah mendengar tentang Kise-san ya?” sahut Kohane dengan wajah manis yang terlihat sangat polos, namun aku tahu kalau sifat polosnya ini berbahaya. Bisa kubilang dibanding Kinako yang brutal dan dingin, Kohane jauh lebih menakutkan kalian akan tahu kenapa aku berbicara begini, “Aku sudah mendengar detailnya dari One-san... aku tidak menyangka akan jadi begini” Kohane meringkukkan tubuhnya sedikit.
            “Aku hanya tidak habis pikir kenapa ada orang sekejam itu? Aku berpikir kalau semua ini terus berlanjut maka tidak bisa dipungkiri kalau mereka juga mengincar Dai-chan, Tetsu-kun atau siapapun termasuk aku!” isak Satsuki, aku paling benci dengan sifat cengengnya itu dan tanpa kusadari aku berkata, “Hentikan itu Satsuki! Kalau kau berpikir begitu maka semuanya benar-benar berakhir, kita harus bisa saling menjaga bukan pasrah seperti ini!”.
            “Tapi kalau kita melawan maka..., maka akan ada yang MATI!!” teriak Satsuki mengagetkanku tapi sepintas aku melihat sinar mata ketakutan yang amat sangat pada Kohane. Apakah dia takut mendengar kata ‘Mati’? tapi semua orang wajar dengan kata kematian atau hal-hal seperti itu, bukan berarti aku sok-sokan atau bagaimana tapi aku tetaplah manusia biasa yang takut dengan kematian meski suatu hari nanti pasti aku akan mati. Hening berkepanjangan, suara angin bergemuruh menggetarkan kaca-kaca di Gym membuat suasana semakin temaram. Aku menghela napas, mengatur tensi di kepalaku dan mencoba untuk berpikir.
            “Sudahlah, maaf aku tadi membentakmu sekarang kita kembali ke rumah dan istirahat saja. Sebelum besok kita terlambat melakukan latihan pagi” tukasku, Satsuki menyeka air matanya lagi dan kemudian mencoba untuk tenang. Aku tahu kok daripada aku Satsuki lebih sensitif karena dia perempuan jadi seharusnya aku lebih tenang dan tidak terbawa emosi menghadapinya(salah-salah aku yang bakal jadi korban berikutnya meski bukan karena orang lain) .
             “Tapi sebetulnya siapa yang tega melakukan hal seperti ini?” tanya Satsuki, pertanyaan menggantung itu tidak mendapat jawaban. Sementara gadis mungil yang sedari tadi diam saja ini malah membuatku kesal.
            “Kau tahu sesuatu,ya Kohane?” tanyaku, Kohane menegang sesaat tanda dia baru menyadari pertanyaanku. Hmm, mencurigakan. “Hei, Kohane! Jangan-jangan kau tahu siapa dalang dibalik semua ini?” aku mencoba mendesak anak itu tapi yang bersangkutan malah diam saja.
            “Dai-chan apa maksudmu, jangan bentak Kohane-chan!” tegur Satsuki. “Aku hanya ingin menanyakan kasus ini dan kenapa kau dari tadi diam saja?” oke, gaya bicaraku memang terkesan kasar dan nada suaraku terdengar mengacam namun aku tidak bermaksud untuk marah. Inilah gaya bicaraku, berkat itu aku berhasil menjadi salah satu junior paling ditakuti.
            “Kalau aku bicara yang sesungguhnya, Aomine-san mau menerimanya?” suara rendah dan terdengar dingin itu membuatku merinding, anak ini kalau mau bisa sama seramnya dengan kakak kembarnya—sekalipun dalam keseharian dia bersifat manis dan supel—menanggapi itu baik aku maupun Satsuki hanya bisa menatap Kohane.
             “Aomine-san, Momoi-san apa kalian benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi? Kalau aku ceritakan, kalian mau tidak mau harus menerimanya”, aku melongo mendengar penuturan gadis mungil itu. Sedangkan sekarang udara semakin dingin dan hari sudah mulai gelap.
            “Apa maksudmu?” pertanyaan itu meluncur begitu saja, dsn kuanggap sebagai salah satu kebodohanku karena bertanya soal itu. Anehnya, Kohane malah tersenyum namun sinar matanya menyiratkan kekesalan. Seperti seolah menudingku tapi aku tidak mengerti mengapa anak ini berwajah seperti itu.
             “Kau benar-benar ingin tahu?” sebelum suasana canggung ini berakhir tiba-tiba pintu Gym terbuka sedikit, kami bertiga mantap heran. Bukankah pintu kayu berukuran besar itu hanya akan terbuka bila digeser oleh seseorang? Tapi ini sudah pukul enam lewat dan tidak mungkin ada anggota klub lain yang datang. Uh-oh, aku benci mengakui ini semua tapi aku merasakan kalau Satsuki sudah mengkeret di sampingku.
            “A,ada apa?... tidak ada siapa-siapa kan?” ucap Satsuki. Hening sejenak. Tapi tiba-tiba aku melihat sekelebat hitam melintas dipinggir Gym.
            “Kalian, tetaplah di dekatku”
             Ya, aku bisa merasakan ada sosok tidak diundang berada di sini, tapi sekian lama aku menunggu tidak ada apa-apa sepertinya aku hanya berhalusinasi(sejak kapan aku jadi takut berada di sekolahku sendiri?) karena aku penasaran dengan pintu yang tadi tergeser sendiri tapi belum sampai ke lokasi yang kutuju suara riuh entah darimana mengusik telingaku kemudian aku mendengar teriakan hebat dari Satsuki
             “DAI-CHAN!!
            Hebatnya ketika aku menengok ke arah Satsuki sesuatu menyeruduk badanku hingga aku bisa mendengar bunyi ‘krek’ dari punggungku(astaga itu sakit sekali!) dan seketika aku sudah tersungkur dengan tidak selamat di lantai Gym—bagaimana tidak selamat kalau punggungku nyeri begini—aku mengaduh lalu mencoba mengubah posisiku untuk melihat ‘apa’ yang menyerudukku hingga terlempar seperti tadi.
            “Kohane!? Apa yang kau lakukan, kau hampir membunuh punggungku!”
            “Lihat dulu apa yang hampir menimpa kepalamu, Aomine-san!” Kohane menunjuk sesuatu yang amat kukenali, itu Ring basket! Bagaimana mungkin benda seperti itu bisa terjun bebas secara tiba-tiba?
            Untuk kalian yang belum tahu, massa ring basket tidak begitu besar tapi tetap saja akan membahayakan siapapun kalau benda itu jatuh atau terlempar dari tempat tinggi terutama apabila benda seperti itu langsung mengenai kepalamu aku jamin kepalamu akan langsung gegar otak atau lebih parahnya kepalamu akan bocor seketika, dari kesimpulan tadi bisa dipastikan bila Kohane tidak menyerudukku yang terlambat refleknya ini maka aku akan berakhir di rumah sakit seperti Kise. Dalam posisi terduduk(dan menahan nyeri di punggungku akibat ulahnya) aku hanya bisa terbengong-bengong menatap ring yang tergeletak menghantam lantai.
            “Dai-chan! Kau tidak apa-apa, Kohane juga kan?” tanya Satsuki yang menghampiriku setelah dia melihat pemandangan awkward tadi. Aku menatapnya dan mendengus, “Yah, seperti yang kau lihat aku baik-baik saja dan juga anak ini.
            Hei, Kohane!” setelah berucap begitu aku memperhatikan Kohane, dia tidak menggubris omonganku dan matanya tertuju pada satu titik di ruangan itu. Dia terus melihat ke arah pintu,
            “Kohane?”
            Kupanggil anak itu sekali lagi dan aku menyadari kalau tangannya yang pucat makin pucat saja terutama sorot matanya itu. Sorot mata ketakutan dan alisnya yang bertaut tanda marah.
            Seolah-olah dia melihat ‘sesuatu’ yang mengerikan.
            ‘Sesuatu’ yang tidak terlihat oleh kami tapi terlihat oleh Kohane seorang.

XXXXXX

KOHANE YUKIHIRA
Touou Gakuen. 17.00 p.m-18.00 p.m(-Sejam sebelumnya-. )
            Hari ini tidak begitu menyenangkan bagiku.
            Dari tadi siang aku merasa kalau sekolah yang biasanya menjadi tempat yang paling kusukai malah berbalik menjadi tempat yang penuh bahaya. Bagaimana tidak, seharian ini aku merasaka kalau ada ‘seseorang’ yang mengawasiku mulai dari awal masuk gerbang hingga detik ini, jam ini, menit ini.
  Oh, hai namaku Kohane Yukihira dan aku adalah adik—lebih tepatnya adik kembar—Kinako Yukihira dari Seirin.., kalian pasti mengenalku dengan baik karena aku adalah salah satu PG(Point Guard) bayangan di Touou(kalau One-chan dijuluki Point Guard Hantu maka aku Point Guard Bayangan) kebetulan alasan mengapa aku dipanggil begitu juga karena image yang kutampilkan selama ini.
            Meski kami kembar tapi tidak selamanya kami mirip, One-chan lebih pendiam dan menyendiri terlebih karena wajahnya yang jarang berekspresi juga auranya yang(katanya) suram, sedangkan aku lebih aktif juga terlalu banyak berekspresi.
           Aku kadang merasa prihatin pada kakak kembarku, sebenarnya aku ingin masuk ke Seirin tapi akibat ‘sesuatu’ aku terpaksa dipisahkan olehnya apalagi kakakku sendiri sepertinya mendorongku menjauh darinya(walau samar-samar aku menyadari itu) kadang dunia memang tidak selamanya adil begitu pikirku. Aku tidak mau banyak bicara soal One-san sekarang tapi kalian pasti akan paham nanti, jujur saja aku sangat menyayanginya dan sifatku sekarang adalah karakter yang terbentuk demi dirinya juga kalian boleh sebut aku bermuka dua atau sebagainya tapi aku menyukai karakter itu.
            Mau kuberitahu, sifatku memang terlihat manis dan baik hati di depan kadang aku sedikit kekanak-kanakan tapi sebenarnya aku bisa saja menjadi sangat licik dan agak-agak kejam bila menyangkut urusan pribadi.
            Imayoshi-san bilang kalau kakakku tidak banyak disukai orang karena dia apa adanya sedangkan aku pintar menipu orang sehingga banyak disukai. Tidak salah juga kok, lagian aku tidak tersinggung pada pendapatnya. Langit terlihat mendung karena suhu dingin, aku menyusuri lorong dan melihat kalau lampu Gym masih menyala, aku menengok ke sana dan menemukan sosok Aomine-san dan Momoi-san yang berwajah tegang di ujung Gym(mungkin mereka kaget karena keberadaanku).
            “Astaga, bisakah kau datang dengan cara yang wajar?” Aomine-san mendengus beberapa detik kemudian, aku hanya bisa memasang wajah manis dan berkata ; “Ma, maafkan aku Aomine-san aku cuma penasaran karena kupikir Gym sudah kosong, ternyata masih ada orangnya” Ups, yah aku mungkin memang membuatnya marah.
            Kutatap bergantian wajah keduanya dan aku bisa merasakan kalau mereka sedang terjebak dalam situasi tidak menyenangkan, apalagi wajah Momoi-san terlihat kusut dan matanya sembab. Ah, aku tahu kenapa dia menangis sebab aku juga tahu apa yang sudah terjadi, One-san yang mengabariku(membuatku cukup shock berat ketika itu).
“Momoi-san kenapa? Oh, pasti kau sudah mendengar tentang Kise-san ya?” tanyaku pada kakak cantik berambut merah jambu itu( kami sama-sama kelas satu tapi bicara soal umur dia lebih tua dariku), karena tidak ada jawaban akupun melanjutkan
“Aku sudah mendengar detailnya dari One-chan... aku tidak menyangka akan jadi begini”.
            Sesaat kemudian, aku yang duduk di depan mereka hanya diam dan memikirkan sesuatu yang menggantung dalam otakku. Kalau boleh aku bilang semua ini terlalu rapi untuk dijalankan sendirian yang kumaksud adalah kasus penusukan Kise-san yang diberitahu One-chan tadi dari ponsel dia menceritakan semuanya dan aku hanya bisa membisu terutama ketika One-chan  berbicara soal ‘mereka’ mengingatkanku pada kejadian yang hingga kini benar-benar ingin sekali kuputar balik kalau saja aku punya mesin waktu.
             Tapi One-chan memintaku untuk tidak berbicara apa-apa atau membicarakan ini kepada siapapun alasannya karena ini menyangkut masalah pribadi kami yang tidak boleh sampai melibatkan tim masing-masing atau tim sekolah lain, terutama Kiseki no sedai.
            Bukannya aku tidak mau, kalau boleh mungkin dari beberapa tahun lalu aku bisa saja bercerita pada mereka, mengungkapkan segalanya, menyalahkan mereka atas apa yang terjadi—walau bukan seratus persen salah mereka—dan tetek bengek lainnya hanya saja aku ingin menjaga kedamaian yang sudah ‘dibuat’ oleh kakakku dengan cermat sampai-sampai harus menggunakan kemampuan manipulasinya untuk menidurkan ‘kenangan’ yang ada.
            Aku tidak suka melihat One-san harus terluka untukku atau untuk orang lain. Kalau kalian mau tahu selama hampir 13 tahun kami bersama sudah banyak hal menyedihkan yang menimpa kami, hidup tanpa bimbingan orang tua, kecelakaan yang menimpa One-chan  ketika menyelamatkanku saat berusia 6 tahun, dan lagi kejadian 3 tahun lalu membuatku ingin mengubur diriku hidup-hidup.
             Sesaat aku tenggelam dalam pikiranku suara Aomine-san membuatku tergelak apalagi mendengar pertanyaannya itu. Gawat, dia sepertinya menyadari aku menyembunyikan sesuatu!
            Demi keamanan, aku diam sementara Aomine-san terus mendesakku untunglah Momoi-san menegurnya kemudian aku mencoba menata pikiranku dan lalu aku mengucapkan sesuatu yang begitu saja terlontar dari mulutku, “Kalau aku bicara yang sesungguhnya, Aomine-san mau menerimanya?” suaraku merendah, mengingatkanku pada kakakku yang dingin dan cuek tapi suaraku terdengar lebih seram di telingaku sendiri.
              “Aomine-san, Momoi-san apa kalian benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi? Kalau aku ceritakan, kalian mau tidak mau harus menerimanya”, sekali lagi aku membuat mereka semua terbengong-bengong.
            Tapi kemudian kami bertiga terkejut oleh pintu Gym  berderit dan tergeser sendiri. Aku diam sesaat, sementara Aomine-san sepertinya tampak lebih kepo dari biasanya itu mencoba memicingkan mata birunya ke arah pintu.
            “A,ada apa?... tidak ada siapa-siapa kan?” sahut Momoi-san dengan nada ketakutan.
 “Kalian, tetaplah di dekatku” kata Aomine-san yang mengambil posisi di depanku juga Momoi-san tapi beberapa menit menunggu ternyata tidak ada apa-apa, aku menghela napas tapi bola mataku menangkap siluet hitam yang berkelebat seketika!
            God apa itu tadi? Dari bentuknya aku melihat samar sekumpulan rambut yang tersapu angin dari sosok hitam yang berkelebat dari arah pintu, aku mencoba mencari sosok hitam itu namun tidak ada. Sementara itu Aomine-san berjalan menuju pintu Gym sayangnya ketika melewati Ring basket di tengah perjalanannya aku melihat benda itu bergerak perlahan namun pasti, Ring basket itu jatuh!
            Gawat, kalau sampai menimpa Aomine-san begitu saja bisa bahaya.
            “DAI-CHAN!!
             Sontak Momoi-san berteriak dan aku langsung menyerbu ke arah Aomine-san dan menyeruduk punggung cowok itu sampai aku bisa merasakan Aomine-san mengaduh keras(mau bagaimana lagi, aku kan pendek), kemudian aku mendengar dentuman keras lalu semua kembali hening sepenuhnya.
            Jantungku nyaris copot karena kejadian itu, syukurlah Aomine-san baik-baik saja dan masih sempat mengomeliku. Mendadak tengkukku meremang lalu dengan kecepatan mengerikan aku melihat ke arah pintu Gym, itu sosok siluet yang tadi berkelebat! Aku memperhatikannya, dari gelagatnya dia seperti menantang jadinya aku pun balik melotot ke arah siluet itu.
            Semakin kuperhatikan bayangan itu semakin jelas..., napasku tertahan. Bayangan berambut acak-acakan, seringainya yang membelah wajahnya, lalu yang sangat membuatku hampir terlonjak adalah... kilap perak di bagian kiri pergelangan tangan sosok itu aku sangat mengenalinya...!
            Tidak mungkin! Di dorong oleh rasa marah dan penasaran aku langsung berlari keluar mengejar bayangan tersebut. Tanpa mengindahkan teriakan-teriakan dari Aomine-san dan Momoi-san .
            “Yang diharapkan oleh ‘mereka’ ,terutama ‘orang’ itu adalah kematian kita. Atau salah satu di antara kita  harus mati...”
             Tuhan, aku tidak mau lagi itu terjadi! Akupun berlari menyongsong udara dingin di tengah malam.
XXXXXX

