FFN CODE 3 : 黒子のバスケ
BAB 2 : “天”(TEN)
THE HEAVEN
THE HEAVEN
Author : Yuzu Yukihira(The Citrus)
Kuroko No Basuke©Tadatoshi Fujimaki
Kuroko No Basuke©Tadatoshi Fujimaki
(CH.6-10)
PART 6 : TEIKOU’S CURSE KILLING
TEIKOU NO TATARIGOROSHI(帝光の祟殺し)
TEIKOU NO TATARIGOROSHI(帝光の祟殺し)
“Hari
itu aku mendambakan dimana aku bisa tertawa lepas dan tidak ada satu kesedihan
di bawah salju yang turun karena salju yang kulihat itu putih bersih, bukan
merah”
-Kinako Yukihira -
“Aku mengharapkan hari dimana anak itu terus tersenyum, suatu hari di masa depan bersama kami...”
“Karena dia adalah anggota KLUB BASKET SEIRIN” -Kuroko Tetsuya-
-Kagami Taiga-
-Kinako Yukihira -
“Aku mengharapkan hari dimana anak itu terus tersenyum, suatu hari di masa depan bersama kami...”
“Karena dia adalah anggota KLUB BASKET SEIRIN” -Kuroko Tetsuya-
-Kagami Taiga-
KUROKO
TETUSYA
Rumah Sakit Pusat Tokyo. 21.05 p.m
Rumah Sakit Pusat Tokyo. 21.05 p.m
Kepanikan itu
terjadi begitu cepat dan aku masih terduduk di lantai yang dingin.
Pemandangan di depanku adalah sosok menggeliat tanpa kaki
yang hitam juga rambut acak-acakan lalu dengan ganas menerjangku, tangan
kanannya mengacungkan sebuah pisau dapur mengkilap hendak membelah kepalaku
tapi itu pemandangan beberapa menit lalu, sekarang pemandangan di depanku
adalah sosok Hanamiya-san yang
terkapar bersimbah darah akibat luka tusuk yang dalam di bagian perutnya.
“Hanamiya!!
Oi, panggil dokter kemari dia luka parah! Sialan, dimana makhluk bajingan yang
menggeliat itu tadi!?” seru Aomine-kun yang
langsung membawa tubuh Hanamiya-san keluar
dari area pecahan kaca, “Hei! Kalian semua baik-baik saja, hua! Kalian kenapa?”
Hayama-san bersama Mibuchi-san dan Mayuzumi-san langsung menghambur menghampiri kami.
“Akashi, Nebuya! Kalian tidak apa-apa?!” sahut Mibuchi-san, aku baru menyadari Akashi-kun terluka karena keningnya berdarah akibat tergores pecahan kaca tapi untungnya tidak begitu parah karena Nebuya-san tadi langsung menghambur dan melindunginya.
“Akashi, Nebuya! Kalian tidak apa-apa?!” sahut Mibuchi-san, aku baru menyadari Akashi-kun terluka karena keningnya berdarah akibat tergores pecahan kaca tapi untungnya tidak begitu parah karena Nebuya-san tadi langsung menghambur dan melindunginya.
“Nebuya-san kau.., apa yang kau lakukan?
Punggungmu..” Akashi-kun yang baru
menyadari kalau punggung seniornya itu tertancap oleh banyak pecahan kaca
langsung mengambil posisi yang lebih kuat dengan menahan tubuh Nebuya-san yang kurasa tidak sebanding dengan
berat badan Akashi-kun.
“Bawa
dia dan Hanamiya ke UGD! Satsuki, cepat kau panggil perawat bawa Ryo sekalian!”
perintah Aomine-kun lalu diiyakan
oleh Momoi-san yang langsung melesat
pergi sekaligus membawa Sakurai-kun menjauh
dari suasana kacau ini. “Hanamiya! Hei, bertahanlah sebentar lagi dokter
datang!” seru Takao-kun lalu tibalah
dokter beserta beberapa suster dari ujung koridor.
“Bawa dia langsung ke UGD, Takano kau rawat yang luka di sini” ucap sang dokter yang kupikir sudah berumur hampir lima puluhan.
“Maaf,ya ini bakal sedikit sakit. Tahan sebentar” suster berambut cokelat itu kemudian merawat luka-luka Nebuya-san meski Nebuya-san harus meringis kesakitan akibat pecahan-pecahan kaca yang lumayan besar bersarang di beberapa titik di punggungnya dicabut oleh sang suster.
“Bawa dia langsung ke UGD, Takano kau rawat yang luka di sini” ucap sang dokter yang kupikir sudah berumur hampir lima puluhan.
“Maaf,ya ini bakal sedikit sakit. Tahan sebentar” suster berambut cokelat itu kemudian merawat luka-luka Nebuya-san meski Nebuya-san harus meringis kesakitan akibat pecahan-pecahan kaca yang lumayan besar bersarang di beberapa titik di punggungnya dicabut oleh sang suster.
Aku hanya terdiam kakiku seperti tidak mampu
untuk digerakan lagi bahkan ini kali pertama aku merasakan ketakutan yang
sangat besar padahal yang menyelamatkanku adalah orang yang menciderai Kiyoshi-senpai tapi itu sudah tidak penting,
Hanamiya-san membiarkan dirinya
tertusuk untukku. Itu membuat dadaku sesak.
“Tetsu,
oi Tetsu! Jangan duduk disitu nanti kau terkena kaca, ngomong-ngomong kemana si
Bakagami? Dari tadi dia belum
kembali” Aomine-kun memapahku hingga
aku duduk di kursi pasien yang setidaknya agak lebih jauh dari TKP. “Huh, apa?
Maaf, Kagami-kun tidak menghubungiku”
jawabku seraya mengumpulkan kesadaran yang masih diawang-awang.
“Ngomong-ngomong soal Kagamicchin aku rasa dia pasti juga mengejar Kinacchin soalnya tadi aku dan Murocchin bertemu Kinacchin yah, sewaktu dia menangis sampai basah kuyup begitu” terang Murasakibara-kun, tiba-tiba ada kilat menyambar ketika Murasakibara-kun mengatakan tentang Kinako... dan...,
“Ngomong-ngomong soal Kagamicchin aku rasa dia pasti juga mengejar Kinacchin soalnya tadi aku dan Murocchin bertemu Kinacchin yah, sewaktu dia menangis sampai basah kuyup begitu” terang Murasakibara-kun, tiba-tiba ada kilat menyambar ketika Murasakibara-kun mengatakan tentang Kinako... dan...,
“Tetsuya-nii chan!
Tolong!” Aku baru sadar setelah kilat
menyambar sosokku berubah. Tunggu, ini sosokku ketika aku masih SMP.
“Tetsuya-nii chan!!” kembali aku mencari sumber suara tersebut dan astaga kenapa Kohane ada di tempat seperti itu? Di atap pembatas yang terbuat dari beton.
“Tetsuya-nii chan!!” kembali aku mencari sumber suara tersebut dan astaga kenapa Kohane ada di tempat seperti itu? Di atap pembatas yang terbuat dari beton.
Aku,
aku tidak bisa bicara? Kohane? Kenapa, dia terus menatap padaku.
“Tetsuya-nii chan! Tolong One-chan!!” One-chan, apa maksudnya adalah Kinako tapi kenapa aku ingin membantunya tapi kenapa aku tetap mematung seperti ini. Kohane terluka?
“Ah...!” suaraku kembali! Aku harus bergegas menolongnya, aku tidak tahu tapi kenapa aku merasa aku harus....
“Tetsuya-nii chan! Tolong One-chan!!” One-chan, apa maksudnya adalah Kinako tapi kenapa aku ingin membantunya tapi kenapa aku tetap mematung seperti ini. Kohane terluka?
“Ah...!” suaraku kembali! Aku harus bergegas menolongnya, aku tidak tahu tapi kenapa aku merasa aku harus....
DUAAAR!!
”Eh...” meledak? Ruang di atas Kohane itu ruang PKK kan? Ti, tidak mungkin...
iya, aku ingat yang ada di ruang itu...!
“UWAAA...!!”
Tolong, siapapun bangunkan aku ini pasti mimpi buruk teriakan Kohane begitu nyata, seketika ada sesuatu yang jatuh di dekatku... Misangga? Gelang ini..., KINAKO!
“Tangan kiri kakak kembar Yukihira PUTUS katanya akibat ledakan! Adiknya sekarang sedang ada di TKP tapi tangannya belum ditemukan”
....TIDAK!!
“UWAAA...!!”
Tolong, siapapun bangunkan aku ini pasti mimpi buruk teriakan Kohane begitu nyata, seketika ada sesuatu yang jatuh di dekatku... Misangga? Gelang ini..., KINAKO!
“Tangan kiri kakak kembar Yukihira PUTUS katanya akibat ledakan! Adiknya sekarang sedang ada di TKP tapi tangannya belum ditemukan”
....TIDAK!!
“Tetsu!” Tak
kusangka aku malah hendak memukul Aomine-kun.
Semua yang ada di sana kontan menatapku tak percaya, “A, Aomine-kun..ma, maafkan aku! A,aku hanya—“.
“Kau melihat sesuatu,Kuroko?” tanya Akashi sebelum aku berhasil mengucapkan segudang kalimat rancu di pikiranku.
“Kau melihat sesuatu,Kuroko?” tanya Akashi sebelum aku berhasil mengucapkan segudang kalimat rancu di pikiranku.
“A,aku
melihat..., Kohane menangis, ruang PKK meledak, Kinako menjadi korbannya, aku
tidak mengerti tapi itu terasa begitu nyata” ucapku terbata kecuali Akashi
semua yang ada disitu hanya menatap kebingungan dan terkejut tentu saja.
“Apa maksudmu Kuroko?” tanya Midorima-kun
“Kurasa kau sudah mengingatnya, TETSUYA-NII CHAN” napasku tertahan, kami serentak melihat ke arah bangsal ternyata Kohane sudah berdiri di ambang pintu, dia masih membawa slang infus, wajahnya sangat pucat dan kuyu mengingatkanku pada Kinako yang meski tidak sakit tetap terlihat sangat pucat(lebih dariku)
“A, Apa yang kau katakan?” tanya Takao-kun sementara Kohane berjalan mendekati kami dengan dibantu oleh Mayuzumi-san lantas dia menatap dengan sepasang manik Rubby yang terlihat berkilau tapi sedih.
“Apa maksudmu Kuroko?” tanya Midorima-kun
“Kurasa kau sudah mengingatnya, TETSUYA-NII CHAN” napasku tertahan, kami serentak melihat ke arah bangsal ternyata Kohane sudah berdiri di ambang pintu, dia masih membawa slang infus, wajahnya sangat pucat dan kuyu mengingatkanku pada Kinako yang meski tidak sakit tetap terlihat sangat pucat(lebih dariku)
“A, Apa yang kau katakan?” tanya Takao-kun sementara Kohane berjalan mendekati kami dengan dibantu oleh Mayuzumi-san lantas dia menatap dengan sepasang manik Rubby yang terlihat berkilau tapi sedih.
“Aku rasa Nii chan sekalian
mengerti, kenapa One-chan sangat
memusuhiku. Kami hanya bersandiwara” Eh, bersandiwara? “One-chan tidak pernah memusuhiku, dia tidak membenciku, hubungan
kami seolah-olah retak akibat kami masuk di klub yang berbeda tapi pada kenyataannya
itu semua salah. Kami hanya berakting untuk meyakinkan semuanya baik-baik saja”
Baik aku maupun anggota Kiseki no sedai yang lain tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh Kohane lalu apakah ucapannya itu berhubungan dengan pemandangan yang kulihat tadi?
“Apa itu berhubungan dengan masa-masa SMP?” tanya Midorima-kun “Aku merasa kau tidak hanya berakting tapi kau berakting sungguh-sungguh untuk membuat kami seperti orang tolol” lanjutnya. Kohane hanya tersenyum, lalu melanjutkan, “Ya. Karena kalau kalian tahu maka kalian tidak akan bisa hidup setenang ini”
Baik aku maupun anggota Kiseki no sedai yang lain tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh Kohane lalu apakah ucapannya itu berhubungan dengan pemandangan yang kulihat tadi?
“Apa itu berhubungan dengan masa-masa SMP?” tanya Midorima-kun “Aku merasa kau tidak hanya berakting tapi kau berakting sungguh-sungguh untuk membuat kami seperti orang tolol” lanjutnya. Kohane hanya tersenyum, lalu melanjutkan, “Ya. Karena kalau kalian tahu maka kalian tidak akan bisa hidup setenang ini”
“Aku
makin tidak paham dengan apa yang kau katakan, sebenarnya apa yang terjadi
antara kau, Kinako dan kami semua? Apakah aksi brutal ini juga ulah kalian?”
hardik Aomine-kun.
“Kasus ini berhubungan dengan kasus kalian di masa lalu, dan semua kasus ini adalah petaka yang telah direncanakan, akan kuceritakan... dokumen rahasia No. 58, tentang TEIKOU NO TATARIGOROSHI(帝光の祟殺し)” petir kembali menyambar memberikan suara gemuruh yang menakutkan, bagi kami semua apa yang dikatakan oleh Kohane lebih menakutkan daripada suara gemuruh itu.
“Teikou no Tatarigoroshi? Apa-apaan itu, aku bahkan tidak tahu apa maksudmu kalau sekolah kita terkutuk!?” seru Aomine-kun yang tampak tak terima dengan kenyataan tersebut.
“Sebenarnya tidak, tapi semenjak ada hal itu semuanya menjadi petaka. Kalian tidak tahu karena pihak sekolah menutupinya rapat-rapat bahkan sampai pelatih benar-benar tutup mulut untuk membuat kalian tidak menyadari bahwa sekolah sedang tidak beres. Aku dan One-chan yang tahu karena kami anggota dewan sekolah, diam-diam kamilah yang menggerakkan perangkat sekolah, menentukan pertandingan kalian, dan banyak lagi” Kohane terdiam sejenak, “Sayangnya itu semua berubah, saat salah seorang dari teman kelas Kinako mulai berulah”
“Kasus ini berhubungan dengan kasus kalian di masa lalu, dan semua kasus ini adalah petaka yang telah direncanakan, akan kuceritakan... dokumen rahasia No. 58, tentang TEIKOU NO TATARIGOROSHI(帝光の祟殺し)” petir kembali menyambar memberikan suara gemuruh yang menakutkan, bagi kami semua apa yang dikatakan oleh Kohane lebih menakutkan daripada suara gemuruh itu.
“Teikou no Tatarigoroshi? Apa-apaan itu, aku bahkan tidak tahu apa maksudmu kalau sekolah kita terkutuk!?” seru Aomine-kun yang tampak tak terima dengan kenyataan tersebut.
“Sebenarnya tidak, tapi semenjak ada hal itu semuanya menjadi petaka. Kalian tidak tahu karena pihak sekolah menutupinya rapat-rapat bahkan sampai pelatih benar-benar tutup mulut untuk membuat kalian tidak menyadari bahwa sekolah sedang tidak beres. Aku dan One-chan yang tahu karena kami anggota dewan sekolah, diam-diam kamilah yang menggerakkan perangkat sekolah, menentukan pertandingan kalian, dan banyak lagi” Kohane terdiam sejenak, “Sayangnya itu semua berubah, saat salah seorang dari teman kelas Kinako mulai berulah”
Kohane terdiam lama, dia menyebut Kinako hanya dengan
nama itu berarti perkataannya serius.
“Lalu apa yang dilakukan oleh salah satu teman kakak kembarmu itu?” tanya Midorima-kun
“Namanya Azumi Kamitsuka, dia salah satu putri dari tiga keluarga besar keturunan keluarga Kamitsuka sejak tahun Showa 58(1983). Dia sebenarnya hanya iseng untuk melakukannya tapi akibat penolakan keras dari Kinako, dia mulai melakukan pembulian” jawab Kohane.
“Maaf, tapi apa yang dilakukan olehnya sehingga Kinako berbuat begitu?” tanya Mibuchi-san yang ikut nimbrung.
“Lalu apa yang dilakukan oleh salah satu teman kakak kembarmu itu?” tanya Midorima-kun
“Namanya Azumi Kamitsuka, dia salah satu putri dari tiga keluarga besar keturunan keluarga Kamitsuka sejak tahun Showa 58(1983). Dia sebenarnya hanya iseng untuk melakukannya tapi akibat penolakan keras dari Kinako, dia mulai melakukan pembulian” jawab Kohane.
“Maaf, tapi apa yang dilakukan olehnya sehingga Kinako berbuat begitu?” tanya Mibuchi-san yang ikut nimbrung.
“PERSEMBAHAN SETAN” semua menegang, persembahan setan? Apakah itu
benar-benar dilakukan saat kami SMP? Jadi selama ini...,
“Awalnya
itu hanya permainan biasa, permainan yang melibatkan roh orang mati tapi lama
kelamaan Azumi-san terobsesi dan
ingin menguasai permainan tersebut saat Kinako diajak dia menentang Azumi, pada
dasarnya Azumi itu sangat arogan dia berlagak seperti Bos, tentu membuatnya
murka sama saja menyetorkan diri ke kandang harimau. Akhirnya Azumi dan seluruh
anak di kelas melakukan bullying parah
pada Kinako tanpa sepengetahuan guru. Awalnya aku juga tidak tahu tapi aku
semakin curiga karena Kinako sering pulang terlambat dan penuh luka”
Entah apa hanya aku yang merasa cerita
ini semakin menyedihkan atau bagaimana
air muka Kohane semakin keruh tapi dengan tegar dia meneruskan
ceritanya, “Aku berusaha menarik Kinako dari gerombolan mereka tapi aku malah
ikut terlibat, tepat ketika jam pelajaran memasak di ruang PKK, Azumi-san melakukan permainan mengerikan itu
lagi. Permainannya hanya seperti jelangkung biasa namun harus ada satu anak
yang dikorbankan untuk permainan, anak yang dijadikan korban persembahan, itu
artinya korban permainan akan terkena kesialan paling lama seminggu tapi
semakin ke sini, siswi yang pernah menjadi korban mengalami hal buruk bahkan
sampai berbulan-bulan”
Aku menelan ludah, kesialan selama berbulan-bulan bukanlah hal yang
Aku menelan ludah, kesialan selama berbulan-bulan bukanlah hal yang
“Hari
itu, di musim dingin semuanya berawal ketika aku tiba-tiba diseret ke ruang PKK
di sana aku melihat Kinako sudah babak belur. Azumi-san yang melakukan persembahan itu mengatakan ‘Kalau kau membiarkan
adikmu menjadi korban persembahan kami tidak akan mengganggumu lagi’” aku
melihat Kohane mulai gemetaran lalu dengan suara parau dia melanjutkan, “Kinako
menjatuhkanku dari jendela, aku jatuh di atas atap pemisah gedung itu,.. aku
berusaha menolong... aku meminta bantuan Tetsuya-nii chan tapi....”
“Ruang
PKK meledak karena Kinako meledakkannya” ucapku spontan. Gadis kecil itu
mengangguk, “Setelah itu aku langsung pergi ke TKP. Semua murid di sana terluka
parah, Azumi-san tewas ditempat,
sementara kakakku..., tangan kirinya putus” Kohane menangis, aku menggigit
bawah bibir, rasa sakit menghujam hatiku mengingat bahwa Kinako ternyata selama
ini terus menderita aku baru mengerti arti dari bekas luka-lukanya itu.
“Kau bilang kalau Azumi melakukan semua ini. apa itu artinya yang tadi itu adalah roh Azumi?” tanya Akashi.
“Kau bilang kalau Azumi melakukan semua ini. apa itu artinya yang tadi itu adalah roh Azumi?” tanya Akashi.
“Bukan,
itu bukan roh. Itu Shisha, sosok yang
memiliki wujud namun dia tidak menyadari dirinya telah mati. Shisha bisa berbaur dengan manusia tapi Shisha dekat dengan kematian, dimanapun
oleh siapapun !” Oh tidak, aku punya
firasat buruk.
“Kemana Kinako?! Dia pasti sedang bersama Kagami kan!?” ucap Aomine.
“Kurasa aku tahu kemana dia pergi” Kohane menyahut sebelum dia limbung dan terpaksa duduk di kursi tunggu bersama dengan teman-teman Akashi-kun
“Kemana Kinako?! Dia pasti sedang bersama Kagami kan!?” ucap Aomine.
“Kurasa aku tahu kemana dia pergi” Kohane menyahut sebelum dia limbung dan terpaksa duduk di kursi tunggu bersama dengan teman-teman Akashi-kun
“Kemana anak itu?”tuntut Midorima-kun tentunya Takao-kun siap
mendampingi dengan berada di sebelahnya, “Kemana dia pergi, Kohane?” sekali
lagi pertanyaan itu terlontar tapi dari mulutku sendiri.
“SMP TEIKOU”
Jawaban
singkat itu membuat kami terhenyak,tanpa sadar aku menahan napas. Kami
berpandangan, sepertinya kami memiliki satu pemikiran yang sama.
XXXXXX
“You, me, Hell and Heaven. That’s
not a Dream. Thas a Real Place”
HIMURO
TATSUYA
Setasiun
Kereta 21.05 p.m
Kupikir
situasi ini sepertinya tidak begitu baik.
Kinako dan Taiga tampak tegang, sementara aku malah menjadi orang ketiga yang tidak mengetahui apapun dan malah terseret-seret di dalam kerusuhan yang kurasa sangat mengerikan. Sepanjang perjalanan Kinako membicarakan tentang serentetan kasus yang ternyata tidak hanya aku dan Atsushi saja yang mengalaminya tapi bahkan Kise-kun dari Kaijou terpaksa dilarikan ke unit gawat darurat karena pendarahan hebat.
Kinako dan Taiga tampak tegang, sementara aku malah menjadi orang ketiga yang tidak mengetahui apapun dan malah terseret-seret di dalam kerusuhan yang kurasa sangat mengerikan. Sepanjang perjalanan Kinako membicarakan tentang serentetan kasus yang ternyata tidak hanya aku dan Atsushi saja yang mengalaminya tapi bahkan Kise-kun dari Kaijou terpaksa dilarikan ke unit gawat darurat karena pendarahan hebat.
God sepertinya ini bakal menjadi urusan
yang panjang. Kami berada di setasiun kereta menunggu kereta tumpangan kami
untuk melesat menuju SMP Teikou, SMP para Kiseki
no Sedai berada, sementara gadis imut itu tetap mengcengkram lengan
jaketku, aku hanya bisa menepuk-nepuk pelan kepalanya kalau aku sampai
melepaskan lenganku mungkin Kinako bakal nekat berlari ke tengah rel
kereta(baiklah kenapa aku malah berfantasi sado seperti ini?)
“Kereta
datang 10 menit lagi, kau lapar?” Taiga tiba-tiba datang dengan beberapa
bungkusan di kedua tangannya, dia menyodorkan sekotak bento padaku.
“Ah, terima kasih Taiga. Kinako ayo makan dulu ini
bentonya masih hangat” aku menyodorkan bento kedepan anak bersurai hitam itu,
dia memperhatikan bentonya lalu menggeleng. “Tidak usah, aku tidak lapar”
tolaknya.
“Kau belum makan dari tadi siang dasar anak keras kepala!” cecar Taiga.
“Kau belum makan sejak tadi siang dan berlarian di bawah hujan?” tanyaku, sungguh aku tidak percaya karena anak ini mau sehat atau sakit kulitnya tetap pucat—dia bilang karena bawaan—dan sempat membuatku takut karena sekarang kulitnya bertambah pucat saja dia berlarian di bawah hujan sederas itu dengan perut keroncongan kalau aku mungkin sudah pingsan.
“Kau belum makan dari tadi siang dasar anak keras kepala!” cecar Taiga.
“Kau belum makan sejak tadi siang dan berlarian di bawah hujan?” tanyaku, sungguh aku tidak percaya karena anak ini mau sehat atau sakit kulitnya tetap pucat—dia bilang karena bawaan—dan sempat membuatku takut karena sekarang kulitnya bertambah pucat saja dia berlarian di bawah hujan sederas itu dengan perut keroncongan kalau aku mungkin sudah pingsan.
“Tidak
baik kalau kau sendiri malah sakit, aku tahu kau pasti sangat mengkhawatirkan
teman-temanmu kan?” aku berusaha membujuknya tapi dia malah semakin mempererat
cengkraman tangannya, di saat aku kebingungan Taiga berjongkok di depan kami
lalu..., “Nih, makan!” Taiga langsung memasukkan sebuah takoyaki tepat ke mulut
Kinako, membuat anak itu dan juga aku langsung terkejut bukan kepalang.
“A, aku nggak mau makan!” seru Kinako dengan suaranya yang melengking tinggi(dan terdengar imut di telingaku).
“Kalau kau masih punya waktu untuk merengek seperti anak umur 3 tahun lebih baik kau makan dan yang lebih penting” Taiga menepuk kepala Kinako dan memberikan cengiran jahil miliknya, “Tersenyumlah!” suasana berangsur-angsur menghangat Kinako menuruti perkataan Taiga lalu makan kotak bento yang ukurannya lebih kecil dari milik kami dan duduk di antara aku dan Taiga.
“A, aku nggak mau makan!” seru Kinako dengan suaranya yang melengking tinggi(dan terdengar imut di telingaku).
“Kalau kau masih punya waktu untuk merengek seperti anak umur 3 tahun lebih baik kau makan dan yang lebih penting” Taiga menepuk kepala Kinako dan memberikan cengiran jahil miliknya, “Tersenyumlah!” suasana berangsur-angsur menghangat Kinako menuruti perkataan Taiga lalu makan kotak bento yang ukurannya lebih kecil dari milik kami dan duduk di antara aku dan Taiga.
Tanpa
sadar aku terkekeh melihat perilaku Kinako, maksudku aku sama dengan Taiga
tidak punya sanak saudara baik kakak atau adik jadi melihat Kinako yang
sekarang sedang duduk menikmati onigiri dengan menggembungkan pipinya yang ranum membuatku geli.
“Kau
tidak perlu ngambek karena kotak bento” ledek Taiga
“Aku nggak ngambek, cuma kenapa porsiku kecil sekali?” tanya Kinako, “Soalnya perut Kinako lebih mungil dari perut Taiga yang sebesar tong” jawabku sekenanya.
“Kau ngajak ribut,ya? Kalau tidak habis kau bisa berikan padaku” sembur Taiga, Kinako hanya mengerucutkan bibirnya dan kembali menikmati bento tanpa protes(mungkin dia takut bentonya yang minim bakal ludes disambar Taiga).
“Aku nggak ngambek, cuma kenapa porsiku kecil sekali?” tanya Kinako, “Soalnya perut Kinako lebih mungil dari perut Taiga yang sebesar tong” jawabku sekenanya.
“Kau ngajak ribut,ya? Kalau tidak habis kau bisa berikan padaku” sembur Taiga, Kinako hanya mengerucutkan bibirnya dan kembali menikmati bento tanpa protes(mungkin dia takut bentonya yang minim bakal ludes disambar Taiga).
“Serasa
punya adik,ya Taiga?” cengirku lalu Taiga hanya mengangkat alis dan semburat
garis merah mewarnai pipinya meski samar, “Hm... iya bagaimana,ya? Aku sudah
terbiasa dengannya jadi mungkin saja begitu” jawab Taiga malu-malu.
“Aku merasa punya banyak kakak” bisik Kinako. Aku melirik kepadanya, ujung bibirnya melengkung ke atas dan entah kenapa malah membuatku deg-degan daripada senang. Astaga ada apa denganku? Anak ini terlihat sangat manis.
“Keretanya sudah datang,tuh!” tunjuk Kinako.
“Ayo kita bergegas...” Taiga yang berjalan duluan tiba-tiba ditarik paksa oleh Kinako, membuatku yang baru setengah berdiri langsung menyanggah tubuhnya lalu terdengar bunyi gedebuk keras yang sempat menyita perhatian beberapa orang di sana,
“Aku merasa punya banyak kakak” bisik Kinako. Aku melirik kepadanya, ujung bibirnya melengkung ke atas dan entah kenapa malah membuatku deg-degan daripada senang. Astaga ada apa denganku? Anak ini terlihat sangat manis.
“Keretanya sudah datang,tuh!” tunjuk Kinako.
“Ayo kita bergegas...” Taiga yang berjalan duluan tiba-tiba ditarik paksa oleh Kinako, membuatku yang baru setengah berdiri langsung menyanggah tubuhnya lalu terdengar bunyi gedebuk keras yang sempat menyita perhatian beberapa orang di sana,
“Kinako!
Teme(*kata informal Kagami kalau marah) kau
sedang apa!?” seru Taiga lalu Kinako hanya melingkarkan tangannya yang kecil di
lengan Taiga meski aku tidak mengerti sesaat ada jeritan keras disertai
beberapa teriakan histeris.
Suara raungan kereta datang dari arah berlawanan lalu... sesuatu yang basah terciprat ke arah wajahku bukan hanya itu benda hangat basah itu terlempar ke arah kami bedua yang masih terduduk di atas beton keras tak jauh dari pinggir rel kereta. Aku mengusap wajahku, yang kutemukan adalah bercak merah kental. Ini DARAH!
“Seseorang terlindas kereta!!” seru seorang petugas kereta.
“U..ugh, a,apa yang terjadi?” tanya Taiga yang kulihat juga tak luput dari cipratan darah yang lumayan banyak mampir ke jersey miliknya. “I, itu.. kenapa orang itu bisa meloncat ke tengah rel padahal....” Taiga melanjutkan dengan terbata.
“Katanya orang itu bunuh diri?!” bisik seorang pemuda di dekatku.
“Mana mungkin, aku dengar dia di dorong tapi tidak tahu siapa yang mendorongnya. Hari ini benar-benar banyak kejadian aneh!” sahut temannya, yaampun bulu kudukku merinding kemudian Kinako tiba-tiba berjalan di antara kami lalu melongokkan kepalanya ke tengah rel.
“Buku itu..., kenapa ada di sana” gumamnya, “Kinako?” aku mencoba menjajarkan diriku dengannya dan untuk pertama kalinya manik delima Kinako yang biasanya tenang dan sayu sekarang dipenuhi dengan kengerian dan ketakutan, aku mengikuti arah pandangannya dan bertemu dengan buku tua lusuh bersampul cokelat yang di sana tertulis besar-besar;
Suara raungan kereta datang dari arah berlawanan lalu... sesuatu yang basah terciprat ke arah wajahku bukan hanya itu benda hangat basah itu terlempar ke arah kami bedua yang masih terduduk di atas beton keras tak jauh dari pinggir rel kereta. Aku mengusap wajahku, yang kutemukan adalah bercak merah kental. Ini DARAH!
“Seseorang terlindas kereta!!” seru seorang petugas kereta.
“U..ugh, a,apa yang terjadi?” tanya Taiga yang kulihat juga tak luput dari cipratan darah yang lumayan banyak mampir ke jersey miliknya. “I, itu.. kenapa orang itu bisa meloncat ke tengah rel padahal....” Taiga melanjutkan dengan terbata.
“Katanya orang itu bunuh diri?!” bisik seorang pemuda di dekatku.
“Mana mungkin, aku dengar dia di dorong tapi tidak tahu siapa yang mendorongnya. Hari ini benar-benar banyak kejadian aneh!” sahut temannya, yaampun bulu kudukku merinding kemudian Kinako tiba-tiba berjalan di antara kami lalu melongokkan kepalanya ke tengah rel.
“Buku itu..., kenapa ada di sana” gumamnya, “Kinako?” aku mencoba menjajarkan diriku dengannya dan untuk pertama kalinya manik delima Kinako yang biasanya tenang dan sayu sekarang dipenuhi dengan kengerian dan ketakutan, aku mengikuti arah pandangannya dan bertemu dengan buku tua lusuh bersampul cokelat yang di sana tertulis besar-besar;
“YANG AKAN MATI ADALAH PANGERAN MATAHARI
TEPAT PUKUL 00.00”
Aku tidak mengerti
maksud kalimat dengan tulisan seperti ceker ayam itu, pangeran matahari? Siapa
yang dimaksud di dalam buku tersebut?
“Apa aku perlu mengambil buku itu?” tanya Taiga, tapi tanpa menunggu jawaban sahabatku langsung meluncur ke dalam rel dan kembali dengan buku butut di tangannya.
“Apa aku perlu mengambil buku itu?” tanya Taiga, tapi tanpa menunggu jawaban sahabatku langsung meluncur ke dalam rel dan kembali dengan buku butut di tangannya.
“Jadi siapa yang dimaksud Pangeran Matahari itu?”
tanyaku.
“Ada kemungkinan Akashi adalah incaran berikutnya” jawab Taiga, tanpa kuduga Kinako mengambil buku ditangan Taiga lalu matanya yang tadi sempat membuatku sedih sekarang malah membuat bulu romaku meremang ngeri.
“Yang diincarnya itu bukan Sei-nii ..., tapi RYOUTA”
Boleh percaya atau tidak sekarang aku benar-benar merasa ketakutan.
“Ada kemungkinan Akashi adalah incaran berikutnya” jawab Taiga, tanpa kuduga Kinako mengambil buku ditangan Taiga lalu matanya yang tadi sempat membuatku sedih sekarang malah membuat bulu romaku meremang ngeri.
“Yang diincarnya itu bukan Sei-nii ..., tapi RYOUTA”
Boleh percaya atau tidak sekarang aku benar-benar merasa ketakutan.
XXXXXX
“Heaven is place, where you can buy
anything without Blood”
KAGAMI TAIGA
Setasiun
Kereta. 21.20 p.m
Kejadian di
setasiun nyaris mencabut nyawaku seketika.
Karena tidak ingin ketinggalan jadwal akhirnya kami langsung masuk ke gerbong kereta yang sudah menunggu di depan kami, meski keberangkatannya malah terlambat meski 5 menit akibat ‘jatuhnya seorang pemuda’ kutebak seluruh badannya sudah tidak bisa lagi dikenali lagi.
Sementara para polisi dan para medis berkerumun untuk mengusungi jenazah malang itu kami sudah berada di gerbong kereta dan melesat meninggalkan setasiun menyeramkan tersebut sepanjang di gerbong kereta hanya ada kesunyian, kami bertiga sudah melihat banyak teror di sepanjang hari ini bahkan aku baru sadar sekarang hampir menunjuk pukul setengah sepuluh malam.
Sial, badanku sakit dan kepalaku terasa sangat berat gara-gara semua permasalahan keparat ini “Kinako, sebenarnya kenapa kau membawa kami ke Teikou?” kudengar suara Tatsuya yang halus membuka ketegangan di antara kami.
Karena tidak ingin ketinggalan jadwal akhirnya kami langsung masuk ke gerbong kereta yang sudah menunggu di depan kami, meski keberangkatannya malah terlambat meski 5 menit akibat ‘jatuhnya seorang pemuda’ kutebak seluruh badannya sudah tidak bisa lagi dikenali lagi.
Sementara para polisi dan para medis berkerumun untuk mengusungi jenazah malang itu kami sudah berada di gerbong kereta dan melesat meninggalkan setasiun menyeramkan tersebut sepanjang di gerbong kereta hanya ada kesunyian, kami bertiga sudah melihat banyak teror di sepanjang hari ini bahkan aku baru sadar sekarang hampir menunjuk pukul setengah sepuluh malam.
Sial, badanku sakit dan kepalaku terasa sangat berat gara-gara semua permasalahan keparat ini “Kinako, sebenarnya kenapa kau membawa kami ke Teikou?” kudengar suara Tatsuya yang halus membuka ketegangan di antara kami.
“Azumi
pasti ada di sana, aku akan menghentikannya sebelum dia kembali ke rumah sakit
dan meneror Ryouta” jawab Kinako pelan dan serius, kenapa di saat begini
daripada takut aku malah justru merasa kasihan padanya tapi dia pernah
mengatakan “Jangan melakukan hal yang
tidak berguna, mengasihani sama saja melakukan hal yang tidak berguna”,
jadi apapun alasannya meski seluruh anggota
tim merasa iba dan kasihan padanya dia bukannya menerima simpati kami, malah
kami yang akan dibabatnya karena dia bakal marah bila ada yang merasa kasihan
padanya.
Sungguh,
awalnya aku kira anak ini memang aneh atau mungkin sedikit abnormal tapi lambat
laun aku mengerti alasan anak itu berbuat demikian, aku cukup menerima
alasannya(yang sebenarnya kurang masuk akal di telingaku) dan aku mencoba untuk
melepaskannya, tapi sial bagiku bukannya semakin jauh aku semakin tidak mau
melepaskan anak itu—bagaimanapun Kinako tinggal satu rumah denganku dan
kehidupannya juga merupakan bagian kehidupanku—jadi aku sudah memutuskan untuk
tidak membiarkannya lagi.
“Kinako”
panggilku, dia melirik dari balik tirai rambut depannya”Kurasa aku mengerti
bagaimana perasaanmu sekarang” aku terdiam sebentar sementara kedua orang di
sampingku menatap dengan penuh tanda tanya,
“Aku mungkin akan berbuat hal yang sama bila teman-temanku bernasib seperti ini terutama aku mengerti kalau Kise adalah salah satu oeang yang amat sangat penting bagimu. Berkorban demi orang lain, berpikir untuk lebih baik terluka sendiri daripada orang lain tapi apa kau pernah memikirkan bagaimana perasaan orang yang kau lindungi melihatmu terluka?” baik, sekali lagi aku hanya mengatakan apa yang ada di dalam kepalaku dan ternyata ucapaknku terdengar konyol di telingaku tapi karena sudah kukatakan jadi kulanjutkan saja,
“Awalnya aku berpikir untuk masa bodoh karena sikapmu itu menyebalkan, membuatku ingin sekali menjauhimu tapi semakin aku menjauh aku semakin menyadari kalau aku tidak bisa membiarkanmu sendirian. Dengar, sejahat apapun kau memperlakukanku, camkan di kepalamu itu; aku selalu berada di pihakmu, takkan kubiarkan kau sendirian! Kalau kau mencoba berulah aku akan mengejarmu ke neraka sekalipun!”
“Aku mungkin akan berbuat hal yang sama bila teman-temanku bernasib seperti ini terutama aku mengerti kalau Kise adalah salah satu oeang yang amat sangat penting bagimu. Berkorban demi orang lain, berpikir untuk lebih baik terluka sendiri daripada orang lain tapi apa kau pernah memikirkan bagaimana perasaan orang yang kau lindungi melihatmu terluka?” baik, sekali lagi aku hanya mengatakan apa yang ada di dalam kepalaku dan ternyata ucapaknku terdengar konyol di telingaku tapi karena sudah kukatakan jadi kulanjutkan saja,
“Awalnya aku berpikir untuk masa bodoh karena sikapmu itu menyebalkan, membuatku ingin sekali menjauhimu tapi semakin aku menjauh aku semakin menyadari kalau aku tidak bisa membiarkanmu sendirian. Dengar, sejahat apapun kau memperlakukanku, camkan di kepalamu itu; aku selalu berada di pihakmu, takkan kubiarkan kau sendirian! Kalau kau mencoba berulah aku akan mengejarmu ke neraka sekalipun!”
Hening,
Tatsuya bahkan sampai tercengang mendengar penyartaanku—yang lebih mirip
seperti deklarasi perang—Ah, terserah apa kata mereka aku tidak peduli meski
omonganku malah terlihat seperti orang bodoh itu lebih baik daripada
mengingkari kata hati sendiri apalagi saat ini aku sedang kesal makanya aku
mengucapkannya sesukaku, inilah Kagami Taiga, bukan siapa-siapa mau dia
menerima atau tidak itu urusannya.
Atmosfer sesak membuatku was-was berbagai
kemungkinan berada di dalam otakku, apakah anak ini bakal meninjuku keluar
kereta? Atau menusukku dengan pisau seukuran kepala Murasakibara.
“Kukira masih ada orang bodoh yang mau bicara seperti itu di tempat umum”
desis Kinako pelan, “Kupikir tidak masalah kalau aku saja yang menanggungnya, aku tidak keberatan terluka lagipula luka-luka ini tidak menyakitkan” Kinako dengan suara pelan dan sendu mencoba membela diri.
“Kinako, lukamu itu memang tidak sakit. Tapi luka yang tidak kelihatan itu lebih menyakitkan,lho” Tatsuya dengan sekali ucap langsung membuat Kinako kembali terisak, kupikir ini lebih baik maksudku jujur pada diri sendiri adalah hal yang terbaik,kan? “Kita akan pergi ke Teikou sekarang, apapun yang terjadi aku tidak akan membiarkanmu terluka!”
“Kukira masih ada orang bodoh yang mau bicara seperti itu di tempat umum”
desis Kinako pelan, “Kupikir tidak masalah kalau aku saja yang menanggungnya, aku tidak keberatan terluka lagipula luka-luka ini tidak menyakitkan” Kinako dengan suara pelan dan sendu mencoba membela diri.
“Kinako, lukamu itu memang tidak sakit. Tapi luka yang tidak kelihatan itu lebih menyakitkan,lho” Tatsuya dengan sekali ucap langsung membuat Kinako kembali terisak, kupikir ini lebih baik maksudku jujur pada diri sendiri adalah hal yang terbaik,kan? “Kita akan pergi ke Teikou sekarang, apapun yang terjadi aku tidak akan membiarkanmu terluka!”
Kami
sampai di sini, sedikit jauh dari setasiun tapi melihat bangunan SMP Teikou
pada malam hari terlihat sangat suram dan mengerikan, inikah SMP paling
ditakuti dulu?
Bangunannya
horor sekali. Aku menelan ludah, sebenarnya aku tidak sudi berurusan dengan
makhluk-makhluk menyeramkan itu tapi dia seperti hidup di dua dunia di satu
sisi dia sudah mati tapi dia tetap eksis dan buktinya dia mampu menebar teror
bahkan hampir merenggut nyawa Kise seperti itu.
“Jam berapa sekarang?” tanya Kinako, “Jam 21.35” sahut Tatsuya sembari melihat jam tangannya. Kinako terdiam lama lalu dengan sekali lompatan dia berhasil melewati gerbang Teikou.
“Refleks yang hebat” puji Tatsuya, yaah bagaimana,ya sebenarnya Kinako memang punya kemampuan diatas anak seumurnya apalagi gaya bermainnya yang licin itu bisa membuat kalian yang melihatnya tercengang, sama saja dengan adik kembarnya.
“Kau tahu dimana ‘si cewek setan’ itu berada?” tanyaku yang langsung melompat melewati pagar lalu berdiri di dekatnya.
“Di ruang PKK” seketika angin berhembus liar, aku langsung mengambil ancang-ancang kemudian aku bisa mendengar Tatsuya berteriak “Taiga lindungi Kinako-chan!!” mataku langsung terbuka seketika karena ada sesuatu menerjang ke arah kami—atau lebih tepatnya ke arah Kinako!!