 SAKURAI RYOU
SMA Touou 18.00 p.m
            Malam ini aku tidak bisa tenang.
            Entah bagaimana aku masih berada di sekolah, aku takut pulang karena perasaanku tidak menentu. Sebenarnya aku berniat mencari Aomine-san dan mungkin bisa pulang bareng tapi aku malah nyasar dan sampai di dekat Gym hebatnya aku bahkan tidak mengerti mengapa aku berada di sana yang aku lakukan hanyalah mengikuti kemana kakiku melangkah.
             Ma, maaf sepertinya aku malah langsung curhat sebelumnya kenalkan namaku Sakurai Ryou, Shooter SMA Touou yang masih duduk di kelas 1. Eh kebetulan juga aku sekelas dengan Aomine-san jadi begitulah aku mengenalnya sebagai seorang atlet berbakat yang suka seenaknya—maaf, bukannya ingin merendahkan—tapi aku tidak akan mengatakan hal seperti itu di depan Aomine-san(Aku tidak akan bisa menang darinya sampai kapanpun).
 Ngomong-ngomong karena menurutku ini sudah terlalu larut dan aku merasa keputusanku untuk berada di sini adalah kesalahan.
Tapi sebelum aku melangkah jauh, aku melihat sosok mungil berlari keluar dari Gym . Oh, itu kan Kohane-chan sedang apa dia di Gym malam-malam begini? Dilihat dari wajahnya itu sepertinya dia sedang terburu-buru—tapi tunggu—dia tidak terlihat terburu-buru malah seperti sedang mengejar sesuatu.
Melihat sikap Kohane-chan yang mencurigakan aku teringat dengan kabar berita bahwa Kise-san dari Kaijou yang katanya ditikam dengan ganas tadi siang. Aduh kenapa perasaanku tidak enak,ya? Tanpa memikirkan apa-apa lagi aku langsung mengejar Kohane-chan begitu saja, aku sendiri sebenarnya lumayan menaruh minat pada Kohane-chan yang sangat manis dan ceria—berbeda dengan Kinako-chan yang suram—maksudku aku tidak berniat membeda-bedakan mereka apalagi sampai menilai kalau Kohane-chan lebih baik daripada kakak kembarnya tapi sampai sekarang aku kurang nyaman bersama dengan  Kinako-chan karena auranya yang lebih menyeramkan daripada Aomine-san dan lebih tidak terlihat daripada Kuroko-kun
Tanpa perlu kesulitan aku berhasil mengejar Kohane-chan dan menemukannya sedang berdiri di depan kelas PKK, kenapa harus di dapur sekolah?
“Kohane-chan?” aku menepuk pundak mungilnya tapi aku sangat terkejut dengan respon gadis itu yang kemudian langsung menepis kasar tanganku, dengan mata nyalang dia menatapku seolah-olah aku adalah iblis jahat yang diutus dari neraka kemudian keheningan sempat menyelimuti kami juga tatapan Kohane-chan yang berangsur-angsur kembali membaik.
“Sa,Sakurai-kun.... a, ahaha yaampun aku kira siapa. Maaf ya, aku melamun” ucapnya terbata-bata. Aku tahu dia bohong tapi aku tidak perlu banyak protes dan mengiyakan saja.
“Sedang apa kau di sini? Aku melihatmu seperti mengejar sesuatu..., ada yang terjadi? Apa kau melihat hal yang mencurigakan? “ dia menggeleng, “Kohane-chan aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi tapi bisakah untuk tidak menyembunyikannya dariku..., bukan maksudnya dari‘kami’” Kohane-chan tersentak sedikit dan matanya yang berwarna delima menatapku, alisnya yang bertaut menandakan dia sedang bertahan dariku(jarang-jarang aku bersikap kurang ajar seperti ini dan ini adalah karakter yang tidak akan pernah kutunjukkan kepada siapapun di sekolah) aku memegang erat pergelangan anak itu lalu dia seperti memberontak sesaat tapi tenaganya kalah denganku.
             “Kohane-chan!” oke, aku tidak bermaksud membentaknya tapi sepertinya nada suaraku meninggi membuat Kohane-chan ketakutan.
             “Maafkan aku, aku tidak bermaksud begitu tapi sebaiknya kau membicarakan apa yang sedang terjadi sebelum semua ini menjadi terlambat dan aku bisa saja memaksamu saat ini karena kita sedang berdua tanpa ada seorang pun...”
“Bukan!! Bukan itu maksudku, aku tidak mau melibatkan siapapun. Aku sudah berjanji pada Kinako, memangnya kalian pikir aku berbuat begini karena kemauanku? Hah, dasar orang-orang bodoh kalian tidak mengerti  perasaan kami sebagai anak kembar! Aku bisa saja membunuhmu sekarang kalau aku mau demi untuk menutup mulut siapapun termasuk membungkam bajingan-bajingan keparat yang merusak kakakku termasuk juga Kiseki no Sedai!!”
             Aku melongo melihat gadis mungil yang biasanya berperangai manis dan lemah lembut bisa begini mengerikan, aku seperti melihat Kinako-chan yang sama persis seperti yang ada di lapangan ketika Winter Cup berlangsung.
Bagaimana gadis berpenutup mata itu menatapku sadis tanpa memberi celah dan siap membunuhku kalau aku menghalangi atau merebut setiap kesempatannya men-dribble bola bedanya Kohane tidak sedang menantangku bermain basket dan itu jauh lebih mengerikan karena sekarang dia benar-benar bebas membunuhku kapan saja kalau dia mau.
“Maaf”. Eh, “Aku, aku tidak akan melukaimu Sakurai-kun , aku tidak akan pernah melukai orang sekalipun aku kadang bisa berlaku licik dan bermuka dua. Berbeda dengan One-chan yang walau bersifat apa adanya dia bahkan mampu menggoreskan luka di tubuh orang lain dan aku tidak mau hal itu terjadi. Perkataanku barusan memang tidak sepenuhnya bohong lagipula itu juga bukan salah mereka”
Aku tidak begitu memahami maksud dari kalimatnya tapi sedikit-sedikit  aku tahu betapa Kohane-chan menyayangi Kinako-chan dan perlu digaris bawahi kalau dia memang menyembunyikan sesuatu dari kami semua. “Kohane-chan...” sebelum mulutku melanjutkan kalimat yang sudah kususun rapih tiba-tiba aku mendadak seperti dicengkram oleh sesuatu lebih tepatnya leherku seperti terlilit sesuatu!
“SAKURAI-KUN!!”
            Teriakan Kohane-chan memaksaku melirik ke belakang dan tepat sekali ada sosok berwarna hitam yang samar-samar kulihat berambut panjang berantakan dengan eratnya mencengkram leherku dengan jari-jarinya yang panjang dan hitam berkeriput.
“Ukh! Si, sial!! Me, menyingkir...! menyingkirlah.., Kohane-chan! Lari...”  aku merasakan cengkraman itu berubah menjadi cekikkan membuatku sesak karena jalur pernapasanku terhimpit.
            “Ku, Kumohon hentikan ... Azumi-chan!!”
            Aku terbelalak ketika tangan itu sekarang sepertinya hendak menusuk leherku dengan pisau(aku baru merasa kalau leherku berdarah karena kuku-kukunya) tanpa belas kasih sosok yang bernama Azumi(?) itu langsung menghunuskan pisau besarnya ke arahku dengan kecepatan mengerikan.
Aku menutup mata berharap ada super hero yang menyelamatkanku dari kegilaan ini tapi setelah menunggu beberapa menit aku tidak merasakan sesuatu apapun berada di leherku, ketika aku membuka mata ada sesuatu menghalangiku. Seragam berwarna putih itu berubah merah, Kohane-chan melindungiku dan membiarkan bahu kanannya tercabik oleh pisau besar tersebut.
“Ko, Kohane-chan...” dia menengok kebelakang dan memandangku
             “Lari, Sakurai-kun” alih-alih menolongnya aku malah tercekat dan aku baru menyadari sosok itu langsung melempar tubuh mungil Kohane-chan ke jendela di koridor yang sepertinya lupa ditutup.
  Dia menghempaskan Kohane-chan dan gadis itu menghilang begitu saja dengan bulir air mata yang terlihat terjatuh bersamanya. Sontak aku menghambur  ke jendela, dari lantai 2  aku melihat  tubuh Kohane sudah terkapar di tanah.
Kemudian  melihat Aomine-san memandangku , matanya tertuju padaku sepertinya dia baru saja menemukan Kohane-chan yang terjun bebas tepat di depan hidungnya tanpa ditahan-tahan lagi aku berteriak histeris tanpa menyadari  kalau sosok menggeliat hitam tadi sudah lenyap dari hadapanku.
XXXXXX

No one can Hide from ‘DEATH’ phase”
AOMINE DAIKI
SMA Touou pukul 19.00
            Aku tidak tahu harus berkata apa, satu kata di kepalaku ‘mengerikan’.
            Awalnya aku bingung karena tiba-tiba anak berambut hitam itu langsung berlari keluar dari Gym setelah insiden jatuhnya Ring basket yang mendadak bisa terjun bebas tepat ke kepalaku seperti ada yang sengaja menjatuhkannya. Satsuki yang terus berkoar-kora menyuruhku untuk mengejar Kohane mau tak mau membuatku harus mencari gadis mengesalkan tersebut. Setelah berkeliling hampir satu jam aku tidak menemukan anak itu juga sampai aku pun sepertinya ingin menyerah dan kembali ke Gym karena udara dingin yang menggila di tengah musim seperti ini.
            Tepat ketika hendak menyusuri bagian samping sekolah yang lengang aku dikejutkan oleh sesuatu yang tiba-tiba saja jatuh dari atas, aku pikir itu adalah UFO tapi sepertinya pemikiranku terlalu lebay dan ngawur ketika ‘sesuatu’ itu jatuh hampir mendekati permukaan, aku seperti disambar oleh petir bahwa yang jatuh tepat di depanku bukanlah benda luar angkasa melainkan Kohane!
            Suara benturan keras seperti memecahkan gendang telingaku, astaga, astaga! Kenapa bisa anak ini tiba-tiba jatuh dari ketinggian hampir 12 meter! Spontan aku melihat ke atas dan yang kutemukan adalah..., RYOU!
             Ryou dengan mata berair dan..., tunggu, seperti ada bekas luka sayatan di sekeliling lehernya. Sial! Kenapa jadi begini, kenapa aku tidak bisa melepaskan pandangan mataku pada bocah berambut Hazel itu(jangan berpikir aku dan Ryou sekarang sedang saling pandang dengan tatapan mesra,ya!)
            Tapi semua itu tidak penting, aku langsung membawa Kohane yang terkapar begitu saja dengan beberapa luka di tubuhnya dan yang paling menyita perhatianku adalah sebuah luka parah di bahu kanannya. Ryou tidak mungkin melakukan hal sekeji ini lagipula dia bukan seorang yang bisa naik darah(atau setahuku dia bahkan tidak mampu melawan seorang anak SD).
             Akh itu bisa nanti! Yang harus kulakuan adalah membawa anak ini ke rumah sakit sebelum terjadi hal yang lebih buruk, beruntung buatku ketika itu juga Satsuki menyusulku dan langsung membimbingku dengan kecepatan super keluar aera sekolah lalu dalam waktu 15 menit kami sudah berada di ambulans dan pergi menuju rumah sakit.
“Dai-chan aku akan menelepon Tetsu-kun. Nanti kau yang jawab,ya aku urus Kohane-chan dulu” Satsuki memberikan ponsel merah mudanya kepadaku, nada tunggu berdering di seberang sana membuatku was-was. Setelah itu aku sudah mendengar suara Tetsu.
            “Tetsu!? Ah, syukurlah. Begini, aku ingin menyampaikan kalau...,” aku terdiam sejenak mencoba mengambil beberapa keberanianku.
             “ Kohane cidera parah, aku tidak bisa ceritakan detailnya yang jelas aku menemukannya terjatuh dari lantai 2 dan sekarang kami berada di rumah sakit” aku bisa mendengar nada suara Tetsu sedikit merendah tanda dia shock atau begitulah, tapi aku mendengar Tetsu berbicara entah pada siapa  aku pikir sambungan dialihkan dan sudah tidak pada Tetsu lagi,
            “Tunggu kami di sana. Kupastikan  bajingan yang berani menyentuh adikku akan KUBUNUH”
            DEGH.
Suara dingin menusuk membuatku bergidik, suara yang sangat kukenal.
             Sepertinya aku bakal menemui mimpi buruk malam ini. Entah aku bisa selamat atau tidak dari si pemilik suara pembunuh di seberang telepon tadi.
XXXXXX