“Jam berapa sekarang?” tanya Kinako, “Jam 21.35” sahut Tatsuya sembari melihat jam tangannya. Kinako terdiam lama lalu dengan sekali lompatan dia berhasil melewati gerbang Teikou.
“Refleks yang hebat” puji Tatsuya, yaah bagaimana,ya sebenarnya Kinako memang punya kemampuan diatas anak seumurnya apalagi gaya bermainnya yang licin itu bisa membuat kalian yang melihatnya tercengang, sama saja dengan adik kembarnya.
“Kau tahu dimana ‘si cewek setan’ itu berada?” tanyaku yang langsung melompat melewati pagar lalu berdiri di dekatnya.
“Di ruang PKK” seketika angin berhembus liar, aku langsung mengambil ancang-ancang kemudian aku bisa mendengar Tatsuya berteriak “Taiga lindungi Kinako-chan!!” mataku langsung terbuka seketika karena ada sesuatu menerjang ke arah kami—atau lebih tepatnya ke arah Kinako!!
“Bahaya!!”
tanpa pikir panjang aku langsung melindungi tubuh mungilnya dari sebuah benda
keras tersebut aku bisa mendengar benturan antara lenganku dengan benda itu,
itu meja! Gila, siapa yang melempar meja sebesar badan Kuroko dengan kekuatan
bak sapi bajak?!
“Kagami-Nii!
Tanganmu, tanganmu berdarah!” seru Kinako.
“Lebih baik daripada kau yang berdarah, ayo cepat kita harus bergegas” ucapku.
“Lebih baik daripada kau yang berdarah, ayo cepat kita harus bergegas” ucapku.
“Kita
disambut,ya?” Tatsuya menghampiri kami. Aku tidak yakin akan hal ini, karena
aku punya perasaan tidak baik.
XXXXXX
AOMINE DAIKI
Halte
Bus. 21.55 p.m
Sungguh
suatu nostalgia, aku tak percaya aku bakal kembali lagi.
Kami, alumni SMP Teikou sekarang sudah berkumpul di halte bus untuk menunggu kedatangan bus malam terakhir,suatu pemandangan yang amat langka dan jarang sekali semenjak kami masuk ke SMA yang berbeda. Aku, Akashi, Midorima, Murasakibara, dan Tetsu—minus Kise—berdiri di halte yang masih diguyur oleh rintik hujan semenjak kami berangkat dari rumah sakit.
Kami, alumni SMP Teikou sekarang sudah berkumpul di halte bus untuk menunggu kedatangan bus malam terakhir,suatu pemandangan yang amat langka dan jarang sekali semenjak kami masuk ke SMA yang berbeda. Aku, Akashi, Midorima, Murasakibara, dan Tetsu—minus Kise—berdiri di halte yang masih diguyur oleh rintik hujan semenjak kami berangkat dari rumah sakit.
“Jahat
sekali kalian meninggalkanku sendirian” suara yang terdengar mengejek itu
datang dan membuat mata kami semua terbelalak, “Kok tampang kalian menyiratkan
aku seperti penjahat,sih? Ayolah aku juga mau bergabung di pesta ini” anak ini
benar-benar tidak tahu situasi!
“Kohane!? Kenapa kau kelayapan sampai ke sini, dan kenapa kau sendirian” teguran itu berasal dari mulutku sayangnya anak menyebalkan bermata merah itu malah menelengkan kepalanya,
“Aku hanya ingin memastikan kalian tidak kesasar pergi ke Teikou” jelasnya sambil berlalu kemudian menghampiri Tetsu. Cih, aku dicuekin.
“Kohane!? Kenapa kau kelayapan sampai ke sini, dan kenapa kau sendirian” teguran itu berasal dari mulutku sayangnya anak menyebalkan bermata merah itu malah menelengkan kepalanya,
“Aku hanya ingin memastikan kalian tidak kesasar pergi ke Teikou” jelasnya sambil berlalu kemudian menghampiri Tetsu. Cih, aku dicuekin.
“Aku
harap Tetsuya-nii mengerti, Kakakku
hanya ingin melindungi kalian dan aku juga ingin memastikan padamu bahwa SEIRIN tetaplah rumahnya. Jadi tenang
saja” tutur Kohane, Tetsu hanya terpaku mendengar penjelasan itu
“Terima..kasih” jawab Tetsu lirih, ah aku sudah lama tidak melihat Tetsu seperti ini biasanya dia hanya memasang wajah tanpa emosi dan sangat penyabar, tapi sekarang dia begitu rapuh serta emosi yang tak terkendali.
“Perasaanku tidak baik” ucap Midorima
“Apa yang kau maksud?” tanya Takao, wah aku baru menyadari dia sedari tadi ada di situ! “Hua, Takao! Sejak kapan kau ada di situ?” seruku, “Aku mengikuti kalian dari tadi kok dan tambahan pula aku yang mengajak anak manis ini ke—“.
“Takao-Teme!! Apa yang kau lakukan mengajak Kohane kemari, Hah! Kau mau kubunuh,ya!?” geram Midorima langsung menjambret kerah Takao dan banyak aura-aura membunuh bak Reserse kepolisian sehingga membuatku bergidik.
“Midori-chan jangan sakiti Taka-chan, aku yang minta datang sendiri ke sini!” seru Kohane, kami semua terkejut “Hei, apa kau tidak bisa mengukur batas dirimu sendiri? Luka-lukamu—“ ujarku lalu langsung dipatahkan oleh argumennya
“Luka-lukaku tidak sebanding dengan luka yang diderita kakakku! Jadi biarkan aku bertarung untuk dirinya!”
Sejujurnya aku mengerti sekali bagaimana penderitaan mereka tapi mungkin aku saja yang terlambat menyadarinya meski begitu sepasang mata berwarna merah di depanku sekarang terlihat sangat mengintimidas, kilatan matanya mengingatkanku akan Kinako ketika dirinya emosi. Ya,ampun mereka memiliki kemiripan di sisi yang tidak menyenangkan!
“Jadi, apakah kita harus ke SMP kita dulu?” tanya Murasakibara.
“Perasaanku tidak enak semenjak kalian pergi sebenarnya aku mencemaskan One-chan karena alasan yang lain selain lukanya itu” hening, aku mengangkat satu alisku, “Apa maksudmu, kau mengkhawatirkannya karena kau tahu dia terluka,kan?” tanyaku heran.
“Terima..kasih” jawab Tetsu lirih, ah aku sudah lama tidak melihat Tetsu seperti ini biasanya dia hanya memasang wajah tanpa emosi dan sangat penyabar, tapi sekarang dia begitu rapuh serta emosi yang tak terkendali.
“Perasaanku tidak baik” ucap Midorima
“Apa yang kau maksud?” tanya Takao, wah aku baru menyadari dia sedari tadi ada di situ! “Hua, Takao! Sejak kapan kau ada di situ?” seruku, “Aku mengikuti kalian dari tadi kok dan tambahan pula aku yang mengajak anak manis ini ke—“.
“Takao-Teme!! Apa yang kau lakukan mengajak Kohane kemari, Hah! Kau mau kubunuh,ya!?” geram Midorima langsung menjambret kerah Takao dan banyak aura-aura membunuh bak Reserse kepolisian sehingga membuatku bergidik.
“Midori-chan jangan sakiti Taka-chan, aku yang minta datang sendiri ke sini!” seru Kohane, kami semua terkejut “Hei, apa kau tidak bisa mengukur batas dirimu sendiri? Luka-lukamu—“ ujarku lalu langsung dipatahkan oleh argumennya
“Luka-lukaku tidak sebanding dengan luka yang diderita kakakku! Jadi biarkan aku bertarung untuk dirinya!”
Sejujurnya aku mengerti sekali bagaimana penderitaan mereka tapi mungkin aku saja yang terlambat menyadarinya meski begitu sepasang mata berwarna merah di depanku sekarang terlihat sangat mengintimidas, kilatan matanya mengingatkanku akan Kinako ketika dirinya emosi. Ya,ampun mereka memiliki kemiripan di sisi yang tidak menyenangkan!
“Jadi, apakah kita harus ke SMP kita dulu?” tanya Murasakibara.
“Perasaanku tidak enak semenjak kalian pergi sebenarnya aku mencemaskan One-chan karena alasan yang lain selain lukanya itu” hening, aku mengangkat satu alisku, “Apa maksudmu, kau mengkhawatirkannya karena kau tahu dia terluka,kan?” tanyaku heran.
“Dulu
sekali, saat kami masih berusia tujuh tahun ketika masih di panti asuhan aku
dan Kinako sering berseteru dengan seorang anak laki-laki tetangga yang tak
jauh dari panti asuhan kami. Aku memang suka sekali menjahilinya kadang aku
berpikir kejahilanku sudah kelewat batas sampai-sampai di tegur oleh Itou-chan, tapi aku tidak pernah menyangka
kalau Kinako yang lebih sering berdiam diri suatu hari berkata ; “Tenang saja, anak itu sudah tidak bisa
mengganggu soalnya kelinci yang dimilikinya sudah kumasak”
Oh no!
Cerita seram macam apa itu? Aku tidak pernah percaya anak semanis Kinako bahkan
mampu membunuh seekor kelinci.
“Seperti yang kalian tahu,kan? Aku licik dan manipulatif tapi seperti apapun aku tak mau melukai atau bahkan membunuh makhluk hidup, berbeda dengan Kinako kalau kalian mau tahu dia bahkan tak pernah punya belas kasihan pada siapapun yang dianggapnya mengganggu” cerita Kohane membuatku juga teman-temanku bergidik ngeri, Tetsu bahkan sampai memasang wajah horor tentu saja mana mungkin kau tidak akan memasang tampang shock kalau mendengar cerita seperti itu?
Gadis mungil yang terlihat manis di depan semua orang ternyata pembunuh berdarah dingin!
“Seperti yang kalian tahu,kan? Aku licik dan manipulatif tapi seperti apapun aku tak mau melukai atau bahkan membunuh makhluk hidup, berbeda dengan Kinako kalau kalian mau tahu dia bahkan tak pernah punya belas kasihan pada siapapun yang dianggapnya mengganggu” cerita Kohane membuatku juga teman-temanku bergidik ngeri, Tetsu bahkan sampai memasang wajah horor tentu saja mana mungkin kau tidak akan memasang tampang shock kalau mendengar cerita seperti itu?
Gadis mungil yang terlihat manis di depan semua orang ternyata pembunuh berdarah dingin!
“Aku
tidak peduli, Kinako tetap teman kami, tetap anggota SEIRIN dan aku sudah
berjanji tidak akan meninggalkannya lagi.., kami SEIRIN tak akan membuangnya!”
Wow, aku kagum dengan tekad Tetsu sepertinya Akashi juga mengerti itu
sampai-sampai dia menyunggingkan senyum bangga.
“Baiklah, sepertinya Bus sudah datang kita harus bergegas” komando Akashi lalu serempak kami masuk ke Bus dan menunggu transportasi sederhana tersebut membawa kami ke tempat tujuan.
“Baiklah, sepertinya Bus sudah datang kita harus bergegas” komando Akashi lalu serempak kami masuk ke Bus dan menunggu transportasi sederhana tersebut membawa kami ke tempat tujuan.
Tiba-tiba
di tengah-tengah keheningan dering ponsel Akashi membuyarkan suasana khidmat
tersebut, “Moshi-moshi Mibuchi-san, ada apa? Apa, eh, kau tidak
bercanda kan?! Tetap di sana kami akan segera kembali tolong kau pantau terus
keadaannya secepatnya hubungi Kasamatsu-san
dan—akh!” Akashi menjauhkan ponselnya seketika lalu menutup satu
telinganya, dia seperti kesakitan lalu kami langsung menatapnya penuh harap.
“Aka-chan, kenapa?” tanya Kohane
was-was.
“Keadaan Kise mendadak kritis, dan lagi aku mendengar suara melengking di tengah-tengah pembicaraan kami seperti ada yang menghalangi...”
“Keadaan Kise mendadak kritis, dan lagi aku mendengar suara melengking di tengah-tengah pembicaraan kami seperti ada yang menghalangi...”
Apa!?
“Kita harus bagaimana? Kita tak mungkin kembali lagi..., Huaa!!” Bus mendadak oleng dan aku bisa melihat Takao terlempar lumayan jauh hingga ke dekat kaca jendela bus di seberang kami lalu tanpa ada alasan yang jelas kaca jendela yang ditabrak Takao mendadak pecah sendiri! Tubuhnya otomatis menjulur keluar, Oh tidak! Aku harus meraih tangannya.
“Kita harus bagaimana? Kita tak mungkin kembali lagi..., Huaa!!” Bus mendadak oleng dan aku bisa melihat Takao terlempar lumayan jauh hingga ke dekat kaca jendela bus di seberang kami lalu tanpa ada alasan yang jelas kaca jendela yang ditabrak Takao mendadak pecah sendiri! Tubuhnya otomatis menjulur keluar, Oh tidak! Aku harus meraih tangannya.
“TAKAO!!” Tak disangka-sangka Midorima dengan
kecepatan setara Shinkasen langsung
meraih tangan Takao dan menariknya kembali ke dalam Bus, Wah! aku tak menyangka
si kacamata bermuka bete itu bisa berbuat begini. Apakah ini yang dimanakan
‘kasih sayang seorang teman?’
“Nya,nyaris
saja... ha,haha, terima kasih Shin-chan”
ucap Takao masih terduduk lemas di dekat kaki Murasakibara. “Midorima-kun kau hebat sekali, bagaimana bisa?”
tanya Tetsu.
“Apanya?” tanya Midorima. “Kau dengan kecepatan mengerikan langsung menyerudukku dan meraih tangan Takao sungguh persahabatan yang indah” ujarku pura-pura menghapus air mata.
“Diam!!” Midorima langsung menepis tangannya yang masih menggengam erat tangan Takao, mukanya langsung berubah merah. Haha, kau tahu itulah kelemahan Midorima, sayangnya sebelum kami sempat menghela napas lega entah mengapa kurasa Bus yang kami tumpangi seperti oleng ke kanan—ralat—bus kami seperti berjalan tidak semestinya! “Kohane!” Tetsu yang berada di sampingku menoba menangkap tangan Kohane karena kusadari anak itu mulai terlepas dari pegangannya dan terlempar ke depan bus, kusso! Kalau dibiarkan dia bisa terpental ke jendela depan yang lebih parah anak itu bisa menjebol kaca jendela!
“Tetsu, Kohane! Hua...! Murasakibara?!” astaga, demi apapun sekarang ini sosok culun Murasakibara di mataku telah berubah seratus delapan puluh derajat, dia keren banget!!
“Apanya?” tanya Midorima. “Kau dengan kecepatan mengerikan langsung menyerudukku dan meraih tangan Takao sungguh persahabatan yang indah” ujarku pura-pura menghapus air mata.
“Diam!!” Midorima langsung menepis tangannya yang masih menggengam erat tangan Takao, mukanya langsung berubah merah. Haha, kau tahu itulah kelemahan Midorima, sayangnya sebelum kami sempat menghela napas lega entah mengapa kurasa Bus yang kami tumpangi seperti oleng ke kanan—ralat—bus kami seperti berjalan tidak semestinya! “Kohane!” Tetsu yang berada di sampingku menoba menangkap tangan Kohane karena kusadari anak itu mulai terlepas dari pegangannya dan terlempar ke depan bus, kusso! Kalau dibiarkan dia bisa terpental ke jendela depan yang lebih parah anak itu bisa menjebol kaca jendela!
“Tetsu, Kohane! Hua...! Murasakibara?!” astaga, demi apapun sekarang ini sosok culun Murasakibara di mataku telah berubah seratus delapan puluh derajat, dia keren banget!!
Murasakibara
menghambur dari belakang lalu dengan sigap bak aktor-aktor di film Kung Fu dia
beraksi dengan cepat menangkap keduanya yang hendak terlempar ke depan, dengan
badannya yang luar biasa besar itu dia menangkap Tetsu dan Kohane lalu
membiarkan badannya sendiri menjadi penghalang! Murasakibara, setelah insiden
ini aku akan membuatkan nasi merah untukmu(tentu saja bukan aku yang
memasaknnya, melainkan Ryou, itu juga kalau anak itu sudah kembali dari
depresinya).
“Subarashi ii wa ne, Murasakibara” puji
Akashi.
“Kau luar biasa. Tak kusangka kau ada bakat menjadi stuntman” entah itu pujian atau celaan dari Midorima, Murasakibara tetap pada posisinya yang terpaksa duduk sembari kedua tangannya memegangi badan Tetsu dan Kohane.
“Kau luar biasa. Tak kusangka kau ada bakat menjadi stuntman” entah itu pujian atau celaan dari Midorima, Murasakibara tetap pada posisinya yang terpaksa duduk sembari kedua tangannya memegangi badan Tetsu dan Kohane.
“A, Arigatou, Murasaki-chan” tutur Kohane.
“Kalau aku sampai membiarkanmu terlepas maka ‘Nona Mochi’bakal membunuhku”
“Kalau aku sampai membiarkanmu terlepas maka ‘Nona Mochi’bakal membunuhku”
Nona
Mochi, kedengarannya terlalu imut untuk ukuran gadis yang
keberadaannya bahkan dipertanyakan itu. Tentu saja dia mirip Tetsu yang
memiliki bayangan setipis kertas tapi sekasat-kasatnya Tetsu hawa keberadaanya
masih bisa dirasakan—yang kumaksud di sini adalah hawa kehidupannya—sementara
Kinako bahkan tidak memiliki hawa kehidupan di sekitar dirinya, apakah hanya
aku yang terlalu parno atau itu hanya sugesti gilaku bahwa sebenarnya Kinako
sudah mati?
Membayangkannya saja membuat bulu kudukku
meremang.
“Hei, Kohane. Sebenarnya apa yang kau maksud dengan Shisha? Bukankah setiap sosok yang sudah
mati tidak akan kembali lagi?” tanya Tetsu. Kurasakan semua perhatian menuju ke
anak berambut hitam tersebut.
“Shisha sangat dekat dengan kematian, mereka menyebut kalau orang yang terkadang sudah meninggal merasa dirinya masih hidup. Membuat keadaan menjadi sejenis ‘fenomena’ tersendiri, aku tidak begitu yakin apakah Azumi sendiri sudah menyadari kalau dirinya telah tiada” Kohane menatap kaca jendela bus yang berembun lalu menghela napas dan melanjutkan.
“Sebenarnya, aku ingin sekali mengatakannya, kalau... ada sesuatu yang tertinggal, kebenaran yang hanya dipegang olehku dan...”
“Shisha sangat dekat dengan kematian, mereka menyebut kalau orang yang terkadang sudah meninggal merasa dirinya masih hidup. Membuat keadaan menjadi sejenis ‘fenomena’ tersendiri, aku tidak begitu yakin apakah Azumi sendiri sudah menyadari kalau dirinya telah tiada” Kohane menatap kaca jendela bus yang berembun lalu menghela napas dan melanjutkan.
“Sebenarnya, aku ingin sekali mengatakannya, kalau... ada sesuatu yang tertinggal, kebenaran yang hanya dipegang olehku dan...”
Suasana mendadak tegang, mata anak itu menyorot tajam
tapi bukan ke arahku melainkan ke arah MIDORIMA! Kenapa, apa masih ada yang
harus kami ingat?
“Sekali kau memasuki
garis itu, kau tidak akan bisa kembali” Kohane duduk lalu kembali menatap
Midorima dan Tetsu bergantian, “Kalian harus mengetahui kebenarannya...,
teka-teki ini dan juga ‘korban
persembahan yang sebenarnya’”
Bus
berhenti tepat ketika palang pintu kereta tertutup. Perasaanku mengatakan bahwa
ini akan menjadi semakin buruk.
pertanyaan di kepalaku sekarang adalah ; apakah AZUMI benar-benar ‘SHISHA yang asli?’
pertanyaan di kepalaku sekarang adalah ; apakah AZUMI benar-benar ‘SHISHA yang asli?’
XXXXX
PART 7 : THE REAL CURSE. POWER OF LOVE
“愛の力(あいのちから)”
“愛の力(あいのちから)”
“Seandainya, seandainya semua itu tidak
terjadi, tapi sekalipun telah terjadi aku tidak bisa menariknya kembali. Karena
itu adalah kekuatan hebat, kekuatan yang hanya aku yang punya. KEKUATAN
CINTA...”
ある日、私は石工する。。。誰にも知らない。死ぬべきか、生きるべきか、そう。これは愛の力です。
(Aru hi, watashi wa ishiku suru.. dare ni mo shiranai. Shinu beki ka, ikirubeki ka. Sou, kore wa ai no chikara)
-Kohane Yukihira-
ある日、私は石工する。。。誰にも知らない。死ぬべきか、生きるべきか、そう。これは愛の力です。
(Aru hi, watashi wa ishiku suru.. dare ni mo shiranai. Shinu beki ka, ikirubeki ka. Sou, kore wa ai no chikara)
-Kohane Yukihira-
KOHANE
YUKIHIRA
(One side story that nobody know—)
Sudah hampir satu setengah tahun aku berada di Tokyo. Aku senang dengan kehidupanku sekarang, selalu mendapat kehidupan damai yang tak akan pernah kuecap bila aku tidak menerima uluran tangan Itou-chan , karena semuanya tidak akan menjadi seperti ini kalau aku terus berada di tempat ‘itu’. Ya, tempat dimana tak ada yang mengetahui kalau aku ‘berbeda’—bukan—lebih tepatnya kami, aku dan Kinako.
(One side story that nobody know—)
Sudah hampir satu setengah tahun aku berada di Tokyo. Aku senang dengan kehidupanku sekarang, selalu mendapat kehidupan damai yang tak akan pernah kuecap bila aku tidak menerima uluran tangan Itou-chan , karena semuanya tidak akan menjadi seperti ini kalau aku terus berada di tempat ‘itu’. Ya, tempat dimana tak ada yang mengetahui kalau aku ‘berbeda’—bukan—lebih tepatnya kami, aku dan Kinako.
Ayah
kami meninggal akibat kasus penusukan, Mama menghilang begitu beliau menolong
kami, akhirnya aku baru menyadari ‘Kami
berbeda, kami terlahir bukan seperti manusia lainnya’ kami terlahir ‘istimewa’.
Pelan-pelan aku menyadari kalau pengelihatanku lain, perasaan akan kehadiran
sosok-sosok ‘beda’ disekeliling manusia. Aku adalah SAIKA. Mungkin karena kejadian ketika Ayah kami terbunuh itu memicu
kekuatan aneh tersebut, aku juga tidak mengerti. Kakakku juga sama, dia
mengatakan hal yang persis sepertiku.
“Apa
Mama juga SAIKA?” Kinako hanya tersenyum
setiap kali aku menanyakan hal tersebut, apakah itu berarti artinya iya?
Sebenarnya SAIKA itu sendiri apa? Aku memang tahu kalau di dalam badanku ini
mengalir darah yang lain tapi itu bukan masalah. Sampai suatu hari aku juga
melihat Kinako melakukan hal yang sama dengan Mama, pedang itu begitu mengilap
seperti berlian, berlumur darah, dan aku bisa mendengar suara-suara aneh “aishitemasu*(aku mencintaimu),
aishitemasu....” suara pedang itu.
“Kohane, suatu hari, kalau aku tidak bisa melindungimu. Pakailah ini, jangan sampai aku melukaimu” Kinako memberi pedang itu padaku yang masih belum tahu apa-apa ini. Tapi tak kusangka pedang ini malah membuatku harus memilih jalan yang tidak biasa.
“Kohane, suatu hari, kalau aku tidak bisa melindungimu. Pakailah ini, jangan sampai aku melukaimu” Kinako memberi pedang itu padaku yang masih belum tahu apa-apa ini. Tapi tak kusangka pedang ini malah membuatku harus memilih jalan yang tidak biasa.
Ketika kami masuk SMP yang terkenal
dan bagus yaitu adalah SMP Teikou. Kehidupan damai yang kuidam-idamkan
seolah-olah menjadi kenyataan, tapi sayang dunia penuh keceriaan itu hanya
bertahan sebentar dan di musim dingin...
“Kakakmu kehilangan tangan kirinya, semua organ dalamnya rusak parah.. dia—“
“Hentikan! Tidak, aku tidak akan biarkan itu terjadi ! aku yang kan mengurusnya, One-chan tidak akan pergi dari sisiku.. SELAMANYA”
“Kakakmu kehilangan tangan kirinya, semua organ dalamnya rusak parah.. dia—“
“Hentikan! Tidak, aku tidak akan biarkan itu terjadi ! aku yang kan mengurusnya, One-chan tidak akan pergi dari sisiku.. SELAMANYA”
Peduli
apa aku terhadap Azumi? Kalaupun dia mati aku tidak pernah mendoakannya untuk
orang bodoh sepertinya. Dia yang membuat kakakku seperti ini, aku benci dia!
“Aku bisa membantumu. Agar doamu bisa terkabulkan, tapi berjanjilah untuk menerima semua tanggung jawab di masa yang akan datang”
Entah itu suara dewa kematian atau dewa penyelamat, ‘DARINYA’ aku bisa mengabulkan doaku. Kinako akhirnya selalu bersamaku, dia tidak pergi kemanapun. Orang itu membawaku ke tempat ahli penelitian dunia bawah lalu akhirnya itupun berjalan. Kusatukan pedang itu bersama dengan Kinako.
Aku bersumpah, aku berjanji. Tak akan kubiarkan mereka merusak lagi.
SEKALIPUN ITU ADALAH KISEKI NO SEDAI... tapi berkat salah seorang dari mereka, permohonaku terkabul. Ya, benar. Inilah KEKUATAN CINTA(愛の力).
“Aku bisa membantumu. Agar doamu bisa terkabulkan, tapi berjanjilah untuk menerima semua tanggung jawab di masa yang akan datang”
Entah itu suara dewa kematian atau dewa penyelamat, ‘DARINYA’ aku bisa mengabulkan doaku. Kinako akhirnya selalu bersamaku, dia tidak pergi kemanapun. Orang itu membawaku ke tempat ahli penelitian dunia bawah lalu akhirnya itupun berjalan. Kusatukan pedang itu bersama dengan Kinako.
Aku bersumpah, aku berjanji. Tak akan kubiarkan mereka merusak lagi.
SEKALIPUN ITU ADALAH KISEKI NO SEDAI... tapi berkat salah seorang dari mereka, permohonaku terkabul. Ya, benar. Inilah KEKUATAN CINTA(愛の力).
‚baƒ
YUKIHIRA KINAKO
SMP TEIKOU. 22.11 p.m
SMP TEIKOU. 22.11 p.m
Dari
dulu aku merasa selalu yang paling lain.
Maksudku, aku merasa tidak bisa berbaur dengan baik yang bisa kulakukan hanyalah berada di sekitar mereka tanpa mereka bisa merasakan kehadiranku. Kalau boleh jujur aku agak iri dengan keberadaan Kuro-nii yang meski punya bayangan setipis itu tapi dia masih disadari oleh banyak orang—walau tidak secepat yang kalian kira—sayangnya, demi keamanan rahasia kami, aku harus berusaha untuk tetap diam dan ‘melanjutkan peranku’.
Maksudku, aku merasa tidak bisa berbaur dengan baik yang bisa kulakukan hanyalah berada di sekitar mereka tanpa mereka bisa merasakan kehadiranku. Kalau boleh jujur aku agak iri dengan keberadaan Kuro-nii yang meski punya bayangan setipis itu tapi dia masih disadari oleh banyak orang—walau tidak secepat yang kalian kira—sayangnya, demi keamanan rahasia kami, aku harus berusaha untuk tetap diam dan ‘melanjutkan peranku’.
Sebenarnya
aku masih punya hal lain yang tak akan pernah atau mungkin aku tak berani untuk
mengungkapkannya. Rahasia itulah yang kujaga bersama Kohane, bukan tentang
Azumi atau Teikou no Tatarigoroshi tapi....
“Kinako? Kau mendengarku tidak, kita harus kemana?” tanya
kakak berbadan besar berambut raven dengan
wajah tidak senang memandangiku. Kagami-nii
terlihat tidak sabar lalu dengan tenang aku hanya tersenyum sedikit. “Ah,
maaf. Kita harus ke ruang PKK, aku merasa kalau Azumi ada di sana” jawabku
seadanya, Kagami-nii tampak tidak
puas dengan jawabanku namun aku berusaha menghindari kontak langsung dengan
matanya aku takut dia menyelidikiku karena aku bertingkah aneh.
“Atsushi dan yang lain pasti khawatir, kenapa kau tidak menghubungi Kuroko-kun, Taiga?” tanya Tatsu-nii yang berjalan di samping kiriku. Kagami-nii hanya pasrah kemudian merogoh saku celana miliknya.
“Batere ponselku habis tepat ketika kita berada di setasiun” tuturnya sembari menunjukkan ponsel dengan layar hitam tanpa ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. “Bagaimana denganmu Kinako-chan?” tanya Tatsu-nii dengan wajah penuh harap.
“Aku jarang bawa ponsel, seingatku aku menaruhnya di kasur” sebatas info saja, aku tidak pernah suka membawa ponsel dan bagiku membawa ponsel itu merepotkan(kadang Kohane sampai memarahiku karena kebiasaan ini dibilang jelek olehnya).
“Ini bakal sulit, kau tahu tanpa benda itu kita tidak tahu dimana keberadaan mereka semua. Hei, apa kalian merasa kita dibuntuti oleh seseorang?” Tatsu-nii membuat kami menghentikan langkah di lorong lantai satu yang dingin dan gelap, tentu saja kami tidak mau ambil risiko dipergoki oleh satpam sekolah ini apalagi kami masuk tanpa izin—maka ini lebih menegangkan daripada mendendap-endap di sekolah sendiri—akhirnya kami memutuskan untuk bersembunyi di sekitar ceruk dinding dan berhimpitan seperti sekumpulan ikan sarden kaleng.
“Ada yang datang” bisik Kagami-nii, aku hanya diam ditengah-tengah seperti parasit menantikan apa yang ada di depan kami sementara jantungku terdengar lebih berisik daripada biasanya.
“Siap dengan apa yang akan menjadi lawan kita?” Eh, kulihat Kagami-nii menggulung jersey miliknya lalu tanda menunggu komando dia langsung menghambur dari tempat persembunyian kami lalu aku bisa melihat sosok Kagami-nii di tengah kegelapan langsung melayangkan tinju super bak super hero yang bakal mementalkan siapapun yang terkena kepalan tangan kanannya.
Sosoknya itu mengingatkanku ketika kami melawan Touou di awal penyisihan W.C. di liga itu Kagami-nii seolah-olah menjadi monster yang sebenarnya, manusia yang menjadi monster, sementara aku mungkin adalah monster yang ingin menjadi manusia.
Entahlah, aku tidak mengerti akan hal itu maksudku terlalu banyak yang terjadi sampai aku baru menyadari sejak tadi siang hingga sekarang aku belum pernah istirahat sama sekali. Jarang-jarang aku merindukan tempat tidurku, seingatku setiap malam aku selalu kena insomnia parah.
Namun sepersekian detik ketika bulan mulai naik dan cahayanya semakin terang, jantungku mencelus ketika aku baru menyadari siapa sosok yang hendak ditinju oleh Kagami-nii. God! Aku harus menghentikan Kagami-nii, mau tidak mau aku harus menggunakan ‘itu’ sebelum Kagami-nii melayangkan tinjunya.
“KAGAMI-NII berhentii!!” seruku dalam hati, mau tak mau aku terpaksa membuatnya terpelanting jauh ke belakang dengan tebasan angin yang kuciptakan. Syukurlah aku tidak mengiris tangannya yang kuinginkan hanyalah agar Kagami-nii berhenti sebelum dia menyesali perbuatannya, secepat kilat juga aku kembali ke diriku dan menyimpan senjataku ke tempat semula.
“Atsushi dan yang lain pasti khawatir, kenapa kau tidak menghubungi Kuroko-kun, Taiga?” tanya Tatsu-nii yang berjalan di samping kiriku. Kagami-nii hanya pasrah kemudian merogoh saku celana miliknya.
“Batere ponselku habis tepat ketika kita berada di setasiun” tuturnya sembari menunjukkan ponsel dengan layar hitam tanpa ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. “Bagaimana denganmu Kinako-chan?” tanya Tatsu-nii dengan wajah penuh harap.
“Aku jarang bawa ponsel, seingatku aku menaruhnya di kasur” sebatas info saja, aku tidak pernah suka membawa ponsel dan bagiku membawa ponsel itu merepotkan(kadang Kohane sampai memarahiku karena kebiasaan ini dibilang jelek olehnya).
“Ini bakal sulit, kau tahu tanpa benda itu kita tidak tahu dimana keberadaan mereka semua. Hei, apa kalian merasa kita dibuntuti oleh seseorang?” Tatsu-nii membuat kami menghentikan langkah di lorong lantai satu yang dingin dan gelap, tentu saja kami tidak mau ambil risiko dipergoki oleh satpam sekolah ini apalagi kami masuk tanpa izin—maka ini lebih menegangkan daripada mendendap-endap di sekolah sendiri—akhirnya kami memutuskan untuk bersembunyi di sekitar ceruk dinding dan berhimpitan seperti sekumpulan ikan sarden kaleng.
“Ada yang datang” bisik Kagami-nii, aku hanya diam ditengah-tengah seperti parasit menantikan apa yang ada di depan kami sementara jantungku terdengar lebih berisik daripada biasanya.
“Siap dengan apa yang akan menjadi lawan kita?” Eh, kulihat Kagami-nii menggulung jersey miliknya lalu tanda menunggu komando dia langsung menghambur dari tempat persembunyian kami lalu aku bisa melihat sosok Kagami-nii di tengah kegelapan langsung melayangkan tinju super bak super hero yang bakal mementalkan siapapun yang terkena kepalan tangan kanannya.
Sosoknya itu mengingatkanku ketika kami melawan Touou di awal penyisihan W.C. di liga itu Kagami-nii seolah-olah menjadi monster yang sebenarnya, manusia yang menjadi monster, sementara aku mungkin adalah monster yang ingin menjadi manusia.
Entahlah, aku tidak mengerti akan hal itu maksudku terlalu banyak yang terjadi sampai aku baru menyadari sejak tadi siang hingga sekarang aku belum pernah istirahat sama sekali. Jarang-jarang aku merindukan tempat tidurku, seingatku setiap malam aku selalu kena insomnia parah.
Namun sepersekian detik ketika bulan mulai naik dan cahayanya semakin terang, jantungku mencelus ketika aku baru menyadari siapa sosok yang hendak ditinju oleh Kagami-nii. God! Aku harus menghentikan Kagami-nii, mau tidak mau aku harus menggunakan ‘itu’ sebelum Kagami-nii melayangkan tinjunya.
“KAGAMI-NII berhentii!!” seruku dalam hati, mau tak mau aku terpaksa membuatnya terpelanting jauh ke belakang dengan tebasan angin yang kuciptakan. Syukurlah aku tidak mengiris tangannya yang kuinginkan hanyalah agar Kagami-nii berhenti sebelum dia menyesali perbuatannya, secepat kilat juga aku kembali ke diriku dan menyimpan senjataku ke tempat semula.
Kudengar
Kagami-nii mengaduh lalu diiringi
oleh Tatsu-nii yang langsung
menghambur dan membantu Kagami-nii
berdiri aku langsung membalikkan badan pada sosok yang tadi kulindungi.
“Kau tak apa-apa? RYOUTA?” tanyaku datar.
“Kinako..cchi...uhh. Itte.. kenapa kau bisa di sini?” tanya kakak tampan di depanku.
“Kau tak apa-apa? RYOUTA?” tanyaku datar.
“Kinako..cchi...uhh. Itte.. kenapa kau bisa di sini?” tanya kakak tampan di depanku.
Sementara Kagami-nii dan Tatsu-nii hanya
ternganga(atau bisa kubilang wajah aku-tidak-bisa-percaya-apa-yang-ada-di depan-mataku)
memperhatikan kami berdua.
“KISE!! Kau tidak apa-apa, bukannya kau ada di rumah sakit? Kenapa kau bisa sampai di sini, bagaimana dengan lukamu?!!” teriak Kagami-nii langsung menghambur pada Ryouta yang terduduk sembari memegangi bagian kanan perutnya.
“KISE!! Kau tidak apa-apa, bukannya kau ada di rumah sakit? Kenapa kau bisa sampai di sini, bagaimana dengan lukamu?!!” teriak Kagami-nii langsung menghambur pada Ryouta yang terduduk sembari memegangi bagian kanan perutnya.
“Daijoubussu,
aku tidak tahu kenapa aku bisa ada di sini. Aku hanya ingat rasa perih di ulu
hatiku lalu semuanya gelap dan aku tidak ingat apapun. Saat aku buka mata, aku
berada di ruang UKS Teikou. Karena kesadaranku masih sangat minim aku jadi
tidak tahu dimana pintu keluar...” terang Ryouta.
“Siapa
bajingan yang berani menculikmu itu,hah! Aku tidak tahan lagi, akan kubunuh
dia! Aku tak peduli dengan siapa sosok astral atau hantu keparat apapun,
sekarang aku benar-benar marah!” Kagami-nii
megepalkan tinjunya lalu menghantamkan kepalan tersebut ke tangan kirinya.
“Hei, kenapa kalian ada di sini?” tanya Ryouta. “Kami ke sini untuk
menyelamatkanmu, tapi kenapa kau malah ada di sini Kise-kun?” jelas Tatsu-nii.
“Sudah kubilang aku tidak ingat apapun, Oh ya, Kinakocchi...” panggil Ryouta padaku. Aku langsung terkesiap melihat sepasang manik madu di depanku lalu dengan sedikit keberanian aku menatapnya balik. “Ada yang ingin kutanyakan padamu...” suasana mendadak hening semua mata tertuju padaku, kurasakan kulitku yang pucat semakin pucat di bawah terang bulan yang terlihat tidak seindah yang selama ini kulihat.
“Apa yang ingin kau tanyakan?”
“Tiga tahun lalu. Benarkah..., kalau meledaknya ruang PKK di sini itu, apa karena Kinakocchi yang meledakkannya? Dan kau membuat kami semua melupakannya? Kenapa, apa yang sebenarnya—“. “Karena AKU MENYUKAIMU” astaga! Astaga apa yang kukatakan, aku tidak mengerti kenapa kata-kata sialan itu meluncur begitu saja.
Mereka semua dengan wajah bodoh melongo mendengar penuturanku, haish, kalau begini apa boleh buat,kan?
“Sudah kubilang aku tidak ingat apapun, Oh ya, Kinakocchi...” panggil Ryouta padaku. Aku langsung terkesiap melihat sepasang manik madu di depanku lalu dengan sedikit keberanian aku menatapnya balik. “Ada yang ingin kutanyakan padamu...” suasana mendadak hening semua mata tertuju padaku, kurasakan kulitku yang pucat semakin pucat di bawah terang bulan yang terlihat tidak seindah yang selama ini kulihat.
“Apa yang ingin kau tanyakan?”
“Tiga tahun lalu. Benarkah..., kalau meledaknya ruang PKK di sini itu, apa karena Kinakocchi yang meledakkannya? Dan kau membuat kami semua melupakannya? Kenapa, apa yang sebenarnya—“. “Karena AKU MENYUKAIMU” astaga! Astaga apa yang kukatakan, aku tidak mengerti kenapa kata-kata sialan itu meluncur begitu saja.
Mereka semua dengan wajah bodoh melongo mendengar penuturanku, haish, kalau begini apa boleh buat,kan?
“Aku
menyukaimu, dari dulu. Bagiku Kiseki no
Sedai adalah rumah kedua yang tak tergantikan. Tapi itu DULU..., kau tidak tahu apa yang terjadi
setelahnya, sekarang..aku tidak bisa merasakan kemana perasaan sukaku itu.” Aku
berjalan mendekat pada jendela lalu meneruskan ocehanku, “Yang dulu dan yang sekarang, aku bukan aku yang dulu, kalau kalian
tahu yang sebenarnya apa kalian masih memandang aku sama? Apa kalian tetap
memandang kami sebagai ‘bagian dari dunia kalian yang normal’?”
“Lalu kenapa kau menangis?” tanya Ryouta. Eh. Menangis? Aku?
“Kenapa kau menangis seperti itu?” ulangnya, kurasakan sesuatu yang jatuh di pipiku yang dingin tapi mata kiriku tidak menangis—lebih tepatnya tidak bisa menangis—karena mata ini sudah rusak, jauh sebelum bertemu mereka.
“Aku tidak peduli dengan rahasia apa yang kalian sembunyikan, aku juga tidak peduli kalau kau tidak bisa menyukaiku lagi. Akan kubuat kau menyukaiku! Akan kubuat kau jatuh cinta lagi, lagi, dan lagi kepadaku!” Ryouta yang wajahnya berjarak hanya 5 cm dari wajahku membuat hatiku berisik, akh! Tidak, tidak ini tidak sesuai rencana kami.
“Lalu kenapa kau menangis?” tanya Ryouta. Eh. Menangis? Aku?
“Kenapa kau menangis seperti itu?” ulangnya, kurasakan sesuatu yang jatuh di pipiku yang dingin tapi mata kiriku tidak menangis—lebih tepatnya tidak bisa menangis—karena mata ini sudah rusak, jauh sebelum bertemu mereka.
“Aku tidak peduli dengan rahasia apa yang kalian sembunyikan, aku juga tidak peduli kalau kau tidak bisa menyukaiku lagi. Akan kubuat kau menyukaiku! Akan kubuat kau jatuh cinta lagi, lagi, dan lagi kepadaku!” Ryouta yang wajahnya berjarak hanya 5 cm dari wajahku membuat hatiku berisik, akh! Tidak, tidak ini tidak sesuai rencana kami.
“Aku tidak akan meninggalkanmu lagi, akan kubawa kau
pergi kemanapun, asal kau bersamaku” suasana mendadak berat tidak bisa kucerna
apa yang sudah terjadi. Apa dia gila? Kalau dia tahu siapa aku yang sebenarnya
maka kehidupan Ryouta...
“Kau bodoh,ya! Aku sudah—“ kudengar ada benturan keras dari ujung lorong, seperti ada yang mengamuk lalu dentuman keras itu beralih menjadi bunyi gesekan benda tajam. Tak bisa kupungkiri kalau saat ini mataku harus menangkap sosok dengan rambut berantakan yang menggeliat di tembok, dia membawa sebuah belati.
“Itu... itukah?” tanya Tatsu-nii gemetar.
“Tatsuya, tetap di sampingku” ucap Kagami-nii sementara Ryouta meski harus bersusah payah mencoba menyembunyikan diriku di balik punggungnya.
“Kau bodoh,ya! Aku sudah—“ kudengar ada benturan keras dari ujung lorong, seperti ada yang mengamuk lalu dentuman keras itu beralih menjadi bunyi gesekan benda tajam. Tak bisa kupungkiri kalau saat ini mataku harus menangkap sosok dengan rambut berantakan yang menggeliat di tembok, dia membawa sebuah belati.
“Itu... itukah?” tanya Tatsu-nii gemetar.
“Tatsuya, tetap di sampingku” ucap Kagami-nii sementara Ryouta meski harus bersusah payah mencoba menyembunyikan diriku di balik punggungnya.
“Ke..te..mu...korban..korban
berikutnya...ketemu...korban persembahan...” suara itu menggema di sekitar
kami, suara serak yang mengerikan! Aku bergidik mendengarnya.
“Kalian..MATI!!”
Makhluk
hitam di persimpangan lorong itu melirik pada kami dan.., Demi para penjaga
alam baka, sosok itu melesat seperti di film-film horor! Dia
menggelepar-gelepar lalu merayap di sekitar dinding dengan kecepatan gila
dengan belati di
tangan kirinya.
tangan kirinya.
“LARI!!”
komando Kagami-nii.
Mau
tidak mau kami harus lari. Kami langsung naik ke lantai dua dan menelusuri
lorong yang panjang dan lengang. Sebisa mungkin tidak membuat banyak keributan
itu bakal memancing orang luar masuk! “Himurocchi!!” bisa kudengar teriakan Ryouta yang ternyata sudah terjatuh
di lantai, Tatsu-nii terkena belati
itu.
“Tatsuya!”
”Cepat lari Bego! Biar aku—“
Aku terkagum-kagum ketika Kagami-nii melayangkan tendangan mautnya hingga Azumi langsung terpental jauh sekali, dia langsung melepaskan belati itu dari punggung Tatsu-nii lalu menyeret Ryouta lari bersamanya.
“Tatsuya, kau harus segera mendapat perawatan! Luka itu bisa berbahaya!” ucap Kagami-nii yang terpaksa memapah Tatsu-nii lalu menyenderkannya pada dinding. “Dasar bodoh, ini bukan masalah. Dia masih mengejar kita jadi kita harus bergegas..” selak Tatsu-nii. Aku bisa merasakan kalau sekarang percuma saja membawa Tatsu-nii lari turun ke bawah karena napasnya sudah tersengal-sengal, menandakan kalau lukanya cukup serius.
“Tatsuya!”
”Cepat lari Bego! Biar aku—“
Aku terkagum-kagum ketika Kagami-nii melayangkan tendangan mautnya hingga Azumi langsung terpental jauh sekali, dia langsung melepaskan belati itu dari punggung Tatsu-nii lalu menyeret Ryouta lari bersamanya.
“Tatsuya, kau harus segera mendapat perawatan! Luka itu bisa berbahaya!” ucap Kagami-nii yang terpaksa memapah Tatsu-nii lalu menyenderkannya pada dinding. “Dasar bodoh, ini bukan masalah. Dia masih mengejar kita jadi kita harus bergegas..” selak Tatsu-nii. Aku bisa merasakan kalau sekarang percuma saja membawa Tatsu-nii lari turun ke bawah karena napasnya sudah tersengal-sengal, menandakan kalau lukanya cukup serius.
“Aku...cinta, aku...aku mencintai dia...dia
harus mati..kalian harus mati...”
Aku
langsung reflek mendorong Ryouta menjauh lalu sesuatu kurasakan menggores
pipiku. “Kinako!” ternyata Azumi sudah berada di dekatku, kemudian Ryouta yang
entah mengapa mendadak sehat langsung menggendongku kemudian berlari diikuti
oleh Kagami-nii sambil memapah Tatsu-nii.
Aku tidak tahu kemana kami pergi,aku merasa kita sudah berada di lantai tiga lalu ketika kami hendak berbelok aku melihat Kagami-nii sibuk menghajar Azumi. Oh God, Kagami-nii sudah berdarah-darah akibat sabetan belati. “KAGAMICCHI!!” teriakan Ryouta membuat Kagami-nii langsung menghantam Azumi sekali pukul lalu menggiring Tatsu-nii yang terluka bersama kami dan aku baru menyadari dimana kami sekarang. Di depan ruang PKK.
Aku tidak tahu kemana kami pergi,aku merasa kita sudah berada di lantai tiga lalu ketika kami hendak berbelok aku melihat Kagami-nii sibuk menghajar Azumi. Oh God, Kagami-nii sudah berdarah-darah akibat sabetan belati. “KAGAMICCHI!!” teriakan Ryouta membuat Kagami-nii langsung menghantam Azumi sekali pukul lalu menggiring Tatsu-nii yang terluka bersama kami dan aku baru menyadari dimana kami sekarang. Di depan ruang PKK.
“Di belakang kita jalan buntu, tidak bisa kemana-mana
lagi!” ucap Kagami-nii.
“Kalian..kalian...mati..mati..mati... aku cinta..cinta dia...” tak kuduga sosok itu langsung menyerang Kagami-nii, “TAIGA!!” Tatsu-nii yang didorong menjauh hanya bisa melihat sahabat karibnya tertusuk tepat di bagian bahu kanannya tapi hebatnya Kagami-nii malah menangkap belati itu dan meninju Azumi!
“Su..sugoi ne ssu..” puji Ryouta. Ya, dia memang luar biasa bukan hanya di basket saja, aku bisa merasakan kalau Kagami-nii memang manusia super serba bisa. Dia tidak mengeluh bahkan tidak menyalahkan siapapun, dia setia kawan dan pemberani itulah mengapa aku sedikit menyukai sosoknya.
“Kalian..kalian...mati..mati..mati... aku cinta..cinta dia...” tak kuduga sosok itu langsung menyerang Kagami-nii, “TAIGA!!” Tatsu-nii yang didorong menjauh hanya bisa melihat sahabat karibnya tertusuk tepat di bagian bahu kanannya tapi hebatnya Kagami-nii malah menangkap belati itu dan meninju Azumi!
“Su..sugoi ne ssu..” puji Ryouta. Ya, dia memang luar biasa bukan hanya di basket saja, aku bisa merasakan kalau Kagami-nii memang manusia super serba bisa. Dia tidak mengeluh bahkan tidak menyalahkan siapapun, dia setia kawan dan pemberani itulah mengapa aku sedikit menyukai sosoknya.
Tapi sayangnya adegan pertarungan keduanya berakhir lalu
Azumi dengan sekali sabetan ekornya yang hitam membuat kami terpelanting hingga
tersungkur di lantai, aku bisa merasakan kepalaku membentur tembok. Ah,
berdarah.
“Kise!! Oi, Kise bangun!” teriak Kagami-nii yang sudah ambruk akibat kekurangan darah, bagaimana ini? aku harus apa!?
“Ta,Taiga... Kise-kun.. lukanya terbuka lagi, selamatkan dia!” ucap Tatsu-nii terbata-bata. Sudah kuduga habis dari tadi dia memegangi perut sebelah kanannya bisa kulihat warna piyama rumah sakitnya membaur dengan bercak kemerahan di sekitar lukanya.
Tuhan, aku harus apa? Aku tak mau kehilangan dia lagi, tak ada waktu untuk berpikir sekarang karena aku sadar kalau sekarang Azumi perlahan namun pasti mengarah ke tempat Ryouta.
Terus, dan terus mendekat, dia mengacungkan belatinya pada Ryouta yang meringkuk kesakitan. “Aku..cinta..aku cinta...kau harus mati..mati..matii...” tanpa belas kasih Azumi menghunuskan belati keparatnya pada Ryouta. Kinako, apakah yang selama ini kau cari? Kau tahu kalau sebenarnya Azumi bukanlah SHISHA yang asli, Shisha(the death one) yang sebenarnya..., induk dari segalanya yang bisa mengendalikan Shisha lainnya.
Putri yang sudah mati, putri yang menjadi pengendali orang yang sudah mati, tuan putri yang seharusnya tidak hidup namun hidup di dunia ini....
Yang Mati. siapa diantara mereka yang sudah mati? itu adalah...
“Kise!! Oi, Kise bangun!” teriak Kagami-nii yang sudah ambruk akibat kekurangan darah, bagaimana ini? aku harus apa!?
“Ta,Taiga... Kise-kun.. lukanya terbuka lagi, selamatkan dia!” ucap Tatsu-nii terbata-bata. Sudah kuduga habis dari tadi dia memegangi perut sebelah kanannya bisa kulihat warna piyama rumah sakitnya membaur dengan bercak kemerahan di sekitar lukanya.
Tuhan, aku harus apa? Aku tak mau kehilangan dia lagi, tak ada waktu untuk berpikir sekarang karena aku sadar kalau sekarang Azumi perlahan namun pasti mengarah ke tempat Ryouta.
Terus, dan terus mendekat, dia mengacungkan belatinya pada Ryouta yang meringkuk kesakitan. “Aku..cinta..aku cinta...kau harus mati..mati..matii...” tanpa belas kasih Azumi menghunuskan belati keparatnya pada Ryouta. Kinako, apakah yang selama ini kau cari? Kau tahu kalau sebenarnya Azumi bukanlah SHISHA yang asli, Shisha(the death one) yang sebenarnya..., induk dari segalanya yang bisa mengendalikan Shisha lainnya.
Putri yang sudah mati, putri yang menjadi pengendali orang yang sudah mati, tuan putri yang seharusnya tidak hidup namun hidup di dunia ini....
Yang Mati. siapa diantara mereka yang sudah mati? itu adalah...
“Kurasa sudah cukup
berpura-pura menjadi ‘ORANG BIASA’”.
Saat itu aku menyadari, tak ada yang harus kusembunyikan lagi. Aku tak mau lagi
kehilangan untuk yang kedua kali. Bisa kurasakan aura di sekitarku berubah,
inilah kekuatan yang sebenarnya. Kalau adikku adalah seorang SAIKA si pemenggal yang mengendalikan
orang hidup. Aku....
“Tidak
mungkin...tidak mungkin....kau, kau, kau juga....!! tidak mungkin...! kau
adalah...”
Kini tidak ada yang bisa menghalangiku lagi, baik yang
masih hidup maupun yang sudah mati, entah mengapa senyum di wajahku terasa
begitu mengerikan dari biasanya. Sekarang wajah buruk rupa di depanku tidak
berarti lagi untuk kutakuti, yang kutakuti adalah.. wajah teman-temanku yang
kini hanya menatapku dengan penuh kekagetan.
“Selamat Malam. Azumi Kamitsuka, senang bisa
bertemu denganmu lagi”
Akupun
tersenyum. Inilah pertarungan yang sebenarnya.
XXXXXX
KUROKO TETSUYA
SMP
TEIKOU. GERBANG DEPAN. 22.30 p.m
Kurasakan aura di sekitar (mantan )sekolahku berubah drastic
Aura yang berat dan menyesakkan, seolah-olah banyak sekali makhluk-makhluk jahat yang berkumpul di sini. Tanpa sadar aku menelan ludah dan kudekati gerbang setinggi diriku yang berdiri kokoh sekarang.
“Kurocchin?” Murasakibara-kun menepuk bahuku lalu secara reflek kupegang jeruji pintu gerbang itu “Aishitemasu, aishitemasu, hime*(putri), hime...” Hah! Apa itu? Sejenak kurasakan banyak sekali suara-suara di kepalaku.
Aura yang berat dan menyesakkan, seolah-olah banyak sekali makhluk-makhluk jahat yang berkumpul di sini. Tanpa sadar aku menelan ludah dan kudekati gerbang setinggi diriku yang berdiri kokoh sekarang.
“Kurocchin?” Murasakibara-kun menepuk bahuku lalu secara reflek kupegang jeruji pintu gerbang itu “Aishitemasu, aishitemasu, hime*(putri), hime...” Hah! Apa itu? Sejenak kurasakan banyak sekali suara-suara di kepalaku.
“Oi,
Tetsu! Kau ini kenapa?!”
“Huh?
Apa, ah, maafkan aku Aomine-kun..,
aku hanya mendengar sesuatu” ucapku terbata. Aku tak menyangka aku bakal
limbung dan kehilangan keseimbangan seperti ini, apa mungkin suara-suara aneh
itu yang membuatku lemas? Kucoba untuk lebih tegar kemudian aku melirik ke arah
Akashi-kun.
“Kita masuk sekarang. Aku punya firasat ada hal buruk terjadi” kata Akashi-kun dengan nada berwibawa.
“Hei, Shin-chan. Sebenarnya apa yang terjadi dibalik 3 tahun lalu?” kudengar Takao-kun berbisik di belakangku, sementara Midorima-kun hanya terdiam menanggapinya—aku sebenarnya juga ingin tahu apa yang terjadi—maka kupertajam pendengaranku.
“Yang berhak menceritakannya bukan aku, tapi...” Midorima-kun sejenak menghela napas lalu memandang Kohane di sampingnya.
“Kita masuk sekarang. Aku punya firasat ada hal buruk terjadi” kata Akashi-kun dengan nada berwibawa.
“Hei, Shin-chan. Sebenarnya apa yang terjadi dibalik 3 tahun lalu?” kudengar Takao-kun berbisik di belakangku, sementara Midorima-kun hanya terdiam menanggapinya—aku sebenarnya juga ingin tahu apa yang terjadi—maka kupertajam pendengaranku.
“Yang berhak menceritakannya bukan aku, tapi...” Midorima-kun sejenak menghela napas lalu memandang Kohane di sampingnya.
“Datang” tukas Kohane entah pada siapa. “Siapa yang
datang?” tanya Aomine-kun
“Tidak ada waktu” astaga, Kohane melompati pagar itu dengan sangat anggun! Dia begitu santai melompati pagar yang dua kali tinggi badannya sementara Takao-kun hanya bisa tepuk tangan melihatnya. “Tak bisa kupercaya. Anak itu harusnya ikut klub sirkus ketimbang basket” kelakarnya, “Sayangnya sekolah kita tidak ada klub semacam itu” tepis Aomine-kun.
“Lain kali kau harus mengikutsertakannya ke—“
“Kau mau diam atau harus kutonjok dulu!?” bentak Aomine-kun, Takao-kun langsung mengkeret di samping Midorima-kun. “Midorima”aku kaget mendengar Akashi-kun memanggil Midorima-kun sementara dirinya sudah duduk di atas pagar, “ Setelah ini selesai, kita Semua harus bicara” tandas Akashi tanpa menengok sekalipun.
“Tidak ada waktu” astaga, Kohane melompati pagar itu dengan sangat anggun! Dia begitu santai melompati pagar yang dua kali tinggi badannya sementara Takao-kun hanya bisa tepuk tangan melihatnya. “Tak bisa kupercaya. Anak itu harusnya ikut klub sirkus ketimbang basket” kelakarnya, “Sayangnya sekolah kita tidak ada klub semacam itu” tepis Aomine-kun.
“Lain kali kau harus mengikutsertakannya ke—“
“Kau mau diam atau harus kutonjok dulu!?” bentak Aomine-kun, Takao-kun langsung mengkeret di samping Midorima-kun. “Midorima”aku kaget mendengar Akashi-kun memanggil Midorima-kun sementara dirinya sudah duduk di atas pagar, “ Setelah ini selesai, kita Semua harus bicara” tandas Akashi tanpa menengok sekalipun.
Aku
mengerti sekali kalau ini adalah masalah internal kami sebagai mantan rekan setim apalagi ini
menyangkut banyak pihak, kemungkinan terburuk dari semua ini adalah adanya
perpecahan di antara kami dan kami tak akan bisa membangun hubungan baik lagi.
Jujur saja sebenarnya dari awal kami mengenal Kinako dan Kohane, tak ada yang
mengetahui bagaimana latar belakang keluarga mereka, bagaimana kondisi rumah
atau dengan siapa mereka tinggal. Lalu, soal kejadian tiga tahun lalu yang
hilang di ingatan kami..., hubungannya dengan Midorima-kun dan Azumi-san, semua
terlihat begitu rapi dan tak ada yang janggal, seolah-olah kami memang
menjalani kehidupan damai yang seharusnya...,
Tunggu dulu.
Damai? Aku terhenyak,buru-buru kunaiki pagar besi tersebut dan langsung menjajarkan diriku pada Kohane lalu kurenggut bahunya.
“Apa yang kau maksud soal kedamaian? Jangan-jangan kau dan Kinako, katakan padaku! Aku tahu kau dan Kinako membuat skenario untuk kami agar kami melakukan segalanya tanpa tahu kalau apa yang terjadi di Teikou itu—“
Tunggu dulu.
Damai? Aku terhenyak,buru-buru kunaiki pagar besi tersebut dan langsung menjajarkan diriku pada Kohane lalu kurenggut bahunya.
“Apa yang kau maksud soal kedamaian? Jangan-jangan kau dan Kinako, katakan padaku! Aku tahu kau dan Kinako membuat skenario untuk kami agar kami melakukan segalanya tanpa tahu kalau apa yang terjadi di Teikou itu—“
PLAK! Kohane menampar keras tanganku
yang memegangi bahu mungilnya, matanya sedingin es mengingatkanku pada Kinako.
“Kau
tahu apa? Orang sepertimu hanya akan membuat kami kerepotan! Mana rasa terima
kasihmu, aku sudah cape berpura-pura! Kukatakan satu hal, KINAKO BUKAN KINAKO
YANG KALIAN KENAL DULU! Dia milikku, karena kalian, dia...!” astaga siapa gadis
mengerikan ini, aku seperti menghadapi pembunuh berdarah dingin.
Di bawah cahaya bulan aku bisa melihat kilat matanya yang siap mencabik siapapun, kuat, dan tidak berniat untuk mundur. Tapi kenapa aku bisa menangkap segurat kesedihan di balik matanya yang dingin itu.
“Kinako...bukan Kinako yang dulu?” sahut Aomine heran. “Apa maksudnya, Shin-chan, bukankah kau bilang kalau kalian sudah berteman sejak 3 tahun lalu?” kini kudengar Takao-kun sedikit mendesak partnernya, Midorima-kun terlihat frustasi akibat tekanan yang diberikan sekelilingnya.
Di bawah cahaya bulan aku bisa melihat kilat matanya yang siap mencabik siapapun, kuat, dan tidak berniat untuk mundur. Tapi kenapa aku bisa menangkap segurat kesedihan di balik matanya yang dingin itu.
“Kinako...bukan Kinako yang dulu?” sahut Aomine heran. “Apa maksudnya, Shin-chan, bukankah kau bilang kalau kalian sudah berteman sejak 3 tahun lalu?” kini kudengar Takao-kun sedikit mendesak partnernya, Midorima-kun terlihat frustasi akibat tekanan yang diberikan sekelilingnya.
“Mou ii,(*sudah cukup) maaf Midori-chan.
Aku kelepasan...” sahut Kohane lalu dia menatap kami tapi berbeda dengan
matanya yang tadi seperti elang hendak memangsa tikus, tatapannya sekarang
lebih lembut, “ Setelah ini selesai, aku akan ceritakan semuanya. Apapun yang
ingin kalian tahu akan kujawab..., aku janji” Kohane menaikkan jari
kelingkingnya. Ah, senyum itu, aku seperti tahu senyum yang mirip dengannya.
“Hah,
sudahlah sekarang saatnya kita harus masuk ke gedung ini lalu temukan kakak
kembarmu kemudian kita selesaikan sesegera mungkin” kata Aomine-kun yang sedari tadi berada di dekatku.
“Baik
aku maupun Kinako tidak pernah saling mengerti” ucapku lirih, benar sekali,
meski kami teman satu tim, meski kami bekerja sama dalam pertandingan, tak
pernah sekalipun aku mengerti tentang anak itu. Tidak pernah. Rasa sakit
menjalar di hatiku entah kenapa kenyataan kalau aku tak mampu menyelamatkannya
benar-benar menorehkan luka dalam—karena aku melupakannya.
“Kurocchin tidak bersalah” Murasakibara-kun menangkap kepalaku dengan tangan besarnya, “Apapun yang terjadi, Kinacchin dan Hanecchin tidak pernah menyalahkan Kurocchin! Mereka sangat menyayangi Kurocchin, aku tahu kok soalnya mereka berdua berusaha melindungimu” biasanya aku bakal kesal kalau Murasakibara-kun mengacak-acak rambutku tapi kali ini entah kenapa perlakuannya itu malah menenangkan hatiku.
“Kenapa kau bisa sepede itu?” cibir Midorima-kun.
“Soalnya Akacchin juga berpikiran sama denganku,kan?” kali ini semua menatap Akashi-kun, dia masih berbincang dengan Kohane(dia tak mendengarkan obrolan kami yang berada di belakangnya) kurasakan pandangan mata Akashi-kun terlihat sangat teduh dan kusimpulkan Akashi-kun bakal mengatakan hal yang sama dengan Murasakibara-kun.
“Kurocchin tidak bersalah” Murasakibara-kun menangkap kepalaku dengan tangan besarnya, “Apapun yang terjadi, Kinacchin dan Hanecchin tidak pernah menyalahkan Kurocchin! Mereka sangat menyayangi Kurocchin, aku tahu kok soalnya mereka berdua berusaha melindungimu” biasanya aku bakal kesal kalau Murasakibara-kun mengacak-acak rambutku tapi kali ini entah kenapa perlakuannya itu malah menenangkan hatiku.
“Kenapa kau bisa sepede itu?” cibir Midorima-kun.
“Soalnya Akacchin juga berpikiran sama denganku,kan?” kali ini semua menatap Akashi-kun, dia masih berbincang dengan Kohane(dia tak mendengarkan obrolan kami yang berada di belakangnya) kurasakan pandangan mata Akashi-kun terlihat sangat teduh dan kusimpulkan Akashi-kun bakal mengatakan hal yang sama dengan Murasakibara-kun.
“Ayo,
kita harus bergegas! Jangan sampai kalian terpencar-pencar”
Komando Akashi-kun, tapi aku mendadak mendengar suara
pecahan yang berasal dari lantai tiga! Lantai tiga, jangan bilang kalau... “One-chan ada di sana! Tidak, bukan One-chan saja. Ada Kagami-chan dan Himu-chan!”
cetus Kohane.
“KAGAMI-KUN!?” aku lega bisa menemukan Kagami-kun baik-baik saja tapi aku juga merasa takut ketika aku baru menyadari partnerku berada di sana membuatku sedikit tenang, tanganku yang semula gemetar sudah membaik.
“Huh?” Kohane tiba-tiba menghentikan langkahnya, “Ada apa Kohane?” tanya Akashi-kun. “Entah apa ini hanya perasaanku tapi, aku merasakan aura Kise-chan” tentu saja ucapannya itu membuat kami semua terkejut—sangat terkejut.
“Bagaimana mungkin dia ada di sana! Bukankah tadi Akashi bilang dia sedang kritis di rumah sakit? Kenapa dia bisa berada di sekolah bahkan lebih dulu dari kita?” salak Aomine-kun dengan wajah yang lebih angker dari sebelumnya.
“KAGAMI-KUN!?” aku lega bisa menemukan Kagami-kun baik-baik saja tapi aku juga merasa takut ketika aku baru menyadari partnerku berada di sana membuatku sedikit tenang, tanganku yang semula gemetar sudah membaik.
“Huh?” Kohane tiba-tiba menghentikan langkahnya, “Ada apa Kohane?” tanya Akashi-kun. “Entah apa ini hanya perasaanku tapi, aku merasakan aura Kise-chan” tentu saja ucapannya itu membuat kami semua terkejut—sangat terkejut.
“Bagaimana mungkin dia ada di sana! Bukankah tadi Akashi bilang dia sedang kritis di rumah sakit? Kenapa dia bisa berada di sekolah bahkan lebih dulu dari kita?” salak Aomine-kun dengan wajah yang lebih angker dari sebelumnya.
“Iya
benar, tidak mungkin Kise ada di sini apalagi itu mustahil terjadi” Takao-kun mengiyakan, aduh suasana ini makin
membuatku tidak karuan apalagi mendengar Kise-kun ada di sini dan kalau semisal
apa yang dikatakan Kohane benar adanya maka kita harus segera
menyelamatkan mereka semua!
“Minna, jangan panik, kita harus sesegera mungkin mencari mereka dulu! Kita tak boleh sampai terhasut oleh serangan jahat para—“
“TETSU!!” sebelum aku menyelesaikan omonganku tiba-tiba sebuah benda besar terlempar ke arahku, aku tak sempat membalik badan namun yang kurasakan adalah ada terpaan angin besar lalu suara-suara aneh kemudian suara teriakan Aomine-kun yang dibarengi oleh pandangan terkejut dari teman-temanku.
“Minna, jangan panik, kita harus sesegera mungkin mencari mereka dulu! Kita tak boleh sampai terhasut oleh serangan jahat para—“
“TETSU!!” sebelum aku menyelesaikan omonganku tiba-tiba sebuah benda besar terlempar ke arahku, aku tak sempat membalik badan namun yang kurasakan adalah ada terpaan angin besar lalu suara-suara aneh kemudian suara teriakan Aomine-kun yang dibarengi oleh pandangan terkejut dari teman-temanku.
BRAAKKK!! Aku tak sempat memperhatikan
apa yang hendak menabrakku dari belakang namun ketika aku membuka mata dan
menyingkap tanganku yang kubuat untuk melindungi wajah, disitulah darahku
seolah-olah berhenti. Darahku berdesir dan tengkukku merinding.
Kau tak akan percaya apa yang kukatakan tapi ini kenyataan. Bahkan aku bisa merasakan teman-temanku menahan napas melihat pemandangan apa yang ada di depanku. Sesuatu melindungiku, bukan tapi...
Kau tak akan percaya apa yang kukatakan tapi ini kenyataan. Bahkan aku bisa merasakan teman-temanku menahan napas melihat pemandangan apa yang ada di depanku. Sesuatu melindungiku, bukan tapi...
“Ko, Kohane?”
kata-kataku seperti orang bodoh. Gadis itu melindungiku, dengan sebuah katana
panjang yang disilangkannya untuk memotong benda tersebut(yang baru kusadari
itu adalah pintu loker besi). Gadis itu berbalik tak lama ketika aku memanggil
namanya.
Jantungku
serasa mencelus melihat perubahan dalam diri Kohane.
“Halo, Tetsuya-chan , Aka-chan, Ao-chan, Midori-chan, Murasaki-chan.... senang bertemu dengan kalian lagi... “ anak itu menyunggingkan senyumnya yang hambar. Katanya di tangan kanannya berkilap, darimana dia mengeluarkannya?
“Halo, Tetsuya-chan , Aka-chan, Ao-chan, Midori-chan, Murasaki-chan.... senang bertemu dengan kalian lagi... “ anak itu menyunggingkan senyumnya yang hambar. Katanya di tangan kanannya berkilap, darimana dia mengeluarkannya?
“Kohane,
sebenarnya siapa kau?” tanya Akashi-kun
“Tentu saja Kohane, tapi sayangnya yang tahu Kohane yang asli hanya kamu, iya kan? MIDORIMA SHINTAROU-CHAN,”
Midorima-kun?
“Tentu saja Kohane, tapi sayangnya yang tahu Kohane yang asli hanya kamu, iya kan? MIDORIMA SHINTAROU-CHAN,”
Midorima-kun?
“Tidak
ada waktu menjelaskan, akan kujelaskan sambil jalan” semua bungkam, kami masuk
ke sekolah. Hal yang masih membuatku takut adalah iris mata Kohane, bersinar.
Siapa sebenarnya dia?
XXXXXX
PART 8 : “死の真実(Shi
no Shinjitsu)”
THE
TRUTH OF DEATH
“三年前に、あの時は寒いな季節 だ。寒いの手、黒いの世界。何も聞こえないんだ。そう、わかってる。。私は死んだ。怖い。。けど今。。どうして私が一揆るかな?”
“San nen mae ni. Ano toki wa samui na kisetsu da. Samui no Te. Kuroi no sekai. Nani mo kikoenainda. Sou, wakatteru.. watashi wa shinda. Kowai, kedo ima, doushite watashi ga ikkiru kana?”
Kinako Yukihira
“San nen mae ni. Ano toki wa samui na kisetsu da. Samui no Te. Kuroi no sekai. Nani mo kikoenainda. Sou, wakatteru.. watashi wa shinda. Kowai, kedo ima, doushite watashi ga ikkiru kana?”
Kinako Yukihira
KINAKO
YUKIHIRA
-One Side Story that Nobody Know-
-One Side Story that Nobody Know-
Namaku
Kinako Yukihira. Aku dilahirkan kembar, adikku adalah semangat hidupku. Kami
dilahirkan dilingkungan yang tidak biasa, maksudnya kedua orang tua kami
bukanlah orang biasa, strata kami memang terlihat biasa tapi sebenarnya Mama
adalah Assassin—salah satu klan pembunuh di benua Asia. Kalian pasti tertawa
mendengarnya tapi aku serius, Mama melepas statusnya sebagai seorang penerus
Saika di keluarga Yukihira. Keluarga Yukihira sendiri adalah satu dari tiga
keluarga besar di Jepang—yang tenggelam oleh zaman.
Papa
adalah seorang pemain basket handal, dia orang biasa yang lemah lembut dan baik
hati. Dia yang mengajariku dan Kohane basket, Papa selalu baik dan ramah, keluarga
kami hidup di masyarakat dengan damai. Sampai suatu hari Saika lain menyerang
Mama juga kami. Papa tewas, Mama menyelamatkan kami, lalu beliau menghilang.
Aku
kira aku hanya bisa menjadi seorang anak kecil di sekolahku. Tapi...,
“KINAKOCCHI, sini main basket! Hei, kau bolos lagi,ya!?” suara yang jernih dan mirip dengan Papa. “Kise, hentikan mengganggu anak itu!” kakak berambut dark blue itu menendang kakak berambut blonde. “Kinako-chan, hari ini kita makan di Maji Burger,yuk” ajak seorang kakak berambut light blue dengan mata sayu. “Kau menyerobot!” decak kakak berambut merah di sampingnya.
“Akacchin mau mengajak Kinacchin ke cafe ice cream” kakak berambut ungu menepuk-nepuk kepalaku. “Tunggu, dia akan pergi bersamaku ke perpustakaan” ucap kakak berambut hijau dengan kacamata dan sebuah boneka harimau lucu di tangannya.
“Kalian ini, masih ada Kohane-chan masih saja berebut” seorang lagi kakak tapi dia kakak perempuan berambut merah jambu memelukku.
“Kalian salah! ONE-CHAN MILIK KOHANE” Adikku dengan semangat memelukku dengan hangat, dia tertawa riang diiringi protes para kakak di depanku.
“KINAKOCCHI, sini main basket! Hei, kau bolos lagi,ya!?” suara yang jernih dan mirip dengan Papa. “Kise, hentikan mengganggu anak itu!” kakak berambut dark blue itu menendang kakak berambut blonde. “Kinako-chan, hari ini kita makan di Maji Burger,yuk” ajak seorang kakak berambut light blue dengan mata sayu. “Kau menyerobot!” decak kakak berambut merah di sampingnya.
“Akacchin mau mengajak Kinacchin ke cafe ice cream” kakak berambut ungu menepuk-nepuk kepalaku. “Tunggu, dia akan pergi bersamaku ke perpustakaan” ucap kakak berambut hijau dengan kacamata dan sebuah boneka harimau lucu di tangannya.
“Kalian ini, masih ada Kohane-chan masih saja berebut” seorang lagi kakak tapi dia kakak perempuan berambut merah jambu memelukku.
“Kalian salah! ONE-CHAN MILIK KOHANE” Adikku dengan semangat memelukku dengan hangat, dia tertawa riang diiringi protes para kakak di depanku.
Aku berharap semua ini terus berlangsung
seperti ini. Tapi sayangnya tidak begitu, aku..., aku merasakan apa yang
dirasakan papa... KEMATIAN.
“Aku bisa membantumu. Agar doamu bisa terkabulkan, tapi berjanjilah untuk menerima semua tanggung jawab di masa yang akan datang”
“Selama ‘saika’ milik anak itu tidak hilang, dia masih bisa dihidupkan”
“Aku tak peduli, hidupkan kembali kakakku”
Ah benar. Aku... aku hanya ‘kebohongan’. Aku yang sebenarnya, tubuhku yang sebenarnya...
“Aku bisa membantumu. Agar doamu bisa terkabulkan, tapi berjanjilah untuk menerima semua tanggung jawab di masa yang akan datang”
“Selama ‘saika’ milik anak itu tidak hilang, dia masih bisa dihidupkan”
“Aku tak peduli, hidupkan kembali kakakku”
Ah benar. Aku... aku hanya ‘kebohongan’. Aku yang sebenarnya, tubuhku yang sebenarnya...
ƒab‚
KAGAMI TAIGA POV
SMP TEIKOU, LANTAI 3. 22.50 p.m
SMP TEIKOU, LANTAI 3. 22.50 p.m
Keadaan
makin memburuk, dan apa yang kulihat seperti adegan film horor.
Kinako berdiri di depan kami, Kise menderita dengan lukanya yang terus mengucurkan darah dan terpaksa di tahan oleh Tatsuya dengan jersey miliknya, sementara kondisi Tatsuya maupun aku sama sekali tidak bisa dibilang bagus(aku mendapat luka cukup parah di tangan, kaki, dan bagian lengan sementara Tatsuya menderita luka tusuk di belikat kanannya). Anak itu mengacungkan sebuah katana yang berkilap di tengah lorong dengan temaram cahaya bulan, menegaskan bahwa Kinako tidak main-main. Tapi kenapa, darimana asal senjata itu padahal dari tadi dia tidak membawa apa-apa di badannya. Tunggu, jangan-jangan...
“Selamat malam, Azumi Kamitsuka. Senang bertemu denganmu lagi” senyumnya yang membayang membuat wajahnya terlihat lebih sadis, berdarah dingin, dan siap membunuh.
“Tidak, tidak mungkin.... kenapa-kenapa, kenapa kau....padahal” suara tercekik yang mengerikan itu keluar dengan tersendat-sendat dari maklhuk gosong berwarna kehitaman dengan rambut acak-acakan di depanku.
Kinako berdiri di depan kami, Kise menderita dengan lukanya yang terus mengucurkan darah dan terpaksa di tahan oleh Tatsuya dengan jersey miliknya, sementara kondisi Tatsuya maupun aku sama sekali tidak bisa dibilang bagus(aku mendapat luka cukup parah di tangan, kaki, dan bagian lengan sementara Tatsuya menderita luka tusuk di belikat kanannya). Anak itu mengacungkan sebuah katana yang berkilap di tengah lorong dengan temaram cahaya bulan, menegaskan bahwa Kinako tidak main-main. Tapi kenapa, darimana asal senjata itu padahal dari tadi dia tidak membawa apa-apa di badannya. Tunggu, jangan-jangan...
“Selamat malam, Azumi Kamitsuka. Senang bertemu denganmu lagi” senyumnya yang membayang membuat wajahnya terlihat lebih sadis, berdarah dingin, dan siap membunuh.
“Tidak, tidak mungkin.... kenapa-kenapa, kenapa kau....padahal” suara tercekik yang mengerikan itu keluar dengan tersendat-sendat dari maklhuk gosong berwarna kehitaman dengan rambut acak-acakan di depanku.
“Biar
kutegaskan satu hal, Kamitsuka-san.
Kau salah besar menilaiku masih hidup..,”
Eh.
“Aku
sama denganmu, AKU SUDAH MATI TIGA TAHUN
LALU” diiringi gemuruh dan angin malam berhembus dari celah-celah jendela
tiba-tiba sebuah petir menyambar.
Napasku
tercekat, tidak mungkin bagaimana bisa. “Bohong!” teriakan Kise di tengah-tengah
napasnya yang putus-putus mengejutkanku, Tatsuya harus menahan tubuh Kise agar
tidak sering terguncang atau dia bakal mati kehabisan darah, “Tidak mungkin, a,
aku tidak bisa percaya..., kau hidup! Kau sekolah di Se,Seirin, bagaimana
mungkin..., memangnya kau mayat hidup?”
“Benar”
Shit, bulu kudukku mendadak berdiri
karena aku baru menyadari Kinako dengan matanya yang bersinar merah itu
melirikku. “Aku bisa dibilang mayat hidup, Kohane yang merencanakan semuanya.
Membuat cerita palsu bahwa aku terpaksa diopname di luar negeri dan tidak akan
kembali, menutupi kasus tentang PERSEMBAHAN SETAN dan meledaknya ruang PKK.
Semua itu ditutupi dengan rapi oleh Kohane... dan SATU ORANG lagi dari
kalian...” jantungku berdetak cepat, inikah kenyataannya? Aku belum bisa
menyusun semua puzzle menyusahkan ini.
“Siapa yang kau maksud?” tuntutku dengan nada yang meninggi akibat emosi.
“Siapa yang kau maksud?” tuntutku dengan nada yang meninggi akibat emosi.
“MIDORIMA SHINTAROU.....”
Petir menyambar sekali lagi, napasku tertahan cukup lama mendengar pengakuan dari Kinako yang lebih mirip cerita fiksi superanatural, bagaimana anak ini bisa hidup kalau sebenarnya tiga tahun lalu dia sudah mati.
Mati di kecelakaan meledaknya ruang PKK. Kohane yang tak terima kematian Kinako meminta Midorima untuk meghidupkannya kembali lalu membuat cerita bohong dan menghapuskan sisa-sisa mimpi buruk di Teikou hingga Kuroko dan yang lainnya lulus.
Petir menyambar sekali lagi, napasku tertahan cukup lama mendengar pengakuan dari Kinako yang lebih mirip cerita fiksi superanatural, bagaimana anak ini bisa hidup kalau sebenarnya tiga tahun lalu dia sudah mati.
Mati di kecelakaan meledaknya ruang PKK. Kohane yang tak terima kematian Kinako meminta Midorima untuk meghidupkannya kembali lalu membuat cerita bohong dan menghapuskan sisa-sisa mimpi buruk di Teikou hingga Kuroko dan yang lainnya lulus.
Kulirik
Kise yang matanya membulat memancarkan kesedihan dan kekecewaan mendalam, mata
Kise yang menderita dan terluka. Sekarang aku tahu mengapa Kinako berkata dia
tak mampu menyukai Kise kembali kemungkinan dia hanyalah sosok ‘lain dari
dirinya’ yang dibentuk lagi oleh Kohane dan Midorima, kasarnya Kinako hanyalah
sebuah boneka dengan ‘jiwa lain’ di dalam tubuhnya.
“Sonna, doushitessu... Padahal aku—“.
“KISE-KUN!” Teriakan Tatsuya membuyarkan momen-momen canggung kami ketika siluman wanita buruk rupa itu melempar Kise dengan ekornya yang panjang dan hitam hingga dia terpelanting membentur tembok, darah di perutnya berceceran di lantai dan Kise langsung mengerang keras. Astaga, aku tak tahan melihat dia terus seperti itu! “KISEE!!” yang terakhir ini adalah pemandangan yang amat perih di mataku ternyata sulur-sulur di rambut wanita bajingan itu dapat bergerak liar lalu menusuk luka lama Kise.
“Sonna, doushitessu... Padahal aku—“.
“KISE-KUN!” Teriakan Tatsuya membuyarkan momen-momen canggung kami ketika siluman wanita buruk rupa itu melempar Kise dengan ekornya yang panjang dan hitam hingga dia terpelanting membentur tembok, darah di perutnya berceceran di lantai dan Kise langsung mengerang keras. Astaga, aku tak tahan melihat dia terus seperti itu! “KISEE!!” yang terakhir ini adalah pemandangan yang amat perih di mataku ternyata sulur-sulur di rambut wanita bajingan itu dapat bergerak liar lalu menusuk luka lama Kise.
Tentu
saja sahabatku(kalau kondisinya tidak seperti ini aku ogah memanggilnya
sahabat) langsung berteriak tertahan, Tatsuya yang sudah mendapat banyak
transfer darah dari Kise hanya bisa membeku dan melihat pemandangan mengerikan
ini.
“Lepaskan dia makhluk keparat!” sekarang adegan paling memukau di mataku adalah saat Kinako melompat dan memotong ekor hitam tersebut lalu menangkap tubuh Kise yang lunglai dengan gaya bridal style.
Yaampun aku malah merasa ini lebih menganggumkan daripada melihat Kise menggendong Kinako dengan bridal style. Kurasa dia bakal shock kalau aku menceritakan bagaimana gagahnya Kinako yang baru kusadari sangat kuat sampai-sampai bisa membawa tubuh Kise yang berkali lipat darinya. “Sekali lagi kau sentuh dia kukirim kau ke neraka untuk yang kedua kali” ucap Kinako.
“Lepaskan dia makhluk keparat!” sekarang adegan paling memukau di mataku adalah saat Kinako melompat dan memotong ekor hitam tersebut lalu menangkap tubuh Kise yang lunglai dengan gaya bridal style.
Yaampun aku malah merasa ini lebih menganggumkan daripada melihat Kise menggendong Kinako dengan bridal style. Kurasa dia bakal shock kalau aku menceritakan bagaimana gagahnya Kinako yang baru kusadari sangat kuat sampai-sampai bisa membawa tubuh Kise yang berkali lipat darinya. “Sekali lagi kau sentuh dia kukirim kau ke neraka untuk yang kedua kali” ucap Kinako.
“Ki,
Kinako-chan sebenarnya siapa kamu?”
tanya Tatsuya.
“ Orang-orang memanggilku Shisha(the death one), untuk kali ini saja ya” jawab gadis itu. “Kinako, di belakangmu!!” teriakan Tatsuya membuat kami serempak menengok,kuperhatikan ternyata kita tidak hanya melawan wanita sialan ini tapi aku melihat banyak sosok bermunculan dari kaca jendela dari ruangan-ruangan lain—bentuknya sama saja, hitam dan tidak ada bagus-bagusnya—tentu saja ini berarti mimpi buruk kami belum berakhir, karena lawan kami bukan satu tapi ada sepuluh lagi. “Ba, bagaimana kita bisa menghabisi seluruh makhluk bajingan ini?” tanyaku entah pada siapa.
“ Orang-orang memanggilku Shisha(the death one), untuk kali ini saja ya” jawab gadis itu. “Kinako, di belakangmu!!” teriakan Tatsuya membuat kami serempak menengok,kuperhatikan ternyata kita tidak hanya melawan wanita sialan ini tapi aku melihat banyak sosok bermunculan dari kaca jendela dari ruangan-ruangan lain—bentuknya sama saja, hitam dan tidak ada bagus-bagusnya—tentu saja ini berarti mimpi buruk kami belum berakhir, karena lawan kami bukan satu tapi ada sepuluh lagi. “Ba, bagaimana kita bisa menghabisi seluruh makhluk bajingan ini?” tanyaku entah pada siapa.