PART 4 : “KIRISAKI DAICHI TURN, HANAMIYA’S THOUGTS”
             “Sebenarnya apa yang kau cari dari kehidupan? Sekeras apapun kalian berusaha yang namanya kegelapan selalu menempel pada diri seseorang. Menjadikannya makhluk paling mengerikan melebihi iblis manapun. Selebihnya, hanyalah sebuah kebohongan manis”
                                                                                                -Hanamiya Makoto-
XXXXXX
KAGAMI TAIGA
Kedai Ramen pukul 18.30 p.m
              Untuk pertama kalinya aku melihat Kinako seperti itu.
              Bukannya aku cemburu atau bagaimana tapi melihat Kinako yang biasanya suram dan dingin kini sudah berada didalam dekapan Mayuzumi-san sang second Phantomman Rakuzan bermata sayu dengan rambut keabuan membuatku agak kesal. Pemandangan janggal—kami juga begitu—apalagi aku baru menyadari kalau kami baru saja bertanding memperebutkan piala Winter Cup dan kami berpapasan dengan Akashi untuk pertama kalinya di luar lapangan terlihat sangat mengerikan.
              Untuk beberapa saat kami membiarkan keduanya bercengkrama, untuk informasi saja Mayuzumi-san adalah kerabat jauh keluarga Yukihira artinya Mayuzumi-san sepupu jauh mereka dan sekarang menjadi satu-satunya keluarga yang masih memiliki hubungan darah dengan Kinako dan Kohane.
              “Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Mibuchi-san yang memersilakan Kinako duduk di sampingnya(kadang aku ingin bertanya sebenarnya dia itu seorang gentelmen atau sosok seorang kakak transgender yang lemah gemulai seperti ini, tentu saja aku tak akan mengatakannya karena dia bakal melindasku kalau aku berkata demikian toh dia kan seniorku juga), semua kembali ke topik pembicaraan namun seperti biasa tidak ada yang mau memulai.
              Ukh, aku benci keadaan seperti ini terutama karena aura Akashi yang membuatku mual.
              “Kami mendapat berita bahwa Kise-kun ditemukan bersimbah darah di dalam toilet hari ini. kau pasti mendapat kabar itu juga, kan Akashi-kun?” Kuroko memulai pembicaraan dengan mulus, dia menatap Akashi dan Akashi langsung mengiyakan.
               “Aku mendengarnya dari Midorima dan karena kami masih latihan tidak sempat menjenguk. Sore ini sebenarnya kami ingin ke sana tapi kami malah bertemu kalian” ujar Akashi.          
              “Iya. Terus kami sempat mencoba mencari beberapa kemungkinan yang bisa terjadi karena pelaku dari penyerangan brutal itu sampai sekarang belum ditemukan jejaknya” nah ini adalah point penting pembicaraan, aku melihat air muka Kinako berubah semakin pucat setelah mendengar kata ‘pelaku’.
              “Lantas kemungkinan apa yang sudah kalian dapatkan?” tanya Hayama-san
              “Pertama, orang yang melakukan hal ini pasti sudah mengenal dengan baik Kise-kun lalu yang kedua si pelaku juga orang yang punya akses kemanapun tanpa celah bisa kukatakan dia adalah seorang yang pandai memanipulasi orang dan tentu saja licik, yang ketiga..., pelaku adalah seorang pro. Aku tahu betul kalau Kise-kun adalah orang yang awas di saat genting dan mampu membaca hawa keberadaan seseorang tapi mendengar penuturan Moriyama-san aku menduga Kise-kun tak dapat menghindari serangan pelaku saking hebatnya”
               Aku melongo mendengar penuturan itu, tak kusangka alih-alih kawannya dilukai bukan membuat Kuroko gentar dia malah mencoba menyusun apa yang dia dapat dari semua keterangan yang masih dibilang sangat minim, jujur aku salut padanya sebagai partner seperjuangan.
              “Jadi, kemungkinan besar orang yang mampu melakukan hal itu bukanlah orang Bodoh yang hanya bisa menusuk-nusuk dengan membabi buta” Mayuzumi-san berkata dengan  sedikit menekan kata ‘Bodoh’ sehingga Nebuya-san terlihat sedikit tersinggung(kalau dikategorikan umum aku juga termasuk,dong?) tapi yang berkaitan malah tetap memasang wajah datar.
              “Apa kau punya seseorang yang patut untuk dicurigai?” tanya Akashi.
              “Kami baru saja membicarakan hal itu tadi, maksudku sebelum kami nyaris menjadi korban tabrakan” kataku, kemudian cowok berambut merah itu mengerling padaku dan menatap dengan tatapan kalau-tidak-segera-kau-katakan-akan-kucukur-habis-rambutmu jadi demi keamanan mau tidak mau aku harus melanjutkan ucapanku.
               “Aku dan Kuroko mempunyai dugaan orang ini lumayan licik untuk membuat taktik kotor” semua mengerutkan alis dan tiba-tiba sepasang manik merah di depanku membulat tanda dia menyadari maksud dari arah pembicaraan kami.
              “Kalian mau mengatakan orang yang patut dicurigai saat ini adalah, HANAMIYA MAKOTO  dari KIRISAKI DAICHI?”
               Tepat setelah nama itu meluncur setiap orang di meja  menahan napas, angin musim dingin seperti mendadak turun suhunya membuatku bergidik,   “Kami tidak ingin menempatkannya sebagai tersangka tapi untuk kali ini dia cukup menjadi orang yang dicurigai” jawabku sederhana.
              “Nee-nee, kenapa kalian bisa menyebut Hanamiya sebagai otak di balik kasus ini? memang ada dendam apa Hanamiya dengan SMA Kaijou?” tanya Hayama-san.
              “Setahuku orang yang memiliki masalah yang lumayan rumit itu adalah Haizaki,bukan?” sahut Mibuchi-san, sementara Akashi mencoba menelaah.
              “Haizaki-kun memang bermasalah dengan Kise-kun sejak SMP, tapi semenjak dipukul oleh Aomine-kun di laga W.C dia tidak pernah lagi muncul” ungkap Kuroko.
              “Hanamiya memang sangat licik di dalam pertandingan, tapi aku ragu dia punya alasan untuk menyerang Kise. Beda perkara kalau semisal mereka punya masalah pribadi, tapi mereka sama sekali tidak pernah bertemu dalam laga manapun entah itu I.H Aatau W.C jadi bisa kupastikan kemungkinan Hanamiya punya dendam pada Kise sangat tidak mungkin” tutur Akashi.
              “Tapi akan beda ceritanya juga kalau semisal Hanamiya ingin mencoba mendominasi dunia bakset dengan menyingkirkan para pemain andalan,kan?” kata Nebuya-san ditengah-tengah acara ritual makan Ramen yang ngomong-ngomong sudah habis 6 mangkok.
               Aduh, semua pembicaraan berat ini membuat kepalaku pusing untungnya Ramen yang kupesan sudah datang dan langsung kusantap dengan rakus sebelum pasokan giziku menurun dan otakku tidak bisa berjalan dengan baik.
              “Kalau kubilang Haizaki juga bisa jadi orang yang dicurigai bagaimana?” usul Mayuzumi-san. “Itu kemungkinan bisa terjadi. Tapi Haizaki-kun terlalu mencolok apalagi badannya yang besar tidak mungkin tidak bisa masuk tanpa menarik perhatian orang banyak” kilah Kuroko, benar juga sih, apalagi bodi orang itu juga hampir sama denganku dan tidak mungkin dengan badan seperti itu dia bisa sangat cepat kabur dari sana.
“Aduh, kalau kalian masih memikirkan itu lebih baik habiskan saja Ramen ini dulu!” cecar Nebuya-san dan langsung disikut Akashi.
              “Jadi, sepertinya Haizaki tidak bisa dimasukkan dalam kategori terdakwa maupun tersangka. Hanamiya Makoto bisa dicurigai atas kasus ini dan sekarang tindakan kita yang pertama adalah mencari Hanamiya dan menanyakan yang terjadi, kita butuh alibi Hanamiya untuk menyimpulkan semuanya” ujar Akashi kemudian, “Kalau begitu kita harus menanyakan Hanamiya se—“
              “Jangan!”
              Aku kaget ketika Kinako menyelak dengan keras, bukan hanya aku saja yang kaget semua orang di sana juga terkejut, “Hana-san tidak bersalah, Hana-san tidak melakukan semua perbuatan kotor itu kepada Ryouta!” Kinako menatap dari balik rambutnya yang hitam.
               “Kenapa kau bisa dengan yakin mengatakan Hanamiya tidak bersalah?” tuntut Akashi, aura di sini semakin menyeramkan karena keduanya sama-sama nyolot dan dari yang kulihat Kinako dan Akashi bukanlah pasangan yang bagus bila berada di lapangan(aku tidak bisa membayangkan si Emperor Eye bersanding dengan si hantu sumur sebagai sesama Point Guard), “Karena memang Hana-san tidak melakukannya!” tegas Kinako.
              “Bisa kau jelaskan kenapa?” tanya Mayuzumi-san.
              “Hana-san memang licik dan perangainya tidak baik tapi aku percaya dia tidak akan melakukan hal kotor seperti itu apalagi demi sebuah gelar. Hana-san tipe orang yang tidak akan melakukan hal yang tidak dapat memberikannya hasil untukdirinya sendiri jadi buat apa Hana-san repot-repot melukai Ryouta hanya untuk mendapat posisi elit? Kalau mau dia bisa membalaskan dendamnya kepada Kiyo-nii bukan pada Ryouta. Lagipula Hana-san tidak selamanya bersikap buruk, dia memang pernah bermain licik tapi demi kemenangan tapi dia mau bersusah payah memberikanku petunjuk soal agen pemboman Bank Hibicus”
              Semua terdiam, pernyataan Kinako memang benar—ralat—sangat benar. “Kinako, aku tahu kau mencoba menjelaskan apa yang kau pikirkan tapi Hanamiya sempat mencoba melakukan berbagai hal untuk kenaikan gelar. Kurasa dia mampu melakukannya dengan manipulasi seperti membayar atau menyuruh seseorang untuk melukai Kise tanpa mengotori tangannya sendiri” aduh, aku malah menyerocos tidak jelas dan Kinako menatapku dengan tatapan sendu yang membuatku ingin mengguyur kuah ramen saat ini juga.
               “Kagami-kun benar, semua kemungkinan bisa terjadi dan kita harus memastikan hal ini dengan cara menanyakan Hanamiya-san tanpa melewatkan satu informasi apapun” ucap Kuroko yang membuat wajah Kinako semakin keruh.
              “Kami bisa bantu bila kalian mau, kita bisa mencari beberapa informasi terkait benar kan, Sei-chan?” Mibuchi-san tersenyum dengan gayanya yang agak melambai, aku tahu orang ini memiliki sensor spesial yang mirip dengan perempuan sehingga sangat sensitif kemungkinan besar dia mencoba membawa suasana agar pembicaraan ini tidak berat sebelah.
               “Aku setuju dengan Reo-nee! Lagipula kita tidak boleh main asal tangkap saja tanpa bukti yang ada kita malah balik dituntut” sahut Hayama-san .
              “Aku tidak keberatan kalau semua setuju begitu adanya” Mayuzumi-san mengerling kepadaku, dia memberikan sinyal agar setelah ini aku harus bicara dengannya secara pribadi.
              “Jadi bagaimana ini Akashi? Kau setuju dengan ide untuk mencari informasi dan membantu penyelidikan?” tanya Nebuya-san sementara orang yang ditanya memasang wajah penuh pertimbangan.
               “Baiklah. Aku akan mencoba mencari tahu seputar KIRISAKI DAICHI dan mencoba untuk menarik Hanamiya, kalian bisa mencari informasi lain dan kita bisa saling bertukar. Tapi jangan sampai melibatkan orang-orang tidak berkepentingan selama penyelidikan, karena sepertinya pelaku masih mencari korban berikutnya bisa bahaya kalau dia mencium rencana penyelidikan ini” usulan itu disambut dengan senyum setiap orang di sana.
              “Sudah gelap,ya. Jam berapa ini?” tanyaku, “Jam 19.00 tak terduga kita sudah setengah jam di sini” jawab Mayuzumi-san sambil melihat arlojinya, “Kinako mau pulang? nanti aku antar sampai ke rumah” lanjut Mayuzumi-san lalu Kinako melirik ke arahku sebentar. Ah aku ingat, setelah perselisihan dengan Kohane selesai Kinako diajak untuk tinggal bersama dengan Kohane di apartemen Itou-san dan kebetulan Kinako belum sepenuhnya tinggal di sana jadi karena aku adalah penanggung jawab anak itu sebagaimana surat yang ditanda tangani Itou-san aku berhak melarang Kinako untuk ke sana selama itu bukan keinginan pribadiku sendiri.
               Aku tersenyum dan mengangkat ibu jariku tanda menyetujuinya untuk pergi, bibir Kinako melengkung sedikit tanda dia senang
              “Kau tidak akan melarang anak ini tinggal di rumah kembarannya,kan?” goda Mibuchi-san . “Hah? Untuk apa aku melarang Kinako tinggal di rumah adik kembarnya sendiri, kalau dia tinggal di rumah Akashi itu baru tidak boleh!” semprotku spontan sedangkan Akashi hanya menatap datar padaku(sepertinya dia salah tingkah karena ucapanku tapi aku tidak mau menggodanya, dia bisa membunuhku beneran).
              Di sampingku terdengar bunyi ponsel bergetar dari tas Kuroko, “Kuroko, ponselmu berbunyi” sahutku dan pemuda itu langsung mengangkat ponsel birunya lalu melihat layar ponselnya mendapat panggilan masuk.
              “Moshi-moshi? Ah, Aomine-kun... doushitandesuka? Eh...” wajah Kuroko memucat, matanya yang besar sedikit melebar dan firasatku mengatakan yang didengarnya bukanlah hal baik.
              “Kuro-nii?” Kuroko memalingkan wajahnya dan menatap gadis mungil yang sedari tadi memandanginya dengan pandangan penuh harap.
              “Kinako, maaf..., tapi aku ingin menyampaikan. Kohane jatuh dari lantai 2 SMA Touou dan sekarang dia berada di rumah sakit... Aomine—“
              APA?! Yang benar saja, bagaimana bisa!
              “Bisa aku bicara dengan Ao-nii?” sela Kinako, suasana menjadi sangat dingin semua orang di sana hanya bisa membeku dalam keheningan malam yang sangat dingin. Hujan mendadak mengguyur daerah pertokoan tempat kami berada, “Bisa aku bicara dengannya, Kuro-nii?” ulang Kinako.
              Suara Kinako yang biasanya mirip denga  Kohane mendadak menjadi seperti wanita dewasa itu ciri khas Kinako bila dia sedang serius, dan biasanya ini pertanda tidak baik(selama bertanding dia bakal melepas embel-embel ‘nii’ sebagai bahasa sopannya). Sekarang ponsel Kuroko sudah di tangan gadis itu.
              “Tunggu kami di sana. Kupastikan  bajingan yang berani menyentuh adikku akan KUBUNUH”
             