“Tetaplah
di belakang. Kagami-nii , biarkan aku
membalas semua kebaikanmu”
Aku langsung ternganga melihat betapa hebatnya Kinako mengayunkan katanyanya yang terus menghujam, memotong, mengiris, dan mencabik seluruh makhluk(entah aku harus menyebutnya apa) di depan kami dengan sangat anggun, dia terlihat tak terjangkau bahkan untukku.
Kurasa aku mengerti kenapa Kuroko selalu menyebut Kinako dan Kohane lebih hebat dari kami semua, bagiku ini cukup menunjukkan kalau kami tak ada apa-apanya di depan anak ini. Satu hal yang masih membuatku marah adalah kenapa Kinako harus menjadi boneka untuk hidupnya sendiri, dan kenapa Kohane tidak mau menerima tentang kematian kakak kembarnya tiga tahun lalu. Anak itu memang manis tapi di mataku Kohane licik dan manipulatif, begitulah kira-kira dan bila dipadukan oleh Midorima itu sungguh suatu kombinasi mengerikan sepanjang masa, cih! Anak itu...,
“Kalau ketemu akan kupukul pantatnya” bisikku
“Apa yang kau katakan Taiga?” Tatsuya melirikku, “Bu,bukan apa-apa” BRAAKK! Kali ini seekor makhluk hampir saja mengenaiku, sepertinya dia terpental dan Kinako langsung membelahnya menjadi dua.
“Maaf, manufernya terlalu cepat” Gila! Lain kali aku tidak mau mencari gara-gara dengan anak ini! bisa-bisa aku dibelah-belah seperti semangka.
Aku langsung ternganga melihat betapa hebatnya Kinako mengayunkan katanyanya yang terus menghujam, memotong, mengiris, dan mencabik seluruh makhluk(entah aku harus menyebutnya apa) di depan kami dengan sangat anggun, dia terlihat tak terjangkau bahkan untukku.
Kurasa aku mengerti kenapa Kuroko selalu menyebut Kinako dan Kohane lebih hebat dari kami semua, bagiku ini cukup menunjukkan kalau kami tak ada apa-apanya di depan anak ini. Satu hal yang masih membuatku marah adalah kenapa Kinako harus menjadi boneka untuk hidupnya sendiri, dan kenapa Kohane tidak mau menerima tentang kematian kakak kembarnya tiga tahun lalu. Anak itu memang manis tapi di mataku Kohane licik dan manipulatif, begitulah kira-kira dan bila dipadukan oleh Midorima itu sungguh suatu kombinasi mengerikan sepanjang masa, cih! Anak itu...,
“Kalau ketemu akan kupukul pantatnya” bisikku
“Apa yang kau katakan Taiga?” Tatsuya melirikku, “Bu,bukan apa-apa” BRAAKK! Kali ini seekor makhluk hampir saja mengenaiku, sepertinya dia terpental dan Kinako langsung membelahnya menjadi dua.
“Maaf, manufernya terlalu cepat” Gila! Lain kali aku tidak mau mencari gara-gara dengan anak ini! bisa-bisa aku dibelah-belah seperti semangka.
“Kinako,
kurasa setelah ini Kita semua harus
bicara” perkataanku langsung membuatnya terdiam kemudian anak itu tersenyum
hambar, “Ya, kau boleh menghukumku lari di lapangan kok” Hei, aku tidak akan
melakukan hal sekejam itu tahu! Kinako membelakangi kami semua tanpa bicara
sepatah katapun.
“Kinako-chan.
Mungkin cepat atau lambat Atsushi dan lainnya akan datang kemari. Aku tak bisa
berbuat banyak dengan segala kekuranganku bahkan kalau mau mungkin kau bisa
menghabisi seluruh anggota klub Yosen di pertandingan atau di luar lapangan.
Kau bisa menyingkirkan semua yang mengganggu.” Kembali aku mendengar suara
lembut Tatsuya menyeruak di tengah-tengah ketegangan tak tentu di sekitar kami.
“Tapi aku tahu, sejak pertama kali bertemu. Kinako-chan tak akan melakukan hal seperti itu. Awalnya aku takut padamu, Atsushi tak pernah bicara apapun soal dirimu. Tepat ketika bertemu Kohane-chan, aku menyadari kalau kau memang gadis yang sangat manis..., aku rasa Kise-kun berpikir sama dengan kami” Kinako yang tetap membelakangi kami hanya bergeming tanpa mengubah posisinya. Sejujurnya aku merasakan hal yang sama dengan Tatsuya, Kinako tidak jahat dan semisterius itu, Kohane tetap menyayanginya kalau adiknya saja mampu melakukan itu KAMI sebagai rekannya juga harus mampu menyayangi anak ini. Saling menjaga, itukah yang ingin Kohane ajarkan pada kami?
“Tapi aku tahu, sejak pertama kali bertemu. Kinako-chan tak akan melakukan hal seperti itu. Awalnya aku takut padamu, Atsushi tak pernah bicara apapun soal dirimu. Tepat ketika bertemu Kohane-chan, aku menyadari kalau kau memang gadis yang sangat manis..., aku rasa Kise-kun berpikir sama dengan kami” Kinako yang tetap membelakangi kami hanya bergeming tanpa mengubah posisinya. Sejujurnya aku merasakan hal yang sama dengan Tatsuya, Kinako tidak jahat dan semisterius itu, Kohane tetap menyayanginya kalau adiknya saja mampu melakukan itu KAMI sebagai rekannya juga harus mampu menyayangi anak ini. Saling menjaga, itukah yang ingin Kohane ajarkan pada kami?
“A,
aku...” suara Kise yang tipis dan tertahan muncul membuat kami terkejut,
“Ak,aku..., tidak pernah, berpikir ka,kalau Kina..kocchi jahat, se,seperti apapun kau melakukan semua..perbuatan...ini pa,pada kami...,ugh..” Kise menahan napas sejenak mengumpulkan seluruh kekuatannya di tengah-tengah kondisi antara hidup dan mati, keringatnya sudah membanjir dan darahnya tak bisa kuhitung berapa liter yang telah keluar dari lukanya.
“Kise, jangan banyak bicara, lukamu..” Tatsuya menahan tubuh pucat Kise, lalu dia melanjutkan,“Kag, Kagamicchi ..da, dan Kurokocchi juga... Ka,Kasamatsu-senpai..., Aominecchi juga, semuanya..., aku juga, selalu dipihak Kinakocchi...! A,aku selalu di pihakmu Kinako, aku menyayangimu dari awal di..sekolah ini” hening, aku tidak bisa berkata apa-apa, bagiku ini terlalu tragis kalau semua ini terungkap maka tak ayal banyak pihak yang akan menyalahkan Kinako(atau mungkin Kohane).
“Ak,aku..., tidak pernah, berpikir ka,kalau Kina..kocchi jahat, se,seperti apapun kau melakukan semua..perbuatan...ini pa,pada kami...,ugh..” Kise menahan napas sejenak mengumpulkan seluruh kekuatannya di tengah-tengah kondisi antara hidup dan mati, keringatnya sudah membanjir dan darahnya tak bisa kuhitung berapa liter yang telah keluar dari lukanya.
“Kise, jangan banyak bicara, lukamu..” Tatsuya menahan tubuh pucat Kise, lalu dia melanjutkan,“Kag, Kagamicchi ..da, dan Kurokocchi juga... Ka,Kasamatsu-senpai..., Aominecchi juga, semuanya..., aku juga, selalu dipihak Kinakocchi...! A,aku selalu di pihakmu Kinako, aku menyayangimu dari awal di..sekolah ini” hening, aku tidak bisa berkata apa-apa, bagiku ini terlalu tragis kalau semua ini terungkap maka tak ayal banyak pihak yang akan menyalahkan Kinako(atau mungkin Kohane).
“Kinako, tak perlu kujelaskan”kuhela napas karena harus
menahan sakit, “Kise rela melakukan ini demi dirimu apakah itu belum cukup?
Kalau kau punya hati maka—“
Gadis itu mengangkat
kepalanya, dia melirik ke arah kami. Di sela-sela poninya yang berantakan bisa
kulihat mata yang bersinar itu menghujam hatiku, bukan karena aura
mengerikannya tapi karena suatu hal yang
setelah ini terjadi,
“たすけって.... (Tasukette)*Tolong aku*”
Terbesit suatu perasaan aneh, hatiku seperti terbakar, kepalaku panas dan melihat anak itu menangis benar-benar membuat tinjuku gatal untuk menghancurkan apapun. Dan yang harus kuhancurkan adalah...Azumi Kamitsuka si siluman wanita berparang.
“たすけって.... (Tasukette)*Tolong aku*”
Terbesit suatu perasaan aneh, hatiku seperti terbakar, kepalaku panas dan melihat anak itu menangis benar-benar membuat tinjuku gatal untuk menghancurkan apapun. Dan yang harus kuhancurkan adalah...Azumi Kamitsuka si siluman wanita berparang.
“Hei,
kau bilang kalau makhluk ini sudah pernah mati,kan?” tanyaku
“Uh? Iya... kenapa?” ,aku tersenyum sinis. Senyum yang biasa kukeluarkan ketika berhadapan dengan orang yang menyebalkan tapi senyum ini lebih dingin daripada ketika berhadapan dengan Aomine. Oke, aku merasa seperti orang jahat tapi aku tidak peduli, yang kupedulikan sekarang adalah bagaimana caranya untuk melenyapkan makhluk sialan di depanku.
“Akan kubuktikan. Sekalipun kalian menganggap kami sebagai orang-orang rendahan, aku selalu akan mau mengakui betapa bajingannya aku, aku merasa aku belum pantas menjadi manusia baik—dan tak ada yang menganggapku begitu.
Tapi, melihat seorang gadis manis seperti dirimu harus menghunuskan pedang itu bukan pemandangan yang menyenangkan...., hei, wanita keparat..., KELUAR DARI SANA!” sontak kutendang pintu yang ternyata adalah ruang PKK, aku merangsek masuk tanpa basa-basi dan menggunakan instingku untuk mencari keberadaan si wanita menyebalkan penebar teror.
“MATIII....!!”
“Uh? Iya... kenapa?” ,aku tersenyum sinis. Senyum yang biasa kukeluarkan ketika berhadapan dengan orang yang menyebalkan tapi senyum ini lebih dingin daripada ketika berhadapan dengan Aomine. Oke, aku merasa seperti orang jahat tapi aku tidak peduli, yang kupedulikan sekarang adalah bagaimana caranya untuk melenyapkan makhluk sialan di depanku.
“Akan kubuktikan. Sekalipun kalian menganggap kami sebagai orang-orang rendahan, aku selalu akan mau mengakui betapa bajingannya aku, aku merasa aku belum pantas menjadi manusia baik—dan tak ada yang menganggapku begitu.
Tapi, melihat seorang gadis manis seperti dirimu harus menghunuskan pedang itu bukan pemandangan yang menyenangkan...., hei, wanita keparat..., KELUAR DARI SANA!” sontak kutendang pintu yang ternyata adalah ruang PKK, aku merangsek masuk tanpa basa-basi dan menggunakan instingku untuk mencari keberadaan si wanita menyebalkan penebar teror.
“MATIII....!!”
Kutinju
wanita keparat itu, aku merasakan kekuatanku meluap-luap sampai lupa kalau jersey dan seragamku sudah berlumuran
darah segar. “Yang harusnya mati itu kau siluman jelek!” sekali lagi tanpa
membawa senjata apapun kukeluarkan seluruh tenaga, meski dia membawa pisau
sebesar kepala Akashi tapi aku tak peduli. Aku sudah sangat marah dan sudah
lelah dengan teror yang mencoba merusak kehidupan yang telah dilindungi oleh
Kinako dan Kohane untuk Kuroko dan anak-anak Kiseki no sedai lainnya.
“TAIGA!”
Tatsuya melemparkan sebuah pisau yang tergeletak akibat pertarungan Kinako
tadi.
“Kagami-nii...”
“Kagami...cchi.....” aku langsung menangkap pisau itu, menargetkan tepat di tengah kepala Kamitsuka yang lengah dengan teknik METEOR JAM pemberian Alex.
“Tidak akan kubiarkan kau mengacau lagi, MATI KAU BRENGSEK!!” kuhunuskan dengan keji tepat di kepalanya yang langsung memuntahkan darah yang mengotori pakaian, wajah maupun tanganku, makhluk itu mengikik lalu berteriak ngeri kemudian kubelah dua kepalanya hingga tergeletak berceceran di lantai. Astaga, darimana aku mendapatkan kekuatan seperti ini? apakah ini ZONE, bukan, ini bukan ZONE... tapi...,
“Kagami-nii...”
“Kagami...cchi.....” aku langsung menangkap pisau itu, menargetkan tepat di tengah kepala Kamitsuka yang lengah dengan teknik METEOR JAM pemberian Alex.
“Tidak akan kubiarkan kau mengacau lagi, MATI KAU BRENGSEK!!” kuhunuskan dengan keji tepat di kepalanya yang langsung memuntahkan darah yang mengotori pakaian, wajah maupun tanganku, makhluk itu mengikik lalu berteriak ngeri kemudian kubelah dua kepalanya hingga tergeletak berceceran di lantai. Astaga, darimana aku mendapatkan kekuatan seperti ini? apakah ini ZONE, bukan, ini bukan ZONE... tapi...,
“Ta,
Taiga.. kau hebat sekali, kau bahkan lebih mengerikan daripada makhluk
jadi-jadian itu” ucap Tatsuya.
“Kau memuji atau mencela?” aku membalikkan badan tapi yang kulihat adalah wajah Tatsuya yang menegang dan pucat ketakutan, “Hei, Tatsuya?”
“Ma, matamu...!” ucapnya terbata.
Ha? Mata, memang ada apa dengan mataku?
“Bercermin sana, matamu itu!” bentak Tatsuya membuatku malah parno sendiri, kebetulan aku duduk di lantai dan di sebelahku ada lemari kaca. Kuperhatikan baik-baik, apa yang berubah? Aku baik-baik saja kecuali darah di badanku ini, apa mungkin karena kaca yang dipakai lemari itu adalah kaca buram jadinya tidak ada pantulan jelas di depanku?
“Kau memuji atau mencela?” aku membalikkan badan tapi yang kulihat adalah wajah Tatsuya yang menegang dan pucat ketakutan, “Hei, Tatsuya?”
“Ma, matamu...!” ucapnya terbata.
Ha? Mata, memang ada apa dengan mataku?
“Bercermin sana, matamu itu!” bentak Tatsuya membuatku malah parno sendiri, kebetulan aku duduk di lantai dan di sebelahku ada lemari kaca. Kuperhatikan baik-baik, apa yang berubah? Aku baik-baik saja kecuali darah di badanku ini, apa mungkin karena kaca yang dipakai lemari itu adalah kaca buram jadinya tidak ada pantulan jelas di depanku?
“Orang bodoh memang
harus ditunjukkan langsung,kan?” mataku melotot seketika Kinako mengacungkan
ujung pedangnya tepat di leherku kemudian dari pantulan pedang itu aku
melihat.... MATAKU BERSINAR MERAH...!
“Maaf,
Kagami-nii kurasa aku agak berlebihan
soalnya ketika tadi aku melawan para mayat, aku menggores lenganmu jadi kau terasuki oleh Saika milikku” Hah? Apa?
Aku makin tak mengerti, yang jelas sesaat tadi aku merasakan ada sesuatu dalam
diriku yang emosi dan langsung merenggut pisau lalu dengan tanpa sadar aku
menghunuskannya ke siluman Kamitsuka. ...
TANPA SADAR..?
TANPA SADAR..?
Di
tengah suasana yang mereda kudengar beberapa langkah kaki, kurasa banyak
langkah kaki menuju kemari. Apakah itu suara satpam sekolah!? Tidak, kalau
ketahuan bisa gawat kan, bagaimana ini. Kami semua menahan napas, Kinako
bersiap mengangkat katananya lalu dengan licin bersembunyi di dekat pintu
masuk.
“Siapapun yang datang ini akan jadi taruhan besar” bisik
Tatsuya di dekatku yang bersembunyi di balik meja dapur tengah ruang PKK, degup
jantung kami seperti berpacu ratusan kali lipat lebih cepat.
“Kau yakin mereka ada di sini?” Tunggu, suara ini!
“Aku mendengar suara-suara berisik dari lantai atas Aomine-kun” Itu...!! yaampun jantungku nyaris berhenti ketika yang datang adalah partnerku tapi mungkin saja itu perangkap jadi kami harus tetap waspada.
“Kau yakin mereka ada di sini?” Tunggu, suara ini!
“Aku mendengar suara-suara berisik dari lantai atas Aomine-kun” Itu...!! yaampun jantungku nyaris berhenti ketika yang datang adalah partnerku tapi mungkin saja itu perangkap jadi kami harus tetap waspada.
“Pintunya rusak, geser
saja!” Shit, aku tidak diragukan lagi
kalau itu benar-benar Kuroko dan anak-anak lainnya.
Sayangnya sebelum mulutku meneriakkan kata-kata, Kinako sudah melesatkan pedangya dengan beringas tepat ke oknum penggeser pintu yang telah kurusakkan tadi dengan tidak berperasaan. Ujung katana mengkilap dan mata pedang itu siap membelah dua leher orang yang berada di depannya.
Sayangnya sebelum mulutku meneriakkan kata-kata, Kinako sudah melesatkan pedangya dengan beringas tepat ke oknum penggeser pintu yang telah kurusakkan tadi dengan tidak berperasaan. Ujung katana mengkilap dan mata pedang itu siap membelah dua leher orang yang berada di depannya.
“K...Ki,Ki...Kiinakoo!!”
“Ao-nii?”
Bagus, sekarang aku bisa melihat wajah-wajah familier di depanku berubah pucat dan ketakutan. Bahkan Aomine selaku orang yang hampir dipenggal oleh Kinako langsung lunglai di atas lantai hingga rohnya nyaris lepas dari raga sang empunya badan.
“Onee-chan?”
Uh-oh. Jadi apa sekarang aku terjebak di dalam lingkaran rumit para Kiseki no Sedai?
“Ao-nii?”
Bagus, sekarang aku bisa melihat wajah-wajah familier di depanku berubah pucat dan ketakutan. Bahkan Aomine selaku orang yang hampir dipenggal oleh Kinako langsung lunglai di atas lantai hingga rohnya nyaris lepas dari raga sang empunya badan.
“Onee-chan?”
Uh-oh. Jadi apa sekarang aku terjebak di dalam lingkaran rumit para Kiseki no Sedai?
XXXXXX
AKASHI SEIJUUROU
SMP
TEIKOU, LANTAI 3-RUANG PKK. 23.10 p.m
Kurasa
sudah saatnya untuk meluruskan permasalahan ini.
Sejujurnya aku merasa dibodoh-bodohi dalam kasus PERSEMBAHAN SETAN dengan mantan sekolahku semasa SMP. Sejauh yang kutahu, selama hampir tiga tahun di sini tak ada masalah besar apapun—kecuali masalah dalam tim basket yang mendadak hancur berantakan itu—tak ada lagi kejadian aneh setelahnya, mungkin aku hanya bersugesti atau entahlah hanya saja aku memang tak pernah memerhatikan lingkungan sekolah di Teikou karena aku bukan Dewan Kedisiplinan Sekolah(atau kalau kalian mengenal sebagai OSIS).
Sejujurnya aku merasa dibodoh-bodohi dalam kasus PERSEMBAHAN SETAN dengan mantan sekolahku semasa SMP. Sejauh yang kutahu, selama hampir tiga tahun di sini tak ada masalah besar apapun—kecuali masalah dalam tim basket yang mendadak hancur berantakan itu—tak ada lagi kejadian aneh setelahnya, mungkin aku hanya bersugesti atau entahlah hanya saja aku memang tak pernah memerhatikan lingkungan sekolah di Teikou karena aku bukan Dewan Kedisiplinan Sekolah(atau kalau kalian mengenal sebagai OSIS).
Yah,
apa gunanya aku memutar masa lalu, sekarang sudah terlanjur dan tak ada yang
bisa diandaikan lagi. Terbesit rasa bersalah yang memelintir hatiku tiap kali
melihat anak bermata ruby dengan
bekas luka bakar di bagian kiri matanya ketika Kohane menjelaskan garis besar
masalah mereka sementara aku dengan arogannya membuang mereka dari tim basket,
membuat gadis itu semakin terkucilkan, omongan Kohane yang tak pernah
kudengarkan. Astaga! Aku sudah sangat kejam pada kedua anak kembar ini.
“Onee-chan?” kulirik Kohane yang dengan
sabar menunggu reaksi kakak kembarnya itu. Tidak ada jawaban. “Maafkan aku...”
aku bisa merasakan Kohane semakin mundur dan sekarang posisinya berada di
belakang Midorima.
“Untuk apa minta maaf?”. “Eh?” Kinako menarik katananya, aku tercekat melihat sepasang mata Rubby yang bersinar mencolok di temaram ruangan. Mirip dengan Kohane waktu menolong Kuroko di halaman!
“Untuk apa minta maaf?”. “Eh?” Kinako menarik katananya, aku tercekat melihat sepasang mata Rubby yang bersinar mencolok di temaram ruangan. Mirip dengan Kohane waktu menolong Kuroko di halaman!
“Kami
bukan seperti kalian" gadis berkulit pualam yang lebih pucat dari Kuroko
itu mengamati kami dari balik tirai rambutnya yang acak-acakan, Kohane semakin
terlihat canggung dan takut, aku bahkan agak gentar menghadapi sepasang mata
yang sekarang masih bersinar seperti darah yang diberi fosfor, “Kurasa Kohane
sudah mengatakan semuanya benar,kan? Adikku selalu selangkah di depan bahkan di
antara kami dialah yang paling mengerti keadaan” suara kecil anak itu menggema,
dia lebih mirip hantu ketimbang manusia.
“Kalian
pasti ingin bertanya, siapa ah bukan,
APA aku sebenarnya” aku menahan napas
sejenak. Gadis itu kalau mau lebih seram daripada aku.
“Itu
tidak penting!” bentak Aomine dari samping Midorima sembari menjaga Kohane,
“Meski kau tidak seperti kami, bagi kita semua Kinako adalah Kinako! Kau kakak Kohane,kan? Kenapa kau tidak mempercayai anak ini ,dia—“
“Meski kau tidak seperti kami, bagi kita semua Kinako adalah Kinako! Kau kakak Kohane,kan? Kenapa kau tidak mempercayai anak ini ,dia—“
“Kohane, kau belum
menjelaskannya?” lagi-lagi seisi ruangan membisu hanya dengan suara rendah yang
dingin menusuk dari mulut Kinako.
“ Ta, tapi! Aku.., aku
akan menceritakannya, akan kuceritakan pada mereka, Onee-chan!” teriak Kohane tertahan, dia tampak bimbang, memilih
antara kami atau kakaknya.
“Jaa, kalau kau masih mau menginginkanku
untuk berada di pihakmu katakan pada mereka segera” God! Demi para Cerberus di neraka, Kinako mencabut Katana dari
tangannya, ah aku seperti tahu, pedang yang dijuluki pedang roh..., apa mungkin
ada hubungannya? Tapi seketika Kuroko menarikku mundur selangkah karena
sekarang Kinako sudah mengacungkan katana itu, KE LEHERKU!
Demi
apapun di dunia, aku tahu aku memang seorang antagonis tapi haruskah aku mati
ketika aku sudah bertobat dan kembali pada diriku yang baik?
“Kau
tak mau kusuruh membayar perlakuanmu tiga tahun lalu,kan?”
Sebisa mungkin aku
tetap tenang, aku balas memandang nyolot pada Kinako tapi tetap saja hatiku
ragu untuk melawannya karena kalaupun bertarung sudah jelas yang kalah adalah
aku dan bakal berakhir menjadi potongan steik barbeque di atas panggangan. Dia
kecil, tapi kemampuannya di atasku, sekali salah langkah aku yang bakal mati,
ralat, sekarang aku nyaris kehilangan nyawa karena pedang Kinako.
“Yamette kudasai!” Onee-chan! Menjauh
dari Aka-chan!” Aka-chan?! Terdengar terlalu imut di telingaku.
“AKASHI-KUN!” tubuhku ditarik paksa oleh Kuroko
dan Murasakibara tiba-tiba sudah menjadikan dirinya tameng ketika Kinako menangkis
sesuatu—menangkis pedang, yaampun kali ini apalagi, bukan hanya Kinako tapi
Kohane juga sama!
“Hei,
Akashi. Bisa kau bayangkan, kalau aku tahu mereka bukan anak biasa mungkin
Haizaki tak akan dikeluarkan dari klub” bisik Aomine.
“Kau
mau memanfaatkan mereka untuk mencacah setiap member yang bolos begitu? Jangan bercanda di saat seperti ini dasar
bodoh!” celaku, sudah bersyukur aku batal mati karena pertengakaran kedua anak
kembar ini yang masih bersitegang.
“Jadi ini akhirnya? Memutuskan siapa yang mati dan hidup di
antara kita?”
“Aku
tidak pernah berniat seperti itu”
“Tapi
itu harus, itu keharusan di keluarga kita. KAU, atau AKU”
“Itu bukan keharusan!!”
Kohane hendak menarik pedangnya tapi Kinako sudah menyerang, kedua anak kembar
itu mau tak mau harus adu pedang dan baku hantam di ruangan ini sementara aku
terbengong-bengong. Jelas saja, melerai mereka mungkin keharusan kami tapi
kalau kami melerai mereka –dalam keadaan mereka membawa senjata seperti
itu—salah-salah kami yang dipotong-potong.
“Oi
Akashi, cepat hentikan mereka!! Kau mau mereka saling bunuh!?” bentak Kagami,
dia terlihat lebih buruk kondisinya dari kami yang masih segar bugar.
“Kagami-kun, kau baik-baik saja?” Kuroko mencoba
memberi pertolongan pertama pada partnernya, Himuro-san dan Kise sudah diungsikan bersama Midorima.
“Bagaimana
cara menghentikan mereka?” tanya Murasakibara putus asa.
“Biar
aku yang maju!” aku terkejut ketika Kuroko sudah merangsek maju dan mencoba
menahan adu pedang keduanya di saat pelik, astaga kepalanya bisa terbelah-belah
kalau dia melakukan itu!
“Kuroko,
hentikan!!” teriakku, “Tetsuu!” Aomine langsung menyeruduk Kuroko lalu kejadian
selanjutnya membuat kami ternganga, Midorima sudah berada di tengah-tengah
ruangan(sejak apan dia di sana?) dia nyaris menjadi korban karena katana Kinako
sudah berada di samping lehernya—nyaris 2 cm lagi—beruntung Kohane masih sempat
menjauhkan katananya. Kami semua dilanda suasana mencekam lagi.
“Mi,
Midori..-nii” . “Aku tahu kau
membenciku. Tapi apakah ini yang kau lakukan untuk melindungi ‘KISEKI NO SEDAI’?” Eh. Apa maksudnya.
“A, apa maksudmu?” Kinako tak kalah heran dari kami.
“Aku
yang membawamu kembali, dari kematian atas permintaan Kohane, kau sudah tahu
soal Kamitsuka, kau tahu siapa yang hendak dibunuh olehnya. Makanya kau
melakukan ini, tapi...” Midorima menarik napas lalu melanjutkan, “Kalau kau
membunuh adikmu sendiri, apa yang SEIRIN
dan KISE menganggap perbuatanmu itu benar?”
Mata Kinako membulat, Kohane ternganga, kami
bahkan sampai terkejut, jadi yang mendalangi atas kembalinya Kinako adalah
Midorima? Midorima yang menghidupkan kembali Kinako?
“Bekas
luka di lehermu itu bukan kecelakaan,
itu bukti...semenjak kau tewas akibat PERSEMBAHAN SETAN di ritual
terakhir di ruang PKK ini oleh Kamitsuka, kau menjatuhkan Kohane lalu
meledakkan ruang ini bersamamu hingga badanmu terbelah dua dan bagian bawah
tubuhmu tak pernah ditemukan, ” jantungku nyaris berhenti mendengarnya.
“Tidak
mungkin....” Aomine merangsek, mecengkram kerah Midorima dengan buas, oh gawat!
“Brengsek,
kau—!!”
“Kurocchin, Kagamicchin!!” aku terlonjak melihat mahkluk aneh yang sudah berantakan
itu melayang hendak menerkam keduanya tapi tak kusangka dia malah melarikan
diri keluar sekolah dari jendela.
“Kejar dia!!” komandoku bahkan belum sempat aku aba-aba Kinako sudah melewati kami semua!
“Kejar dia!!” komandoku bahkan belum sempat aku aba-aba Kinako sudah melewati kami semua!
“Onee-chan!
Tunggu!” Oke, apa aku boleh bilang dia
sekarang ada di pihak kami setelah kekacauan itu? Tak ada waktu untuk berpikir,
selama kami belum menyelesaikan semua misi mengerikan ini tak ada jalan bagi
kami untuk meluruskan kembali seluruh kesalahpahaman,
“Kamitsuka
membawa bukunya!” cetus Kuroko di sampingku.
“Aku
mengerti, Aomine telepon Momoi dan suruh cepat dia membawa ambulans, Himuro-san dan Kise harus....” sebelum aku
sempat melanjutkan kata-kataku, Kise bersama Himuro-san muncul di lantai dua.
“Aku
ikut Akashicchi!” sahutnya, “Dasar
bodoh, kau luka parah nanti—“. “Kumohon!” Kise sudah memohon sampai mengerahkan
seluruh tenaganya hanya untuk meyakinkan Kagami dan Aomine yang melarangnya aku
tak punya pilihan lain.
“Baiklah, Himuro-san dan Kuroko, tolong jaga Kise. Kita
harus mengejar si kembar sebelum terjadi hal yang mengerikan”
Perasaanku
saja atau bagaimana tapi aku punya firasat tidak baik soal ini! aku tak bisa
meninggalkan keduanya!
XXXXXX
KOHANE YUKIHIRA
LUAR
SMP TEIKOU. REL KERETA. 23.40 p.m
Aku
mengejar kakakku yang melesat seperti peluru di jalanan yang sepi.
Kakakku memang menganggumkan, sepanjang hidupku dialah yang menjadi orang yang paling aku kagumi. Sejak lahir dia sudah seperti orang tua bahkan penjagaku jadi wajar saja kan dia adalah segalanya bagiku yang masih kecil ini, aku tak mau kehilangannya jadi aku melakukan apapun demi untuk bersama dengan Kinako.
Apa itu salah? Tidak, kan? Aku hanya ingin bersama dengan orang yang kusayangi dan semua orang juga sama denganku.
Kakakku memang menganggumkan, sepanjang hidupku dialah yang menjadi orang yang paling aku kagumi. Sejak lahir dia sudah seperti orang tua bahkan penjagaku jadi wajar saja kan dia adalah segalanya bagiku yang masih kecil ini, aku tak mau kehilangannya jadi aku melakukan apapun demi untuk bersama dengan Kinako.
Apa itu salah? Tidak, kan? Aku hanya ingin bersama dengan orang yang kusayangi dan semua orang juga sama denganku.
“Onee-chan! Tunggu, berhenti ,jangan
mengejarnya!” pintaku, tapi sayang suaraku tidak cukup keras untuk didengar
Kinako. “Kinako, jangan mengejar Azumi!” astaga aku sangat memohon kepada
Tuhan, Dewa, atau para petinggi langit lainnya yang mau melindungi kakakku
satu-satunya,
keluarga yang masih tersisa untukku. Sialnya
aku malah tersandung dan sekarang jarak antar aku dengan Kinako semakin jauh, mataku
sudah berkaca-kaca, pikiranku penuh dengan banyak hal mengerikan kalau aku tak
mengejar kakakku.
“Bukan waktunya tiduran, ayo!” dengan entengnya Kagami-chan menggendongku dan berlari seperti pelari marathon, aku sempat takut dan tetap berpegangan padanya sampai aku merasa keheningan di tengah kejar-kejaran ini agak menyesakkan,
“Kagami-chan.. kenapa mau menolongku?”
“Setidaknya kau tidak mau kehilangan kakakmu, kami juga sama, kami tak mau kehilangan rekan seperjuangan di SEIRIN. Kami bahkan belum menyambutnya dengan baik, bisa-bisa aku yang dihantui” jujur itu perkataan yang di luar perkiraanku.
“Aku kira kau membenci kakakku” aku bercicit di gendongannya.
“Dan membiarkan aku dimusushi seluruh orang? Kurasa menjadi aku yang apa adanya jauh lebih baik”
“Tapi Kinako tidak pernah menyukaiku”.
“Bukan waktunya tiduran, ayo!” dengan entengnya Kagami-chan menggendongku dan berlari seperti pelari marathon, aku sempat takut dan tetap berpegangan padanya sampai aku merasa keheningan di tengah kejar-kejaran ini agak menyesakkan,
“Kagami-chan.. kenapa mau menolongku?”
“Setidaknya kau tidak mau kehilangan kakakmu, kami juga sama, kami tak mau kehilangan rekan seperjuangan di SEIRIN. Kami bahkan belum menyambutnya dengan baik, bisa-bisa aku yang dihantui” jujur itu perkataan yang di luar perkiraanku.
“Aku kira kau membenci kakakku” aku bercicit di gendongannya.
“Dan membiarkan aku dimusushi seluruh orang? Kurasa menjadi aku yang apa adanya jauh lebih baik”
“Tapi Kinako tidak pernah menyukaiku”.
“Kalau kakakmu bicara seperti itu nanti aku
pukul pantatnya, kau harus tahu seberapa jahatnya kakakmu memperlakukan kami
tak akan ada yang mau menjauhinya. Dia itu tak sengaja selalu menunjukkan kelemahannya
dan malah membuat kami tak bisa mengacuhkan anak itu bahkan dia bisa merasuki
Furihata sebagai Saika yang berubah menjadi Shisa
atau apalah itu intinya bagiku dan Kuroko, pulang tanpa anak itu berarti akan
timbul masalah baru” aku hanya mengerjapkan mata, sungguh, aku tak menyangka
kalau Kagami-chan bahkan bisa bicara
seperti ini.
“Ngomong-ngomong
soal masalah, apa yang akan timbul kalau Kagami-chan tidak bisa membawa Kinako pulang?” tanyaku.
“Err.. bagaimana,ya? Ng... kau tahu kan, mungkin aku yang bakal di hajar banyak pihak kalau tidak bisa membawa anak itu kembali” Ah, aku mengerti kok. Sangat mengerti.
Tiba-tiba kami sudah berada di palang pintu perlintasan kereta api, suasananya sangat sepi dan lengang, aku membayangkan sesuatu mungkin bakal bermunculan dari tiap sudut sisi di jalan becek seperti ini, kulirik ke segala arah namun tak kutemukan sosok kakakku itu, benar-benar menyebalkan sekali padahal aku ini sangat peka di siang hari!
“Err.. bagaimana,ya? Ng... kau tahu kan, mungkin aku yang bakal di hajar banyak pihak kalau tidak bisa membawa anak itu kembali” Ah, aku mengerti kok. Sangat mengerti.
Tiba-tiba kami sudah berada di palang pintu perlintasan kereta api, suasananya sangat sepi dan lengang, aku membayangkan sesuatu mungkin bakal bermunculan dari tiap sudut sisi di jalan becek seperti ini, kulirik ke segala arah namun tak kutemukan sosok kakakku itu, benar-benar menyebalkan sekali padahal aku ini sangat peka di siang hari!
Sepertinya
memang benar kalau kembar belum tentu sama, Kinako lebih jago melihat di malam
hari ketimbang aku.
“Dimana.
Nee-chan! Kinako jawab aku, kau
dimana!?” spontan aku melepaskan diri dari gendongan Kagami-chan dan berlari membelah dinginnya
malam, sepertinya aku salah memakai pakaian ini karena suhu sangat menusuk,
bahkan gigiku nyaris bergemeletuk tiap menit.
“Kohane!”
Ups, aku membuat Kagami-chan
mengejarku dan tampaknya aksi kejar-kejaran mengerikan di pinggir rel kereta
ini akan semakin mengerikan karena sekarang tidak ada penerangan. Jujur saja,
aku tidak mau kalau semua rahasia ini terbongkar karena bisa saja kemungkinan
anak-anak lain bakal menilai jelek juga mengucilkan kakakku, sementara aku
tetap berada di zona aman sebagai ‘tokoh yang tidak terlibat’ kurasa ini sangat
tidak adil di pihak Kinako selaku Korban
dalam kasus ini.
Sejak awal aku paham kalau semakin lama aku
menyimpannya maka semua bakal berakibat buruk di kemudian hari(aku bakal
berhutang sangat besar pada Midori-chan).
Aku
pernah bilang,kan? Kalau Kinako adalah satu-satunya harta yang kumiliki dan aku
tak akan sudi melepaskan Kinako pada siapapun dalam kondisi apapun. Yah, itu
memang egoku, ego yang cukup dibilang mengerikan karena semua ini menyeret
berbagai masalah di dalamnya. Jadi bisa kujelaskan secara singkat, semua
kejadian yang terpampang di hadapan kalian adalah buah hasil pekerjaanku dan
Kinako selama bertahun-tahun demi melindungi Teikou, juga teman-teman kami.
“Daripada bengong lebih baik kita cari sama-sama,kan?” aku tergelak, ternyata aku sudah duduk di hamparan bebatuan di pinggir rel dengan kaki lemas dan sekarang yang ada di sampingku adalah
“Daripada bengong lebih baik kita cari sama-sama,kan?” aku tergelak, ternyata aku sudah duduk di hamparan bebatuan di pinggir rel dengan kaki lemas dan sekarang yang ada di sampingku adalah
“TAKA-CHAN”Takao Kazunari, sahabat(?) Midori-chan, “Kenapa kok..”.
“Hehem, sebenarnya aku lebih peka dari kalian! Sementara kalian perang-perangan aku mengawasi keadaan, aku keluar sebentar dan ketika Kinako berlari aku sudah mengikutinya dengan Hawk Eyes-ku untuk mendeteksi keberadaannya. Yaaah~ karena aku malah menemukan kembarannya maka jadilah aku di sini” astaga, kali ini aku sangat bersyukur Midori-chan memiliki partner sehebat Taka-chan!
“Seenaknya saja kau bicara, jangan menyerobot! Kamu pikir ini cerita siapa” Kagami-chan mendadak sudah berada di belakang kami.
“Hehem, sebenarnya aku lebih peka dari kalian! Sementara kalian perang-perangan aku mengawasi keadaan, aku keluar sebentar dan ketika Kinako berlari aku sudah mengikutinya dengan Hawk Eyes-ku untuk mendeteksi keberadaannya. Yaaah~ karena aku malah menemukan kembarannya maka jadilah aku di sini” astaga, kali ini aku sangat bersyukur Midori-chan memiliki partner sehebat Taka-chan!
“Seenaknya saja kau bicara, jangan menyerobot! Kamu pikir ini cerita siapa” Kagami-chan mendadak sudah berada di belakang kami.
“Uwaa..
ma,maaf, aku terlalu bersemangat” Taka-chan
langsung berlindung di belakangku. Lamat-lamat di tengah percakapan kudengar
sebuah suara aneh tak jauh dari kami. Suara... Onee-chan...
“Kinako!!”
“O,oi! Kohane!” sekali lagi aku melesat pergi dan tepat 100 meter di depanku kulihat Kinako sedang berdiri membelakangi kami. Katana panjang di tangan kanannya berlumur sesuatu yang bisa kupastikan adalah darah dari Azumi-san. Entah kenapa aku malah mendadak ngeri melihatnya, di tengah malam buta ini kakakku kelihatan ribuan kali lebih seram dari biasanya.
“O,oi! Kohane!” sekali lagi aku melesat pergi dan tepat 100 meter di depanku kulihat Kinako sedang berdiri membelakangi kami. Katana panjang di tangan kanannya berlumur sesuatu yang bisa kupastikan adalah darah dari Azumi-san. Entah kenapa aku malah mendadak ngeri melihatnya, di tengah malam buta ini kakakku kelihatan ribuan kali lebih seram dari biasanya.
“Ki,
Kinako...” aku memanggil namanya, mencoba meraih kakak kembarku yang berada di
tengah-tengah rel dan sama sekali tidak bergeming meski kupanggil. “KINAKOCCHI!” tak kusangka, Kise-chan mendahuluiku(entah kapan dia sudah
berhasil menyusul kami) dan langsung memeluk kakakku dengan sangat erat.
“Kurasa kita tepat waktu” sahut Aka-chan dari belakang, dia sudah membawa Kuro-chan juga lainnya(beserta Himu-chan yang harus dipapah oleh Murasaki-chan karena cidera).
“Kurasa kita tepat waktu” sahut Aka-chan dari belakang, dia sudah membawa Kuro-chan juga lainnya(beserta Himu-chan yang harus dipapah oleh Murasaki-chan karena cidera).
“Ayo
pulang, Kinakocchi. Sudah tidak ada
hal lain yang harus dilakukan di sini”
“....” kakakku tetap diam.
“Kinakocchi?” yang kulihat berikutnya adalah sosok yang sangat mengerikan, sosok Azumi dalam bentuk separuh badan, wajahnya yang hancur, badannya sudah tak berbentuk lagi sedang berdiri tak jauh dari kami semua. Aku langsung berteriak, sementara di tengah-tengah pemadangan kelam itu aku hanya melihat Azumi-san dengan beringas mengcengkram leher Kise-chan dengan sulurnya.
“....” kakakku tetap diam.
“Kinakocchi?” yang kulihat berikutnya adalah sosok yang sangat mengerikan, sosok Azumi dalam bentuk separuh badan, wajahnya yang hancur, badannya sudah tak berbentuk lagi sedang berdiri tak jauh dari kami semua. Aku langsung berteriak, sementara di tengah-tengah pemadangan kelam itu aku hanya melihat Azumi-san dengan beringas mengcengkram leher Kise-chan dengan sulurnya.
“KISE!”
Tuhan! Aku harus menyelamatkannya, harus, kalau dibiarkan begitu terus maka Kise-chan akan tercekik dan kehilangan
napasnya!
Namun sebelum aku mencabut katanaku, Kinako sudah membabat habis sulur hitam Azumi dan kini aku baru menyadari dari tadi Kinako mencengkram salah satu sulur lain—yang mungkin adalah rambut Azumi yang kelewat panjang—di tangan kirinya. Kini yang terpampang di depanku adalah Kinako yang tersenyum lalu mendekat padaku.