Shit, ini bakal menjadi masalah serius!
XXXXXX


AKASHI SEIJUUROU
Rumah Sakit Pusat Tokyo. 19.57 p.m
              Kasus ini semakin rumit.
              Tanpa kami sadari sekarang kami sudah berada di Rumah Sakit Pusat Tokyo, ruangan yang berpendar putih menyilaukan tepat di kamar nomor 142 dengan papan nama ‘Yukihira Kohane’ terasa dingin dan tidak menyenangkan.
              Sebenarnya aku tidak ingin ikut terlibat dalam masalah Kise tapi kalau aku terang-terangan mengatakan tidak ingin ikut campur dan tidak mau tahu bisa-bisa aku dihajar beramai-ramai oleh teman-teman alumniku(walau aku tahu itu tidak akan terjadi tapi kemungkinan besar itu pasti akan terjadi juga) jadilah sekarang aku bersama anggota klub Rakuzan dan juga Kuroko beserta Kagami sudah basah kuyup di bangsal tempat Kohane terbaring di atas ranjang.
              Sementara aku mencoba mengeringkan Jersey milikku, tak sengaja aku menangkap mata Kinako yang hanya duduk di sebelah adik kembarnya tanpa bergerak sesentipun, mata yang dingin lebih dari biasanya disebelahku Kuroko mengibas-ngibaskan bukunya yang basah dengan tatapan pasrah,
               “Kuroko, kau pinjam buku dari perpustakaan ya?” tanyaku iseng
              . “Huh? Iya, seharusnya aku mengembalikannya hari ini tapi malah basah mungkin akan kena denda” jawabnya layu.
               “Hei, Sei-chan ada yang mencarimu!” panggil Mibuchi-san dari luar bangsal.
              “Akashi-kun! Kau sama-sama dengan Tetsu-kun ya?” sapa Momoi yang tentu saja bersama dengan Aomine di sampingnya sementara di depan mereka duduk seorang pemuda berambut hazel tampak pucat dan menunduk oh, dia pasti Shooter andalan Touou Ryou Sakurai kelas 1.
              “Aomine, Momoi? Kalian juga ada di sini...”.
              “Bagaimana dengan Kinako?” sebelum aku berhasil menanyakan pertanyaan, Aomine berbalik menanyakan pertanyaan konyol padaku.
              “Seharusnya kau menanyakan itu kepada Kuroko bukan kepadaku!” jawabku ketus, Kuroko yang merasa namanya dibawa-bawa menghampiri kami. “Memanggilku?” tanya Kuroko datar,
               “ Kinako baik-baik saja?” tanya Aomine to the point.
              “Dia hanya sedikit shock, Aomine-kun sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Kuroko, Aomine memandang Kuroko sebentar dan menghela napas sambil mengusap rambutnya dan beralih kepada pemuda berambut coklat yang masih menunduk lesu.
              “Aku tak tahu, aku mencoba menanyakan berbagai macam hal kepada Ryou tapi tidak ada tanggapan. Aku rasa anak ini sangat shock dan terguncang bahkan Satsuki tak mampu membujuknya” jawab Aomine sambil berkacak pinggang, semua pandangan tertuju kepada Sakurai.
“Aku mencoba membujuk Sakurai-kun tapi dia sama sekali tidak menyahutiku. Dai-chan dan aku sudah ada di sini semenjak sejam lalu dan Sakurai-kun tidak pernah bicara” kata Momoi dari samping Aomine, saat keadaan membisu tiba-tiba Kagami menepuk pundak Aomine “Bisa kau ceritakan apa yang terjadi sebelum kalian sampai di sini?”

              “ Tidak ada hal yang mencolok dasar, memangnya—“
              “Ada sesuatu yang aneh terjadi?”
              Kini Aomine terkejut, semua orang di sana terkejut dengan pertanyaan Kagami sementara Aomine sekali lagi menarik napas dan membuangnya. “Ada. Awalnya kami bertiga berada di Gym saat itu Ryou tidak bersama kami, semua berjalan biasa saja sampai pintu Gym tergeser sendiri. Aku kira itu hanya kebetulan tapi ketika aku hendak mendekat ke pintu kepalaku hampir kejatuhan ring basket” aku ternganga mendengar penuturan Aomine lantas diapun melanjutkan.
              “Kami tidak berpikir ada yang melakukan sabotase, tapi entah kenapa tiba-tiba Kohane yang menyelamatkanku berlari seperti mengejar sesuatu...., sampai satu jam aku (terpaksa) mencari Kohane dan seperti itulah, aku mendapatinya meluncur dari lantai 2 sekolah dan sayangnya tidak sempat kutolong..”
              Semua tercekat dengan cerita Aomine, sampai Kuroko dan Kagami saling berpandangan, “Kurasa itu sama dengan apa yang terjadi di sekolah kami” sahut si mata merah itu. “Kaca Gym kami pecah seketika meski tidak melukai pemain lain hanya Kapten kami yang terluka. Kami hampir tertabrak mobil ketika tengah berjalan di trotoar dan kemudian...Kise-kun menjadi korban penusukan” ungkap Kuroko, sepertinya kasus ini semakin parah aku bisa menduga pelaku hanya mengincar Kiseki no Sedai saja atau orang-orang yang punya hubungan dengan kami. “Kebetulan kami mencurigai seorang yang bisa melakukan semua kejahatan ini” tambah Kagami.
              “HANAMIYA MAKOTO”semua pandangan beralih kepadaku.
              “Kenapa Hanamiya-kun?” tanya Momoi.
              “Karena dia yang bisa ditempatkan sebagai orang yang dicurigai sekarang” tukas Kuroko, “Tapi itu masih belum bisa dibuktikan, kami hanya mencurigainya sebagai dalang dari balik semua ini” timpal Kagami. Tapi sebelum banyak sugesti bertebaran sebuah suara lesu menyelak dari pembicaraan kami.
              “Bukan, yang melakukan itu bukan Hanamiya-san....” kami langsung menatap Sakurai yang tatapannya kosong entah bicara pada siapa lalu dia melanjutkan, “’Dia’, Azumi yang melakukannya..., makhluk mengerikan itu menyerang, dia hendak menusukku..., tapi Kohane-chan melindungiku tapi....” air mata Sakurai berlinang kata-katanya menggantung membuat kami sangat penasaran, ingin sekali kucekik anak itu lalu kuinterogasi habis-habisan karena aku gemas sekali padanya.
              “Oi, Ryou! Apa yang kau katakan? Siapa itu Azumi!? Apa kau yang menjatuhkan Kohane dari lantai 2?” seru Aomine sambil memegang pundak Sakurai yang ketakutan,  “Bukan, bukan aku! Aku sama sekali tidak melakukannya, dia...Kohae-chan jatuh karena di dorong oleh AZUMI!!” Sakurai mulai histeris dan ruangan yang tadi tenang karena di luar masih turun hujan menjadi riuh karen aku mendengar ada guntur menyambar lumayan keras, “Siapa itu Azumi?” tanya Momoi.
              “Kau bilang yang mendorong Kohane itu adalah AZUMI?” suara dingin yang tentu saja membuatku bergidik adalah Kinako, dia sudah berada di samping Kagami dengan wajah datar dan menatap Sakurai, “Saku-nii apa perkataanmu tidak bohong?” tanya gadis kecil berpenutup mata itu sekarang berdiri berhadapan dengan Sakurai.

              “I,itu yang dikatakan oleh..Kohane-chan la, lalu..aku tidak tahu apa-apa lagi saat itu semua terjadi begitu cepat...maaf, maafkan aku, maaf!” Sakurai meringkuk dan gemetaran aku tidak paham apa yang dikatakannya namun Kinako masih melihat Sakurai dengan tatapan datar yang dingin seperti es.
               “Oh, ya aku dengar kalau tidak salah Kicchan juga dirawat di sini. Dia ada dibangsal mana, Tetsu-kun?” tanya Momoi mengalihkan pembicaraan.

              “Dia ada di lantai ini, tidak jauh kok karena dia dirawat di ICU” tutur Kuroko
              “Kalau begitu sekalian saja setelah ini kita jenguk Kise” usulku, entah aku mengatakannya secara sadar atau tidak tapi kali ini aku berniat baik.
              “Kagami, boleh aku pinjam buku cokelat tadi?” suara Kinako memecah keheningan sesaat, aku bisa melihat Kagami yang agak kaget karena Kinako memanggilnya langsung tanpa embel-embel apapun seperti saat bertanding denganku juga, dia memanggilku Seijuurou. “Uhm boleh, untuk apa?” tanyanya.
              “Aku hanya ingin memastikan sesuatu” jawab anak itu aku tidak mengerti pembicaraan mereka lalu aku mendekat kepada Kuroko,
              “Kuroko, apa yang mereka bicarakan?” tanyaku, Kuroko lalu menengok dan kemudian dia menjawab, “Buku yang mungkin menjadi—“
              “Hei, sedang apa para ceroco ada di sini?” suara yang membuatku tersentak, kami bahkan langsung mengalihkan perhatian ketika kata-kata tidak menyenangkan itu menggema dan karena aku adalah tipe orang yang tidak suka direndahkan sekaligus karena martabatku yang tinggi aku langsung tersinggung lalu bersiap menghardik siapa yang menyuarakan kalimat menyebalkan itu, ketika aku menengok ke belakang dan sayangnya aku terlalu terkejut mendapati siapa sumber yang menyuarakannya sampai aku lupa untuk menghina-hina orang kurang ajar tersebut dan orang kurang itu adalah HANAMIYA!
              “Hanamiya-kun!” Momoi yang kaget menyerukan nama pemuda beralis tebal bermuka sengak di depan kami.
              “Huh? Kenapa pandangan kalian seperti itu, apa aku melakukan hal yang tidak menyenangkan sampai-sampai kalian ingin membunuhku?” sayangnya jawaban kami semua adalah ‘iya’. Tapi kami masih mewaspadainya karena orang ini sangat pintar berakting bahkan aku bisa merasakan aura-aura menusuk dari Kagami dan Kuroko(tentu karena insiden saat liga penyisihan W.C).
“Hana-san ....” Kinako terlihat tenang ketika dia mendapati Hanamiya sudah berdiri di depan kami semua—sang atlet yang patut dicurigai—sementara Hanamiya berdecak sesaat dan melipat tangannya.
              “Hah, aku tidak mengerti kenapa kau selalu membuatku tidak bisa mengacuhkanmu dasar hantu sumur kecil.., ehm maaf aku tidak begitu mengerti kenapa aku bisa berada di sini tapi sepertinya ini bakal sedikit sulit” memang, ini memang sulit untuk menjelaskan apakah kami patut mencurigaimu atau tidak.
              “Sedang apa kau di sini?” tanya Aomine sinis.
              “Setiap orang tahu bila kau sakit atau menjenguk orang sakit pasti berada di sini,kan?” oke, selain licik dia pandai bicara.
              “Hei, Kagami aku baru saja bertemu dengan sobatmu dari SMA Yosen. Dia menanyakan kenapa kau tidak datang ke lapangan pinggir kota hari ini” lanjut Hanamiya ogah-ogahan. Sementara Kagami mengecek ponselnya dan tergesa-gesa menelepon sahabatnya kami masih menunggu Hanamiya memberikan penjelasan.
              “Kami sebenarnya tidak bermaksud mencurigai siapapun, tapi bisakah kau berikan sedikit alibimu untuk kami?” pintaku, dia menatap dengan tajam aku balas menatapnya lagi bagaimanapun aku adalah Akashi Seijuurou sang Emperor Eye tak boleh ada siapapun yang berani kurang ajar padaku karena aku memang tidak pernah menyukai siapapun yang berani ngelunjak entah itu senior ataupun juniorku sendiri.
              “Oh, jadi kalian mau bilang kalau aku adalah orang yang melakukan aksi keji pada salah satu Kiseki no Sedai tadi siang?” DEG! Kami langsung terdiam. Ternyata dia sudah tahu, tapi kenapa dia bisa mengetahuinya? Bagaimana mungkin, “Sayang sekali, hari ini aku ke sini karena aku ada urusan dengan bocah kecil berpenutup mata di sebelahmu itu Akashi Seijuurou. Aku kemari juga sedang menyelidiki kasus ini dan sayangnya, salah satu anggota dari KIRISAKI DAICHI mengalami kecelakaan parah akibat terbakar oleh gas yang entah kenapa bisa meledak begitu saja”
              APA?! Tidak masuk akal, kasus ini bukan hanya terjadi di tempat Aomine saja.
              “Kau sudah paham kondisinya, Hana-san..” kata Kinako
              “Seperti yang kau lihat sekarang. Sayang sekali tuan-tuan tebakan kalian salah” senyum sinisnya benar-benar membuatku muak tapi kenapa dia bisa begitu akrab bicara pada Kinako? Sebelum aku menyelak perbincangan tidak karuan ini aku mendengar Kagami berseru hebat dari belakangku(kemungkinan dia sedang menelepon Himuro).
              “Oi, Tatsuya! Kau bisa dengar aku, hei!? Jangan kemana-mana, tetaplah di sana!”
              “Ada apa Kagami-kun?” tanya Kuroko, “Cih, sepertinya aku punya perasaan tidak baik, Tatsuya tiba-tiba menutup pembicaraan dan aku tidak tahu lagi..” wajah Kagami yang suram membuat perasaanku tidak enak kemudian aku beralih pada Sakurai.
              “Jadi, siapa itu Azumi?” tanyaku, “Aku...tidak tahu, maaf, maaf!!” menyebalkan, dia masih terguncang ini bakal sulit. Tanpa kusadari Kinako sudah memisahkan diri dari kami dan dia berada di ujung lorong bersama dengan buku cokelat di tangan kirinya.
              “Kinako-chan kau mau kemana?” tanya Momoi.
              “Kinako! Kau tahu yang sebenarnya,kan?” seru Aomine yang benar-benar terlihat murka. Gadis itu bergeming tanpa sedikitpun bergerak, dia menengok ke arah kami dan ujung bibirnya melengkung sedikit dari poninya yang panjang aku bisa melihat manik rubby nya yang cantik serta misterius.
               “Aku yang tertanggung jawab atas semua ini, aku yang akan menyelesaikannya. Setidaknya aku bisa membayar hutang masa laluku pada kalian” suara yang rendah seperti wanita dewasa, Kinako membuatku sedikit bergidik karena perangainya yang begitu sulit ditebak.
              “Apa maksudmu dengan hutang masa lalu? Apa kau bermaksud untuk menyelesaikan semuanya sendirian dan kami membiarkanmu mati konyol?” sembur Kagami. Kinako tetap terdiam, dia menggeleng putus asa seperti akhir dunia akan datang setelah dia berbicara semua yang dia tahu.
             “Aku benci mengatakannya tapi karena akulah kalian semua kena teror, karena aku yang menjadi pelakunya” napasku tertahan lalu gadis itu melanjutkan.
              “Teikou 3 tahun lalu...” seperti ada petir yang menyambar dan sebuah kepingan masuk ke dalam kepalaku.
XXXXX



KINAKO YUKIHIRA
Rumah Sakit Pusat, 20.18 p.m
              Kau bisa merasakan betapa aku ingin membunuh ‘dia’.
              Aku tidak pernah menyalahkan orang lain, aku tidak mau mendapat musuh atau semacamnya karena aku cinta damai(walau tidak selalu), aku tidak suka kekerasan walau sepertinya itu adalah nama tengahku.
              Aku tidak mengerti kondisi seperti apa yang sedang aku hadapi yang jelas sedari tadi Kohane sama sekali tidak membuka matanya meski kata dokter tidak ada luka-luka serius yang bakal membahayakan nyawanya tapi tetap saja aku benar-benar marah kali ini, aku tidak peduli lagi dengan dunia damai its such like a bitch menurutku karena sekarang adikku yang menjadi korban dari pelaku brengsek yang harus kubasmi.
              Aku tidak peduli mati konyol seperti yang diteriakkan oleh Kagami-nii dan aku tidak keberatan untuk membunuh orang yang sudah mati sekali—jadi aku akan membunuh orang itu dua kali atau mungkin berkali-kali—sementara itu Saku-nii tidak bisa diharapkan lebih karena kondisinya masih sangat terguncang ditambah bahwa semua sugesti menggelikan kami yang mencurigai Hana-san sebagai tersangka(atau mungkin masih berstatus terdakwa) karena ternyata Kirisaki Daichi pun tak luput dari amukan teror itu.
               Detik itu juga bersamaan dengan awan mendung yang semakin pekat aku membawa buku bersampul cokelat tersebut dan berniat mencari entah apa yang akan kucari tapi aku ingin menyelesaikan ini sampai Ao-nii berseru padaku seperti maling ketangkap basah,
              “Kinako! Kau tahu yang sebenarnya,kan?”
              Aduh, apa yang harus aku katakan? Apa aku harus melepaskan semua kedamaian ini dan melibatkan mereka lagi? Lagi...,” Aku yang tertanggung jawab atas semua ini, aku yang akan menyelesaikannya. Setidaknya aku bisa membayar hutang masa laluku pada kalian” ups, sepertinya aku kelepasan sekarang suara asliku keluar dan sepertinya membuat semua orang yang berada di sana terkejut tapi mau bagaimana lagi sudah terlanjur, maka aku lanjutkan saja.
             “Aku benci mengatakannya tapi karena akulah kalian semua kena teror, karena aku yang menjadi pelakunya” sesaat aku menahan napas lalu, “Teikou 3 tahun lalu...”.  
              Sayangnya aku terlalu gugup melihat mereka apalagi jantungku seperti mau copot sehingga aku langsung berlari begitu saja meninggalkan rumah sakit yang terlihat sepi-sepi saja sejak sedari tadi. Kupandangi seluruh ruangan ketika aku tiba di sebuah ruangan besar, dadaku nyeri seperti dihantam oleh sesuatu karena mengingat siapa sosok yang berada di ruangan dengan tulisan ‘ICU’ yang masih menyala merah, orang yang sangat penting bagiku tidak peduli bagaimana atau sekeras apapun aku bersikap menyebalkan padanya hanya dia yang memperlakukanku apa adanya..., dan sekarang dia harus terkapar dengan luka-luka mengerikan.
               Karena aku...
              Ya, itu bisikan iblis yang tak lain adalah aku sendiri. Banyak orang tidak menyukaiku, aku tidak mau disamakan dengan Kohane yang baik hati, ceria, dan supel, aku Kinako Yukihira si hantu Seirin paling ditakuti dan diam-diam disebut sebagai ‘anak terkutuk’ oleh banyak orang—kecuali teman-temanku di tim.
               Sementara aku kembali meniti jalanku keluar dari Lobby di ruangan itu tampak hanya satpam dan customer service yang terkantuk-kantuk karena hawa dingin yang aku bisa tebak sudah di bawah 12 derajat ini, kembali aku merapatkan muffler –ku dan dengan jaket kebesaran milik Itou aku berlari menembus hujan yang turun seperti menusuk-nusuk tulangku.
              “Ups, kau mau kemana nona manis?” seseorang menahan tanganku dengan tanpa dosa dia memberikan senyum usil yang sangat menyebalkan entah karena suasana hatiku sedang buruk atau bagaimana aku juga tidak tahu.
              “Biasanya seorang lady tidak akan keluyuran tengah malam tanpa payung seperti ini,lho” ucapnya sambil menaungi payungnya yang berwarna hijau bermotif katak lucu di atas kepalaku.
              “I,itu bukan urusanmu kok, lagian aku sama sekali tidak kedinginan!” bantahku jutek, “Sikapmu yang keras kepala itu benar-benar membuat orang sepertiku tergelitik tapi aku rasa Shin-chan bakal mengomel kalau kau bersikap seperti ini, nona Mochi” aku mendelik padanya, menyebalkan sekali sih orang ini benar-benar seorang Takao Kazunari si Ace dari SMA Shuutoku—partner Midorima Shintarou—dan kalau tebakanku benar sang Shooter jenius itu ada di sini, “Kau sedang apa dengan anak itu Takao?” Benar,kan?
              “Apa sih, aku tidak berniat macam-macam dengannya Shin-chan
              “Tapi dari raut wajah Kinako sepertinya kau sedang melakukan pelecehan” Enak saja dia bicara, memangnya siapa yang kau sebut dengan korban pelecehan di sini?
              “Menyebalkan, aku mau pulang! Ada hal yang harus kuurus” aku menyentak tangan Kazu-nii kasar dan melenggang pergi sebelum kakak berkacamata dengan mata sipitnya menghujamkan tatapan sengit padaku
              “Yang menyebalkan itu kamu,tahu! Dasar tidak ada manis-manisnya kau ini, walau kau seangkatan dengan Kuroko dan kami semua tapi kau tetap lebih muda. Mana rasa hormatmu?” oke, entah sejak kapan aku menjadi sangat lembek karena aku merasa takut dengan bentakannya.
               “O,oi, Shin-chan hentikan! Kau tidak perlu memarahinya begitu kalau Kagami tahu kau pasti akan dihajar olehnya” Kazu-nii menarik tangan Midori-nii yang memegang erat lenganku sedari tadi.
“Aku tidak peduli dengan si bodoh itu, kalau kau terus berbuat semaumu begini aku tidak akan segan lagi walau kau diistimewakan”
              Jleb.
              Kata-kata Midori-nii menghujam hatiku. Aku bukannya merasa diistimewakan, tentu saja dengan segala apa yang kupunya mungkin selama ini mereka pikir hidupku dan Kohane tenang-tenang saja tapi itu semua salah besar. Aku mati-matian membiarkan adik kembarku hidup damai, aku susah payah membuat mereka seperti orang tolol yang tidak mengingat temannya sendiri hampir tewas ketika SMP dan aku tidak meminta balas budi pada mereka.
              Tapi kenapa perkataan Midori-nii benar-benar membuatku sangat marah.
               “Siapa yang istimewa? Kau mau meledekku, dasar cowok bodoh!” Midori-nii terkejut begitu juga Kazu-nii yang langsung melongo melihatku seperti orang gila. Haish, masa bodoh aku benar-benar kesal kali ini, “Kau tidak tahu,ya bagaimana susahnya hidupku dan Kohane memangnya selama ini kau pikir kehidupan damai yang kau punya itu diterima dari siapa? Kalau aku mau aku bisa menyeret kalian ke liang kubur tanpa menunggu selama berbulan-bulan!!” teriakku histeris,untunglah hujan membuat air mataku berkamuflase dengan bulir air yang dingin itu di pipiku.
              Hening, Midori-nii tampak masih shock sementara dengan tatapan yang tak kalah sengit dan mungkin mengerikan aku memandangnya.
              “Kau pikir aku tidak tahu kenapa kalian kemari, sayang sekali tapi kalau memang Midorima tahu segalanya lebih baik kau tanyakan saja langsung pada Kohane..., dan ingat, kalau kalian benar-benar menghalangiku, akan kupastikan kalian akan menjadi musuh dan kubunuh kalian detik itu juga”
               Demi para dewa-dewi di langit, apa yang sudah kuucapkan! Tapi itu memang benar dan aku melakukan ini demi menjauhkan mereka dari bahaya. Pertaruhan ini berat sebelah, aku tidak bisa melakukan apa-apa kecuali mencoba bergerak sendiri. Tanpa menunggu kemungkinan terburuk aku akan ditampar bolak-balik oleh Midori-nii aku menjauh menuju gerbang dan berbelok ke arah kiri lalu berlari sejauh mungkin, lari dan terus berlari tanpa memperhatikan sekitar sampai aku merasa hujan mulai kembali deras.
              Aku melihat lampu merah dan berhenti, di sana aku hanya terengah-engah lalu menyeka mataku yang sedari tadi tergenang oleh air mata beserta air hujan yang terasa perih. Kau berhasil membuangnya Kinako, sekarang tidak akan ada lagi yang mempercayaimu dan mereka akan membencimu hingga ke dasar hati mereka lalu kau akan sendirian lagi. Saat menunggu lampu berwarna hijau ketika menatap ke arah jalan yang tidak begitu ramai terdengar bunyi berdecit hebat dan...., tabrakan terjadi!
              Astaga kali ini apa lagi? Semua orang disitu berteriak histeris, beberapa orang melihat mobil yang ringsek dan seorang pengendara motor dengan tubuh yang sudah terpelintir kebelakang seperti adonan kue membuatku ngeri.
              Dalam sehari sudah ada banyak kecelakaan apa karena aku? Apa karena aku membuat arwah sialan itu berkeliaran mencari tumbal? Kenapa, kenapa kau bisa sejahat ini Kinako?! Saat semua orang juga beberapa petugas polisi dan pemadam kebakaran mengurusi jenazah sang pengendara motor yang remuk redam itu aku langsung berlari tak karuan.
              Sialnya kakiku menginjak pecahan kaca di sana, aku bisa merasakan kaus kakiku basah karena tergores oleh kaca yang kupikir cukup dalam. Tidak apa-apa, nanti pasti juga sembuh sendiri yang penting sekarang mencari kemungkinan terbesar dimana si pelaku bersembunyi! Berlari dengan kaki seperti ini memang bukan ide yang bagus apalagi aku juga merasa masih ada kaca yang menancap di sela-sela jari kakiku.
               “Tidak apa-apa, yang penting sekarang cepat ke sana dan temukan DIA!”
              Aku baru menyadari kalau aku berlari sangat jauh sampai-sampai aku melihat lapangan basket jalanan yang lowong, aku berhenti sejenak melihat pemadangan tanpa secuil kehidupan di sana. Demi Orion di langit sepertinya aku mulai gila karena sepintas aku melihat pemandangan dimana Kagami-nii dan Kuro-nii tersenyum ke arahku di tengah lapangan itu, aku menggeleng cepat berharap halusinasi gila ini menghilang.
              Tanpa membuang waktu aku kembali berlari tapi aku tersentak ke belakang lalu aku jatuh lumayan keras di atas jalanan.
              “Lho, Kina­cchin. Kau tidak apa-apa?”
              Suara yang renyah, ketika dia memanggil namaku entah kenapa perasaan menyakitkan itu datang lagi. Aku menangis untuk kesekian kalinya di bawah hujan mengharapkan adanya orang yang melindungiku detik ini juga dan aku merasakan sebuah tangan besar mengelus kepalaku.
XXXXX