“Sampai kapanpun, kita Kembar... tidak penting siapa yang mati di antara kita. Kau tetap adik kembarku...” aku ternganga mendengarnya, lalu Kinako beralih pada Kise-chan lalu menatapnya dalam-dalam.
“Aku benci padamu. Selamanya RYOUTA.,. aku benci padamu...”
Namun sebelum aku mencabut katanaku, Kinako sudah membabat habis sulur hitam Azumi dan kini aku baru menyadari dari tadi Kinako mencengkram salah satu sulur lain—yang mungkin adalah rambut Azumi yang kelewat panjang—di tangan kirinya. Kini yang terpampang di depanku adalah Kinako yang tersenyum lalu mendekat padaku.
“Sampai kapanpun, kita Kembar... tidak penting siapa yang mati di antara kita. Kau tetap adik kembarku...” aku ternganga mendengarnya, lalu Kinako beralih pada Kise-chan lalu menatapnya dalam-dalam.
“Aku benci padamu. Selamanya RYOUTA.,. aku benci padamu...”
Kise-chan, sama sepertiku hanya ternganga
mendengar penuturan itu detik berikutnya Kinako melempar Kise-chan ke samping dengan sangat keras dan
tak lupa dia juga menyentakku keluar jalur rel sementara Kuroko-chan menarikku dan yang lainnya sudah mengungsi ke pinggir
rel . Detik setelahnya....,
Pemandangan mengerikan sepanjang hidupku terlihat jelas ketika sebuah kereta shinkasen melesat, menabrak kakak kembarku beserta Azumi-san, terus melindasnya hingga tangan kirinya putus.
Pemandangan mengerikan sepanjang hidupku terlihat jelas ketika sebuah kereta shinkasen melesat, menabrak kakak kembarku beserta Azumi-san, terus melindasnya hingga tangan kirinya putus.
“....Onee-chan....”
Duniaku
menjerit, sekarang yang di depanku adalah.. Kakakku yang sudah tergeletak tak
berdaya bergelimang darah. Aku hanya bisa melihat sosok Kinako dengan kepala
berdarah di pinggir rel, mendekatinya, memeluknya.
Tuhan..., apa aku boleh mengatakan kalau
sebenarnya jauh di sudut hatinya, dia menyayangiku?
ƒbadc‚
“Kadang
apa yang kau inginkan, harus menutut hal yang lebih besar ketimbang hal yang
kau inginkan. Bukankah begitu? Itulah serunya hidup di Dunia penuh kejahatan.
PART 9 : 幸せ(HAPPINESS)
最後の夢 – The Last dream—
最後の夢 – The Last dream—
“幸せは何?あの悪い夢が終わりますたか?たぶん。違います。これは新しいの悪い夢がはじめていた。今、なぜ、僕の日常は静かにしたいんだ?”
“ Shiawase wa nani? Ano warui yume ga owarimashitaka? Tabun, chigaimasu. Kore wa atarashii no warui yume ga hajimeteita. Ima, naze, boku no nichijou wa shizukanishitainda?”
—KISE RYOUTA—
“SMA KAIJOU”
KUROKO TETSUYA
3 bulan setelah kejadian—SMA SEIRIN—08.00 a.m
“ Shiawase wa nani? Ano warui yume ga owarimashitaka? Tabun, chigaimasu. Kore wa atarashii no warui yume ga hajimeteita. Ima, naze, boku no nichijou wa shizukanishitainda?”
—KISE RYOUTA—
“SMA KAIJOU”
KUROKO TETSUYA
3 bulan setelah kejadian—SMA SEIRIN—08.00 a.m
Hari
ini kelas sepi lebih dari biasanya.
Tiga bulan semenjak kejadian mengerikan itu, hari-hariku—ralat—hari-hari kami kembali seperti biasa. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi sebenarnya, dalang akan kejadian mengenaskan di malam itu, atau korban-korban lainnya. Semua terlihat normal dan tanpa cacat..., seperti hari-hari yang ‘diciptakan’ oleh anak-anak itu.
Ngomong-ngomong aku ada janji dengan Kagami-kun hari ini, para senior sudah kami ceritakan sampai sedetail-detailnya dan respon yang mereka tunjukkan adalah; penyesalan(apalagi Kantoku sempat menangis membuat keadaan sedikit tegang).
Tiga bulan semenjak kejadian mengerikan itu, hari-hariku—ralat—hari-hari kami kembali seperti biasa. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi sebenarnya, dalang akan kejadian mengenaskan di malam itu, atau korban-korban lainnya. Semua terlihat normal dan tanpa cacat..., seperti hari-hari yang ‘diciptakan’ oleh anak-anak itu.
Ngomong-ngomong aku ada janji dengan Kagami-kun hari ini, para senior sudah kami ceritakan sampai sedetail-detailnya dan respon yang mereka tunjukkan adalah; penyesalan(apalagi Kantoku sempat menangis membuat keadaan sedikit tegang).
Bagiku
kejadian di malam mengerikan itu nyaris membuatku kehilangan akal sehat. Kinako
yang menyentak adik kembarnya sesaat sebelum Shinkansen melintas atau lebih tepatnya melindas Kinako beserta
Azumi. Sementara kata-katanya terakhir yang kudengar masih meninggalkan tanda
tanya untukku, mengapa, kenapa dia mengatakan hal seperti itu pada Kise-kun? Padahal jelas sekali, mereka
memiliki ikatan dan hubungan yang lebih dalam daripada siapapun juga, dan dia
mengucapkan serentetan kata penuh misteri sebelum akhirnya deru kereta
menulikan telingaku lalu menghantam gadis mungil itu hingga.... ah, apa semua
ini mimpi atau kenyataan?
Apa pemandangan dimana rekan tim sekaligus sahabat lamaku
itu terkulai tak berdaya seperti mayat di tengah rel kereta dengan darah di
seluruh badannya itu nyata? Tapi darah yang kurasakan nyata, nyaris tak bisa
kubedakan apakah aku sedang berhalusinasi atau tidak.
“Oi, Kuroko!” aku langsung tersentak kaget setelah
partner terbaikku menimpuk kepala depanku dengan sesuatu yang empuk.
“Sampai kapan kau mau di sini, kita ada latihan jadi bersiaplah. Jangan lupa kita kena giliran. Siapkan barang-barangnya, nanti Kagetora-san yang mengantar kita ke rumah sakit” Kagami-kun mengunyah seporsi besar burger yang dibelinya di kantin, aku melirik benda yang dilemparkannya tadi, sandwich isi tuna. “Aku kan pesan isi ayam” protesku perlahan.
“Jangan merengek, ini hari terakhir sebelum libur panjang jadi tidak banyak makanan di kantin, makan saja seadanya!” aku merutuki jajanan itu lalu berkata, “sampai kapan?” cicitku.
“Apanya?”
“Sampai kapan kita harus seperti ini?” diam, aku dan Kagami-kun hanya diam.
“Anggap saja ini sebagai penebusan dosa atas kejadian beberapa bulan lalu” jawabnya, emosiku terpancing.
“Lalu kita hanya mondar-mandir layaknya orang tidak berguna dan terus bermain basket tanpa bisa apa-apa?!” Kagami-kun agak terkejut dengan nada suaraku yang meninggi lalu detik berikutnya aku mulai sadar bahwa tingkahku kekanak-kanakan sekali.
“Maaf, aku—“. “Tak perlu. Semua orang sekarang sama sepertimu, jadi kumohon jangan singgung masalah itu atau kita tak akan mendapat perubahan apapun. Kuroko....”
“Kohane?” tanyaku lagi.
“Sudah ada Momoi dan Aomine yang mengurusnya kan, apalagi Sakurai sudah sehat dari depersinya jadi kurasa tak ada masalah. Meski mereka begitu, Kohane punya Touou, tak ada yang tak akan bersimpati padanya. Dia punya orang-orang yang hebat” jawab Kagami-kun kemudian bertopang dagu menatap hampa.
“Sampai kapan kau mau di sini, kita ada latihan jadi bersiaplah. Jangan lupa kita kena giliran. Siapkan barang-barangnya, nanti Kagetora-san yang mengantar kita ke rumah sakit” Kagami-kun mengunyah seporsi besar burger yang dibelinya di kantin, aku melirik benda yang dilemparkannya tadi, sandwich isi tuna. “Aku kan pesan isi ayam” protesku perlahan.
“Jangan merengek, ini hari terakhir sebelum libur panjang jadi tidak banyak makanan di kantin, makan saja seadanya!” aku merutuki jajanan itu lalu berkata, “sampai kapan?” cicitku.
“Apanya?”
“Sampai kapan kita harus seperti ini?” diam, aku dan Kagami-kun hanya diam.
“Anggap saja ini sebagai penebusan dosa atas kejadian beberapa bulan lalu” jawabnya, emosiku terpancing.
“Lalu kita hanya mondar-mandir layaknya orang tidak berguna dan terus bermain basket tanpa bisa apa-apa?!” Kagami-kun agak terkejut dengan nada suaraku yang meninggi lalu detik berikutnya aku mulai sadar bahwa tingkahku kekanak-kanakan sekali.
“Maaf, aku—“. “Tak perlu. Semua orang sekarang sama sepertimu, jadi kumohon jangan singgung masalah itu atau kita tak akan mendapat perubahan apapun. Kuroko....”
“Kohane?” tanyaku lagi.
“Sudah ada Momoi dan Aomine yang mengurusnya kan, apalagi Sakurai sudah sehat dari depersinya jadi kurasa tak ada masalah. Meski mereka begitu, Kohane punya Touou, tak ada yang tak akan bersimpati padanya. Dia punya orang-orang yang hebat” jawab Kagami-kun kemudian bertopang dagu menatap hampa.
“Kagami-kun..., aku...”. “Hei, kalian masih
santai-santai di sini!? Cepat bersiap-siap untuk latihan dan jangan seperti
siput! Kita masih ada beberapa pertandingan, dasar anak-anak kelas satu
lembek!” mendadak Kapten sudah menggebrak pintu kelas dan menyeret kami yang
masih dalam keadaan keruh keluar dari kelas, astaga padahal ada hal yang ingin
kukatan pada Kagami-kun malah jadi
begini.
“Tu, Kapten! Sesak, jangan seret kami, kami bisa jalan sendiri!” seru Kagami-kun sambil meronta. “Diam! Kalau kalian tetap pada muka seperti itu aku akan suruh kalian lari lima kali lipat dari biasanya” Uh-oh, Kapten serius.
“Kami tahu! Jadi tolong lepaskan kerah baju kami, kami bisa jalan sendiri!” sekali lagi rengekan itu dari Kagami-kun.
“Kurasa ada baiknya kalian tetap pada keseharian kalian” Izuki-senpai menyapa kami dari ruang perpus bersama Koganei-senpai dan Kiyoshi-senpai.
“Tu, Kapten! Sesak, jangan seret kami, kami bisa jalan sendiri!” seru Kagami-kun sambil meronta. “Diam! Kalau kalian tetap pada muka seperti itu aku akan suruh kalian lari lima kali lipat dari biasanya” Uh-oh, Kapten serius.
“Kami tahu! Jadi tolong lepaskan kerah baju kami, kami bisa jalan sendiri!” sekali lagi rengekan itu dari Kagami-kun.
“Kurasa ada baiknya kalian tetap pada keseharian kalian” Izuki-senpai menyapa kami dari ruang perpus bersama Koganei-senpai dan Kiyoshi-senpai.
“Kalau
kalian tetap berwajah begitu yang ada anak-anak lain juga bakal patah semangat,
sudah hampir 3 bulan dan aku rasa kalau kalian menjenguk nona kecil kita dengan
wajah suram, dia tidak akan mau melihat kalian” hibur Koganei-senpai.
“Nha, benar. Kalian kebanggaan kami, kalian yang jadi pelindung sekolah karena berkat kalian sebagai saksi kasus ini sudah ditutup oleh kepolisian” tukas Kiyoshi-senpai.
“Ya, benar. Kalian harusnya lebih ceria, sekarang kita kan sudah kembali ke hari-hari biasa. Bukankah kita harusnya lebih bersyukur untuk itu, Kuroko dan Kagami juga luka kalian sendiri masih harus banyak di periksa. Seperti kata—“.
“Damare Izuki, jangan mulai lagi atau kuhantamkan bola basket di mulutmu! Ralat soal luka, luka Kagami lebih parah. Aku sampai tak percaya kau kena lima belas jahitan di punggung dan delapan di tanganmu…, untung karier basketmu tidak hancur” cecar Kapten Hyuuga.
“Tatsuya …”.
“Oh, ya Himuro-san bagaimana?” Tanya Koganei-senpai.
“Ah, ya. Dia sempat opname sehari di rumah sakit, lukanya memang dalam tapi kurasa tidak perlu sampai dioperasi dan semacamnya. Aku dengar dari Alex, Yosen sampai rIbut karena itu dan mau tidak mau Alex harus ‘sedikit’ berbohong pada mereka semua” jelas Kagami-kun.
“Nha, benar. Kalian kebanggaan kami, kalian yang jadi pelindung sekolah karena berkat kalian sebagai saksi kasus ini sudah ditutup oleh kepolisian” tukas Kiyoshi-senpai.
“Ya, benar. Kalian harusnya lebih ceria, sekarang kita kan sudah kembali ke hari-hari biasa. Bukankah kita harusnya lebih bersyukur untuk itu, Kuroko dan Kagami juga luka kalian sendiri masih harus banyak di periksa. Seperti kata—“.
“Damare Izuki, jangan mulai lagi atau kuhantamkan bola basket di mulutmu! Ralat soal luka, luka Kagami lebih parah. Aku sampai tak percaya kau kena lima belas jahitan di punggung dan delapan di tanganmu…, untung karier basketmu tidak hancur” cecar Kapten Hyuuga.
“Tatsuya …”.
“Oh, ya Himuro-san bagaimana?” Tanya Koganei-senpai.
“Ah, ya. Dia sempat opname sehari di rumah sakit, lukanya memang dalam tapi kurasa tidak perlu sampai dioperasi dan semacamnya. Aku dengar dari Alex, Yosen sampai rIbut karena itu dan mau tidak mau Alex harus ‘sedikit’ berbohong pada mereka semua” jelas Kagami-kun.
Yah,
aku juga dengar Himuro-san sempat
opname dan pingsan selama hampIr 4 jam di rumah sakit, Murasakibara-kun tidak banyak mengalami luka tapi
tetap saja harus diberi perawatan karena ternyata tangannya terluka cukup
dalam.
“Kapan
perbanmu mulai dibuka, Kagami?” Tanya Izuki-senpai.
“Mungkin dua minggu. Kalau belum ada perkembangan, bakal ditambah antiseptic dan harus rawat jalan”.
“Tapi hebat,ya biasanya orang biasa bakal langsung mati kalau punya banyak luka seperti itu! Yaa, itulah Ace kita, di lapangan dan di manapun tetap bisa menjadi jagoan!” puji Kiyoshi-senpai tak lupa menepuk-nepuk Kagami-kun yang risih.
Aku sedikit lega, karena luka Kagami-kun sembuh lebih cepat. Sayangnya, ada alasan di balik kesembuhan luka Kagami-kun yang menganggumkan dan aku tak akan membicarakannya pada siapapun. Cukup menjadi rahasia kami berdua.
“Oi, kalian! Di sini!” Tsuchida-senpai sudah menyapa kami bersama Mitobe-senpai dan anak-anak kelas satu lainnya, Furihata, Kawahara, dan Fukuda. Kudengar dari Kagami-kun kalau Furihata-kun juga sempat ‘dirasuki’ Saika tapi entahlah karena kebenarannya masih sangat diragukan, meski kadang aku juga sering merasa Furihata-kun bertingkah tidak seperti dia yang biasanya.
“Senang melihat kalian pagi-pagi” sapa Kiyoshi-senpai.
“Ahaha, kami hanya ingin bersemangat lebih dari biasanya. Ngomong-ngomong Kagami, bagaimana dengan lukamu? Kalau kau masih merasa nyeri lebih baik tidak perlu latihan dulu” jelas Tsuchida-senpai dengan wajah lembut, aku hanya melirik Kagami-kun dan menangkap ekspresi tenang seperti dia biasanya. Aku bersyukur para senpai sangat baik dan perhatian pada kami meski mereka melewatkan adegan kejar-kejaran maut di malam naas itu, yah, aku pikir itulah yang terbaik.
Cukup untuk kami untuk tidak menambah kesedihan orang-orang yang kami sayangi, peran kami hanya sebatas anak SMA tanpa kemampuan special, itulah kenyataannya sekarang.
“Mungkin dua minggu. Kalau belum ada perkembangan, bakal ditambah antiseptic dan harus rawat jalan”.
“Tapi hebat,ya biasanya orang biasa bakal langsung mati kalau punya banyak luka seperti itu! Yaa, itulah Ace kita, di lapangan dan di manapun tetap bisa menjadi jagoan!” puji Kiyoshi-senpai tak lupa menepuk-nepuk Kagami-kun yang risih.
Aku sedikit lega, karena luka Kagami-kun sembuh lebih cepat. Sayangnya, ada alasan di balik kesembuhan luka Kagami-kun yang menganggumkan dan aku tak akan membicarakannya pada siapapun. Cukup menjadi rahasia kami berdua.
“Oi, kalian! Di sini!” Tsuchida-senpai sudah menyapa kami bersama Mitobe-senpai dan anak-anak kelas satu lainnya, Furihata, Kawahara, dan Fukuda. Kudengar dari Kagami-kun kalau Furihata-kun juga sempat ‘dirasuki’ Saika tapi entahlah karena kebenarannya masih sangat diragukan, meski kadang aku juga sering merasa Furihata-kun bertingkah tidak seperti dia yang biasanya.
“Senang melihat kalian pagi-pagi” sapa Kiyoshi-senpai.
“Ahaha, kami hanya ingin bersemangat lebih dari biasanya. Ngomong-ngomong Kagami, bagaimana dengan lukamu? Kalau kau masih merasa nyeri lebih baik tidak perlu latihan dulu” jelas Tsuchida-senpai dengan wajah lembut, aku hanya melirik Kagami-kun dan menangkap ekspresi tenang seperti dia biasanya. Aku bersyukur para senpai sangat baik dan perhatian pada kami meski mereka melewatkan adegan kejar-kejaran maut di malam naas itu, yah, aku pikir itulah yang terbaik.
Cukup untuk kami untuk tidak menambah kesedihan orang-orang yang kami sayangi, peran kami hanya sebatas anak SMA tanpa kemampuan special, itulah kenyataannya sekarang.
“Aku
dengar, Akashi menghubungimu ya, Kuroko?” aku berjengit, mendengar pertanyaan
Kapten membuatku bagai ditampar hingga aku ingat kalau Akashi menghubungiku
kemarin. Dia memintaku untuk bertemu di lapangan kota pagi hari ini tentu saja
dengan membawa serta Kagami-kun
(lebih tepatnya lagi, membawa orang-orang yang terlibat dalam kasus ini).
“A,ah. Iya, sepertinya aku lupa soalnya pikiranku agak kacau belakangan ini” jawabku jujur. “Kalau begitu kalian pergi saja, urusan di sini biar kami yang urus. Jangan lupa mengirim pesan kalau ada apa-apa” ucap Izuki-senpai.
“Serius tidak apa-apa?” Tanya Kagami-kun yang sedari tadi diam saja.
“Yaah, kami memang khawatir, tapi… aku rasa kalian lebih berhak untuk menyelesaikan masalah ini dan kami tak perlu ikut campur terlalu jauh, kan? Kami selalu berada di belakang kalian karena kalian rekan kami yang sangat penting” jawab Kiyoshi-senpai yakin. “Kalian juga masih punya kami,kok! Serahkan pada kami” sahut Kawahara-kun.
“A,ah. Iya, sepertinya aku lupa soalnya pikiranku agak kacau belakangan ini” jawabku jujur. “Kalau begitu kalian pergi saja, urusan di sini biar kami yang urus. Jangan lupa mengirim pesan kalau ada apa-apa” ucap Izuki-senpai.
“Serius tidak apa-apa?” Tanya Kagami-kun yang sedari tadi diam saja.
“Yaah, kami memang khawatir, tapi… aku rasa kalian lebih berhak untuk menyelesaikan masalah ini dan kami tak perlu ikut campur terlalu jauh, kan? Kami selalu berada di belakang kalian karena kalian rekan kami yang sangat penting” jawab Kiyoshi-senpai yakin. “Kalian juga masih punya kami,kok! Serahkan pada kami” sahut Kawahara-kun.
Aku
tertegun, antara kagum dan merasa sedih atau mungkin terharu, mereka sangat
menyentuh baik para senior maupun teman seangkatan kami, semuanya tampak terlihat
lebih terang. Seperti Kagami-kun,
cahaya yang hangat di tim basket Seirin.
“Sudah saatnya kalian pergi ke tempat janjian, sana cepat, kalau tidak nanti Akashi bisa mengamuk” akhirnya mau tak mau kami bergegas pergi ke tempat janjian(meski aku rasa masih terlalu pagi tapi jarak dari tempat janjian dengan sekolah kami agak jauh, kudengar Akashi bahkan rela-rela saja membuat teman-teman setimnya harus terlantar sementara dia di Tokyo).
Di jalan kami berdua tidak banyak berbicara, kami berdua sibuk dengan pikiran masing-masing tanpa tahu apa yang berada di dalamnya. Setelah kejadian itu, aku bahkan kehilangan kontak dengan teman-temanku(kecuali Aomine-kun, Momoi-san, Akashi-kun, dan Murasakibara-kun) selebihnya, Midorima-kun dan Kise-kun, aku tak tahu bagaimana keadaan mereka bahkan Takao-kun terang-terangan mengatakan bahwa Midorima-kun sudah hampir tiga bulan tidak ikut kegiatan klub dan sebagainya.
“Sudah saatnya kalian pergi ke tempat janjian, sana cepat, kalau tidak nanti Akashi bisa mengamuk” akhirnya mau tak mau kami bergegas pergi ke tempat janjian(meski aku rasa masih terlalu pagi tapi jarak dari tempat janjian dengan sekolah kami agak jauh, kudengar Akashi bahkan rela-rela saja membuat teman-teman setimnya harus terlantar sementara dia di Tokyo).
Di jalan kami berdua tidak banyak berbicara, kami berdua sibuk dengan pikiran masing-masing tanpa tahu apa yang berada di dalamnya. Setelah kejadian itu, aku bahkan kehilangan kontak dengan teman-temanku(kecuali Aomine-kun, Momoi-san, Akashi-kun, dan Murasakibara-kun) selebihnya, Midorima-kun dan Kise-kun, aku tak tahu bagaimana keadaan mereka bahkan Takao-kun terang-terangan mengatakan bahwa Midorima-kun sudah hampir tiga bulan tidak ikut kegiatan klub dan sebagainya.
Dia bilang, Midorima-kun sekolah tapi dia keliahatan menjauh dari teman-temannya, entah
apa yang terjadi sepertinya kejadian itu memberi efek besar pada Midorima-kun.
“Kise…bagaimana keadaannya,ya?” Kagami-kun bercuap spontan, aku terkejut sebentar lalu… aku hanya bisa diam. “Kita tidak boleh menjenguknya?” Tanya Kagami-kun lagi, entah pada siapa.
“Kurasa…,
kejadian tiga bulan lalu itu memberi dampak besar bagi Kise-kun”
Entahlah, aku tak tahu
apa yang terjadi pada Kise-kun.
Terakhir kali aku bertemu dengannya adalah ketika dia harus terpaksa di larikan
ke rumah sakit akibat pendarahan hebat serta luka-luka lainnya. Sepertinya
Kise-kun juga terkena luka mental
yang parah, sudah hampir tiga bulan Kise-kun
tak kunjung memberi respon apapun. Aku berharap mesin elektrodraf tidak
memberikan pertanda buruk pada kondisinya.
“Dia
sudah koma tiga bulan, Kinako juga, sepertinya Kise jauh lebih beruntung dari
Kinako. Dia tak kehilangan anggota badannya yang lain, hanya saja sepertinya
bakal sulit membangun kembali mentalnya yang sudah hancur seperti itu”
“Saa..na… aku tak tahu…”
“Saa..na… aku tak tahu…”
“Cepat
sekali kalian datang, kalau kalian bengong kalian bisa tersesat”
Untuk pertama kalinya
aku bersyukur pada suara gentlemen
yang angkuh menyapa kami dari kejauhan.
Pria berambut merah amber itu…
Pria berambut merah amber itu…
XXXXX
AOMINE DAIKI
—Touou Gakuen—08.45. a. m
—Touou Gakuen—08.45. a. m
Sedari
tadi aku hanya mematung memandang langit.
Entah kenapa suasana di atas atap tempat aku biasa malas-malasan malah terasa tidak senyaman sebelumnya. Sudah tiga bulan semenjak insiden mengerikan itu, aku mendapat perasaan bahwa ini belum sepenuhnya berakhir. Aaah—menyebalkan, aku jadi tidak bisa konsen dengan semua kegiatan rutinku meski sepertinya hari-hariku yang biasa sudah kembali.
“Dai-chan! Imayoshi-san memanggilmu!” kudengar suara menyebalkan teman kecilku yang berkoar-koar—tetap seperti biasa—dari bawah tingkat. “Berisik, Satsuki! Aku sedang tidak mood!” gerutuku. “Kau mau dimarahi pelatih lagi? Kau ingat apa janjimu kan, kau mau melanggarnya?” Ukh, ini yang kubenci, aku seharusnya tidak mengatakan janji konyol seperti itu.
Entah kenapa suasana di atas atap tempat aku biasa malas-malasan malah terasa tidak senyaman sebelumnya. Sudah tiga bulan semenjak insiden mengerikan itu, aku mendapat perasaan bahwa ini belum sepenuhnya berakhir. Aaah—menyebalkan, aku jadi tidak bisa konsen dengan semua kegiatan rutinku meski sepertinya hari-hariku yang biasa sudah kembali.
“Dai-chan! Imayoshi-san memanggilmu!” kudengar suara menyebalkan teman kecilku yang berkoar-koar—tetap seperti biasa—dari bawah tingkat. “Berisik, Satsuki! Aku sedang tidak mood!” gerutuku. “Kau mau dimarahi pelatih lagi? Kau ingat apa janjimu kan, kau mau melanggarnya?” Ukh, ini yang kubenci, aku seharusnya tidak mengatakan janji konyol seperti itu.
“Baik-baik,
aku mengalah! Dimana anak itu, sekarang aku harus apa?”
“Akashi-kun memintamu untuk bertemu dengannya,kan? Jangan malah malas-malasan kau bisa dimarahi nanti! Ajak Kohane-chan untuk menyelesaikan masalah ini”
“Apa aku memang sepenting itu untuk dilibatkan?” cecarku.
“Dai-chan!”.
“Oke, oke, aku mengerti. Aku paham situasinya. Untuk tiga bulan kedepan aku akan bersabar” Ck, harusnya aku tidak perlu sampai seperti itu,kan? Janji bahwa akulah yang akan menjadi menemani Kohane selama enam bulan kedepan sampai kondisi Kinako membaik, yah salahku juga kenapa aku harus terlibat, tapi tetap saja aku tidak bisa melepaskan Kohane begitu saja. Kohane sudah cukup menerima banyak cobaan dan kejadian malam itu adalah puncaknya sehingga entah kenapa alam bawah sadarku melakukan hal seenak jidat dan inilah aku sekarang.
“Akashi-kun memintamu untuk bertemu dengannya,kan? Jangan malah malas-malasan kau bisa dimarahi nanti! Ajak Kohane-chan untuk menyelesaikan masalah ini”
“Apa aku memang sepenting itu untuk dilibatkan?” cecarku.
“Dai-chan!”.
“Oke, oke, aku mengerti. Aku paham situasinya. Untuk tiga bulan kedepan aku akan bersabar” Ck, harusnya aku tidak perlu sampai seperti itu,kan? Janji bahwa akulah yang akan menjadi menemani Kohane selama enam bulan kedepan sampai kondisi Kinako membaik, yah salahku juga kenapa aku harus terlibat, tapi tetap saja aku tidak bisa melepaskan Kohane begitu saja. Kohane sudah cukup menerima banyak cobaan dan kejadian malam itu adalah puncaknya sehingga entah kenapa alam bawah sadarku melakukan hal seenak jidat dan inilah aku sekarang.
“Pastikan
kau bertemu dengan Tetsu-kun dan
Midorin…”
“Aku pasti bertemu Tetsu dan si bodoh Kagami tapi, kalau Midorima, jangan terlalu banyak berharap” jujur, sekarang aku ingin sekali memukul si kacamata jelek itu karena perbuatannya yang kelewat sinting. Memang belum semuanya diceritakan oleh Kohane tapi aku sudah punya garis besar bahwa si bodoh berambut hijau itulah yang harusnya menyelesaikan semua kesalah pahaman di sini sebelum akulah yang menuntaskannya(dengan menonjok wajahnya barang satu dua kali).
“Aku pasti bertemu Tetsu dan si bodoh Kagami tapi, kalau Midorima, jangan terlalu banyak berharap” jujur, sekarang aku ingin sekali memukul si kacamata jelek itu karena perbuatannya yang kelewat sinting. Memang belum semuanya diceritakan oleh Kohane tapi aku sudah punya garis besar bahwa si bodoh berambut hijau itulah yang harusnya menyelesaikan semua kesalah pahaman di sini sebelum akulah yang menuntaskannya(dengan menonjok wajahnya barang satu dua kali).
“Dai-chan”.
“Hm?”.
“Apa kau pikir semua akan kembali seperti semula? Kita bisa bersenang-senang seperti dulu?”. Aku diam, apa yang harus kujawab, kenyataan sudah ada di depan mata dan untuk merubah semuanya tidak bisa semudah itu.
“Hm?”.
“Apa kau pikir semua akan kembali seperti semula? Kita bisa bersenang-senang seperti dulu?”. Aku diam, apa yang harus kujawab, kenyataan sudah ada di depan mata dan untuk merubah semuanya tidak bisa semudah itu.
Aku
tak bisa menyatakan kalau sekarang aku benar-benar marah karena kawan lamaku
sendiri berbuat seperti itu tapi di satu sisi aku juga merasa bersalah karena
selama ini hanya menjadi orang bodoh yang mau-mau saja menjalani hidup yang
kupikir sudah digelar tanpa ada apa-apa di baliknya. Ini berat sebelah,
memaafkan atau dimaafkan, itulah permasalahan besar kami sekarang.
“Berdoa saja. Sekarang, yang kita bisa lakukan hanyalah menerima keadaan dan berusaha sekuat tenaga untuk membengkokkan takdir…” aku berlalu meninggalkan Satsuki yang masih termangu di atas atap sementara aku, berdiam diri di balik pintu dan hanya merutuki anak-anak tangga di depan mata.
“Sial, kenapa jadi serumit ini?” ponselku bordering, pesan dari Tetsu.
“Kami menunggumu di lapangan basket jalanan pinggir kota. Segera”—Tetsu—08.35. ah, gawat aku telat membuka pesan aku harus bergegas. Tepat sebelum melanjutkan perjalananku, Ryou terlihat memunggungi di anak tangga paling bawah. Masih ada perban melilit di bagian lengan kirinya yang menyembul dari seragam sekolah Ryou.
“Ah, Aomine-san” kalau dipikir-pikir anak ini juga nyaris menjadi tersangka—dan malah beralih menjadi korban yang akhirnya terpaksa di rehab akibat depresi(aku bersyukur anak ini masih diberi kesehatan kalau tidak aku tak bisa membayangkan apa yang terjadi padanya juga karier basketnya).
“Berdoa saja. Sekarang, yang kita bisa lakukan hanyalah menerima keadaan dan berusaha sekuat tenaga untuk membengkokkan takdir…” aku berlalu meninggalkan Satsuki yang masih termangu di atas atap sementara aku, berdiam diri di balik pintu dan hanya merutuki anak-anak tangga di depan mata.
“Sial, kenapa jadi serumit ini?” ponselku bordering, pesan dari Tetsu.
“Kami menunggumu di lapangan basket jalanan pinggir kota. Segera”—Tetsu—08.35. ah, gawat aku telat membuka pesan aku harus bergegas. Tepat sebelum melanjutkan perjalananku, Ryou terlihat memunggungi di anak tangga paling bawah. Masih ada perban melilit di bagian lengan kirinya yang menyembul dari seragam sekolah Ryou.
“Ah, Aomine-san” kalau dipikir-pikir anak ini juga nyaris menjadi tersangka—dan malah beralih menjadi korban yang akhirnya terpaksa di rehab akibat depresi(aku bersyukur anak ini masih diberi kesehatan kalau tidak aku tak bisa membayangkan apa yang terjadi padanya juga karier basketnya).
“Yo,
Ryou? Apa yang kau lakukan di sini?” sapaku basa-basi.
“Ahaha, tidak. Aku hanya ingin menyapamu karena sepertinya kita hampir tiga bulan tidak bertemu” Oh.
“Ahaha, tidak. Aku hanya ingin menyapamu karena sepertinya kita hampir tiga bulan tidak bertemu” Oh.
“Bagaimana kondisimu?”.
“Tumben Aomine-san bertanya. Ya, itu tidak penting, sekarang aku hanya ingin menyampaikan kalau Kohane-chan sudah ada di bawah dan menunggumu. Kau ada perlu dengan Akashi-san?” Hmm… aku agak curiga.
“Tumben Aomine-san bertanya. Ya, itu tidak penting, sekarang aku hanya ingin menyampaikan kalau Kohane-chan sudah ada di bawah dan menunggumu. Kau ada perlu dengan Akashi-san?” Hmm… aku agak curiga.
“Yah,
dia memanggilku dan aku harus bergegas. Terima kasih” aku menepuk pundaknya dan
berlalu.
“Aomine-san. Kohane-chan berpesan padaku…” ekspresi wajah Ryou terlihat cemas dan enggan mengatakannya, lalu dia melanjutkan dengan nada perlahan. “ Berhati-hatilah. Ini belum berakhir” aku berjengit, entah kenapa serentetan kata itu membuat bulu kudukku berdiri dan tengkukku terasa dingin.
“Aomine-san. Kohane-chan berpesan padaku…” ekspresi wajah Ryou terlihat cemas dan enggan mengatakannya, lalu dia melanjutkan dengan nada perlahan. “ Berhati-hatilah. Ini belum berakhir” aku berjengit, entah kenapa serentetan kata itu membuat bulu kudukku berdiri dan tengkukku terasa dingin.
“A,ah,ya…”.
“Momoi-san masih di atas,kan? Aku duluan,ya Aomine-san” tak perlu menunggu lama sosok Ryou sudah menghilang di balik pintu menuju atap. Suasana di lantai ini terasa dingin, dingin yang tidak biasa. Astaga! Kenapa aku merasa separno ini?! Aku merasa seperti diikuti sesuatu.
“Momoi-san masih di atas,kan? Aku duluan,ya Aomine-san” tak perlu menunggu lama sosok Ryou sudah menghilang di balik pintu menuju atap. Suasana di lantai ini terasa dingin, dingin yang tidak biasa. Astaga! Kenapa aku merasa separno ini?! Aku merasa seperti diikuti sesuatu.
Aku
langsung buru-buru menuruni anak tangga, tanpa ada yang menyadari ada sebuah
siluet di balik ceruk yang tak jauh dariku. Dan aku tak menyadarinya.
“Ao-chan” kini aku sudah bersama dengan gadis kecil yang menyapaku dengan panggilan –chan. Panggilan yang sangat kurang ajar mengingat dia itu lebih muda dariku tapi tak apalah—toh aku sudah biasa dan tidak mau mempermasalahkannya—dia hanya tersenyum kecut melihat ekspresiku yang angin-anginan. “Berangkat sekarang? Sebelum aku berubah pikiran.”.
“Kalau kau berubah pikiran kau akan mendapat akibatnya,lho Aomine” seorang cowok bermata tajam dengan iris aqua melongok dari balik pintu keluar sekolah.
“Tch, kenapa si mata rajawali itu ke sini?” Takao cengar-cengir sambil menjinjing tasnya. “Dia menungguku. Kami sudah janjian” sejak kapan mereka berdua jadi akrab?
“Ya sudah sekarang kita kemana?”
“Konyol, jelas kita bertemu dengan Aka-chan,kan?” ya, memang konyol dan idiot.
“Sekolahmu sepi sekali, apa karena hari libur akan tiba?” Tanya Takao.
“Kelas hanya ada Homeroom dan pembinaan, tidak ada kegiatan KBM(Kegiatan belajar mengajar) karena sebentar lagi libur, ekskul juga libur jadi tidak ada latihan.” jawab Kohane mewakiliku. “Begitulah, jadi kita berangkat?”
“Ao-chan” kini aku sudah bersama dengan gadis kecil yang menyapaku dengan panggilan –chan. Panggilan yang sangat kurang ajar mengingat dia itu lebih muda dariku tapi tak apalah—toh aku sudah biasa dan tidak mau mempermasalahkannya—dia hanya tersenyum kecut melihat ekspresiku yang angin-anginan. “Berangkat sekarang? Sebelum aku berubah pikiran.”.
“Kalau kau berubah pikiran kau akan mendapat akibatnya,lho Aomine” seorang cowok bermata tajam dengan iris aqua melongok dari balik pintu keluar sekolah.
“Tch, kenapa si mata rajawali itu ke sini?” Takao cengar-cengir sambil menjinjing tasnya. “Dia menungguku. Kami sudah janjian” sejak kapan mereka berdua jadi akrab?
“Ya sudah sekarang kita kemana?”
“Konyol, jelas kita bertemu dengan Aka-chan,kan?” ya, memang konyol dan idiot.
“Sekolahmu sepi sekali, apa karena hari libur akan tiba?” Tanya Takao.
“Kelas hanya ada Homeroom dan pembinaan, tidak ada kegiatan KBM(Kegiatan belajar mengajar) karena sebentar lagi libur, ekskul juga libur jadi tidak ada latihan.” jawab Kohane mewakiliku. “Begitulah, jadi kita berangkat?”
Di
perjalanan ternyata suasananya sangat menyesakkan, aku agak berterima kasih
karena Takao datang dan berterima kasih juga dengan kelakuan bodohnya itu tapi
tetap saja ketika kami bertiga diam atau membahas topik-topik yang agak
menyerempet soal kejadian tiga bulan lalu, semuanya mendadak jadi orang bisu.
“Bagaimana kondisi kakak kembarmu?” Takao dengan enteng membuka kebisuan kami dengan pertanyaan wow.
“Uh? Eh, yah, dia memang koma tapi tidak ada kondisi yang menunjukkan sesuatu yang ganjil atau apa. Dia baik-baik saja, dia hanya belum bangun. Soal tangan kirinya.., mungkin tidak ada jaminan untuk kembali atau membuat tangan palsu karena biayanya mahal. Aku tidak mau merepotkan Chihiro-chan(Mayuzumi) karena sudah mengeluarkan uang banyak.”.
“Kalian masih ada hubungan keluarga?”.
“Ya. Saudara jauh.” hening lagi.
“Oi, kemana si Megane itu?” aku dengan cablaknya menanyakan hal yang lebih wow lagi.
“Maksudmu Shin-chan? Dia masuk sekolah, tapi setiap di pelajaran ke lima dia selalu izin pulang. Terakhir kali aku melihatnya adalah di saat seminggu lalu, ketika dia meminta izin pada Miyaji-san untuk cuti sementara.”Dahiku berkerut.
“Bagaimana kondisi kakak kembarmu?” Takao dengan enteng membuka kebisuan kami dengan pertanyaan wow.
“Uh? Eh, yah, dia memang koma tapi tidak ada kondisi yang menunjukkan sesuatu yang ganjil atau apa. Dia baik-baik saja, dia hanya belum bangun. Soal tangan kirinya.., mungkin tidak ada jaminan untuk kembali atau membuat tangan palsu karena biayanya mahal. Aku tidak mau merepotkan Chihiro-chan(Mayuzumi) karena sudah mengeluarkan uang banyak.”.
“Kalian masih ada hubungan keluarga?”.
“Ya. Saudara jauh.” hening lagi.
“Oi, kemana si Megane itu?” aku dengan cablaknya menanyakan hal yang lebih wow lagi.
“Maksudmu Shin-chan? Dia masuk sekolah, tapi setiap di pelajaran ke lima dia selalu izin pulang. Terakhir kali aku melihatnya adalah di saat seminggu lalu, ketika dia meminta izin pada Miyaji-san untuk cuti sementara.”Dahiku berkerut.
“Cuti?
Untuk apa?” tanyaku sanksi.
“Shin-chan tidak cerita, dia hanya bilang ‘kalau ada apa-apa hubungi saja nomorku. Tapi maaf sementara ini aku tidak bisa bersama kalian. Ada hal penting yang harus aku lakukan.”
“Shin-chan tidak cerita, dia hanya bilang ‘kalau ada apa-apa hubungi saja nomorku. Tapi maaf sementara ini aku tidak bisa bersama kalian. Ada hal penting yang harus aku lakukan.”
Baik,
keadaan ini semakin membuatku sakit kepala. Kalau si kacamata itu menghilang
bagaimana caranya kami menyelesaikan masalah ini? Tanpa Kise, tanpa Kinako,
tanpa Midorima, dan satu-satunya yang masih mungkin untuk meluruskan masalah
ini adalah; Kohane. “Kemana si bodoh berkacamata itu, dia punya otak tidak sih
kalau kondisi kita seperti apa?!” gerutuku, sementara Kohane dan Takao hanya
bisa bungkam. Aku benar- benar akan membogemnya kalau bertemu.
“Akan kupukul mukanya nanti.”
“Aku berharap begitu.” jawab Takao lurus-lurus saja, tidak mencemaskan partnernya itu sama sekali. “Ah. Sepertinya kita sebentar lagi sampai, tinggal naik kereta dari sini.” Kohane menunjuk setasiun di depan kami bertiga tapi ketika kami melangkahkan kaki ke sana tiba-tiba ada sekumpulan petugas berseragam menjaga di depan peron.
“Um.. ano, ada apa ya?” Tanya Kohane.
“Oh, maaf nona tadi kereta untuk keberangkatan selanjutnya terkena sedikit kecelakaan, anjlok rel, tidak ada yang terluka tapi sempat terjadi keributan…” petugas itu seperti sungkan menjelaskan, “Ada apa sebenarnya?” tanyaku agak nyolot.
“Akan kupukul mukanya nanti.”