PART 5 : DOSA DAN PERINGATAN
            “Kalau kau ingin berlari, berlarilah. Jangan lagi menengok ke belakang, kehidupan memang kejam dan tidak pernah masuk akal tapi karena itulah segala sesuatu bisa terjadi. Seperti dimana orang mati dapat menghampirimu ‘lagi’”
                                                                                                            -Midorima Shintarou-
TAKAO KAZUNARI
Rumah Sakit Pusat. 20.30 p.m
            Saat ini aku benar-benar kesal.
            Aku bersungut-sungut sambil sesekali mendengus di dalam lift, sementara cowok bertubuh tinggi atletis di sampingku hanya menatap datar tanpa sekalipun menengok ke arahku membuatku bertambah jengkel. Aku Takao Kazunari, anggota tim basket Shuutoku, dan sekarang aku sedang kesal. Aku marah dengan alasan yang jelas kok memangnya aku pikun atau bagaimana melihat adegan paling membuatku ternganga sepanjang hidupku dimana Kinako-chan mengamuk dan terang-terangan menantang Shin-chan, yang lebih parah itu semua disebabkan oleh Shin-chan sendiri.
             Ah, yang kumaksud adalah Midorima Shintarou, Shooter number one mantan siswa SMP Teikou yang sekarang berada di Shuutoku.
            Aku memanggilnya begitu hanya untuk lucu-lucuan saja soalnya si cowok berkacamata yang sangat mempercayai Oha-Asa yaitu ramalan bintang dengan Lucky Item miliknya(yang kadang absurd dan diluar batas kewajaran) bila diganggu atau dijadikan bahan lelucon bakal mengamuk –kami biasanya menyebut dia seorang Tsundere – habis dia terlalu jaim di depan kami, saking jaimnnya hingga ingin sekali kutampar bolak-balik dan akan kupastikan akulah yang masuk rumah sakit bukan dia.
            Sekarang kami dalam perjalanan menuju ke ruang 142 atas panggilan Akashi Seijuurou.
            “Sampai kapan kau mau berwajah begitu?” tanya Shin-chan sambil menekan tombol tanda bahwa kami sudah sampai lantai tujuan, aku mengerling dan mengernyitkan alisku.
“Sampai kau menyadari kalau perkataanmu pada Kinako-chan itu keterlaluan” cetusku, Shin-chan terdiam sebentar sepertinya dia sedikit terkejut dengan jawabanku meski tampangnya tetap saja lempeng.
            “Dia membuatku sebal, hanya itu” bela Shin-chan, aku mengerling mengikutinya di koridor yang panjang dan berpendar putih.
“Yeah, dan kau membuat seorang gadis kecil berusia 13 tahun menangis seperti itu aku yakin kalau Seirin menyadari itu kau bakal mendapat masalah besar“ tentu saja, kau pikir aku lupa seseram apa Seirin ketika melawan Touou ketika tahu Kinako menangis karena ucapan Aomine?  Aku jamin bila aku yang melawan mereka di saat seperti itu aku lebih memilih untuk ngacir saja. Tepat seperti dugaanku pundak Shin-chan sedikit menegang(walau samar) itu artinya dia mengingat hal tersebut dengan baik.
            “Haah, baik-baik aku tidak mau dimusuhi oleh rekan timku sendiri jadi aku ikuti kemauanmu. Aku akan minta maaf pada Kinako setelah urusan ini selesai” kata Shin-chan salah tingkah, aku menyunggingkan senyum kemenangan.
            Ketika kami berjalan cukup lama akhirnya kami menemukan Akashi juga beberapa wajah yang tentunya kami kenal. “Takao-kun” sahut Kuroko, dia terlihat sendirian dan dimana Kagami?
             “Yoo, sepertinya kalian sedang membicarakan hal penting, ada apa?” tanyaku pada mereka semua tapi bukan jawaban yang kudapat malah keheningan suram yang ada. Oke, perasaanku mulai tidak enak kenapa mereka semua terdiam seperti ini? Aku langsung terkejut ketika melihat ada sosok Sakurai di sebelahku,kondisinya sangat memprihatinkan dengan mata menatap kosong di sekitar matanya terlihat rona merah dan sembap sepertinya dia menangis habis-habisan.
            “Ng, jadi.. ada apa?” tanyaku lagi.
             “Midorima-kun kau sudah mendengar hal yang terjadi?” Kuroko menatap tajam ke arah Shin-chan sementara dia membetulkan letak kacamatanya dan mengehela napas sebentar.
            “Aku paham kondisinya tentang Kise dan Kohane...” Shin-chan terdiam sebentar “Aku bertemu dengan Kinako dan reaksinya aneh hanya itu. Karena sepertinya masalah ini jauh lebih rumit dari yang kupikirkan”  tentunya Shin-chan tidak menceritakan bagaimana dia dan Kinako bertengkar hebat di depan rumah sakit. 
             “Cih, harusnya aku tahu kalau anak sialan itu menyembunyikan sesuatu” umpat Aomine.
            “Jangan sebut dia seperti itu, Aomine-kun” oke, sepertinya perkataan Aomine menyulut kekesalan Kuroko dan si pemuda berbadan gelap nan menyebalkan tersebut langsung terdiam mendengar kata-kata sedingin es yang terlontar dari kawan lamanya. 
“Dai-chan kau tidak boleh berkata begitu, Kinako-chan sama sekali tidak bisa disalahkan dalam hal ini” Momoi seperti biasa menjadi penengah di tengah kesulitan.
            “Lho, mana Kagami?” tanya seorang pria berbadan tinggi tegap sepertinya dia anggota Rakuzan dan namanya kalau tidak salah Mibuchi Reo-san . “Katanya dia ada perlu dengan Himuro-san jadi dia pergi sebentar” jawab Kuroko.
            “Aku berharap dia membawa Kinako juga” tukas Shin-chan.
           
“Akashi, kau kenapa? Dari tadi diam saja” tanya Aomine, Akashi yang sedari tadi sepertinya bergerumul dengan pikirannya tersentak kaget mendengar pertanyaan Aomine. Pemuda bersurai merah itu terdiam sebentar, dahinya mengernyit dan tetap melipat tangannya di depan sambil bersandar di dekat jendela. Suasana ini makin mengerikan saja.
            “Nee, apa kalian seperti melupakan sesuatu?” Eh. Semua menatap Akashi.
            “Apa maksudmu Akashi?” tanya Shin-chan dan aku juga sama penasarannya dengan Shin-chan kalau Akashi tidak mengatakan apa-apa aku bakal mati penasaran sekarang.
             “Entah ini benar atau tidak, tapi aku merasa kalau saat Kinako mengatakan tentang Teikou 3 tahun lalu ada sesuatu yang muncul di kepalaku. Seperti..., ada ingatan yang tidak kuingat” kami semua kebingungan, Akashi bingung apalagi kami tapi setelah itu Akashi terdiam lama.
   “Apa yang kau lihat di dalam ingatanmu? Jangan bilang kalau ada sesuatu yang terjadi di masa—“
            “Mi, Midorin...”
            spontan aku menengok ke belakang dan jantungku nyaris copot ketika aku menemukan sosok tinggi besar mengerikan lebih dari Shin-chan menatap dengan penuh kemarahan!
“MU...MURASAKIBARA...?”  Hell, aku langsung terjengkang ke belakang! Kenapa dia tiba-tiba ada di sini?!
XXXXXX

MURASAKIBARA ATSUSHI
Lapangan pinggir kota. 19.57 (setengah jam sebelumnya)
            Nyaris aku tersedak ketika melihat pemandangan tidak diduga-duga di depanku.
            Saat itu aku sedang bersama dengan Murocchin(yang kumaksud adalah Tatsuya Himuro, partnerku dari SMA Yosen)  dan kami sedang belanja atas perintah kapten kami di sebuah mini market 24 jam, aku nyaris memuntahkan kembali snack di mulutku ketika seorang pelanggan toko mini market tersebut menjerit histeris karena tangannya teriris oleh mesin penghancur kertas dan itu terjadi begitu nyata di depan mata kami.
             Aku bahkan langsung ternganga melihatnya, Murocchin yang biasanya tenang sampai terlihat gemetaran dan shock, astaga ada apa dengan hari ini? aku mendapat kabar kalau Kise-chin ditusuk oleh pelaku sadis yang belum ditemukan sekarang ada saja kejadian di sekitar kami yang hampir membuat jantungku keluar dari rongganya.
“Ugh, kita tolong?” tanya Murocchin tapi tentu saja dengan sangat jelas aku menolak, aku menyeret Murocchin keluar dari sana tapi yang kami temukan adalah hujan yang sudah mengguyur, terpaksa kami berteduh(tapi tentunya tidak di mini market seram itu)lalu berjalan dengan tergesa-gesa kemudian kami berteduh di halte tak jauh dari sana.
 “Apa kau tidak khawatir dengan Kise-kun, Atsushi?” tanya Murocchin yang merapatkan jaketnya dan duduk di bangku halte yang terlihat kosong tanpa seorangpun selain kami tentunya.
“Ah, yah aku khawatir tapi tadi Kurocchin bilang dia dan yang lain ada di rumah sakit jadi aku sedikit lega” jawabku sekenanya apalagi sekarang hujan dan tidak mungkin aku basah-basahan ke sana, nanti yang ada malah aku yang ke rumah sakit karena di rawat akibat flu musim dingin(aku benci rumah sakit dan bau obat terutama jarum suntik).
           
            Kami sekarang berada tidak jauh dari lapangan basket di pinggir kota, Murocchin bilang dia ada janji dengan Kagamicchin jadi aku menemaninya tapi sepertinya Kagamicchin tidak lekas kemari karena dia pergi ke rumah sakit, kami juga berniat ke sana tapi cuaca tidak mendukung yang paling kusesali adalah kenapa aku tidak bawa payung dari tadi.
“Apa Kagamicchin tidak kemari?” tanyaku, Murocchin menggeleng itu artinya kemungkinan Kagamicchin ke sini adalah nol besar.
            “Akan kucoba untuk telepon mungkin dia masih di rumah sakit” Murocchin membuka ponsel flip miliknya dan kemudian mendekatkannya di telinga, terdengar nada tunggu dan tak lama Kagamicchin mengangkatnya.
“Halo? Taiga, kau ada dimana sekarang aku sedang berada di lapangan di pinggir kota, kapan kau mau kemari?” aku bisa mendengar Murocchin sedikit mengomel pada sahabat karibnya, kalau padaku dia tidak akan seperti ini—paling dia hanya menegurku dan mengatakan hal yang kulakukan itu salah—tapi mungkin karena sudah lama bersama jadinya Murocchin tidak sesopan itu pada Kagamicchin. Sementara Murocchin sedang menelepon aku duduk sambil membuka makanan ringan ketigaku hawa dingin membuat perutku lebih keroncongan daripada biasanya.
“Hng, susah...” dumelku seraya terus menarik-narik bungkusan menyebalkan bergambar kentang imut di depannya, saking sebalnya aku langsung melirik ke arah Murocchin tapi dia masih menelepon padahal aku ingin minta bantuannya untuk membukakan plastik konyol ini tapi kalau begitu namanya kan tidak sopan, lagipula selama ini aku seperti hidup bergantung pada Murocchin.
           
Tidak ada alasan khusus sih, tapi apa-apa serba Murocchin bahkan Kurocchin pernah bilang kalau Murocchin seperti ibuku(dan itu membuatku langsung melongo), daripada aku disebut tidak punya muka lebih baik aku mencoba membuka kantong ini dengan caraku sendiri.
“Aku harus ambil sesuatu yang tajam” aku menengok ke kiri dan ke kanan berharap ada yang menjatuhkan gunting atau mungkin golok untuk menyelesaikan masalahku, “Nggak ada....” bagaimana ini aku sudah lapar dan musuhku sekarang hanyalah sebuah plastik memalukan berbentuk bantal gembung yang sedari tadi membuatku darah tinggi.   
“Butuh ini?” Murocchin menyodorkan sebuah gunting kecil, seperti melayang ke surga saat ini perasaanku amat bahagia—lebih bahagia daripada mendapatkan nomor lotre—dengan tergesa aku membuka bungkus makananku dan...,
            BRAAK!  
Sebuah mobil bak pengangkut kaca yang melintas di depan halte kami terbalik bukan hanya itu saja sekarang kaca besar yang lebarnya dua kali badanku langsung oleng dan jatuh, ke arah KAMI!
            “Murocchin!!”
 Spontan aku mendorong tubuh Murocchin yang masih memegang ponselnya tersebut hingga kami berdua jatuh membentur terotoar, aku bisa merasakan kaca tersebut membentur bangku halte dan pecah berhamburan—sebagian kaca terbang ke arah kami meski tidak memberi luka yang berarti—kututupi tubuh kecil Murocchin yang tertelungkup di beton jalan yang basah karena hujan.
“Oi, Tatsuya! Kau bisa dengar aku, hei!? Jangan kemana-mana, tetaplah di sana!”
Ponsel Murocchin lalu mati karena terguyur air hujan, kami mengerang kesakitan setelah kejadian mengerikan itu berlalu dan sekarang beberapa orang mulai berdatangan ke arah kami. Badanku seperti remuk lantas aku menarik diri dan duduk di depan Murocchin.
            “Hei, kalian baik-baik saja? Tidak ada yang luka,kan? Coba periksa bagaimana keadaan sopir dan penumpangnya!” salah satu warga menghampiri kami lantas beralih ke mobil bak yang sudah terbalik beberapa meter dari posisi kami sekarang, “Ugh, gawat. Cepat panggil pemadam kebakaran, pengemudinya tergencet badan mobil. Astaga, ada penumpang lain di luar mobil cepat periksa!” seru pria setengah baya tersebut.
“Kau tak apa-apa Atsushi?” tanya Murocchin masih dengan posisi duduk dan wajah pucat, dia berusaha menekan ketakutannya sementara aku baru menyadari ada rasa ngilu di tangan kananku, “Atsushi, punggung tanganmu kena kaca!”. “Cuma tertancap sedikit kok, nanti juga sembuh, lebih baik sekarang kita hubungi Kagamicchin lagi. Ponselmu baik-baik saja?” kataku mencoba menenangkannya.
            “Ponselku mati, sepertinya karena benturan dan air hujan...”
            “Batere ponselku habis, jadi bagaimana?” hening, kami sama-sama kebingungan pasti Kagamicchin gelisah karena pembicaraan terputus begitu saja. Di saat genting seperti ini ingin sekali aku membawa sebuah telepon umum untuk berjaga-jaga tapi itu tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi.
            “Pe, penumpang ini..., dimana bagian bawah tubuhnya!? Hei, jangan masuk ke TKP! Cepat menyingkir sekarang!” Uh-Oh.
           