“Aku berharap begitu.” jawab Takao lurus-lurus saja, tidak mencemaskan partnernya itu sama sekali. “Ah. Sepertinya kita sebentar lagi sampai, tinggal naik kereta dari sini.” Kohane menunjuk setasiun di depan kami bertiga tapi ketika kami melangkahkan kaki ke sana tiba-tiba ada sekumpulan petugas berseragam menjaga di depan peron.
“Um.. ano, ada apa ya?” Tanya Kohane.
“Oh, maaf nona tadi kereta untuk keberangkatan selanjutnya terkena sedikit kecelakaan, anjlok rel, tidak ada yang terluka tapi sempat terjadi keributan…” petugas itu seperti sungkan menjelaskan, “Ada apa sebenarnya?” tanyaku agak nyolot.
“Mm, maaf begini tolong jangan membuat berita
heboh, uhuk, sebenarnya kereta memang ada masalah tapi bukan itu, sesungguhnya
ada seorang warga yang terlindas kereta tadi pagi dan sekarang jadwal kereta
bakal terganggu. Yah, nanti sore mungkin kami bisa kembali membuka peron di
sini” aku ternganga, seorang warga
terlindas kereta?
“Bunuh diri?” Tanya Takao, “Entahlah, belum ada kepastian itu di sengaja atau tidak yang jelas kalian berhati-hatilan”
“Bunuh diri?” Tanya Takao, “Entahlah, belum ada kepastian itu di sengaja atau tidak yang jelas kalian berhati-hatilan”
Kami
hanya termangu sejenak lalu memutuskan untuk berjalan sedikit jauh untuk naik
bus saja. “Aku jadi agak was-was” celetuk Takao sementara Kohane dengan wajah
pucat hanya menunduk.
“Berhati-hatilah..ini belum berakhir” ukh, aku mencoba menyakinkan diri bahwa kami akan baik-baik saja sebelum ada yang terjadi atau mimpi buruk tiga bulan sebelumnya akan terjadi lagi?
Akhirnya kami sampai setelah 20 menit berada di bus dengan perasaan kacau, aku langsung turun dan melihat teman-temanku sudah berada di lapangan di seberang halte bus. “Aka-chan, Kuro-chan, Kagami-chan! Ah, itu Himu-chan dan Murasaki-chan” Kohane dengan semangat berjalan mendahului kami. “Hei, Kohane lihat kanan-kiri dulu!” seru Takao lalu berlari mendahuluiku juga, sekarang aku yang malah ketinggalan.
“Aominecchi….”
DEG! Suara Kise, aku refleks menengok ke belakang tapi hanya ada bangku halte, kutengok ke segala arah tapi tidak kutemukan apapun atau sosok Kise. Cih, sekarang apalagi yang harus kutemui? Apa sekarang Kise sudah bergentayangan dan menghantui alam bawah sadarku!? Yang benar saja, jangan bercanda Daiki, kau tidak boleh bicara begitu, Kise harus hidup karena masih banyak hutang yang harus dia bayar padaku—dia belum bertanding denganku—masa dia mau mati seenaknya!?
“Aominecchi….. Berhati-hatilah… festival AKAGOSAI…gagak.. ritual persembahan.. persembahan setan.. BELUM BERAKHIR..”
aku hanya termangu, seperti ada yang berdenging di telingaku begitu jelas, AKAGOSAI? Apa itu? Aku tak pernah mendengar nama festival semacam itu…
“Berhati-hatilah..ini belum berakhir” ukh, aku mencoba menyakinkan diri bahwa kami akan baik-baik saja sebelum ada yang terjadi atau mimpi buruk tiga bulan sebelumnya akan terjadi lagi?
Akhirnya kami sampai setelah 20 menit berada di bus dengan perasaan kacau, aku langsung turun dan melihat teman-temanku sudah berada di lapangan di seberang halte bus. “Aka-chan, Kuro-chan, Kagami-chan! Ah, itu Himu-chan dan Murasaki-chan” Kohane dengan semangat berjalan mendahului kami. “Hei, Kohane lihat kanan-kiri dulu!” seru Takao lalu berlari mendahuluiku juga, sekarang aku yang malah ketinggalan.
“Aominecchi….”
DEG! Suara Kise, aku refleks menengok ke belakang tapi hanya ada bangku halte, kutengok ke segala arah tapi tidak kutemukan apapun atau sosok Kise. Cih, sekarang apalagi yang harus kutemui? Apa sekarang Kise sudah bergentayangan dan menghantui alam bawah sadarku!? Yang benar saja, jangan bercanda Daiki, kau tidak boleh bicara begitu, Kise harus hidup karena masih banyak hutang yang harus dia bayar padaku—dia belum bertanding denganku—masa dia mau mati seenaknya!?
“Aominecchi….. Berhati-hatilah… festival AKAGOSAI…gagak.. ritual persembahan.. persembahan setan.. BELUM BERAKHIR..”
aku hanya termangu, seperti ada yang berdenging di telingaku begitu jelas, AKAGOSAI? Apa itu? Aku tak pernah mendengar nama festival semacam itu…
Tapi
sebelum aku berhasil mencerna maksud dari suara-suara (yang kudengar seperti
suara Kise itu) tiba-tiba aku mendengar suara jeritan Kohane dari lapangan.
“KOHANE..!” tiba aku di sana, yang kudapati pertama kali adalah bau menyengat anyir dan… cairan kental berada di tengah-tengah teman-temanku yang wajahnya sudah memucat seperti boneka.
“KOHANE..!” tiba aku di sana, yang kudapati pertama kali adalah bau menyengat anyir dan… cairan kental berada di tengah-tengah teman-temanku yang wajahnya sudah memucat seperti boneka.
“…Ini…!!”
Sekarang aku percaya, seratus persen percaya bahwa.., INI SEMUA BELUM BERAKHIR!
XXXXXX
AKASHI SEIJUUROU
>RAKUZAN—07.00(sebelumnya) a.m
Lapangan Basket Kota(08.30-09.00 a.m)
>RAKUZAN—07.00(sebelumnya) a.m
Lapangan Basket Kota(08.30-09.00 a.m)
Pagi
ini sebenarnya banyak sekali yang harus kulakukan.
Tapi entah mengapa tiga bulan terakhir setelah kejadian naas itu yang ada di dalam pikiranku hanyalah ; “Apa yang terjadi di balik semua ini” aku bahkan sempat tidak tidur tiga hari beberapa minggu lalu untuk mencari siapa sebenarnya AZUMI KAMITSUKA—aku bahkan rela pergi ke Teikou dan seenaknya meminta data sekitar tiga atau empat tahun lalu—aku tidak menemukan kejanggalan di dalam data Azumi, dia hanya seorang gadis yang tumbuh di lingkungan biasa, ayahnya bekerja sebagai seorang manager di perusahaan kelas menengah, ibunya membuka warung ramen kecil di pinggir jalan satu blok dari rumah mereka, Azumi tidak punya saudara dan dia hidup cukup makmur tanpa kekurangan
Tapi entah mengapa tiga bulan terakhir setelah kejadian naas itu yang ada di dalam pikiranku hanyalah ; “Apa yang terjadi di balik semua ini” aku bahkan sempat tidak tidur tiga hari beberapa minggu lalu untuk mencari siapa sebenarnya AZUMI KAMITSUKA—aku bahkan rela pergi ke Teikou dan seenaknya meminta data sekitar tiga atau empat tahun lalu—aku tidak menemukan kejanggalan di dalam data Azumi, dia hanya seorang gadis yang tumbuh di lingkungan biasa, ayahnya bekerja sebagai seorang manager di perusahaan kelas menengah, ibunya membuka warung ramen kecil di pinggir jalan satu blok dari rumah mereka, Azumi tidak punya saudara dan dia hidup cukup makmur tanpa kekurangan
Aku
hampir menyerah pada risetku selama hampir 1 setengah bulan terakhir sampai aku
menemukan data yang terlewat kala aku mencari di berkas riwayat hidupnya di
Teikou.
“Azumi
Kamitsuka, korban Festival Akagosai. Depresi selama hampir 3 bulan sebelum masuk
SMP. Dicurigai mengidap gangguan mental akibat perlakuan di lingkungan
pergaulan saat sekolah dasar. Sampai sekarang 10 orang murid yang diduga
melakukan Akagosai diberi bimbingan. Orang tua Azumi tak berkomentar” Apa ini?
“Festival Akagosai?” tiba-tiba Mayuzumi-san sudah berada di belakangku.
“Ah, yah, aku tak begitu mengerti. Memang apa itu festival Akagosai?” tanyaku.
“Sepertinya aku pernah dengar, waktu aku SMP di sekitar rumahku suka membicarakan Akagosai. Tapi maksudku dalam konotasi buruk, para ibu rumah tangga kadang was-was kalau anak-anaknya terlibat. Aku bahkan heran kenapa bisa begitu” Hayama-san melipat tangan sembari mengerucutkan bibir, tunggu dulu, ini dia!
“Festival Akagosai?” tiba-tiba Mayuzumi-san sudah berada di belakangku.
“Ah, yah, aku tak begitu mengerti. Memang apa itu festival Akagosai?” tanyaku.
“Sepertinya aku pernah dengar, waktu aku SMP di sekitar rumahku suka membicarakan Akagosai. Tapi maksudku dalam konotasi buruk, para ibu rumah tangga kadang was-was kalau anak-anaknya terlibat. Aku bahkan heran kenapa bisa begitu” Hayama-san melipat tangan sembari mengerucutkan bibir, tunggu dulu, ini dia!
“Bisa
Hayama-san jelaskan tentang festival
itu?” pintaku, dia menutup matanya sejenak lalu dengan pose berpikir dia lalu
menerangkan perlahan-lahan, “Uhhhm.. apa,ya. Aku tak banyak tahu, waktu SMP aku
jarang bergaul tapi itu sebenarnya hanya festival biasa. Festival yang
dilakukan di daerah Tokyo juga tapi di pinggir kota.
Apa,ya.
Oh! RITUAL PERSEMBAHAN!” ritual persembahan?
“Apa maksudmu? Bisa kau jelaskan lebih detail?” sahut Mayuzumi-san.
“Aku tahu kenapa festival itu memiliki sisi gelap, itu karena RITUAL PERSEMBAHAN. Akagosai sendiri itu ditulis dengan kanji Aka-赤(merah) dan ‘Ko’ 子(anak) kalau kalian cermati, festival Anak merah yang memiliki arti Anak yang harus di persembahkan seutuhnya untuk pengorbanan, dengan menyiramnya dengan satu liter darah—boleh darah apapun—darah hewan atau darah manusia” aku terdiam, entah kenapa bulu kudukku meremang.
“Lalu, apa manfaat dari pengorbanan itu, itu terdengar konyol” cibir Mayuzumi-san.
“Konon, dalam ritual itu kita mampu ‘menghapus’ keberadaan seseorang tanpa harus membunuhnya. Terdengar kejam,ya? Orang jaman dulu sih bilang itu sebatas untuk menyelamatkan diri dari kesialan terutama bagi anak-anak, tapi entahlah. Oh, siapapun yang menghentikan ritual itu di tengah jalan akan mendapat kesialan selama hidupnya” Hayama-san membuatku tergelak, “kesialan selamanya” cerita itu mirip cerita Kohane, tentang Persembahan Setan yang Azumi lakukan.
“Apa maksudmu? Bisa kau jelaskan lebih detail?” sahut Mayuzumi-san.
“Aku tahu kenapa festival itu memiliki sisi gelap, itu karena RITUAL PERSEMBAHAN. Akagosai sendiri itu ditulis dengan kanji Aka-赤(merah) dan ‘Ko’ 子(anak) kalau kalian cermati, festival Anak merah yang memiliki arti Anak yang harus di persembahkan seutuhnya untuk pengorbanan, dengan menyiramnya dengan satu liter darah—boleh darah apapun—darah hewan atau darah manusia” aku terdiam, entah kenapa bulu kudukku meremang.
“Lalu, apa manfaat dari pengorbanan itu, itu terdengar konyol” cibir Mayuzumi-san.
“Konon, dalam ritual itu kita mampu ‘menghapus’ keberadaan seseorang tanpa harus membunuhnya. Terdengar kejam,ya? Orang jaman dulu sih bilang itu sebatas untuk menyelamatkan diri dari kesialan terutama bagi anak-anak, tapi entahlah. Oh, siapapun yang menghentikan ritual itu di tengah jalan akan mendapat kesialan selama hidupnya” Hayama-san membuatku tergelak, “kesialan selamanya” cerita itu mirip cerita Kohane, tentang Persembahan Setan yang Azumi lakukan.
Aku
paham! Aku mendapatkannya, KUNCI dari semua misteri ini. “Lho, Akashi? Kau mau
kemana?” Tanya Mayuzumi-san.
“MENYELESAIKAN MASALAH INI…”
Aku bergegas melesat ke kelas. Dengan kecepatan kilat kukirim e-mail dan menyebarkannya ke semua teman-temanku.
“Midorima.. dimana kau sekarang?” batinku ketika hendak mengirim pesanku ke pada salah satu sahabat lama itu. “Aku percaya padanya, setidaknya aku ingin dia menerima pesanku. Terserah dia datang atau tidak. Aku harus cepat” kuambil berkas-berkas setebal novel lalu meluncur menaiki kereta shinkasen menuju Tokyo, untunglah aku punya rumah tinggal sementara di Tokyo(kalau tidak ada aku bisa kehabisan uang untuk naik kereta mahal bolak-balik).
“MENYELESAIKAN MASALAH INI…”
Aku bergegas melesat ke kelas. Dengan kecepatan kilat kukirim e-mail dan menyebarkannya ke semua teman-temanku.
“Midorima.. dimana kau sekarang?” batinku ketika hendak mengirim pesanku ke pada salah satu sahabat lama itu. “Aku percaya padanya, setidaknya aku ingin dia menerima pesanku. Terserah dia datang atau tidak. Aku harus cepat” kuambil berkas-berkas setebal novel lalu meluncur menaiki kereta shinkasen menuju Tokyo, untunglah aku punya rumah tinggal sementara di Tokyo(kalau tidak ada aku bisa kehabisan uang untuk naik kereta mahal bolak-balik).
“Masih
pagi. Jam 08.30. astaga, aku lupa kalau sekarang bukan hari libur mana mungkin
aku menyuruh mereka datang pagi-pagi begini?” tanyaku selepas aku menghabiskan
waktu di perjalanan hingga tepat pukul 08.30 sudah menginjakkan kaki di lapangan
jalanan ini. Burung-burung berciap, udara tetap dingin seperti biasa, kunaikkan
jerseyku lalu mencari posisi yang
nyaman untuk menunggu. Tapi sebelum sempat menyandarkan diri di tembok, dua
orang muncul dengan wajah penuh kelegaan terpancar dari mata mereka. Terutama
dia,
“Cepat sekali kalian datang, kalau kalian bengong kalian bisa tersesat”
“Cepat sekali kalian datang, kalau kalian bengong kalian bisa tersesat”
“Akashi-kun!” senyum Kuroko merekah, dia tampak
lebih santai ketimbang beberapa bulan lalu kala aku menjenguknya.
“Aku nyaris mengira kau terkena depresi. Kau tidak mengabariku, telepon tak kau angkat, bahkan wajahmu lebih kusut dari biasanya, yah tapi itu nyaris. Aku lega kau baik-baik saja” kami berjabat tangan sebentar lalu Kagami menyapaku, “Yo, Akashi. Kau terlihat segar”.
“Aku beda denganmu, ah maaf, sayangnya aku tak menderita luka serius”. “Kau bahkan tak tergores apapun.., sudahlah, sebenarnya ada apa kau memanggil kami pagi-pagi begini? Untung pelajaran hanya ada Homeroom” cibirnya tak sabar.
“Hanya Homeroom? Tidak ada pelajaran?” aku agak terkejut mendengarnya.
“Ah gomen,yah, itu juga karena empat hari lalu kami kembali ke kantor polisi untuk memberikan keterangan meski kami tak banyak ditanyai. Aku agak takut kalau sudah menyangkut kepolisian” ujar Kuroko. “Tch, polisi. Aku tak menyukai mereka” Kagami bersungut-sungut.
“Apa kau dapat kabar dari Midorima-kun?” Kuroko menatapku penuh harap.
“Sayangnya tidak, tidak ada satu pesanpun darinya. Tiga bulan terakhir” jawabku, wajah keduanya kembali muram.
“Lho, kalian sudah di sini. Taiga?” aku melihat sosok Himuro-san bersama Murasakibara mendekati kami. Ternyata mereka baru sampai, aku bisa melihat perban di tangan Himuro-san dan terlihat sakit.
“Tatsuya, Murasakibara kalian datang?” Tanya Kagami.
“Kalau Akacchin yang meminta kami pasti datang” jawab Murasakibara masih dengan sebuah kripik kentang di tangannya.
“Aku bersyukur kalian berdua baik-baik saja” sapaku sehangat mungkin, Himuro-san menerima uluran tanganku, “Ahn, kami sempat kena masalah di Yosen tapi untunglah tidak sampai seseirus yang kuperkirakan” jelas Himuro-san.
“Jadi Akashi-kun, apa yang ingin kau bicarakan?” Tanya Kuroko to the point.
“Aku ingin memberitahu kalian, semua yang sudah kutemukan” kuacungkan berkas-berkas di tanganku(yang hampir setebal 300 halaman) sudah kuduga semua orang menahan napas setelah kutunjukkan setumpuk kertas ini. Ya, mereka sudah bisa memprediksi apa yang ada di dalamnya; sesuatu yang mengerikan akan terungkap.
“Jangan bilang kalau itu adalah—“
“Aka-chan, Kuro-chan, Kagami-chan! Ah, itu Himu-chan dan Murasaki-chan” sebelum sempat ku berikan penjelasan suara melengking yang terkesan imut itu terdengar dari seberang lapangan. “Kohane?” Kagami mencoba mendekat, sampai Kohane sampai di lapangan tempat kami berdiri.
“Kohane-chan, syukurlah kau baik-baik saja” sambut Himuro-san. Namun detik berikutnya sebuah kengerian seketika merenggut kebahagiaan kami, sebuah benda jatuh dari langit!! Kohane menjerit seketika, lalu Aomine datang dan aku mendekati benda itu.
“..Ini!..” suara Aomine tertahan.
“ GAGAK?” Aku menyahut. Bau anyir merebak cepat sekali seperti virus, aku terpaksa mundur selangkah karena cairan kental dari gagak itu merembes kemana-mana. “Siapa orang gila yang melemparkan mayat gagak ke sini!?” hardik Kagami.
“Tunggu, gagak ini baru saja mati, lihat bekas lukanya masih sangat baru” ujar Kuroko. Aku terdiam, darimana asal gagak ini?
“Festival Akagosai….” Hah! Itu, suara Kise kan? Suara itu terngiang begitu jelas di kepalaku tapi aku tak menemukan sosoknya dimanapun. “Kirisaki(slasher)…Saika.. Akagosai.. Akashicchi, Persembahan Anak Merah…” kupertajam pendengaranku sayup-sayup keheningan menyelimuti, “KINAKOCCHI…” ya, aku yakin sekarang apa yang kudengar tidak salah itu suara Kise. Suara yang berisi suatu pesan.
“Ada apa ini, setelah orang bunuh diri sekarang kita diteror sesuatu?” ucap Takao.
“Hei,” panggilku, semua mata tertuju seketika “Apa kalian tahu soal Festival Akagosai?” tanyaku pada semuanya. “Akagosai? Apa itu?” Tanya Murasakibara balik.
“Oi, Akashi. Darimana kau tahu soal festival itu?” sahut Aomine. Aku tertegun sejenak.
“Kau tahu?”. “Soalnya, tadi suara Ki—“. Mendadak ponsel Kagami berdering, dia buru-buru mengangkatnya.
“Moshi-moshi, Kagami di sini. Uh, Senpai? Ada apa, Kasamatsu-san, hee? Apa? Ba, baiklah kami ke sana” hening. “Siapa, Kagami-kun?” Tanya Kuroko lalu dengan terbata Kagami mengucapkan serentetan kata yang bagaikan petir di siang bolong.
“Kise sudah sadar”. Eh. Apa? “Huh? Kise-kun…sadar?” ulang Kuroko.
“Ya, dia sadar” jawab Kagami sekarang lebih yakin.
“Aku nyaris mengira kau terkena depresi. Kau tidak mengabariku, telepon tak kau angkat, bahkan wajahmu lebih kusut dari biasanya, yah tapi itu nyaris. Aku lega kau baik-baik saja” kami berjabat tangan sebentar lalu Kagami menyapaku, “Yo, Akashi. Kau terlihat segar”.
“Aku beda denganmu, ah maaf, sayangnya aku tak menderita luka serius”. “Kau bahkan tak tergores apapun.., sudahlah, sebenarnya ada apa kau memanggil kami pagi-pagi begini? Untung pelajaran hanya ada Homeroom” cibirnya tak sabar.
“Hanya Homeroom? Tidak ada pelajaran?” aku agak terkejut mendengarnya.
“Ah gomen,yah, itu juga karena empat hari lalu kami kembali ke kantor polisi untuk memberikan keterangan meski kami tak banyak ditanyai. Aku agak takut kalau sudah menyangkut kepolisian” ujar Kuroko. “Tch, polisi. Aku tak menyukai mereka” Kagami bersungut-sungut.
“Apa kau dapat kabar dari Midorima-kun?” Kuroko menatapku penuh harap.
“Sayangnya tidak, tidak ada satu pesanpun darinya. Tiga bulan terakhir” jawabku, wajah keduanya kembali muram.
“Lho, kalian sudah di sini. Taiga?” aku melihat sosok Himuro-san bersama Murasakibara mendekati kami. Ternyata mereka baru sampai, aku bisa melihat perban di tangan Himuro-san dan terlihat sakit.
“Tatsuya, Murasakibara kalian datang?” Tanya Kagami.
“Kalau Akacchin yang meminta kami pasti datang” jawab Murasakibara masih dengan sebuah kripik kentang di tangannya.
“Aku bersyukur kalian berdua baik-baik saja” sapaku sehangat mungkin, Himuro-san menerima uluran tanganku, “Ahn, kami sempat kena masalah di Yosen tapi untunglah tidak sampai seseirus yang kuperkirakan” jelas Himuro-san.
“Jadi Akashi-kun, apa yang ingin kau bicarakan?” Tanya Kuroko to the point.
“Aku ingin memberitahu kalian, semua yang sudah kutemukan” kuacungkan berkas-berkas di tanganku(yang hampir setebal 300 halaman) sudah kuduga semua orang menahan napas setelah kutunjukkan setumpuk kertas ini. Ya, mereka sudah bisa memprediksi apa yang ada di dalamnya; sesuatu yang mengerikan akan terungkap.
“Jangan bilang kalau itu adalah—“
“Aka-chan, Kuro-chan, Kagami-chan! Ah, itu Himu-chan dan Murasaki-chan” sebelum sempat ku berikan penjelasan suara melengking yang terkesan imut itu terdengar dari seberang lapangan. “Kohane?” Kagami mencoba mendekat, sampai Kohane sampai di lapangan tempat kami berdiri.
“Kohane-chan, syukurlah kau baik-baik saja” sambut Himuro-san. Namun detik berikutnya sebuah kengerian seketika merenggut kebahagiaan kami, sebuah benda jatuh dari langit!! Kohane menjerit seketika, lalu Aomine datang dan aku mendekati benda itu.
“..Ini!..” suara Aomine tertahan.
“ GAGAK?” Aku menyahut. Bau anyir merebak cepat sekali seperti virus, aku terpaksa mundur selangkah karena cairan kental dari gagak itu merembes kemana-mana. “Siapa orang gila yang melemparkan mayat gagak ke sini!?” hardik Kagami.
“Tunggu, gagak ini baru saja mati, lihat bekas lukanya masih sangat baru” ujar Kuroko. Aku terdiam, darimana asal gagak ini?
“Festival Akagosai….” Hah! Itu, suara Kise kan? Suara itu terngiang begitu jelas di kepalaku tapi aku tak menemukan sosoknya dimanapun. “Kirisaki(slasher)…Saika.. Akagosai.. Akashicchi, Persembahan Anak Merah…” kupertajam pendengaranku sayup-sayup keheningan menyelimuti, “KINAKOCCHI…” ya, aku yakin sekarang apa yang kudengar tidak salah itu suara Kise. Suara yang berisi suatu pesan.
“Ada apa ini, setelah orang bunuh diri sekarang kita diteror sesuatu?” ucap Takao.
“Hei,” panggilku, semua mata tertuju seketika “Apa kalian tahu soal Festival Akagosai?” tanyaku pada semuanya. “Akagosai? Apa itu?” Tanya Murasakibara balik.
“Oi, Akashi. Darimana kau tahu soal festival itu?” sahut Aomine. Aku tertegun sejenak.
“Kau tahu?”. “Soalnya, tadi suara Ki—“. Mendadak ponsel Kagami berdering, dia buru-buru mengangkatnya.
“Moshi-moshi, Kagami di sini. Uh, Senpai? Ada apa, Kasamatsu-san, hee? Apa? Ba, baiklah kami ke sana” hening. “Siapa, Kagami-kun?” Tanya Kuroko lalu dengan terbata Kagami mengucapkan serentetan kata yang bagaikan petir di siang bolong.
“Kise sudah sadar”. Eh. Apa? “Huh? Kise-kun…sadar?” ulang Kuroko.
“Ya, dia sadar” jawab Kagami sekarang lebih yakin.
“Apa boleh buat, aku
akan jelaskan di rumah sakit! Aku mohon pada kalian untuk mendengarkanku
baik-baik dan Kohane, aku minta bantuanmu” pintaku pada gadis kecil yang sama
sekali tak bersuara dari tadi.
Ini
pertanda.., ya, Pertanda!
XXXXXXX
KOHANE YUKIHIRA
Lapangan Basket—09.45 a.m
Lapangan Basket—09.45 a.m
Aku
shock, aku sangat shock.
Bagaimana tidak, seekor gagak mati jatuh tepat di depanku dan darahnya bertebaran kemana-mana seperti di film horror. Ngomong-ngomong, sudah tiga bulan aku harus mengurus kakak kembarku yang masih koma di rumah sakit, selain Kinako juga ada Kise-chan yang tetap pada fase tidurnya.
“Kise sudah sadar” kata-kata Kagami-chan bagai menyambarku seketika. Kise-chan selamat! Syukurlah! Kini aku bisa sedikit bernapas lega, sekarang tugasku adalah menanti kakakku yang masih terbaring tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit. Oh,ya sebenarnya yang membuatku kaget itu bukan masalah gagak, tapi siapa yang menjadi pelaku pembunuh gagak itu.
“Salah satu korban dari meledaknya ruang PKK, selain Azumi, Kitahara Ayano. Kitahara si nona muda, siswi paling berpengaruh yang ikut mem-bully Kinako sekitar 3 tahun”
Bagaimana tidak, seekor gagak mati jatuh tepat di depanku dan darahnya bertebaran kemana-mana seperti di film horror. Ngomong-ngomong, sudah tiga bulan aku harus mengurus kakak kembarku yang masih koma di rumah sakit, selain Kinako juga ada Kise-chan yang tetap pada fase tidurnya.
“Kise sudah sadar” kata-kata Kagami-chan bagai menyambarku seketika. Kise-chan selamat! Syukurlah! Kini aku bisa sedikit bernapas lega, sekarang tugasku adalah menanti kakakku yang masih terbaring tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit. Oh,ya sebenarnya yang membuatku kaget itu bukan masalah gagak, tapi siapa yang menjadi pelaku pembunuh gagak itu.
“Salah satu korban dari meledaknya ruang PKK, selain Azumi, Kitahara Ayano. Kitahara si nona muda, siswi paling berpengaruh yang ikut mem-bully Kinako sekitar 3 tahun”
“Kohane?”
Kuro-chan menepuk pundakku pelan,
membuyarkan semua lamunanku.
“A,
ah ya, maaf aku kepikiran sesuatu” jawabku sekenannya. Kenapa Kitahara-san? Aku tahu dia tidak ikut meninggal,
dia hanya terkena luka bakar serius hampir 80% tubuhnya hangus dan terpaska di
operasi.
“Katanya dia sekarang bersekolah di SMA XX di Shibuya” jelas kepala sekolah Teikou ketika aku mencoba mencari tahu informasi lebih detail. Dia masih hidup! Aku percaya itu, apakah ini juga ulahnya?
“Katanya dia sekarang bersekolah di SMA XX di Shibuya” jelas kepala sekolah Teikou ketika aku mencoba mencari tahu informasi lebih detail. Dia masih hidup! Aku percaya itu, apakah ini juga ulahnya?
“Ayo
bergegas, kita perlu Kise” komando Aka-chan
lalu Ao-chan menggandengku seraya
menuntunku dengan mantap. Dia tak bicara apapun, dadaku sesak perasaanku campur
aduk antara marah dan sebagainya, aku tak mengerti kenapa harus jadi seperti
ini. Onee-chan, apa ini adalah
peringatan darimu?
Sebenarnya
ada apa?!
Kami
naik kereta lalu meluncur ke rumah sakit, kami tidak banyak berbincang-bincang
di sepanjang perjalanan. Tujuanku hanyalah melihat kondisi Kise-chan dan memastikan dia baik-baik saja.
Sampai di rumah sakit, aku melihat Kasamatsu-chan dengan wajah kuyu menyambut kami, aku yakin dia tidak tidur
beberapa hari ini.
“Kasamatsu-san, bagaimana dengan kondisi Kise?” Tanya Kagami-chan yang paling pertama bertanya. Kasamatsu-chan diam sebentar, dia mengambil napas berat dan menghelanya perlahan, “Aku tak tahu. Aku tidak bisa bilang ini berita baik atau buruk, aku senang Kise sudah mulai membuka matanya, tapi…” kata ‘tapi’ ini adalah pertanda bahwa kecemasan kami bakal jadi kenyataan.
“Kasamatsu-san, bagaimana dengan kondisi Kise?” Tanya Kagami-chan yang paling pertama bertanya. Kasamatsu-chan diam sebentar, dia mengambil napas berat dan menghelanya perlahan, “Aku tak tahu. Aku tidak bisa bilang ini berita baik atau buruk, aku senang Kise sudah mulai membuka matanya, tapi…” kata ‘tapi’ ini adalah pertanda bahwa kecemasan kami bakal jadi kenyataan.
“Tapi
kurasa menaruh harapan besar padanya bakal sulit. Kalian nisa lihat sendiri,
aku yakin keberadaan kalian bisa membantu” dengan senyum kecut, Kasamatsu-chan memersilakan kami masuk.
Di
sana, yang kulihat hanyalah Kise-chan
masih dibebat oleh banyak perban, bau antiseptic menyebar kemana-mana, alat
pacu jantung masih menempel di badannya, matanya memang terbuka tapi…. “Kise
tidak merespon apapun, dia memang membuka mata, tapi dia seperti kehilangan
jiwanya. Seperti wadah kosong, aku tidak mengerti kenapa begitu. Tubuhnya tidak
sedingin sebelumnya tapi—begitulah, dia tidak bicara” Kasamatsu-chan dari arah pintu menjelaskan tanpa
memandang kami.
“Kise-kun… kenapa?”.
“Aku rasa ini efek dari koma berkepanjangan
dan tanpa sadar dia menderita depresi berat akibat kejadian yang mungkin sangat
memukul habis mentalnya. Dia mencoba bangun, tapi kasarnya dia tidak mampu.
Jiwanya sudah hancur berantakan, sulit untuk kembali, mentalnya habis, dia tak
bisa membangun kembali itu semua sehingga kejiwaannya terganggu” jelas Aka-chan.
“Bagaimana dengan kakakku? Dia tidak berniat jahat” selakku parau.
“Kenapa Kinacchin berkata dia membenci Kisecchin?” Tanya Murasaki-chan.
“Bagi Kise, Kinako sangat penting, Kise yang hendak memperbaiki hubungan mereka dihadapkan oleh kenyataan seperti itu. Tidak mungkin tidak ada yang tidak shock karenannya” Aka-chan sekali lagi memberikan penjelasan amat logis di otakku.
“Bagaimana dengan kakakku? Dia tidak berniat jahat” selakku parau.
“Kenapa Kinacchin berkata dia membenci Kisecchin?” Tanya Murasaki-chan.
“Bagi Kise, Kinako sangat penting, Kise yang hendak memperbaiki hubungan mereka dihadapkan oleh kenyataan seperti itu. Tidak mungkin tidak ada yang tidak shock karenannya” Aka-chan sekali lagi memberikan penjelasan amat logis di otakku.
“Mau
benci atau tidak” Ao-chan menyela
dengan keras, “Si bodoh—Kise—dan si bodoh yang satu lagi—Midorima—adalah kunci
dari permasalahan ini, aku sendiri tidak mau banyak mencari kemungkinan, itu
bakal menghancurkan rencanamu,kan? Akashi” semua mata tertuju pada Aka-chan sementara kakak berambut merah amber itu hanya diam dengan sorot mata
tajam.
“Aku menemukan penjelasan lebih logis soal itu” Aka-chan mengacungkan berkas yang tadi di perlihatkannya.
“Apa itu Akashi-kun?” Tanya Kuro-chan.
“Soal Azumi Kamitsuka. Dia punya latar keluarga yang biasa saja, hidupnya normal dan bisa dibilang tidak ada masalah apapun. Tapi…, satu artikel menjelaskan dia pernah mengalami tragedi buruk ketika SD” Aka-chan berhenti sejenak, atmosfer di sekeliling kami mendadak berat, aku merasa bulu kudukku meremang dan mual apalagi mengingat kejadian gagak tadi. “Kamitsuka-san pernah menjadi salah satu korban teman-temannya di festival ‘AKAGOSAI’, dia depresi berat hingga kejiwaannya terganggu”
Hening.
“Akagosai?” kudengar Kagami-chan bertanya-tanya.
“Aku baru dengar” sahut Taka-chan.
“Akagosai, kata seniorku itu adalah festival kebudayaan yang diselenggarakan di beberapa distrik, karena masih banyak yang mempertahankan hal tersebut. Akagosai sebenarnya memili arti ‘Anak merah’, berkedok festival namun sebenarnya acara itu memiliki sisi gelap sendiri” terang Aka-chan. Aku diam, Akagosai? Jangan-jangan…
“Aku menemukan penjelasan lebih logis soal itu” Aka-chan mengacungkan berkas yang tadi di perlihatkannya.
“Apa itu Akashi-kun?” Tanya Kuro-chan.
“Soal Azumi Kamitsuka. Dia punya latar keluarga yang biasa saja, hidupnya normal dan bisa dibilang tidak ada masalah apapun. Tapi…, satu artikel menjelaskan dia pernah mengalami tragedi buruk ketika SD” Aka-chan berhenti sejenak, atmosfer di sekeliling kami mendadak berat, aku merasa bulu kudukku meremang dan mual apalagi mengingat kejadian gagak tadi. “Kamitsuka-san pernah menjadi salah satu korban teman-temannya di festival ‘AKAGOSAI’, dia depresi berat hingga kejiwaannya terganggu”
Hening.
“Akagosai?” kudengar Kagami-chan bertanya-tanya.
“Aku baru dengar” sahut Taka-chan.
“Akagosai, kata seniorku itu adalah festival kebudayaan yang diselenggarakan di beberapa distrik, karena masih banyak yang mempertahankan hal tersebut. Akagosai sebenarnya memili arti ‘Anak merah’, berkedok festival namun sebenarnya acara itu memiliki sisi gelap sendiri” terang Aka-chan. Aku diam, Akagosai? Jangan-jangan…
“Aka-chan… apa yang kau maksud ritual untuk
‘menghilangkan’ salah seorang anak untuk dijadikan korban persembahan agar warga
di sana hidup tenang? Dan anak itu akan dilempari oleh seliter darah lalu….”
Astaga lidahku kelu, aku pernah dengar festival ini dari Kinako, dulu dia
pernah memintaku untuk tidak pernah keluar rumah selama sebulan. Sayangnya aku
masih terlalu kecil untuk mengerti.
“Lalu, lalu.. anak yang dijadikan persembahan akan di bunuh dan di kubur begitu saja!?”
“Bo, bohong….” Decak Kagami-kun.
“A, aku tahu. Maksud dari ga—“ BRAAAAKK!!
“Lalu, lalu.. anak yang dijadikan persembahan akan di bunuh dan di kubur begitu saja!?”
“Bo, bohong….” Decak Kagami-kun.
“A, aku tahu. Maksud dari ga—“ BRAAAAKK!!
Aku
spontan menghadap ke jendela, seekor GAGAK! Gagak itu mati menubruk kaca ruang
kamar ini. Leher gagak itu menganga, darahnya menyembur kemana-mana! “Kali ini
apalagi!!?” seru Ao-chan.
“Oi! Kalian, lihat di depan sini!!” aku tak percaya dengan pemandangan di depan mataku. Seekor bangkai gagak tergeletak begitu saja di depan kamar, sepertinya baru dan darahnya! Ini mengerikan, aku tak tahan melihatnya sampai aku baru menyadari mataku berlinang menahan tangis.
“Panggil suster! Kita harus memberitahu semua klub, jangan ada yang terlewat! Keadaan darurat! Pastikan semuanya berkumpul di SEIRIN. Aku membutuhkan kekuatan kalian, Kuroko, Kagami” komando Akashi sementara Himu-chan membimbingku ke dekat ranjang Kise-chan. “Semua akan baik-baik saja” senyumnya. Aku hanya mengangguk, tapi di tengah keributan itu, telingaku menangkap erangan berat dari samping kiri.
“Kise-chan?”
Demi para roh di surga, Kise-chan napasnya tersengal-sengal, keringatnya membanjir, kondisinya mendadak drop dia harus segera di larikan ke UGD! “Kise-kun! Bertahanlah, aku panggil perawat!” Himu-chan pun menghambur keluar.
“KISE-CHAN!!”
Tuhan, apa yang terjadi? Kumohon siapa saja tolong Kise-chan… Onee chan…!!
“Oi! Kalian, lihat di depan sini!!” aku tak percaya dengan pemandangan di depan mataku. Seekor bangkai gagak tergeletak begitu saja di depan kamar, sepertinya baru dan darahnya! Ini mengerikan, aku tak tahan melihatnya sampai aku baru menyadari mataku berlinang menahan tangis.
“Panggil suster! Kita harus memberitahu semua klub, jangan ada yang terlewat! Keadaan darurat! Pastikan semuanya berkumpul di SEIRIN. Aku membutuhkan kekuatan kalian, Kuroko, Kagami” komando Akashi sementara Himu-chan membimbingku ke dekat ranjang Kise-chan. “Semua akan baik-baik saja” senyumnya. Aku hanya mengangguk, tapi di tengah keributan itu, telingaku menangkap erangan berat dari samping kiri.
“Kise-chan?”
Demi para roh di surga, Kise-chan napasnya tersengal-sengal, keringatnya membanjir, kondisinya mendadak drop dia harus segera di larikan ke UGD! “Kise-kun! Bertahanlah, aku panggil perawat!” Himu-chan pun menghambur keluar.
“KISE-CHAN!!”
Tuhan, apa yang terjadi? Kumohon siapa saja tolong Kise-chan… Onee chan…!!
ƒad‚
“Kalau Kau Mati… siapa yang akan kau bawa ke alam kuburmu?kemana kau akan membawanya? Ke dalam kematian cantik di alam barza”
“Kalau Kau Mati… siapa yang akan kau bawa ke alam kuburmu?kemana kau akan membawanya? Ke dalam kematian cantik di alam barza”
PART 10 : RITUAL UNTUK PARA PENDOSA
—The sinner between us— (死)
—The sinner between us— (死)
“その時、バスケが遣りましたか。新しい生かが会いています。今、どうしてあの幸せの日々が消えるか?ねえ。。そうかな?幸せ日々がひゅう減あることに….”
“Sono Toki, Basuke ga yarimashitaka. Atarashii nakama ga Aitteimasu.ima, doushite ano shiawase no hibi ga kieruka? Nee…, souka na.? shiawase hibi ga hyugen aru koto ni…”
“Sono Toki, Basuke ga yarimashitaka. Atarashii nakama ga Aitteimasu.ima, doushite ano shiawase no hibi ga kieruka? Nee…, souka na.? shiawase hibi ga hyugen aru koto ni…”
--KAGAMI
TAIGA--
(SMA SEIRIN)
(SMA SEIRIN)
MIDORIMA
SHINTAROU
—The Story that Nobody Know—
—The Story that Nobody Know—
Perjalanan
dari Tokyo sampai ke Saporro memang melelahkan.
Sebenarnya aku bermaksud ke Hokkaido, tapi yang namanya kebetulan memang selalu ada. Aku tidak jadi ke kota paling utara di Jepang, sekarang yang bisa kulakukan adalah menginap di sebuah cottage kecil dekat wisata Ski di Sapporo. Ada e-mail dari Takao kalau di Tokyo kondisinya sedang gawat, tapi aku berusaha mengabaikan mual di perutku karena kepikiran apa yang terjadi dengan si bodoh Kise yang masih koma—dan aku baru mendapat kabar dia sudah siuman beberapa jam lalu.
“Ck, kenapa harus di tempat dingin?” gerutuku sembari menyeret diri ke kamar mandi untuk cuci muka. Kalian pasti heran kenapa aku ada di kota ini, alasannya tak perlu kujelaskan sekarang karena aku memang harus melakukannya. Sebelum semuanya terlambat. Pukul 09.00 semua sudah siap, aku hanya perlu membawa jaket tebal dan notes kecil di saku.
“Restoran Seafood ‘Umigarashi, dekat Café Au’ de Amor’. Sapporo, 09.15. Pavilion atas. Check in atas nama ‘Midorima Shintarou’. Ttd Kepala Keluarga Kirishiki” aku membaca lagi catatan berwarna coklat itu yang kudapatkan sehari sebelum datang ke sini.
“Kirishiki…” aku tak perlu menduga lagi siapa yang seenaknya membuatku menyewa sebuah ruangan VIP di restoran mahal, yang jelas bukan orang tuaku atau sanak saudaraku, apalagi aku—aku tak punya uang sebanyak itu untuk menyewa sebuah resto bintang 7—kulirik alroji, sudah jam 09.05. Aku harus bergegas.
“Selamat datang, anda sudah mereservasi?” pelayan bersanggul menyapaku di lobby depan, tepat di customer service. “Ya. Atas nama Midorima Shintarou, pavilion atas ruang VIP.” Jawabku. “Baiklah, ah, anda yang memesan tempat kemarin ya? Mari langsung saya antarkan” aku ingin menjawab bukan, tapi aku hanya mengangguk mengikuti pelayan hingga sampai di tempat yang sudah dibooking-kan untukku.
Sebenarnya aku bermaksud ke Hokkaido, tapi yang namanya kebetulan memang selalu ada. Aku tidak jadi ke kota paling utara di Jepang, sekarang yang bisa kulakukan adalah menginap di sebuah cottage kecil dekat wisata Ski di Sapporo. Ada e-mail dari Takao kalau di Tokyo kondisinya sedang gawat, tapi aku berusaha mengabaikan mual di perutku karena kepikiran apa yang terjadi dengan si bodoh Kise yang masih koma—dan aku baru mendapat kabar dia sudah siuman beberapa jam lalu.
“Ck, kenapa harus di tempat dingin?” gerutuku sembari menyeret diri ke kamar mandi untuk cuci muka. Kalian pasti heran kenapa aku ada di kota ini, alasannya tak perlu kujelaskan sekarang karena aku memang harus melakukannya. Sebelum semuanya terlambat. Pukul 09.00 semua sudah siap, aku hanya perlu membawa jaket tebal dan notes kecil di saku.
“Restoran Seafood ‘Umigarashi, dekat Café Au’ de Amor’. Sapporo, 09.15. Pavilion atas. Check in atas nama ‘Midorima Shintarou’. Ttd Kepala Keluarga Kirishiki” aku membaca lagi catatan berwarna coklat itu yang kudapatkan sehari sebelum datang ke sini.
“Kirishiki…” aku tak perlu menduga lagi siapa yang seenaknya membuatku menyewa sebuah ruangan VIP di restoran mahal, yang jelas bukan orang tuaku atau sanak saudaraku, apalagi aku—aku tak punya uang sebanyak itu untuk menyewa sebuah resto bintang 7—kulirik alroji, sudah jam 09.05. Aku harus bergegas.
“Selamat datang, anda sudah mereservasi?” pelayan bersanggul menyapaku di lobby depan, tepat di customer service. “Ya. Atas nama Midorima Shintarou, pavilion atas ruang VIP.” Jawabku. “Baiklah, ah, anda yang memesan tempat kemarin ya? Mari langsung saya antarkan” aku ingin menjawab bukan, tapi aku hanya mengangguk mengikuti pelayan hingga sampai di tempat yang sudah dibooking-kan untukku.
“Appetizer sudah kami hidangkan, Makanan
utamanya akan kami antarkan segera. Untuk Desert
akan dihidangkan pukul 11.00, silakan ditunggu. Saya mohon diri dulu”
Ruangan ini tampak sederhana dengan desain minimalis yang indah. Tatami-nya juga bersih dan tidak berkesan kuno. Meski gayanya tetap gaya khas Jepang(bukan kebarat-baratan) berkebalikan dengan restoran di seberangnya tapi makanan yang dihidangkan cukup lengkap dari mulai makanan dalam negeri hingga mancanegara. Kurasa aku harus bersantai sejenak meski ini bukan liburan. Sapporo sangat dingin, kota dengan musim dingin terlama, aku ke sini bukan dalam acara berwisata jadi kutegaskan aku ke sini karena ingin menyelesaikan sesuatu. Aku tak bisa menyelesaikan masalah tanpa bantuan ‘Dia’. Orang yang sudah kucari selama hampir satu setengah tahun dan tiga bulan terakhir aku mendapat petunjuk bahkan menemukan lokasi keberadaannya.
“Seperti dugaanku, kau cukup tampan untuk ukuran anak SMA”
“Aku ke sini bukan untuk membahas hal bodoh”
“Lancang sekali bicaramu. Kukira kau tetap menjadi anak manis seperti tiga tahun lalu”
Ruangan ini tampak sederhana dengan desain minimalis yang indah. Tatami-nya juga bersih dan tidak berkesan kuno. Meski gayanya tetap gaya khas Jepang(bukan kebarat-baratan) berkebalikan dengan restoran di seberangnya tapi makanan yang dihidangkan cukup lengkap dari mulai makanan dalam negeri hingga mancanegara. Kurasa aku harus bersantai sejenak meski ini bukan liburan. Sapporo sangat dingin, kota dengan musim dingin terlama, aku ke sini bukan dalam acara berwisata jadi kutegaskan aku ke sini karena ingin menyelesaikan sesuatu. Aku tak bisa menyelesaikan masalah tanpa bantuan ‘Dia’. Orang yang sudah kucari selama hampir satu setengah tahun dan tiga bulan terakhir aku mendapat petunjuk bahkan menemukan lokasi keberadaannya.
“Seperti dugaanku, kau cukup tampan untuk ukuran anak SMA”
“Aku ke sini bukan untuk membahas hal bodoh”
“Lancang sekali bicaramu. Kukira kau tetap menjadi anak manis seperti tiga tahun lalu”
Kuhela napas, kuamati
wanita berpakaian formal dengan rambut hitam terurai sepunggung. Sebatang rokok
terselip di mulutnya yang mengenakan lipstick merah gelap, dia menyeringai,
seringainya mengingatkanku pada sosok yang kukenal—ralat—orang yang memang
kukenal.
“Bisa kita mulai bicara? Sebelum aku mati kedinginan di sini”
wanita itu hanya menelengkan kepalanya, kulirik suatu benda panjang di belakang dirinya yang disenderkan ke pintu. “Apa tidak berbahaya membawa benda seperti itu?” tanyaku sinis.
“Kau lupa kau bicara dengan siapa, nak? Kurasa ayahmu bakal terkesan kalau kuberikan benda ini sebagai souvenir” dia mengikik kecil tapi matanya tetap awas mengamatiku. Tekadku sedikit turun,kalau aku tidak punya muka badak dengan tampang songong mungkin aku sudah dicabik oleh wanita ini.
“Bisa kita mulai bicara? Sebelum aku mati kedinginan di sini”
wanita itu hanya menelengkan kepalanya, kulirik suatu benda panjang di belakang dirinya yang disenderkan ke pintu. “Apa tidak berbahaya membawa benda seperti itu?” tanyaku sinis.
“Kau lupa kau bicara dengan siapa, nak? Kurasa ayahmu bakal terkesan kalau kuberikan benda ini sebagai souvenir” dia mengikik kecil tapi matanya tetap awas mengamatiku. Tekadku sedikit turun,kalau aku tidak punya muka badak dengan tampang songong mungkin aku sudah dicabik oleh wanita ini.
“Ayahku
tidak suka barang antic”
“Hahaha, kau kaku sekali! Ayolah, makanan utama belum datang jangan seperti itu. Aku hanya bercanda” kurasa hawa liar di sekelilingnya tetap mengintimidasiku, namun suasana sedikit mencair karena sikapnya yang bar-bar. Persis sekali,tanpa kurang apapun.
“Saya merasa anda kelihatan santai meski sudah bertahun-tahun hidup seperti ini”
“Saa na, hidup dalam pengejaran bukan impianku. Aku ke sini karena pekerjaan, pekerjaan yang kurasa bakal jadi masalah besar kalau kutolak”
“Anda yakin menanggapi permintaan saya?” wanita itu diam sejenak, menghembuskan asap rokoknya di dekat jendela. Dia anggun, tapi keliaran di dirinya membuat sosoknya terlihat buas dan mengerikan. “Aku mencoba untuk professional”
“Hahaha, kau kaku sekali! Ayolah, makanan utama belum datang jangan seperti itu. Aku hanya bercanda” kurasa hawa liar di sekelilingnya tetap mengintimidasiku, namun suasana sedikit mencair karena sikapnya yang bar-bar. Persis sekali,tanpa kurang apapun.
“Saya merasa anda kelihatan santai meski sudah bertahun-tahun hidup seperti ini”
“Saa na, hidup dalam pengejaran bukan impianku. Aku ke sini karena pekerjaan, pekerjaan yang kurasa bakal jadi masalah besar kalau kutolak”
“Anda yakin menanggapi permintaan saya?” wanita itu diam sejenak, menghembuskan asap rokoknya di dekat jendela. Dia anggun, tapi keliaran di dirinya membuat sosoknya terlihat buas dan mengerikan. “Aku mencoba untuk professional”
Kuanikkan satu alis,
“Professional? Anda tidak seantusias sebelum saya menceritakan masalah apa yang
saya ingin anda kerjakan”. “Huh, bagaimana kau bisa antusias kalau tiba-tiba
hidupmu berubah hampir satu dekade dengan
pertemuan tak terduga?”
“Anda takut?” wanita itu menuangkan sake lalu menatapku. Pandangan yang tidak mengerikan, cahaya mata yang mirip dengan ibuku. Ah, lebih tepatnya dia….
“Ketakutan selalu datang. Bahkan orang brengsek juga tahu kalau aku lebih takut menghadapi bocah cilik ketimbang cowok berotot”
“Anda takut?” wanita itu menuangkan sake lalu menatapku. Pandangan yang tidak mengerikan, cahaya mata yang mirip dengan ibuku. Ah, lebih tepatnya dia….
“Ketakutan selalu datang. Bahkan orang brengsek juga tahu kalau aku lebih takut menghadapi bocah cilik ketimbang cowok berotot”
Udara
sejuk masuk menyisip lewat jendela, kami terdiam sejenak. Kuambil sebuah apel
dan memotongnya perlahan.
“Jadi. Midorima, Bagaimana kabar dari ‘putri-putri kecilku’?”
“Jadi. Midorima, Bagaimana kabar dari ‘putri-putri kecilku’?”
XXXXXX
KUROKO
TETSUYA
Rumah
Sakit Pusat. 10.06 a.m
Kepanikan
itu berangsur-angsur menjadi terlihat mengerikan.
Akashi-kun meminta untuk mengumpulkan semua senpai-ku di Gym SMA SEIRIN. Tapi
sebelum kami bergerak, yang membuatku panic adalah kondisi Kise-kun. Kondisi Kise-kun tiba-tiba kritis sampai alat elektrodraf yang memperlihatkan
irama jantungnya berbunyi terus menerus tidak beraturan, seolah-olah akan
meledak dalam hitungan jam atau menit atau detik. “KISE-CHAN!” Teriakan Kohane cukup
membuatku—juga teman-teman yang ada di ruangan itu—serempak menengok, mendapati
pemandangan menyesakkan dan Himuro-san
langsung menghambur kea rah kami, “Kise-kun!
Bertahanlah, aku panggil perawat!” serunya pada kami semua. Dia berhenti
sejenak lalu menatap kami bergantian.
“Panggil suster atau dokter jaga! Keadaan darurat, Akashi-kun, kau pergi urusi saja yang harus dilakukan setelahnya, Taiga kau temani Akashi-kun, aku minta Takao-kun, Kuroko-kun tetap di sini! Sisanya pergi bersama Akashi-kun!” komando Himuro-san seperti serdadu perang siap tempur bahkan Akashi-kun yang biasanya tidak mudah patuh langsung bergerak tanpa protes.
“Tunggu dulu! Bagaimana bisa kami pergi membiarkan kondisi di sini kacau balau!?” suara protes itu datang dari Aomine-kun. “AOMINE!!” Kagami-kun membentak Aomine-kun, dia memasang wajah memohon. Suasana tegang sejenak, “Kumohon…, Aomine-kun. Aku tak mau memperumit suasana. Patuhi saja apa yang diminta Himuro-san…”. “Tetsu, kenapa kau juga—“. “KUMOHON!!” Kali ini aku yang harus menguatkan hati, aku tak mau membuat suasana semakin kacau karena keegoisan diri masing-masing, semua tahu itu.
“Aku mengerti perasaanmu, Aomine-kun. Tapi ini yang terbaik dan tidak ada cara lain selain melakukan hal yang kita bisa” Himuro-san menengahi kami, dengan wajah pasrah akhirnya Aomine-kun meninggalkan bangsal tanpa menoleh ke arahku walau sesaat.
“Panggil suster atau dokter jaga! Keadaan darurat, Akashi-kun, kau pergi urusi saja yang harus dilakukan setelahnya, Taiga kau temani Akashi-kun, aku minta Takao-kun, Kuroko-kun tetap di sini! Sisanya pergi bersama Akashi-kun!” komando Himuro-san seperti serdadu perang siap tempur bahkan Akashi-kun yang biasanya tidak mudah patuh langsung bergerak tanpa protes.
“Tunggu dulu! Bagaimana bisa kami pergi membiarkan kondisi di sini kacau balau!?” suara protes itu datang dari Aomine-kun. “AOMINE!!” Kagami-kun membentak Aomine-kun, dia memasang wajah memohon. Suasana tegang sejenak, “Kumohon…, Aomine-kun. Aku tak mau memperumit suasana. Patuhi saja apa yang diminta Himuro-san…”. “Tetsu, kenapa kau juga—“. “KUMOHON!!” Kali ini aku yang harus menguatkan hati, aku tak mau membuat suasana semakin kacau karena keegoisan diri masing-masing, semua tahu itu.
“Aku mengerti perasaanmu, Aomine-kun. Tapi ini yang terbaik dan tidak ada cara lain selain melakukan hal yang kita bisa” Himuro-san menengahi kami, dengan wajah pasrah akhirnya Aomine-kun meninggalkan bangsal tanpa menoleh ke arahku walau sesaat.
“Kohane,
kau sudah telepon dokter?” Tanyaku.
“Un. Kuro-chan—“ Kohane menggenggam erat seragamku, hatiku perih melihat hal seperti ini.“Aku, sejak kejadian di rel itu…, terus menunggu Onee-chan sadar untuk menjelaskan semua kata-katanya. Aku tidak peduli apa yang dikatakan oleh kakak kembarku itu soal aku tapi..soal Kise-chan adalah hal yang berbeda”. Sekarang Kohane tertunduk lesu berganti dengan menggenggam erat tangan Kise-kun lalu suaranya yang parau di tengah isakannya aku mendengar dia berkata ; “Sejak dulu, kakak kembarku selalu menjadikan duniaku bahagia tanpa cacat dengan menumpahkan semua hal buruk padanya. Siapapun yang pernah menggangguku dulu berhenti melakukannya, Karena Onee-chan berperan sebagai ‘aku’ lalu menghabisi semua yang tidak menyukaiku.
“Tapi ini berbeda, itu semua berubah setelah aku melihat kalian di Teikou. Kami memang kembar, tapi untuk pertama kalinya aku melihat, kalau Ada yang mau melindungi kakak kembarku meski dia jahat” memoriku terulang kembali, kejadian mengerikan itu, semuanya. “Kinako tidak jahat, meski tenaganya dua kali dariku atau Shin-chan dia tetap anak yang manis” sahut Takao-kun. Kohane terdiam sesaat.
“Aku sayang kakak kembarku, aku juga sayang Kise-chan. Aku mau mereka hidup normal karena itu aku tidak mau…kalau harus kehilangan salah seorang dari mereka, aku tak mau!. Aku tidak akan membiarkan Kise-chan mati…” dasar dadaku seperti di remat dan diinjak-injak, nyeri yang menusuk. “Kalau Kise-chan mati, aku.., tidak tahu..., aku harus bicara seperti apa pada kakak kembarku”
“Un. Kuro-chan—“ Kohane menggenggam erat seragamku, hatiku perih melihat hal seperti ini.“Aku, sejak kejadian di rel itu…, terus menunggu Onee-chan sadar untuk menjelaskan semua kata-katanya. Aku tidak peduli apa yang dikatakan oleh kakak kembarku itu soal aku tapi..soal Kise-chan adalah hal yang berbeda”. Sekarang Kohane tertunduk lesu berganti dengan menggenggam erat tangan Kise-kun lalu suaranya yang parau di tengah isakannya aku mendengar dia berkata ; “Sejak dulu, kakak kembarku selalu menjadikan duniaku bahagia tanpa cacat dengan menumpahkan semua hal buruk padanya. Siapapun yang pernah menggangguku dulu berhenti melakukannya, Karena Onee-chan berperan sebagai ‘aku’ lalu menghabisi semua yang tidak menyukaiku.
“Tapi ini berbeda, itu semua berubah setelah aku melihat kalian di Teikou. Kami memang kembar, tapi untuk pertama kalinya aku melihat, kalau Ada yang mau melindungi kakak kembarku meski dia jahat” memoriku terulang kembali, kejadian mengerikan itu, semuanya. “Kinako tidak jahat, meski tenaganya dua kali dariku atau Shin-chan dia tetap anak yang manis” sahut Takao-kun. Kohane terdiam sesaat.
“Aku sayang kakak kembarku, aku juga sayang Kise-chan. Aku mau mereka hidup normal karena itu aku tidak mau…kalau harus kehilangan salah seorang dari mereka, aku tak mau!. Aku tidak akan membiarkan Kise-chan mati…” dasar dadaku seperti di remat dan diinjak-injak, nyeri yang menusuk. “Kalau Kise-chan mati, aku.., tidak tahu..., aku harus bicara seperti apa pada kakak kembarku”
“Kohane,
aku tidak akan membiarkan siapapun tewas. Kuatkan hatimu, kamu masih punya
orang-orang yang menyayangimu! Kakakmu, Aomine-kun, Momoi-san, semuanya.
Kami memang tidak sama sepertimu atau Kinako tapi dengan kekuatan kami yang
sedikit ini…, aku janji akan membawa Kinako dan Kise-kun padamu. Lalu, hidup bersama, sekolah, bermain basket sama-sama,
dan BAHAGIA BERSAMA-SAMA” entah apa yang sudah kukatakan pada Kohane, wajah
Takao-kun bahkan Himuro-san terlihat lucu di mataku. Mereka
terbengong-bengong. “Kuro-chan….”.
“Bagaimana
kondisi di sini!?” Dokter dan para medis datang menghampiri kami(tepatnya Kise-kun) yang semakin kritis, napasnya
terputus-putus, seluruh perawat di sana mengerahkan segalanya sampai Kise-kun dipasangi alat bantu pernapasan dan
melakukan kejut jantung.
“PIIIIPPP……” Suara mesin yang panjang dan lama, berdengung hebat di telingaku bersamaan dengan suara-suara riuh para perawat juga dokter dengan tegas memberi komando.
“PIIIIPPP……” Suara mesin yang panjang dan lama, berdengung hebat di telingaku bersamaan dengan suara-suara riuh para perawat juga dokter dengan tegas memberi komando.
“Kise…chan…..” Di depanku, dokter terlihat
shock, semua perawat kelelahan dan hanya wajah putus asa yang terlihat. “Kise…kun..”. Tidak ada lagi gelombang elektro
di mesin bermonitor hijau , garis itu lurus tanpa ada perubahan, tengkukku
dingin, keringatku mendadak banjir dan lidahku serasa membatu. Amplitudo yang
tadi tak beraturan sekarang lenyap entah kemana
“Tidak
mungkin…..” Kali ini Himuro-san
mencoba merangsek ke depan melihat keadaan meski di sana hanya ada wajah tidur
Kise-kun tanpa ada tanda-tanda
kehidupan, wajah yang tenang.
“….Tidak…, Kise-chan..”.
“KOHANE!!” sontak aku menengok dan ternyata Kohane sudah lari keluar kamar, aku ingin mengejarnya tapi Himuro-san mencegah.
“Jangan!” pintanya. “Tapi! Dia, Kohane—“ elakku terbata.
“Aku tahu dia kemana, yang harus kita lakukan tetap berada di sini untuk menjaga kondisi Kise-kun. Aku ingin kau tenang, karena kalau semua orang panik maka berita ini bakal bocor kemana-mana dan polisi bakal datang juga pihak sekolah bakal memberi sanksi berat pada klub basket” Ukh, aku tidak bisa berkata apa-apa. Semoga. Ya semoga saja…, keadaan ini hanyalah mimpi dan aku akan terbangun di tengah-tengah kelas lalu Kagami-kun memarahiku.
“Apa kalian kerabat Kise Ryouta-san?”
Kurasa ini bukan mimpi, kakiku lemas,dan tanpa kusadari air mataku terbit….
“….Tidak…, Kise-chan..”.
“KOHANE!!” sontak aku menengok dan ternyata Kohane sudah lari keluar kamar, aku ingin mengejarnya tapi Himuro-san mencegah.
“Jangan!” pintanya. “Tapi! Dia, Kohane—“ elakku terbata.
“Aku tahu dia kemana, yang harus kita lakukan tetap berada di sini untuk menjaga kondisi Kise-kun. Aku ingin kau tenang, karena kalau semua orang panik maka berita ini bakal bocor kemana-mana dan polisi bakal datang juga pihak sekolah bakal memberi sanksi berat pada klub basket” Ukh, aku tidak bisa berkata apa-apa. Semoga. Ya semoga saja…, keadaan ini hanyalah mimpi dan aku akan terbangun di tengah-tengah kelas lalu Kagami-kun memarahiku.
“Apa kalian kerabat Kise Ryouta-san?”
Kurasa ini bukan mimpi, kakiku lemas,dan tanpa kusadari air mataku terbit….
XXXXXX
KAGAMI
TAIGA
SMA
SEIRIN. 10. 20 a.m
Suasana
di Gym mendadak mencekam.
Tidak
hanya aku. Murasakibara, Aomine, bahkan Akashi yang memasang wajah muram.
Bagaimana aku menjelaskan semua kekacauan ini tanpa tahu apa yang akan menanti
dikemudian hari? Kalau kami salah langkah lagi maka kejadian yang sama akan
terulang, Kise yang kritis, Kinako yang belum membuka matanya bahkan Midorima
juga tidak tahu dimana keberadaannya seolah menghilang ditelan bumi.
Mengerikan, semua terlihat mengerikan dengan serentetan percobaan pembunuhan
yang bahkan bisa membuat Akashi terus berkelut dengan kami—bukan dengan egonya.
“Semua terlihat sepi, membuat merinding saja” Murasakibara memberi opini.
“Semua belum berkumpul…” sahutku, “Apa yang terjadi di rumah sakit?”
“Tenanglah, aku sudah meminta Kuroko untuk menghubungiku kalau ada apa-apa” Akashi selalu bisa diandalkan di saat seperti ini. Sayangnya setelah hampir lima belas menit di GYM taka da yang memunculkan batang hidungnya satupun. Kucek lagi ponselku. Hah!? Apa-apaan ini, tidak ada sinyal barang satu atau dua pun! Aneh, padahal saat diperjalanan aku masih bisa mengirim Tatsuya e-mail? Seolah-olah ada sesuatu yang akan terjadi.
“Apa-apaan ini, sinyal ponselku lenyap begitu saja?” benar sekali, Murasakibara mengacungkan ponselnya terlihat begitu kesal. Bukan hanya ponselku ternyata ponsel Murasakibara juga. “Akashi, lihat—“.
“Aku tahu. Ponselku juga kehilangan semua sinyalnya” gerutu pemuda itu.
“Kita harus kembali! Sebelum semuanya….” PRAAANGG!!
“Semua terlihat sepi, membuat merinding saja” Murasakibara memberi opini.
“Semua belum berkumpul…” sahutku, “Apa yang terjadi di rumah sakit?”
“Tenanglah, aku sudah meminta Kuroko untuk menghubungiku kalau ada apa-apa” Akashi selalu bisa diandalkan di saat seperti ini. Sayangnya setelah hampir lima belas menit di GYM taka da yang memunculkan batang hidungnya satupun. Kucek lagi ponselku. Hah!? Apa-apaan ini, tidak ada sinyal barang satu atau dua pun! Aneh, padahal saat diperjalanan aku masih bisa mengirim Tatsuya e-mail? Seolah-olah ada sesuatu yang akan terjadi.
“Apa-apaan ini, sinyal ponselku lenyap begitu saja?” benar sekali, Murasakibara mengacungkan ponselnya terlihat begitu kesal. Bukan hanya ponselku ternyata ponsel Murasakibara juga. “Akashi, lihat—“.
“Aku tahu. Ponselku juga kehilangan semua sinyalnya” gerutu pemuda itu.
“Kita harus kembali! Sebelum semuanya….” PRAAANGG!!
Jantungku
nyaris berhenti berdetak ketika mendengar suara nyaring dari atas atap Gym. Tunggu, itu kaca Gym yang sewaktu itu diperbaiki kan—yang dulu
menimpa Kaptenku? Tapi kenapa? “Kagami! Awas….!” Murasakibara mendadak
menarikku seperti monster yang hendak menyeret mangsanya dengan ganas, tentu
saja aku shock berat tapi aku lebih shock melihat apa yang akan menimpaku
bersamaan dengan bunyi pecahan kaca tadi.
“Kali ini apalagi!?” seru Murasakibara sementara lidahku masih membatu dengan pemandangan ngeri di depan. “Bangkai gagak, dan…darah binatang?” Akashi mendekati benda-benda menjijikan itu, ada 2 ekor gagak yang mati dan darah terjun dari atas. Darah itu sepertinya bukan darah dari gagak karena banyak sekali.
“Mou, sepertinya kita memang kena kutuk ya?” desis Murasakibara.
“Jangan bercanda! Aku hampir mati ditimpa bangkai-bangkai ini” selakku galak, “Apa yang bisa membunuhmu dengan dua ekor gagak mati?” pertanyaan idiot macam apa itu!!
“Jelas Kagami bisa mati karena pecahan itu juga ikut terjun dari ketinggian hampir20 meter… bisa dipastikan kematian akan langsung datang menjemput”. Sialan, kenapa sih orang-orang ini mereka tega membiarkanku mati seperti gagak-gagak ini!?
“Kali ini apalagi!?” seru Murasakibara sementara lidahku masih membatu dengan pemandangan ngeri di depan. “Bangkai gagak, dan…darah binatang?” Akashi mendekati benda-benda menjijikan itu, ada 2 ekor gagak yang mati dan darah terjun dari atas. Darah itu sepertinya bukan darah dari gagak karena banyak sekali.
“Mou, sepertinya kita memang kena kutuk ya?” desis Murasakibara.
“Jangan bercanda! Aku hampir mati ditimpa bangkai-bangkai ini” selakku galak, “Apa yang bisa membunuhmu dengan dua ekor gagak mati?” pertanyaan idiot macam apa itu!!
“Jelas Kagami bisa mati karena pecahan itu juga ikut terjun dari ketinggian hampir20 meter… bisa dipastikan kematian akan langsung datang menjemput”. Sialan, kenapa sih orang-orang ini mereka tega membiarkanku mati seperti gagak-gagak ini!?
“Haah,
apa yang kalian bicarakan! Kalian tega melihatku jadi mayat di sini, huh,
sudahlah sekarang bagaimana menghubungi para senpai dengan kondisi seperti ini?” aku mencak-mencak mencoba
mengembalikan topic semula.
“Kita tinggal keluar untuk mencari sinyal kok” ucap Murasakibara, dengan santai dia ke pintu Gym, tapi ekspresinya berubah ketika tangannya sudah memegang handle pintu berwarna kehijauan itu. “Kenapa Murasakibara?” Tanya Akashi di sampingku. “Sepertinya kita terkunci”. WHAT THE??! Kali ini candaan macam apa yang datang, perasaan kunci tadi ada di tangan Akashi. Maksudku karena hari ini sekolah pulang lebih awal dan tidak ada kegiatan klub jadi kami harus meminjam kunci tapi mana ada yang kurang ajar mengunci kami di dalam.
“Kita tinggal keluar untuk mencari sinyal kok” ucap Murasakibara, dengan santai dia ke pintu Gym, tapi ekspresinya berubah ketika tangannya sudah memegang handle pintu berwarna kehijauan itu. “Kenapa Murasakibara?” Tanya Akashi di sampingku. “Sepertinya kita terkunci”. WHAT THE??! Kali ini candaan macam apa yang datang, perasaan kunci tadi ada di tangan Akashi. Maksudku karena hari ini sekolah pulang lebih awal dan tidak ada kegiatan klub jadi kami harus meminjam kunci tapi mana ada yang kurang ajar mengunci kami di dalam.
“Hoi,
kau bercanda,ya!? Kita yang bawa kuncinya dan tidak ada yang bawa serep!”
cibirku. “Memangnya petugas kebersihan tidak punya serep?” Tanya Akashi. “Yang
mengurus Gym biasanya adalah anggota
Klub, serep biasanya dibawa kapten atau pelatih tapi sekarang tidak ada
kegiatan pasti mereka juga tidak ke sini” suasana mendadak dingin, dingin yang
mencekam. “Aku merasa kita tidak sendiri di sini” bisik Akashi.
“Festival
Akagosai. Sepertinya kita harus menyelidikinya” ucapku mengambil ancang-ancang.
“Murasakibara, tetap di sana. Jaga pintunya dan jangan sampai lengah”. “Kau
seperti pernah ikut turnamen berkelahi saja” tuturnya dari seberang. “Aku
pernah mengalaminya, malam dimana kalian menyusul ke Teikou itu kami sedang
bertempur habis-habisan dengan makhluk-makhluk aneh” tandasku.
Sayup-sayup
kudengar suara melengking, dia mengikik dan bunyi benda yang diseret. Sesuatu,
ada seuatu yang datang dari gudang penyimpanan bola. “Akashi, kau masih di
sana?” bisikku. “Aku tidak kemana-mana. Kau kenapa? Ada sesuatu?” tanyanya
perlahan. “Kau tidak dengar ada suara?”. “Suara apa?” tanyanya. Oke, mungkin
aku yang terlalu parno atau instingku mendadak tajam akibat kejadian tiga bulan
lalu.
“Kyahahaha….. kyahaha..” Oh, shit. Suara wanita tertawa. Suaranya mengambang tapi tidak tahu darimana berasal aku hanya bisa terus waspada. Akashi dan Murasakibara tidak merespon apapun, jadi di sini hanya aku yang bisa mendengarnya? ”Kagami?” Akashi menyentil sikutku, kulirik dia dari sudut mataku. “Kau kenapa dari tadi, mendadak tegang sampai seragammu basah kuyup?” aku tak bisa menjelaskan apa yang kurasakan, telingaku terlalu banyak mendengar sesuatu sampai konsentrasiku pecah.
“Kyahahaha….. kyahaha..” Oh, shit. Suara wanita tertawa. Suaranya mengambang tapi tidak tahu darimana berasal aku hanya bisa terus waspada. Akashi dan Murasakibara tidak merespon apapun, jadi di sini hanya aku yang bisa mendengarnya? ”Kagami?” Akashi menyentil sikutku, kulirik dia dari sudut mataku. “Kau kenapa dari tadi, mendadak tegang sampai seragammu basah kuyup?” aku tak bisa menjelaskan apa yang kurasakan, telingaku terlalu banyak mendengar sesuatu sampai konsentrasiku pecah.
“Onii..chan.. Asobi..mashoo*(kakak-kakak, ayo
main)….”.
“Panas..panas…, tolong… mengerikan! Dia membunuhku..mereka seperti orang gila!”
“Permainan macam apa ini….! Anakku….”
“Aku mau pulang…. PAPA..MAMA… AKU TAKUT….”
“Dewa akan senang… anak-anak adalah yang terbaik..anak baik.. anak baik…”
“Panas..panas…, tolong… mengerikan! Dia membunuhku..mereka seperti orang gila!”
“Permainan macam apa ini….! Anakku….”
“Aku mau pulang…. PAPA..MAMA… AKU TAKUT….”
“Dewa akan senang… anak-anak adalah yang terbaik..anak baik.. anak baik…”
HAH?! Suara apa itu,
suara yang menggaung di sekelilingku, “Kagami, hei bagaimana ini masa kita
diam—“ mataku menangkap ada sosok di balik Murasakibara, sosok tangan keriput
kecil lalu bayangan yang menggunduk dengan sepasang kilap merah. Mata merah,
mereka hendak menangkap Murasakibara. “Kakak..kakak….
GILIRAN KAKAK…” yaampun makhluk macam apa yang menggunduk hitam itu!
“Ka,
Kagami!?” tanpa sadar aku meninju pintu yang ada di belakang Murasakibara,
pintu itu rusak hingga berlubang dan retak, engselnya patah satu dan kulihat
Murasakibara sudah terkapar di atas lantai.
“Kau
gila, ya!? Kau mau membunuhku? kenapa tiba-tiba kau menyerang begitu dasar
idiot!!” hardik Murasakibara dengan perasaan takut dan marah bercampur baur.
Aku hanya diam, melihat tanganku yang sedikit lecet.
“Kagami, kau….” Akashi yang mendekat spontan menghentikan langkahnya, entah apa yang dilihatnya dariku tapi sepasang manik merah matanya itu tak pernah kulupakan. Tatapan terkejut dari seorang Akashi Seijuurou untuk pertama kali. “Jangan-jangan kau…”.
“Kagami, kau….” Akashi yang mendekat spontan menghentikan langkahnya, entah apa yang dilihatnya dariku tapi sepasang manik merah matanya itu tak pernah kulupakan. Tatapan terkejut dari seorang Akashi Seijuurou untuk pertama kali. “Jangan-jangan kau…”.
Aku tak mengerti apa
yang hendak dikatakannya sampai aku merasa ada sesuatu mampir menghajar
kepalaku sampai aku tersungkur menatap lantai, sebuah sepatu basket menghantam
dengan beringas. Kukira itu adalah serangan musuh tapi,
“Dasar
anak tolol!! Kau mau mencabut nyawaku,ya dasar brengsek!” Ah, suara auman itu,
auman dari seorang Hyuuga Junpei. Kaptenku sudah datang bersama Kiyoshi-senpai dan Izuki-senpai. “Aku nyaris kehilangan jantung waktu pintu Gym mendadak roboh ternyata kau biangnya” sahut
Izuki-senpai. “Wajah Hyuuga juga
nyaris lepas dari tempatnya ketika sesuatu tadi menghantam, ahahaha” Kiyoshi-senpai memulai kelakarnya dibarengi
dengan tatapan mengutuk dari kapten.
“Sialan.
Ini bukan waktunya untuk bercanda, dan kalian!” Kapten menunjuk kami semua,
“Kalian kenapa mengunci pintu Gym
seenak jidat kalian!? Sudah kubilang biarkan saja pintunya,kan? Untung aku bawa
serep, bagaimana kalau tidak? Cih,
dasar anak-anak kelas satu. Mana yang lain?” selesai dengan umpatan-umpatannya
kapten pun melenggang masuk melihat keadaan.
“Perasaanku saja atau memang di sini bau amis?” Tanya Kiyoshi-senpai.
“Aku mencium bau busuk menyeruak, seperti perpaduan daging dan darah bercampur aduk, ukh, baunya menyeramkan” desis Izuki-senpai sembari menutup hidung.
“Uhh, siapa yang melakukan ini!? Kalau aku tahu pelakunya akan kusuruh dia membersihkan gym ini hingga bersih!” sembur Kapten. “Sebenarnya itu adalah hal penting yang ingin kami sampaikan pada senpai sekalian” ucapku masih dengan kesadaran di awang-awang. “Maksudnya?” Tanya mereka serempak. Murasakibara menunjuk gundukan di tengah Gym, dua ekor gagak mati dan tumpahan darah, juga pecahan-pecahan kaca yang tergeletak. Ketiganya memandang ngeri seperti melihat setting film horror buatan—hanya saja yang ini asli—aku hanya bisa diam melihat tanpa tahu sedari tadi Akashi memperhatikanku(samar-samar kurasakan itu tapi daripada aku dibilang kegeeran aku diam saja).
“Perasaanku saja atau memang di sini bau amis?” Tanya Kiyoshi-senpai.
“Aku mencium bau busuk menyeruak, seperti perpaduan daging dan darah bercampur aduk, ukh, baunya menyeramkan” desis Izuki-senpai sembari menutup hidung.
“Uhh, siapa yang melakukan ini!? Kalau aku tahu pelakunya akan kusuruh dia membersihkan gym ini hingga bersih!” sembur Kapten. “Sebenarnya itu adalah hal penting yang ingin kami sampaikan pada senpai sekalian” ucapku masih dengan kesadaran di awang-awang. “Maksudnya?” Tanya mereka serempak. Murasakibara menunjuk gundukan di tengah Gym, dua ekor gagak mati dan tumpahan darah, juga pecahan-pecahan kaca yang tergeletak. Ketiganya memandang ngeri seperti melihat setting film horror buatan—hanya saja yang ini asli—aku hanya bisa diam melihat tanpa tahu sedari tadi Akashi memperhatikanku(samar-samar kurasakan itu tapi daripada aku dibilang kegeeran aku diam saja).
“Apa
ini ulah kalian?” Tanya Izuki-senpai.
“Memang ada untungnya kami melakukan hal seperti ini?” sahutku balik. “Memang
tidak sih, kalau kalian berniat mengerjai kami wajah kalian tidak akan seperti
ayam ingin disembelih” tandas kapten Hyuuga. “Darah ini, darah binatang ya?”
kata Kiyoshi-senpai. “Kurang lebih,
tapi menurut pendapatku itu memang darah binatang. Dari bau dan tekstur
darahnya bukan seperti darah manusia. Darah manusia lebih hitam dan kental, ini
seperti darah ayam atau unggas” Akashi turut memberi opini.
“Hei
kalian sudah di sini rupanya?” sosok berkacamata dengan senyum segar menyapa
kami dari pintu. “Ah, Imayoshi-san
dan Sakurai” sapa Kiyoshi-senpai
balik. “Mendapat panggilan darurat seperti biasa” tuturnya. “Kami juga sama”
jawab Izuki-senpai. “Tinggal Yosen,
Shuutoku, Kaijou, dan Rakuzan”
“Ah,
aku sudah menyuruh Mibuchi-san dan
Hayama-san untuk menuju ke daerah
Tokyo tempat Azumi-san tinggal.
Nebuya-san berjaga di sekolah bersama
Mayuzumi-san” kata Akashi.
Satu
persatu kulihat para senior perwakilan masing-masing klub. Dari Shuutoku ada
Miyaji-san dan Ootsubo-san, Kaijou tentu saja Kasamatsu-san dan Moriyama-san, aku tidak melihat senior dari Yosen. “Mereka tidak datang?”
tanyaku pada Murasakibara. “Ng, tidak. Sepertinya Murocchin sudah mengatakan untuk tidak terlibat hal ini. Apalagi
pelatih kami perempuan, bisa lebih ribut kalau beliau tahu” jawabnya.
“Kurasa semua sudah berkumpul, maaf keadaan kacau karena kami sebelumnya juga kena sedikit masalah di sini” tukas Akashi.
“Tak masalah, jadi ada urusan apa memanggil kami? Bagaimana keadaan sekarang, maksudku setelah tiga bulan apa yang terjadi?” Tanya Miyaji-san memborong pertanyaan.
“Aku tidak bisa menjelaskan detailnya, ini sedikit menyangkut masalah pribadi kami sebagai alumni Teikou. Kami harap senpai sekalian maklum, kondisi sedang tidak baik. Benar,kan Kagami…” Akashi menoleh padaku yang masih setengah sadar dengan apa yang terjadi.
“Kurasa semua sudah berkumpul, maaf keadaan kacau karena kami sebelumnya juga kena sedikit masalah di sini” tukas Akashi.
“Tak masalah, jadi ada urusan apa memanggil kami? Bagaimana keadaan sekarang, maksudku setelah tiga bulan apa yang terjadi?” Tanya Miyaji-san memborong pertanyaan.
“Aku tidak bisa menjelaskan detailnya, ini sedikit menyangkut masalah pribadi kami sebagai alumni Teikou. Kami harap senpai sekalian maklum, kondisi sedang tidak baik. Benar,kan Kagami…” Akashi menoleh padaku yang masih setengah sadar dengan apa yang terjadi.
“Uhh,
yah. Kami sulit mengatakan kondisi seperti apa yang terjadi. Ano, maaf apa
sebelumnya ada kabar dari Kise?” tanyaku perlahan pada Kasamatsu-san. “Tidak. Pihak rumah sakit belum
memberitahu apapun” jawabnya. Hooh, aku sedikit lega sepertinya di sana
baik-baik saja dan nyawa Kise terselamatkan.
“Kita langsung ke topic saja. Aku ingin menyelidiki sesuatu dengan bantuan kalian karena ini menyangkut segalanya.Kalau tidak,mungkin bencana dan terror ini bakal meluas kemana-mana juga melibatkan yang tidak bersalah. Pertama, aku ingin menjelaskan soal dasar kasus ini, lalu profil Azumi Kamitsuka, kemudian yang terakhir adalah ‘Festival Akagosai’. Aku ingin menyelidiki lebih dalam soal festival itu” Akashi menerangkan dengan saksama sementara yang lain mendengarkan meski ada raut kebingungan di wajah mereka.
“Jadi, tujuan kita kali ini adalah?” Tanya Izuki-senpai.
“Mencegah berlangsungnya festival itu dan menangkap oknum yang menyebarkan penyakit mengerikan itu segera mungkin. Aku tidak mau hal ini memakan korban, aku tak peduli istilah Ritual Persembahan Setan atau Persembahan Dewa, yang pasti ini kejahatan berat. Korban umumnya anak-anak bisa juga remaja. Kalian pasti mengerti apa yang ingin kuucapkan, kita sudah kecolongan dan jatuh dua korban kritis. Aku tak mau itu terjadi lagi” ini dia, wibawa Akashi sang Emperor Eye yang Absolute keluar. Hening, semua tak bergeming.
“Kita langsung ke topic saja. Aku ingin menyelidiki sesuatu dengan bantuan kalian karena ini menyangkut segalanya.Kalau tidak,mungkin bencana dan terror ini bakal meluas kemana-mana juga melibatkan yang tidak bersalah. Pertama, aku ingin menjelaskan soal dasar kasus ini, lalu profil Azumi Kamitsuka, kemudian yang terakhir adalah ‘Festival Akagosai’. Aku ingin menyelidiki lebih dalam soal festival itu” Akashi menerangkan dengan saksama sementara yang lain mendengarkan meski ada raut kebingungan di wajah mereka.
“Jadi, tujuan kita kali ini adalah?” Tanya Izuki-senpai.
“Mencegah berlangsungnya festival itu dan menangkap oknum yang menyebarkan penyakit mengerikan itu segera mungkin. Aku tidak mau hal ini memakan korban, aku tak peduli istilah Ritual Persembahan Setan atau Persembahan Dewa, yang pasti ini kejahatan berat. Korban umumnya anak-anak bisa juga remaja. Kalian pasti mengerti apa yang ingin kuucapkan, kita sudah kecolongan dan jatuh dua korban kritis. Aku tak mau itu terjadi lagi” ini dia, wibawa Akashi sang Emperor Eye yang Absolute keluar. Hening, semua tak bergeming.