Kami berdua langsung menghampiri kerumunan tersebut, pemadangan yang kami lihat jauh lebih mengerikan dibanding tangan pelanggan toko yang tercabik-cabik mesin penghancur kertas, kami bisa melihat tubuh pemuda di aspal jalanan tersebut hanya setengah badan, bagian bawah badannya tidak ada tentu saja kami bisa melihat dengan jelas separuh badannya yang terpotong dengan usus yang terburai serta organ-organ dalamnya yang berserakan seperti mainan berlendir di tengah guyuran hujan.
“Perutku mual...” desisku pelan, bukan hanya itu saja kepalanya gepeng seperti ikan makarel, aku bisa membayangkan bagaimana dia terjepit dan badan atasnya terlempar keluar jendela sementara kaca besar di belakang bak mobil terlempar kearah kami dan tak luput melukai kepala si sopir juga(karena si kepala si sopir tersebut ditemukan beberapa bilah kaca yang tertancap lumayan dalam) ini adalah teror seumur hidupku.
            “Kalian bisa menjelaskan bagaimana hal ini bisa terjadi?” tanya seorang petugas kepolisian yang tiba-tiba datang dari arah TKP.
            “Saya dan teman saya sedang menunggu di halte tak jauh dari sini, saat kami sedang menunggu tiba-tiba mobil itu oleng sendiri dan menghempaskan kaca besar tersebut ke arah kami” terang Murocchin .
            “Apa kalian terluka?” sungguh pak polisi mulia, dia mengkhawatirkan kami, “Tidak. Tapi tangan teman saya sempat tertancap pecahan kaca” sungguh Murocchin yang baik hati padahal dia tidak perlu ngember soal tanganku yang lecet karena kaca seperti itu.
            “Oh, kalau begitu cepat pergi ke ambulans di sana dan minta paramedis untuk memberikan pengobatan. Luka sekecil apapun bisa berbahaya bila didiamkan, kami yang urus masalah ini kalian bisa pulang dan kunci rumah segera karena akhir-akhir ini banyak kejadian tidak menyenangkan” pesan pak polisi dengan nada berwibawa tapi apa yang dia maksud dengan ‘kejadian tidak menyenangkan?’
            “Atsushi, ayo kita ke ambulans lukamu harus diobati!” ajak Murocchin.
           
“Nggak usah, nanti juga sembuh sendiri lebih baik beli perban lalu—“
            “Atsushi, kalau kau tidak menurut padaku akan kupastikan menu latihanmu akan ditambah secara instan oleh pelatih karena tindakan konyolmu melindungiku sampai tanganmu terluka,  bagaimana kalau nanti luka itu infeksi lalu membusuk dan tanganmu terpaksa di amputasi lalu—“
            “Egh.., iya, iya cukup oke aku akan menurutimu tapi jangan katakan hal menyeramkan itu! kau mau kehilangan salah satu Center di klub?” potongku jengkel, “Jadi kau mau menyalahkanku bila karier basketmu musnah karena kehilangan tangan kanan? Bukankah itu perbuatanmu sendiri kenapa kau mau bersusah-payah melindungku...” kuakui kali ini aku tidak mau membantahnya, selain jago bermain basket dan pocker face dia sangat pandai berbicara—walau perkataannya sadis dan tidak berperasaan—tapi aku tahu dia mencemaskanku jadi aku mengalah saja.
            “Tidak ada luka serius kok, lebih baik kalian hati-hati karena banyak kecelakaan terjadi” seorang wanita dengan topi putih dan jaket tebal bertudung itu menyelesaikan bebatan terakhirnya di tangan kananku, suster berparas cantik yang hangat ini kemudian memberikanku sebuah gulungan. Koran hari ini?
            “Kalian harus membacanya, aku sarankan setelah kalian pulang sekolah untuk tidak kemana-mana semenjak tadi siang hingga kini kami sangat kewalahan dengan berbagai panggilan mendesak akibat kecelakaan tak terduga.
Polisi memperkirakan ini sepertinya dilakukan oleh oknum-oknum terselubung tapi tidak ada tanda-tanda kesengajaan di tiap kasus yang kami tangani. Untuk berjaga-jaga saja, lebih baik kalian terus memantau perkembangan, sangat disayangkan kalau kalian terluka oleh hal konyol di usia semuda dan seproduktif ini” jelas suster tersebut lalu mohon undur diri untuk mengurusi jenazah-jenazah siap kubur di TKP. Aku dan Murocchin berpandangan, kecelakaan ini memang terlihat alami dan tidak ada unsur kesengajaan namun bila kecelakaan terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan dengan jeda tak terlalu jauh satu dengan yang lain ini patut dicurigai.
              Terutama dengan adanya penusukan sadis Kise-chin yang sampai sekarang masih membuatku bertanya-tanya siapa pelaku penusukan itu.
            “Koran hari ini?” tanya Murocchin yang sudah kembali di sampingku setelah mengemasi barang-barang yang ada di halte.
             “Aku tidak suka langganan koran makanya tidak tahu” ucapku lalu Murocchin mengambil koran tersebut dan membacanya.
            “Kecelakaan Beruntun Dalam Sehari. Siswa SMA Kaijou dan SMA Kirisaki Daichi dilarikan ke rumah sakit akibat penusukan sadis, satu korban ringan dan satu korban kritis. Pelaku masih dalam penyelidikan” Murocchin membaca rubik paling atas di halaman depan, astaga apa itu artinya selain Kise-chin ada anak SMA Kirisaki Daichi yang jadi korban?!
“Aku tak menyangka sepertinya ini bukan masalah biasa” ucap Murocchin lalu serta merta memasukkan koran tersebut ke tasnya.
            “Jam berapa sekarang?” tanyanya. “20.18, sudah larut jadi bagaimana?” jawabku meminta pendapat Murocchin yang tetap memperhatikan jalanan yang masih sibuk dengan kecelakaan naas tadi.
“Aku mau beli minum sebentar, dekat sini ada mesin penjual minuman kau mau apa?” Murocchin menawariku lalu aku berpikir sejenak, karena dari tadi banyak yang terjadi entah kenapa aku mendadak haus, “Aku mau fanta dong” jawabku.
            “Oke, tunggu sebentar ya!” Murocchin melenggang pergi ke arah mesin penjual minuman dekat halte, kira-kira 3 meter dari tempat kami berada. Karena aku adalah tipe orang yang cepat bosan akhirnya aku memutuskan untuk jalan-jalan sebentar ke lapangan basket yang dibatasi oleh jaring-jaring hitam di sekitarnya, melihat tempat lapangan yang begitu kosong dan tidak ada siapa-siapa aku merasa seperti sudah berada di alam baka. Habis suasana di jalan ini sepi sekali beberapa kerumunan yang tadi sempat meramaikan jalanan sudah lenyap seketika.
Hmm... sebenarnya apa yang terjadi,ya? Kenapa Kurocchin bahkan Akacchin tidak memberitahuku apa-apa. Jangan-jangan mereka menghubungiku tapi ponselku mati, ck, harusnya aku men-cash ponselku di rumah kalau tahu akan jadi begini”
Aku merutuki kecerobohanku sambil terus menatap lurus ke arah lapangan yang basah, “Murocchin sudah belum ya?” tepat ketika aku hendak berbalik ada sesuatu yang menabrakku lumayan keras dan aku bisa mendengar bunyi gedebuk nyaring di depanku(inilah sulitnya punya badan besar, sesuatu tampak terlalu kecil di mataku) setelah aku melirik ke bawah dan menemukan siapa yang menabrakku tadi hatiku mencelus sosok mungil yang terduduk di bawahku.
“Lho, Kina­cchin. Kau tidak apa-apa?”
Dia Kinako Yukihira, biasa kupanggil Kinacchin. Dia teman SMPku bersama Kurocchin dan yang lainnya lalu dia masuk ke SMA Seirin sedangkan Hanecchin adik kembarnya ke SMA Touou tempat Aominecchin dan Momocchin bersekolah, sedang apa dia di sini?
Tapi kenapa keadaan Kinacchin terlihat aneh? Karena tidak menjawab aku menepuk lalu mengelus kepala mungilnya itu, dia mendongak(membuatku agak kaget juga) lalu mata kanannya yang berwarna Rubby menatapku dengan sorot yang sangat sedih, di sekitar kelopak matanya menggenang samar air mata yang bercampur dengan air hujan
“Kinacchin? Kau kenapa?” tanyaku lagi. Mendadak anak itu langsung memegang jaketku lalu,
            “Uuh... Midori-nii..” dia menangis meraung-raung, ekspresi yang jarang diperlihatkannya karena selama yang kutahu dia tidak pernah bersikap secengeng ini lalu entah kenapa melihat Kinacchin menangis membuatku marah, “Midocchin bilang apa padamu?” tanyaku, dia menggeleng dan terus menangis.
            “Dia yang membuatmu menangis,ya?” yah, sepertinya aku paham perasaan Kurocchin dan Kagamicchin yang murka akibat ulah Minecchin saat di pertandingan W.C alasannya hanya satu; Kinacchin menangis. Karena kali ini aku yang di buat kesal oleh Midocchin karena perbuatannya ini aku harus mencari lalu melabraknya sekarang juga!

            “Atsushi, ini fanta yang kau pesan maaf tadi ada sedikit masalah, eh kok ada Kinako-chan? O, oi Atsushi kau mau kemana?”
Murocchin berseru padaku ketika tanpa permisi aku langsung melesat pergi begitu saja. Satu hal yang aku tahu sekarang adalah Midocchin ada di rumah sakit pusat karena sebelum ponselku mati Midocchin bilang dia mau menjenguk Kise-chin jadi tanpa ba-bi-bu aku melesat pergi ke Rumah Sakit Pusat Tokyo dengan Shinkansen dalam waktu kurang dari 30 menit.
 Di sinilah aku sekarang berada di lorong yang putih dan beberapa pasang mata menatapku ngeri. Jelas saja aku sedang kesal dan marah, lalu Aomine meneriakkan namaku seolah-olah aku malaikat maut siap membawa nyawa siapapun di situ.
           
“MU...MURASAKIBARA...?”
XXXXXX
KAGAMI TAIGA
Lapangan pinggir kota. 20.45 p.m
            Berlari dari rumah sakit sampai ke lapangan pinggir kota membuatku hampir tewas.
            Saking paniknya karena Tatsuya tidak mengangkat telepon maupun membalas e-mail dariku membuat kepalaku dipenuhi oleh ribuan sugesti mengerikan yang berubah menjadi imajinasi liar dan membuatku dihantui mimpi buruk sehingga aku berlari seperti orang gila hingga...,
            “Kau kenapa Taiga?”
            Aargh, bagus sekarang aku malah seperti orang bodoh yang rela berbasah-basahan demi memastikan satu nyawa tidak hilang dalam sekejap dan orang yang malah kucemaskan dengan santai memandangiku lewat matanya yang sipit itu, “Kau baru saja bertemu dengan seorang pembunuh atau dikejar-kejar oleh pembunuh?” tanya Tatsuya sambil melambai-lambaikan tangannya memastikan kalau aku sebagai sahabatnya tidak mati mendadak di sana.
            “Dasar Tatsuya sialan! Apa sih maumu itu seenaknya memutus telepon lalu tidak membalas satupu e-mail, brengsek! Kau hampir membuatku kehilangan jantung.” semburku kepada sahabat kecilku ini sampai-sampai Kinako yang sedari tadi—dan baru kusadari dia ada di sana—yang berada di samping Tatsuya langsung bersembunyi di balik badannya.
            “Taiga bisakah kau tenang sedikit, aku tidak keberatan kau mau memarahiku atau mau mengadukan hal ini kepada Alex tapi tolong kau kecilkan volume suaramu karena anak manis di belakangku sudah siap lari kalau kau marah-marah lebih dari ini” jawabnya kalem, aku melirik ke arah Kinako yang sudah mengkeret dengan membenamkan wajahnya di lengan Tatsuya serta mencengkram erat tangannya dan bila Tatsuya melepaskannya maka Kinako bakal lari menjauhiku.
            Mau tidak mau aku menarik napas lalu mengumpulkan seluruh akal sehat yang lenyap entah kemana lagipula aku kemari juga bukan karena mengkhawatirkan Tatsuya saja tapi aku memang berniat mengejar Kinako yang tiba-tiba kabur begitu saja, jadi kalau aku membuatnya takut maka dia akan kabur lalu rencanaku akan sia-sia.
            “Huh, baiklah-baiklah aku minta maaf, Kinako tidak apa-apa aku tidak marah padamu...” ucapku setenang mungkin, dari balik rambut poninya yang panjang aku bisa melihat mata Kinako yang berangsur-angsur kembali normal. Baguslah kalau begitu, “Jadi kenapa kau terlihat terengah-engah begitu Taiga?” tanya Tatsuya langsung mengalihkan perhatianku.
            “Apa kau tidak menerima penjelasanku di e-mail waktu itu?” tanyaku balik.
            “Oh, soal kejadian itu? Seperti yang kau lihat aku baik-baik saja kok” jawabnya dengan senyum cerah atau kubilang senyum yang menyiratkan aku-baik-baik-saja-dasar-bodoh- Cih, kalau begini jadinya aku tidak perlu mengkhawatirkannya.
            “Tatsu-nii jaketmu kok sobek?” Kinako menarik lengan Tatsuya, aku langsung mengcengkram bahu dan memutar badanya. Ouch, sepertinya ada bekas robek di bagian bawah jaket ungunya, tentu saja Tatsuya terlihat gelisah dengan tatapanku lalu dengan sengit aku bertanya padanya.
            “Jadi apa yang terjadi T-A-T-S-U-Y-A?”
            Mengan menekan nada bicaraku saat mengucapkan namanya dan tetap mencengkram bahunya agar dia tidak melarikan diri dari sana akhirnya Tatsuya terlihat menyerah.
             “Maaf Taiga, tadi sempat ada kejadian yang membuat kami hampir kehilangan nyawa” Shit! Benar,kan dugaanku pasti ada apa-apa. Aku mendelik sementara Tatsuya langsung menyingkirkan tanganku perlahan lalu mencoba membawa suasana setenang mungkin(walau hatiku tidak tenang sepenuhnya).
   “Aku dan Atsushi baru saja kembali dari belanja, sayangnya ada beberapa kejadian tidak baik yang membuat kami langsung enggan bergerumul dengan orang-orang”
    “Pakailah bahasa yang mudah dipahami, kau ingat otakku hanya mampu menerima seperempat makna berbahasa tinggi dalam bahasa Jepang,kan?” tentu saja aku mengakui kalau daya tangkapku kurang baik—minus basket tentu karena aku menguasainya—bagiku melihat kerumunan kanji dan angka adalah siksaan paling menjijikan seumur hidupku gara-gara pentium otakku yang bahkan tidak lebih baik daripada pentium komputer keluaran terakhir yang masih bisa menghitung rumus kalkulasi atau apalah namanya aku tak tahu.
     Intinya sekarang aku sedang mencerna kata-kata super rumit Tatsuya dan nihil.
             “Sewaktu kami belanja di mini market seorang pelanggan terkena mesin penghancur kertas”
            Hah?!
            “Sekarang beberapa menit lalu sebuah mobil bak terbuka dengan muatan kaca yang dua kali badan Atsushi terguling dan hampir menimpa kami, salah satu korbannya kehilangan separuh badannya dan sang sopir yah tak jauh beda, mereka tewas di tempat”
            Aku langsung cengo mendengar penuturan Tatsuya, jadi dalam beberapa menit atau  mungkin dalam hitungan yang tak lama sudah separah ini insiden yang terjadi.  “Saat aku menyebrang, ada tabrakan antara pengendara motor dan mobil, pengendara tewas begitu saja” mulut kecil Kinako mengeluarkan sejumlah kata-kata mengerikan yang membuatku bergidik.
            “Jadi, sepertinya ini benar-benar masalah serius. Banyak orang terluka dan bukan hanya para pemain basket saja yang diincar” ujarku sambil mengawasi keadaan, sepertinya ada sesuatu yang mengawasi kami, dari reaksi Kinako yang matanya mulai menunjukkan gejala-gejala bahwa ada-sesuatu-yang-tidak-beres membuatku langsung panik dan terus berjaga-jaga.
             Tidak ada apapun, tapi sialnya aku malah menjerit ketika semak-semak di belakang kami bergoyang-goyang sendiri!
            Tidak ada yang bergerak, suasana semakin horor dan semak itu terus bergerak-gerak liar di dalam kepalaku sekarang adalah kalau kami maju dan membuka semak tersebut maka sesosok makhluk berwajah rusak dan rambutnya yang awut-awutan sembari memegang belati langsung menyeringai kepada kami, tidak, tidak, tidak! Kagami Taiga, kalau kau sampai mati hanya hal seperti ini kau tak pantas menyandang gelar ‘ACE’ untuk seumur hidupmu!
             Dalam ketegangan yang sangat mencekam kami lalu saling berpandangan kemudian aku memberanikan diri maju untuk menyibak semak-semak sialan yang sedari tadi terus-terusan bergerak tidak karuan, aku siap menggebuki siapapun atau apapun yang melompat di depanku lalu dalam hitungan ketiga aku secara tergesa menyibak semak tersebut.
            “Satu...dua..., tiga! Gyaaa..!!” aku langsung terjerembap ketika sesosok hitam menyeruak dari semak-semak itu.
            “Saya!” aku langsung melotot ketika ternyata yang menyongsongku itu adalah seekor kucing bermata emas dengan lonceng di lehernya, itu kucing milik Kinako, Saya, dan sekarang kucing sialan itu sedang duduk diatas perutku yang masih terkapar di atas trotoar.
            “Manisnya, kucing ini milikmu?” tanya Tatsuya.
            Menyedihkan masa dia tidak menolongku untuk berdiri?
            “Iya, namanya Saya. Saya sedang apa kau di sini? Ah, itu buku yang tadi darimana kau dapatkan ini?” tanya Kinako seraya menggendong kucing kecil berekor panjang itu, “Miaw, miaw” Saya hanya mengeong sambil tetap menjilati badannya ah, ya dia kan hanya kucing mana mungkin aku interogasi.
            “Kinako-chan buku apa itu?” Tatsuya memandang buku bersampul cokelat mencurigakan yang awalnya aku bawa di tas sekarang sudah ada di tangan Kinako, Kinako hanya diam dia tidak menjawab sepatah katapun.
            “Aku tidak keberatan dengan apa yang kau sembunyikan. Tapi mengingat karena adik kembarmu sepertinya mati-matian menjaga rahasia kecil merepotkan itu bagaimana kalau kau sedikit terbuka pada kami?”  gadis kecil itu menatap kami, dari balik surai hitam rambutnya dia menyunggingkan senyum tipis.
            “Kurasa aku harus berhenti untuk keras kepala. Baiklah, akan kuceritakan semuanya...” Kinako terdiam sebentar lalu di saat rintik hujan mulai datang kembali dia melanjutkan dengan suara parau, “Akan kuceritakan apa yang terjadi pada kalian berdua tapi sebelumnya, aku ingin kalian ikut denganku”

            Aku menelan ludah, apa yang akan kudengar akan menjadi sebuah fakta penting tapi kemana Kinako akan membawa kami?
            “Kau mau mengajak kami kemana?” tanyaku
            Ujung bibir Kinako melengkung sedikit.
            “SMP TEIKOU”
XXXXXX

MIDORIMA SHINTAROU POV :
 Rumah Sakit Pusat Tokyo. 20.57 p.m
           Jujur saja ada beberapa hal yang membuatku takut di dalam hidupku.
           Aku takut tidak membawa Lucky item milikku setiap hari karena itu adalah peruntungan dari Oha Asa yang tentu saja aku mempercayainya, aku takut kalah meski aku sudah dikalahkan oleh Seirin tapi tentu saja kekalahan adalah hal menakutkan secara umum meski tidak menimbulkan teror atau mimpi buruk, aku takut ibuku marah(sudah pasti), dan sekarang aku takut karena sosok kawan lamaku berdiri dengan hawa membunuh yang hanya berjarak 40 cm dari tempatku berada.
           Murasakibara yang berbodi besar membuatku bertambah ngeri ketika dia mengerling tajam dan semburat cahaya kemarahan di sepasang mata ungunya menohok mataku—seperti terkena laser—aku langsung memasang pertahanan sekuat mungkin karena aku tidak mungkin kalah darinya, lagian kenapa dia tiba-tiba datang dengan wajah angker seperti itu?
           “Mu, Murasakibara? Ke,kenapa kau di sini?” tanya Aomine
           “Aku sedang kesal” jawabnya singkat, Good perasaanku tidak baik akan hal ini.
           “Hentikan, Murasakibara. Kenapa kau tiba-tiba datang dan marah-marah seperti ini? kalau kau berkenan untuk bicara cepatlah katakan apa yang terjadi!” Akashi seperti biasa menguasai keadaan dan dengan ucapannya itu kemarahan Murasakibara sepertinya sedikit mereda lalu pundaknya sudah tidak setegang beberapa saat lalu.
           “Mukkun kau kenapa, apa yang membuatmu kesal? Maaf, tapi kami sama sekali tidak mengerti karena banyak yang terja—“
           “Midocchin membuat Kinacchin menangis!” Murasakibara langsung memotong perkataan Momoi dengan suara seseram auman Godzilla jelas membuat kami disitu langsung bergidik ngeri. Tunggu, aku membuat Kinako menangis?
           “Apa maksudmu, aku membuat anak itu menangis? Jangan bercanda memangnya darimana kau tahu masalahnya!” kutinggikan nada bicaraku berharap Murasakibara sedikit takut tapi aku malah menuangkan minyak ke dalam api, Murasakibara malah semakin marah.
           “Kau membuat Kinacchin menangis, apa sih yang kau katakan?! Aku tadi ketemu Kinacchin di jalan lalu dia menangis meraung-raung sambil menyebut namamu jadi jelas kan pasti Midocchin yang membuat Kinacchin menangis seperti itu!”
           Aku membeku mendengar penjelasan Murasakibara sementara sekarang beberapa pasang mata mengarah padaku dan aku merasakan pandangan Kuroko yang berubah tidak senang dengan penuturan itu. Tapi aku hanya keceplosan, aku tidak berniat menjahati anak itu dan sekarang kebodohanku malah berujung seperti ini.
           “Aku tidak berniat jahat! Aku hanya terlalu terbawa emosi, anak itu membuatku sebal karena tingkahnya” sanggahku.
 “Tapi bukan berarti kau membuatnya menangis Midorima-kun!” selak Kuroko, Crap aku sekarang dirayapi rasa bersalah. Bagaimana ini?
           “Anu, maaf tapi Shin-chan tidak bermaksud seperti itu. Aku juga kesal karena ucapan bodohnya pada Kinako-chan tadi tapi aku pikir itu karena sepertinya Kinako-chan memang menyembunyikan sesuatu” Takao berdiri dari posisi duduknya lantas mengambil posisi di sampingku.
           “Menyembunyikan sesuatu?” tanya Akashi.
            “Aku merasa anak itu menutup sesuatu dari kita semua” jawabku.
           “Karena itu tolong jangan mengamuk dulu Murasakibara, aku tahu perasaanmu karena...”
           “Kinacchin itu sedih, dia menderita dari SMP! Aku tahu karena aku sering melihatnya menangis sendirian di belakang sekolah, aku tidak suka melihatnya karena itu aku marah karena Midocchin membuat Kinacchin menangis! Aku tidak suka!” bentak Murasakibara lalu semua terdiam tentu saja karena siapapun di sini tahu kalau meski anak itu mungil dia tidak sekuat kelihatannya membiarkan adik kembarnya bahagia sementara dirinya sendiri tidak siapapun yang melihatnya pasti akan merasa sesak dan kasihan tapi aku teringat akan kata-katanya ;
            “Jangan melakukan hal yang tidak berguna, mengasihani sama saja melakukan hal yang tidak berguna”
            Kata-kata itu benar-benar menempel di kepalaku.
           “Maafkan aku, aku tahu kau berhak marah itu memang salahku” ucapku sembari merapatkan jaket karena udara terasa jauh lebih dingin daripada sebelumnya,“Ngomong-ngomong kemana teman-temanmu Akashi?” tanyaku mengalihkan diri dari pertengkaran konyol ini, aku bisa menyelesaikan perselisihanku dengan Murasakibara nanti kalau kasus ini tuntas.
           “Aku rasa mereka sedang menjaga Kohane, soalnya mereka tidak keluar dari bangsal” jawab Akashi tapi sebelum pembicaraan kami berakhir, aku melihat sesuatu merayap di balik jendela tepat dimana Akashi sosok itu memiliki rambut acak-acakan dan sebuah bola mata yang mendelik-delik ngeri!
            “AKASHI!!” teriakan itu berasal dari mulutku dan semua orang langsung terperanjat dalam hitungan detik kaca jendela rumah sakit langsung pecah berhamburan!
           “Akashi!!” aku tidak tahu darimana sosok Eikichi Nebuya tiba-tiba sudah melindungi Akashi dari pecahan kaca yang berterbangan, sementara teriakan Momoi dan jeritan-jeritan aneh memekakkan telingaku membuat suasana semakin tidak terkendali.
           ”KUROKO!”
           Aku melihat sosok bayangan dengan pisau dapur sebesar tangan Murasakibara menerjang ke arah Kuroko, tak berselang lama Kuroko langsung terlempar ke arah berlawanan dan yang kulihat adalah perut Hanamiya sekarang tertancap oleh pisau mengerikan itu.
           “Ha, Hanamiya-san ...?”
           “Heh, anggap saja ini sebagai balas budi saat semifinal”
Di depan mataku hanya darah dan kaca-kaca yang berserakan, ini mimpi buruk!!
abcd
                       “Tempat terbaik untuk berbohong adalah Dunia nyata, tapi tempat ternyaman untuk mengutuk seseorang adalah di Kuburmu sendiri. Ketika kau berusaha untuk meniupkan serentetan kutuk dan tenung, bersiaplah untuk menjadi penghuni alam kematian, Neraka selalu ada di dekat kita.                                                          --Yuzu Yukihira—
ƒabcd



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGALAMAN MAGANG DI CCA

Selamat datang, 'selamat menikmati postingan ini buat kalian yang sedang membacanya, ya kalian, siapa lagi? sudah lama blog ini diting...