“Masuk
akal. Jadi sumber dari terror ini adalah kasus yang sudah ditutup lalu
diam-diam masih dilakukan oleh oknum kurang ajar? Itulah kenapa kau
menyangkutkan masalah Teikou dan Azumi juga kecelakaan di Ruang PKK tiga tahun
lalu. Aku bisa menarik kesimpulan akibat festival itu ; Azumi yang mungkin
menjadi salah satu tumbalnya depresi berat hingga melakukan hal yang serupa
untuk memuaskan rasa paranoid berlebihan, menyiksa temannya agar yang lain
merasakan. Psychotic sekali” penjelasan Imayoshi-san kupikir tak perlu lagi dijelaskan
lebih detail, masalah Teikou pun adalah masalah Akashi cs, korban yang jatuh
saat itu adalah si kembar—kakak—lalu sekarang adalah Kise dan lagi-lagi
menyeret si kembar(kakak).
“Seperti
biasa, Imayoshi selalu bisa mengambil langkah cermat” puji OOtsubo-san.
“Kita
mulai darimana?” Tanya kapten Hyuuga. “Mungkin kita akan mulai dari mencari informasi
soal penyelenggaraan festival itu” jawab Akashi.
“Lalu
kita menyusup ke dalamnya” tandas Miyaji-san.
Suasanapun mencair, tidak ada yang tahu apa kejadian di waktu yang akan datang.
Meski aku agak risi dengan suara-suara yang sedari tadi tidak hilang-hilang aku
bisa merasakan hal ini bakal selesai, kasus ini harus diselesaikan secepatnya.
“Yosh, kita mulai misi ini” sahutku semangat. Tak berapa lama kemudian
seseorang datang menggebrak pintu membuat kami semua terlonjak, kutengok siapa
yang membuat suara gaduh itu.
“Ko,
Kohane? Sedang apa di sini?” Tanyaku. Kohane terengah-engah( jangan bilang dia
lari dari rumah sakit sampai ke sini? )wajahnya pucat penuh dengan peluh di
sana sini, dia tertunduk sambil mengatur naoasnya. Kudekati pelan-pelan lalu
kutepuk pundaknya. “Kohane? Ada apa…kau kenapa? Ada yang mengejarmu?” kulihat
dia mencengkram erat baju seragamku, ditengah napasnya yang masih
tersengal-sengal dia membisikkan satu kata.
“KISE-CHAN” EH?. “Ada apa dengan Kise?” Tanya
Akashi muncul dari belakangku. Sial, kenapa mendadak perasaanku tidak enak
begini!? “Ada apa dengan Kise!?” tegasku.
Kurasa
aku tak perlu penjelasan, wajah Kohane yang penuh dengan air mata sudah
menjelaskannya. Perasaannya menusuk, mengirim sesuatu hingga kepalaku nyaris
meledak. Sepasang mata merah yang sedih, histeris, penuh penyesalan dan
kehilangan. Tangisan itu menggema di ruangan.
“Tidak mungkin…”
“Tidak mungkin…”
Selanjutnya
semua terjadi begitu cepat. yang kutemukan hanyalah, sosok berambut Blonde tanpa kehidupan di dalam tubuhnya.
Di seberangku, seorang melihat dengan tatapan menyesakkan, siapa lagi kalau
bukan partnerku sendiri yang matanya sembab bersamaan dengan air matanya
tertinggal di sela-sela kelopak mata biru itu.
“Kagami-kun….” Tubuhku lunglai, nyawaku seperti dipaksa
keluar dari badan. Semua sudah berakhir… tidak ada yang bisa diselamatkan lagi.
TIDAK ADA!
TIDAK ADA!
AKASHI
SEIJUUROU
Rumah
Sakit Pusat. 11.45 a.m
Betapa
menyedihkannya ketika kau tahu semua langkahmu sia-sia.
Langkah yang sudah kususun rapi, demi menyelamatkan satu nyawa saja sekarang hanya tinggal serpihan debu tak berguna yang wajib dibuang. Semua sudah berakhir, aku kehilangan seorang kerabat juga teman seangkatan yang dulu pernah berjuang bersama. Tidak ada lagi yang memasang wajah seperti itu, tidak akan ada lagi yang menjadi seorang peniru professional di lapangan. Mungkinkah ini benar-benar berakhir? Aku melirik berkas di tangan yang ternyata sudah kusut akibat kuremas tanpa sadar, rasa kesal menyeruak di rongga hatiku, kuingin membakar semua riset tolol ini dan menghajar si pelaku atau siapa saja yang bisa kupukul demi menuntaskan kekesalanku sekarang.
Langkah yang sudah kususun rapi, demi menyelamatkan satu nyawa saja sekarang hanya tinggal serpihan debu tak berguna yang wajib dibuang. Semua sudah berakhir, aku kehilangan seorang kerabat juga teman seangkatan yang dulu pernah berjuang bersama. Tidak ada lagi yang memasang wajah seperti itu, tidak akan ada lagi yang menjadi seorang peniru professional di lapangan. Mungkinkah ini benar-benar berakhir? Aku melirik berkas di tangan yang ternyata sudah kusut akibat kuremas tanpa sadar, rasa kesal menyeruak di rongga hatiku, kuingin membakar semua riset tolol ini dan menghajar si pelaku atau siapa saja yang bisa kupukul demi menuntaskan kekesalanku sekarang.
Benda
ini sudah tidak ada artinya, benda seperti ini hanya membuang waktuku!
“Akashi, hentikan. Kita masih memerlukannya! Tenangkan dirimu, kumohon” kutatap Izuki-san yang mencegahku merobek kertas-kertas ini. “Ini sudah tidak berguna!” sinisku. “Tapi kalau kau membuangnya, kita tak punya petunjuk apapun untuk bergerak” senpai bermata tajam itu tetap kuat menahan tanganku lalu lama-kelamaan emosiku sedikit mereda(walau tidak seutuhnya mereda).
“Kasamatsu…” aku hanya bisa memandang sosok berambut Raven tersebut memunggungi kami. “Aku pikir ini yang terbaik, tidak membuatnya menderita untuk kehidupan selanjutnya” sahutnya lemah. “Maaf, seharusnya aku bergerak lebih cepat” tutur Kagami penuh penyesalan. Suasana di ruangan itu sangat-sangat pengap, tentu saja penuh dengan kesedihan, kemarahan, penyesalah, juga emosi yang menguar bak insektisida.
“Brengsek! Aku, aku harusnya tahu dan tidak meninggalkan tempat ini!” umpat Aomine. “Ini bukan kehendak kita” tukas Miyaji-san. “Lalu apa!? Sekarang sudah terlambat, dia sudah tidak bisa diselematkan lagi. Kalau tahu begini jadinya keparat itu sudah kubunuh dari dulu-dulu!!” bentakan Aomine membuatku sakit kepala, sebelum aku meneriakinya balik sosok Kagami menghampiri Kise yang terbujur di atas ranjang.
“Kagami? Ada apa?” Tanya Kiyoshi-san. “Hei, Kagami? Kenapa sih dari tadi kau aneh. Kau salah makan?” cecar Hyuuga-san dari sampingnya.
“Kagami-kun kau kenapa?” perasaanku membawaku kembali tepat beberapa waktu lalu ketika Kagami menghancurkan pintu Gym sekolah. Ada sesuatu yang membuatku bergidik ngeri, entah kenapa dia tidak seperti dirinya yang biasa, auranya lebih mencekam, mirip seseorang. Dan yang membuatku lebih terkejut adalah ; matanya menyala merah. Sekilas, aku tak yakin benar tapi aku ingin memastikan pengelihatanku soal mata Kagami yang sesaat berpendar merah.
“Akashi, hentikan. Kita masih memerlukannya! Tenangkan dirimu, kumohon” kutatap Izuki-san yang mencegahku merobek kertas-kertas ini. “Ini sudah tidak berguna!” sinisku. “Tapi kalau kau membuangnya, kita tak punya petunjuk apapun untuk bergerak” senpai bermata tajam itu tetap kuat menahan tanganku lalu lama-kelamaan emosiku sedikit mereda(walau tidak seutuhnya mereda).
“Kasamatsu…” aku hanya bisa memandang sosok berambut Raven tersebut memunggungi kami. “Aku pikir ini yang terbaik, tidak membuatnya menderita untuk kehidupan selanjutnya” sahutnya lemah. “Maaf, seharusnya aku bergerak lebih cepat” tutur Kagami penuh penyesalan. Suasana di ruangan itu sangat-sangat pengap, tentu saja penuh dengan kesedihan, kemarahan, penyesalah, juga emosi yang menguar bak insektisida.
“Brengsek! Aku, aku harusnya tahu dan tidak meninggalkan tempat ini!” umpat Aomine. “Ini bukan kehendak kita” tukas Miyaji-san. “Lalu apa!? Sekarang sudah terlambat, dia sudah tidak bisa diselematkan lagi. Kalau tahu begini jadinya keparat itu sudah kubunuh dari dulu-dulu!!” bentakan Aomine membuatku sakit kepala, sebelum aku meneriakinya balik sosok Kagami menghampiri Kise yang terbujur di atas ranjang.
“Kagami? Ada apa?” Tanya Kiyoshi-san. “Hei, Kagami? Kenapa sih dari tadi kau aneh. Kau salah makan?” cecar Hyuuga-san dari sampingnya.
“Kagami-kun kau kenapa?” perasaanku membawaku kembali tepat beberapa waktu lalu ketika Kagami menghancurkan pintu Gym sekolah. Ada sesuatu yang membuatku bergidik ngeri, entah kenapa dia tidak seperti dirinya yang biasa, auranya lebih mencekam, mirip seseorang. Dan yang membuatku lebih terkejut adalah ; matanya menyala merah. Sekilas, aku tak yakin benar tapi aku ingin memastikan pengelihatanku soal mata Kagami yang sesaat berpendar merah.
“Kise
belum pergi….” Bisiknya samar terdengar di telingaku.
“Hah?! Apa maksdunya, tapi dia kan…” protes dari Hyuuga-san terputus ketika mesin elektrodraf di ujung tempat tidur lamat-lamat mengirimkan gelombang tipis di garisnya. Semakin lama gelombang itu semakin jelas dan terdengar ke seluruh ruangan. “Hei, hei jangan bilang kalau…” Takao langsung menghambur mendekati mesin itu kemudian memastikan sesuatu, “Mesin ini tidak rusak… jangan-jangan Kise…” mataku membulat lalu bergegas menuju ke samping ranjang Kise.
“Hah?! Apa maksdunya, tapi dia kan…” protes dari Hyuuga-san terputus ketika mesin elektrodraf di ujung tempat tidur lamat-lamat mengirimkan gelombang tipis di garisnya. Semakin lama gelombang itu semakin jelas dan terdengar ke seluruh ruangan. “Hei, hei jangan bilang kalau…” Takao langsung menghambur mendekati mesin itu kemudian memastikan sesuatu, “Mesin ini tidak rusak… jangan-jangan Kise…” mataku membulat lalu bergegas menuju ke samping ranjang Kise.
“Kise?
Kau bisa dengar aku, kau disitu? Ini aku, Akashi” bisikku di dekat telinganya.
Satu detik, dua menit, lima menit tidak ada jawaban. “Kenapa? Apa dia mengalami
koma lagi?” Tanya Ootsubo-san.
“Kurasa tidak, ng… Kohane-chan! Coba
kau yang panggil Kise. Cobalah meniru kakakmu, panggil dia seperti kakakmu
memanggil Kise” usul Imayoshi-san.
“Memangnya berpengaruh?” Tanya Miyaji-san.
“Aku paham apa yang ingin disampaikan kapten, aku juga merasa kalau sekarang yang dibutuhkan Kise-san adalah Kinako-chan. Tapi Kinako-chan tidak bisa membantu, sebagai gantinya Kohane-chan yang menggantikannya” kata Sakurai. Masuk akal, akhirnya kupandangi Kohane yang masih terpekur memandang kami, dia menangkap pandangan mataku lalu dengan lemah dia mencoba usul Imayoshi-san.
“…Ryouta… buka matamu…” demi para penjaga dunia, yang namanya anak kembar memang menakjubkan! Sekarang aku seolah melihat Kohane adalah Kinako. “RYOUTA…”
“Kohane..cchi….”
“Memangnya berpengaruh?” Tanya Miyaji-san.
“Aku paham apa yang ingin disampaikan kapten, aku juga merasa kalau sekarang yang dibutuhkan Kise-san adalah Kinako-chan. Tapi Kinako-chan tidak bisa membantu, sebagai gantinya Kohane-chan yang menggantikannya” kata Sakurai. Masuk akal, akhirnya kupandangi Kohane yang masih terpekur memandang kami, dia menangkap pandangan mataku lalu dengan lemah dia mencoba usul Imayoshi-san.
“…Ryouta… buka matamu…” demi para penjaga dunia, yang namanya anak kembar memang menakjubkan! Sekarang aku seolah melihat Kohane adalah Kinako. “RYOUTA…”
“Kohane..cchi….”
Kudengar semua orang
menarik napas, benarkah ini bukan mimpi? Kise masih hidup! Dia membuka matanya
setelah sekian lama terpejam, manik madunya menerawang kami sesaat dalam
kebingungan. Pekikan kecil kudengar dari Kohane, wajah-wajah yang tadi suram
mendadak berubah sumringah dan penuh kelegaan, aku juga, bebanku terasa lenyap
begitu saja. “Kise, Okaerinasai*(selamat
datang kembali)” sambutku senang.
“Kenapa…, semuanya? Senpai juga…” tanya Kise perlahan.
“Kau baik-baik saja, bagaimana dengan lukamu? Apa kau sudah merasa baikan?” Tanya Kuroko. “Kurokocchi, ah, badanku mati rasa… aku sulit bergerak. Badanku seperti habis digilas, nyeri sekali. Ano.., sudah berapa lama,ya?” sahutnya. “Tiga bulan setelah malam itu, kau ingat sesuatu?” Tanyaku. Dahinya mengernyit mencoba mengingat apa yang terjadi padanya, meski aku tahu kepalanya pasti cukup sakit untuk berpikir setelah sekian lama(karena dia didiagnosis terkena gegar otak parah dan pendarahan akibat disentak hingga menatap rel kereta, perbannya bahkan tebal sekali). “Aku tak ingat, terakhir yang kulihat…, adalah kereta yang melintas lalu semuanya gelap…”
“Kenapa…, semuanya? Senpai juga…” tanya Kise perlahan.
“Kau baik-baik saja, bagaimana dengan lukamu? Apa kau sudah merasa baikan?” Tanya Kuroko. “Kurokocchi, ah, badanku mati rasa… aku sulit bergerak. Badanku seperti habis digilas, nyeri sekali. Ano.., sudah berapa lama,ya?” sahutnya. “Tiga bulan setelah malam itu, kau ingat sesuatu?” Tanyaku. Dahinya mengernyit mencoba mengingat apa yang terjadi padanya, meski aku tahu kepalanya pasti cukup sakit untuk berpikir setelah sekian lama(karena dia didiagnosis terkena gegar otak parah dan pendarahan akibat disentak hingga menatap rel kereta, perbannya bahkan tebal sekali). “Aku tak ingat, terakhir yang kulihat…, adalah kereta yang melintas lalu semuanya gelap…”
Semua
terdiam, antara tega dan tidak untuk menceritakan apa yang terjadi padanya.
“Aku merasa Kise mengalami Amnesia jangka pendek, mentalnya belum begitu baik”
bisik Imyaoshi-san. “Ano… dimana?”
Kise beralih pada Kohane. “Apa?” Tanya gadis itu sabar, “Dimana Kinakocchi?”
“…Aku tidak bisa cerita sekarang”. “Kenapa?”
“Kise-chan ingat apa yang terakhir dikatakan Onee-chan padamu?” Tanya gadis mungil itu parau. “…Ya, aku ingat” kami agak kaget mendengar pengakuannya. “Tapi, aku ingin memperbaikinya, memperbaiki hubungan kami…Ukh…” Kise sedikit melenguh merasakan lukanya yang basah terkoyak pelan.
“…Aku tidak bisa cerita sekarang”. “Kenapa?”
“Kise-chan ingat apa yang terakhir dikatakan Onee-chan padamu?” Tanya gadis mungil itu parau. “…Ya, aku ingat” kami agak kaget mendengar pengakuannya. “Tapi, aku ingin memperbaikinya, memperbaiki hubungan kami…Ukh…” Kise sedikit melenguh merasakan lukanya yang basah terkoyak pelan.
“Aku
ingin Kise-chan melihat sendiri
kondisi kakak kembarku. Aku ingin memberitahumu, Kise-chan, lukamu masih sangat dibilang beruntung. Tidak ada organ
apapun yang hilang darimu….” Suara Kohane menggantung, aku mencoba meluruskan
penjelasannya.
“Kinako kehilangan tangan kirinya tepat ketika kereta melintas…., kau paham kondisi sekarang,kan Kise? Midorima menghilang, kami masih terjerat dalam permasalahan ini. Bisa jadi kau bakal terluka lagi karena kita semua sudah terseret ke dalamnya. Maafkan aku, aku harusnya bisa menyelamatkan kalian berdua, aku lengah” ucapku lemah.
“Akashicchi tidak salah. Aku mengerti, aku yang terlambat menyadarinya. Anak itu pasti menderita” ucapannya itu benar-benar penuh dengan kasih sayang, Kise menyayangi Kinako, aku merusaknya semenjak SMP lalu aku tak tahu ada kejadian seperti itu. “Akashicchi, aku ingin bertemu Kinakocchi” sahutnya kemudian.
“Kinako kehilangan tangan kirinya tepat ketika kereta melintas…., kau paham kondisi sekarang,kan Kise? Midorima menghilang, kami masih terjerat dalam permasalahan ini. Bisa jadi kau bakal terluka lagi karena kita semua sudah terseret ke dalamnya. Maafkan aku, aku harusnya bisa menyelamatkan kalian berdua, aku lengah” ucapku lemah.
“Akashicchi tidak salah. Aku mengerti, aku yang terlambat menyadarinya. Anak itu pasti menderita” ucapannya itu benar-benar penuh dengan kasih sayang, Kise menyayangi Kinako, aku merusaknya semenjak SMP lalu aku tak tahu ada kejadian seperti itu. “Akashicchi, aku ingin bertemu Kinakocchi” sahutnya kemudian.
“Tapi
anak itu belum sadar?” ucap Kagami.
“Tidak apa, aku ingin memastikan dia baik-baik saja Kagamicchi” jawab Kise. Sayangnya Kise masih sangat lemah untuk bisa
diajak jalan-jalan, akhirnya aku memutuskan untuk mencari perawat dan
mengantarku ke kamar Kinako, tentunya bersama Kohane.
“Aku harap ini jadi perkembangan yang baik, Kise sudah sadar jadi sekarang kita sedikit bisa bernapas lega” ucapku seraya mengikuti perawat berseragam menyusuri lorong.
“Ya… aku juga. Aku harap Kakakku sudah sadar. Kita bisa menyelesaikan semua kasus ini lalu kembali ke kehidupan normal kita” gadis itu tersenyum manis, dia mungkin sudah mengalami banyak hal tapi ketegaran hatinya membuatku kagum. “Kita sudah sampai” perawat itu mengecek nomor kamar yang tertera nomor 44 di sana dan membuka pintu.
“Aku harap ini jadi perkembangan yang baik, Kise sudah sadar jadi sekarang kita sedikit bisa bernapas lega” ucapku seraya mengikuti perawat berseragam menyusuri lorong.
“Ya… aku juga. Aku harap Kakakku sudah sadar. Kita bisa menyelesaikan semua kasus ini lalu kembali ke kehidupan normal kita” gadis itu tersenyum manis, dia mungkin sudah mengalami banyak hal tapi ketegaran hatinya membuatku kagum. “Kita sudah sampai” perawat itu mengecek nomor kamar yang tertera nomor 44 di sana dan membuka pintu.
“No,
Nona Yukihira!?”
Aku menengok ke dalam
ruangan. KOSONG! Tidak ada sosok Kinako di dalam sana, jendela terbuka lalu
serpihan kaca dan selembar kertas tergeletak begitu saja di atas ranjangnya.
Slang infus terkoyak seperti dicabut paksa. Sesuatu terselip di selimut, BULU
WARNA HITAM.
“O… ONEE CHAN?” Gadis kecil itu sudah
tidak ada dimanapun.
KINAKO
MENGHILANG!
ƒabcd‚
A/N
: Maaf bila banyak typo dan selamat menikmati.
Yuzu-Yukihira.
Yuzu-Yukihira.
EULOGI
“PERSEMBAHAN SETAN”
EULOGI 44.1 : PESAN
DARI KUBUR
“DIPERSEMBAHKAN UNTUK
YANG TERKASIH. UNTUK YANG TELAH PERGI, SEMOGA TIDAK KEMBALI”
Ucapan Terimakasih untuk para malaikat pencabut nyawa, ucapan bela sungkawa untuk yang ditinggalkan. Kutuk Kubur diperdendangkan untuk para pendosa di dunia, termulialah dia yang berada di dalam kebahagiaan.
Persembahan
terakhir ; UNTUK TEMAN-TEMAN YANG TELAH MENYEBARKAN KUTUKAN PARA PENDOSA DARI
LIANG KUBURUKU.
-Dibacakan oleh :
KINAKO YUKIHIRA-
KINAKO YUKIHIRA
Rumah Sakit Pusat.
21.00 p.m –semalam sebelumnya—
Malam
itu, yang kuingat hanyalah ‘kehampaan’.
Setelah hampir tiga bulan aku koma membuatku nyaris seperti
terbang ke langit. Begitu dingin, kosong, ringan, dan tidak ada sensasi apapun.
Mataku sudah terbuka beberapa menit lalu, tapi aku tahu ada sesuatu yang
berbeda….
Tangan kiriku putus, tubuhku
mati rasa, badanku nyaris lumpuh—kupikir karena obat bius yang disuntikan rutin
masa pengobatan—selain itu masih ada lagi yang salah dengan diriku .yaitu,….
Ah,ya, aku tidak begitu kaget ini memang terjadi. Akibat aku diterjang oleh
Shinkansen. Kurasa mereka bakal shock berat jika tahu apa yang terjadi padaku.
Aku sengaja tidak mengirim bel untuk memanggil suster jaga,
yang kulakukan sekarang hanya terbaring menatap langit-langit. Ah, Ryouta?
Bagaimana kabarnya, apa yang terjadi, Kohane? Adik kembarku pasti histeris
melihatku begini. Kuro-nii, Kagami-nii,Midori-nii….. sudahlah, sepertinya
nasibku memang sedikit beruntung(setidaknya aku tidak mati.
Kulirik kea rah jendela, terang bulan terlihat tenang dan
selaras dengan malam yang dingin ini. Tapi aku teringat sesuatu, aku tak begitu
mengerti tapi semenjak ditabrak oleh Shinkansen bersama dengan ‘mayat’ Azumi
aku mendapat KEBENARAN di balik semua ini. Baru kusadari ada seekor gagak
hinggap di jendelaku.
Beberapa menit kemudian, gagak itu sudah mati, terkapar di lantai. Darahnya mengotori piyamaku, beberapa bulunya bertebaran di kasur lalu dengan gontai aku mencabut semua slang infus dan slang lainnya kemudian merobek secarik kertas. Aku tak punya bolpoin terpaksa aku menulisnya dengan darah- darah gagak yang mati. Dengan begini sempurna.
Malam masih panjang. Tak ada yang berkeliaran di lorong,
masih dengan berbalut piyama berwarna pastel pink kudobrak paksa jendela hingga
kacanya pecah sebagian. Aku berdiri di muka jendela, memperhatikan Tuan Purnama
di ambang langit hitam kusam tanpa bintang di sana.
“……..”
“……..”
Perban ini memang mengganggu tapi kalau kubuka lukaku akan semakin parah. Di
ambang jendela aku melirik kea rah kasur, mungkin aku bakal di marahi
habis-habisan. Aku bahagia dengan segala pengalaman yang telah kudapatkan di
Teikou, Seirin maupun di Klub Basket lain. Tapi aku masih memiliki kepentingan
lain dan sebisa mungkin tak akan pernah melibatkan ‘MEREKA’ bahkan Adik
kembarku. Namun, itu harus diakhiri.
Sekumpulan Gagak memerhatikan dari seberang pohon.
Kukeluarkan Katana dari telapak tangan kananku yang tersisa. Kuhabisi
gagak-gagak keparat itu.
Mulai detik ini, taka
da hasrat lain yang kutanamkan di dalam hatiku. SELAIN HASRAT UNTUK MEMBUNUH.
Malam pun menua, purnama tetap mengambang di langit.
……. The Lullaby started to played itself. The Evil and
Sadistic Melody Will Begin….
daƒbc
KISE RYOUTA
SMA KAIJOU –3 bulan kemudian— 07.00
a. m
Hari
ini sepertinya latihan bakal molor setengah jam.
Taka
da tanda-tanda kehadiran siapapun, baik itu anak kelas satu atau para senior.
Decit sepatu bahkan tak terdengar, ya keadaan masih sangat lengang dan sepi. Hai,
aku Kise Ryouta, sudah enam bulan semenjak kejadian mengerikan itu dan sudah
tiga bulan semenjak aku keluar dari rumah sakit. Dokter mengatakan aku
menderita Amnesia jangka pendek, aneh memang karena aku tidak bisa mengingat
kronologi dari malam berdarah di Teikou enam bulan lalu. Bapak berwajah welas
asih itu mengatakan kalau itu demi menyelamatkan kondisi fisik, jiwa, maupun
batinku jadilah aku kena amnesia meski ingatan itu tetap akan kembali entah
kapan.
Meski aku tidak ingat persis kejadiannya, aku masih ingat kata terakhir yang diucapkan anak itu padaku. “Aku benci padamu. Selamanya RYOUTA.,. aku benci padamu...”. Aah, beginikah rasanya menjadi korban? Peran yang tidak menyenangkan.
“Sudah kubilang berapa puluh kali kalau kau harus istirahat dasar anak bodoh!” seseorang menggampar kepalaku(meski sangat pelan) dengan buku dari belakang.
“Ittaissu*(Sakit)! Apa sih yang senpai lakukan?! Senpai mau kepalaku
tambah rusak?” rengekku. “Aku tidak peduli dengan kepalamu, aku hanya minta kau
istirahat” cecarnya.
“Kalau kepalaku rusak aku tidak bisa main basket!” kilahku sembari menggembungkan pipi tanda kesal. “Diam, menyebalkan sekali kau inil! Orang sakit harusnya duduk diam sambil menonton!” bentak senpaiku yang dinobatkan sebagai senior tergalak di Kaijou—Kasamatsu-senpai tentu saja.
“Kalau kepalaku rusak aku tidak bisa main basket!” kilahku sembari menggembungkan pipi tanda kesal. “Diam, menyebalkan sekali kau inil! Orang sakit harusnya duduk diam sambil menonton!” bentak senpaiku yang dinobatkan sebagai senior tergalak di Kaijou—Kasamatsu-senpai tentu saja.
“Jahaat!
Kau mau merusak masa depan Ace-mu
ini,ya?” tudingku bercanda.
“Aku bersyukur ternyata Kise masih bisa bertengkar dengan Kasamatsu” sapa Moriyama-senpai bersama Oboro-senpai tentu saja dengan Hayakawa-senpai dengan suaranya yang tetap saja keras bahkan di pagi hari.
“Ahn, kurasa kecemasan kita selama tiga bulan pasca kau keluar dari rumah sakit tak perlu diperdebatkan lagi” Oboro-senpai menepuk-nepuk pundakku hangat.
“Aku bersyukur ternyata Kise masih bisa bertengkar dengan Kasamatsu” sapa Moriyama-senpai bersama Oboro-senpai tentu saja dengan Hayakawa-senpai dengan suaranya yang tetap saja keras bahkan di pagi hari.
“Ahn, kurasa kecemasan kita selama tiga bulan pasca kau keluar dari rumah sakit tak perlu diperdebatkan lagi” Oboro-senpai menepuk-nepuk pundakku hangat.
“Tentu
saja! Kalau Kise tidak bisa bersemangat seperti ini kita dipastikan akan
dibunuh oleh pelatih lalu kita yang bakal menyusul masuk ICU atau mungkin UGD!”
teriak Hayakawa-senpai. “Candaanmu sama sekali tidak lucu!!” seru
Kasamatsu-senpai bak seorang Tsukkomi yang menasihati Boke-nya *(si pintar yang menasihati si bodoh—Komedi ala Jepang yang diperankan
oleh dua orang). Aku spontan tertawa
melihat tingkah laku mereka semua, astaga sejak keluar rumah sakit mungkin yang
ada di pikiran mereka adalah bagaimana cara membuatku bisa tertawa dengan
candaan mereka seperti dulu.
“Kise
tampak menikmatinya” bisik Moriyama-senpai
tentu tanpa sependengaranku.
“Yah, begini saja sudah cukup. Aku tidak mengizinkannya untuk latihan mungkin sampai dua atau empat bulan kedepan karena lukanya, tapi kalau memang dia bisa sembuh lebih cepat mungkin dua bulan sudah cukup” Kasamatsu-senpai memperhatikanku yang sibuk melerai Hayakawa-senpai dengan Oboro-senpai.
“Lalu, selanjutnya tinggal…, ‘itu’ kan? Kau akan datang?” Tanya Moriyama-senpai.
“Aku merasa ikut bertanggung jawab, setidaknya untuk mendampingi Kise. Oi Kise! Kemari sebentar”
“Ya? Ada apa Kasamatsu-senpai?” sahutku menghampirinya.
“Yah, begini saja sudah cukup. Aku tidak mengizinkannya untuk latihan mungkin sampai dua atau empat bulan kedepan karena lukanya, tapi kalau memang dia bisa sembuh lebih cepat mungkin dua bulan sudah cukup” Kasamatsu-senpai memperhatikanku yang sibuk melerai Hayakawa-senpai dengan Oboro-senpai.
“Lalu, selanjutnya tinggal…, ‘itu’ kan? Kau akan datang?” Tanya Moriyama-senpai.
“Aku merasa ikut bertanggung jawab, setidaknya untuk mendampingi Kise. Oi Kise! Kemari sebentar”
“Ya? Ada apa Kasamatsu-senpai?” sahutku menghampirinya.
“…Kau
yakin akan datang ke Seirin?” tanyanya, kaptenku melihat dengan tatapan tajam
antara khawatir dan takut(meski tidak diperlihatkannya secara terang-terangan).
“Un. Aku datang” jawabku singkat. “Aku bukannya menghalangimu untuk mendapatkan kebenaran, hanya saja—“. “Tenanglah Senpai! Aku tahu apa yang akan kuhadapi dan kudengar, aku tahu kau merasa bertanggung jawab atas ini karena aku adalah salah satu anggota Klub Basket Kaijou. Tapi.., sebagai pribadi yang lain aku adalah mantan anggota Tim Basket Teikou, masalah teman-teman lamaku adalah masalahku juga, aku terlibat di sini. Mereka mungkin menobatkanku sebagai korban tapi yang paling tepat menjadi korban dari semua ini adalah…. Anak itu…”
“Kise…” Benar, meski aku tersenyum seperti ini rasa pahit masih tertinggal di tenggorokanku. Beribu pertanyaan tersimpan rapih di sudut otak yang akan kucari jawabannya satu persatu. Tak perlu tergesa-gesa. Aku ingin memastikan satu jawaban yang selama ini ingin kuketahui. Agar aku bisa memperbaiki hubungan ini, agar aku bisa menjalin kembali tali yang putus di tengah jalan itu.
“Un. Aku datang” jawabku singkat. “Aku bukannya menghalangimu untuk mendapatkan kebenaran, hanya saja—“. “Tenanglah Senpai! Aku tahu apa yang akan kuhadapi dan kudengar, aku tahu kau merasa bertanggung jawab atas ini karena aku adalah salah satu anggota Klub Basket Kaijou. Tapi.., sebagai pribadi yang lain aku adalah mantan anggota Tim Basket Teikou, masalah teman-teman lamaku adalah masalahku juga, aku terlibat di sini. Mereka mungkin menobatkanku sebagai korban tapi yang paling tepat menjadi korban dari semua ini adalah…. Anak itu…”
“Kise…” Benar, meski aku tersenyum seperti ini rasa pahit masih tertinggal di tenggorokanku. Beribu pertanyaan tersimpan rapih di sudut otak yang akan kucari jawabannya satu persatu. Tak perlu tergesa-gesa. Aku ingin memastikan satu jawaban yang selama ini ingin kuketahui. Agar aku bisa memperbaiki hubungan ini, agar aku bisa menjalin kembali tali yang putus di tengah jalan itu.
“Jadi,
kita pergi sekarang?” Kasamatsu-senpai
menggedikkan kepalanya.
“Ya! Ayo kita berangkat”
“Ya! Ayo kita berangkat”
Aku paham, aku sadar. Jauh di dalam
diriku ada sebuah ketakutan menyeruak kalau aku lemah, kalau aku tidak bisa
bertahan dalam kondisi seperti ini hal itu bisa menghancurkan diriku. Sekarang
yang harus kulakukan adalah kembali pada teman-temanku, membantu mereka lalu
membayar semua kesalahanku di masa lalu atau di masa sekarang.
Kami
adalah pendosa, pendosa yang tak akan menyadari apa dosa kami sendiri. Para
pendosa tak akan diberikan kesempatan kedua bila pendosa-pendosa itu tak segera
membayar dosanya. Aku bukan orang yang baik, dengan tangan ini aku
menghancurkan segalanya, dengan tangan ini juga aku akan memperbaikinya.
Sekalipun
aku harus bertaruh nyawa, ada keberadaan yang lebih penting yang harus
kuselamatkan. Sebelum terjatuh lebih dalam ke jurang kegelapan itu.
Kabut di jalanan menebal, suasana terlihat amat lengang tanpa keberadaan manusia di sini. Perjalanan menuju Seirin memakan waktu tapi aku menikmatinya. Rasa was-was, khawatir, takut, bersalah, semua sudah kusimpan rapat-rapat. Kepalaku harus dingin, semua harus kulakukan pelan-pelan atau aku tidak mendapat apa-apa(itulah yang kupelajari dari Akashicchi). Kupikir berjalan di sepanjang jalan di sini mengingatkanku akan sesuatu…,
“Ryouta!” Hah? Astaga apa aku terkena efek obat bius selama di rumah sakit?
“Kau kenapa Kise, kepalamu sakit?” Tanya Kasamatsu-senpai.
“Eh, tidak. Tidak ada apa-apa, aku hanya tersandung kerikil tadi” jawabku sekenanya.
“Tch, kau ini tidak bisakah membuat orang lain berhenti untuk mengkhawatirkanmu. Ck, jantungku akhir-akhir ini sering lemah padahal hanya melihatmu berjalan di depanku. Sial, mengesalkan sekali!” aku tidak mengerti, tapi mataku mengerjap seketika kala aku menyadari kalau ternyata seniorku ini sangat mengkhawatirkanku.
“Jadi,
Senpai mengkhawatirkanku?” senyum merekah di wajahku.
“Kuuh! Diam, aku tidak pernah mau mengkhawatirkan adik kelas merepotkan sepertimu!!”
“Ghuuaa, sakit! Senpai, kau melukai orang yang baru keluar dari rumah sakit? Memangnya kau mau bayar biaya pengobatanku nanti?” seruku sembari menerima tendangan maut sang kapten Kaijou.
“Berisik, cepatlah kita ditunggu!” samar kulihat semburat garis merah di pipinya yang berjalan membelakangiku, aku tertawa melihatnya. Ternyata, dari semua orang dialah yang paling mencemaskanku. Di relung hati ini, perasaan bahagia muncul begitu besar andaikan aku bisa membaginya dengan ‘anak itu’ pasti akan lebih membahagiakan lagi.
“Kuuh! Diam, aku tidak pernah mau mengkhawatirkan adik kelas merepotkan sepertimu!!”
“Ghuuaa, sakit! Senpai, kau melukai orang yang baru keluar dari rumah sakit? Memangnya kau mau bayar biaya pengobatanku nanti?” seruku sembari menerima tendangan maut sang kapten Kaijou.
“Berisik, cepatlah kita ditunggu!” samar kulihat semburat garis merah di pipinya yang berjalan membelakangiku, aku tertawa melihatnya. Ternyata, dari semua orang dialah yang paling mencemaskanku. Di relung hati ini, perasaan bahagia muncul begitu besar andaikan aku bisa membaginya dengan ‘anak itu’ pasti akan lebih membahagiakan lagi.
Kami
menaiki kereta pertama dan langsung sampai di tempat yang kami tuju, SMA
SEIRIN. Suasana sekolah itu mencekam sekali karena tentu saja hari ini hari
peringatan sekolah mereka dan hari ini Libur, kebetulan sekolahku hanya ada Homeroom persiapan natal nanti jadi kami
punya banyak waktu bebas.
“Tidak ada siapapun? Coba kucek ponsel, hm.. kita di suruh langsung ke Gym” ucap Kasamatsu-senpai kemudian kami melenggang pergi menyusuri sekolah tak berpenghuni ini. Aroma musim dingin sudah menyeruak di seluruh penjuru Tokyo, Pohon-pohon Sakura yang biasanya bermekaran cantik di musim semi pun hanya menyisakan batang bertumpuk dengan salju tipis di atasnya, sebagian batangnya ada yang menjadi es akibat hujan kemarin. Suhu dingin membuatku menghembuskan napas yang terlihat membeku, kurasa matahari bakal jarang menampakkan sosoknya untuk seminggu kedepan.
“Tidak ada siapapun? Coba kucek ponsel, hm.. kita di suruh langsung ke Gym” ucap Kasamatsu-senpai kemudian kami melenggang pergi menyusuri sekolah tak berpenghuni ini. Aroma musim dingin sudah menyeruak di seluruh penjuru Tokyo, Pohon-pohon Sakura yang biasanya bermekaran cantik di musim semi pun hanya menyisakan batang bertumpuk dengan salju tipis di atasnya, sebagian batangnya ada yang menjadi es akibat hujan kemarin. Suhu dingin membuatku menghembuskan napas yang terlihat membeku, kurasa matahari bakal jarang menampakkan sosoknya untuk seminggu kedepan.
“Sepi,ya?
Apa mereka benar-benar ada di Gym?”
tanyaku seraya menjajarkan diri di samping senpai.
“Saa na, kita hanya perlu masuk”
jawab Kasamatsu-senpai seadanya.
Aku
menemukan ada bagian pintu yang sepertinya baru saja diperbaiki—apa yang
terjadi sampai pintu Gym sekolah bisa
rubuh seperti itu?—perasaanku tidak enak, sepanjang perjalanan aku merasa ada
yang mengawasi kami tapi aku mencoba agar menghilangkan perasaan itu(aku takut
didiagnosis terkena delusi berat akibat koma di rumah sakit). Pintupun kami
buka perlahan, di dalamnya terbentang lapangan berlapis kayu yang telah
dipernis indah, dan di ujung lapangan basket aku menemukan sosok-sosok yang
amat kukenal.
“Ohayou Gozaimasu*(selamat pagi), Kise-kun”
“Yo, Kise. Kau sudah baikan?”
“Kise-kun! Syukurlah kau datang, bagaimana dengan lukamu?”
“Kisecchin, mau cemilan?”
Kurokocchi, Kagamicchi, Murasakibaracchi,
Himurocchi, semuanya menyapaku dengan
hangat.
“Kau sudah segar ya, Kise?” Akashicchi menyapaku dari pintu, dia baru datang bersama Hayamacchi. “Woah, aku baru tahu ternyata kalian mendapat pengalaman seheboh itu! Sayang aku tidak itu” sahutnya riang. “Sayangnya itu bukan sesuatu yang patut aku banggakan, menjadi korban sama sekali tidak enak” ucapku.
“Setidaknya kau selamat kan?” sahut Takaocchi sembari menepuk pundakku.
“Ano, Midorimacchi bagaimana kabarnya?” raut wajah Takaocchi berubah sedikit muram namun masih menyunggingkan senyum terpaksa, ya, aku juga mendengar kalau Midorimacchi menghilang atau lebih tepatnya pergi entah kemana.
“Kata Shin-chan dia ingin membayar semua kesalahannya, dia merasa kalau ini akibat dirinya yang berbuat kesalahan besar. Ah, aku juga tidak begitu paham tapi begitulah mungkin yang ingin disampaikan Shin-chan, soal kapan dia kembali aku tak tahu karena ponselnya benar-benar off” penjelasan itu cukup memberiku jawaban. Aku juga merasa Midorimacchi sama sepertiku hanya saja jalan yang kami tempuh berbeda, aku ingin bicara padanya, meluruskan kesalahpahaman ini sesegera mungkin.
“Kau sudah segar ya, Kise?” Akashicchi menyapaku dari pintu, dia baru datang bersama Hayamacchi. “Woah, aku baru tahu ternyata kalian mendapat pengalaman seheboh itu! Sayang aku tidak itu” sahutnya riang. “Sayangnya itu bukan sesuatu yang patut aku banggakan, menjadi korban sama sekali tidak enak” ucapku.
“Setidaknya kau selamat kan?” sahut Takaocchi sembari menepuk pundakku.
“Ano, Midorimacchi bagaimana kabarnya?” raut wajah Takaocchi berubah sedikit muram namun masih menyunggingkan senyum terpaksa, ya, aku juga mendengar kalau Midorimacchi menghilang atau lebih tepatnya pergi entah kemana.
“Kata Shin-chan dia ingin membayar semua kesalahannya, dia merasa kalau ini akibat dirinya yang berbuat kesalahan besar. Ah, aku juga tidak begitu paham tapi begitulah mungkin yang ingin disampaikan Shin-chan, soal kapan dia kembali aku tak tahu karena ponselnya benar-benar off” penjelasan itu cukup memberiku jawaban. Aku juga merasa Midorimacchi sama sepertiku hanya saja jalan yang kami tempuh berbeda, aku ingin bicara padanya, meluruskan kesalahpahaman ini sesegera mungkin.
“Lho,
Kohane-chan dan Aomine kemana?” Tanya
Himurocchi membuyarkan pikiranku.
“Seperti biasa mungkin dia terlambat” cibir Kagamicchi. Tepat 5 menit kemudian sosok berambut biru donker itu muncul bersama gadis mungil di sebelahnya, wajah anak kecil itu terlihat muram, kuyu, dan letih, matanya yang selalu cerah dan bersinar sekarang kehilangan cahayanya—lenyap begitu saja.
“Kau lama sekali sih, Aomine?” protes Kagamicchi seperti biasa yang paling tak sabaran.
“Uruse, baka! Telat lima menit saja sudah mengoceh begitu, kau sama saja seperti Satsuki” tampik Aominecchi. “Momoi-san mana? Tidak ikut?” Tanya Kurokocchi.
“Dia sedang sibuk mempersiapkan acara natal di sekolah bersama Ryou” jawab Aominecchi angina-anginan.
“Seperti biasa mungkin dia terlambat” cibir Kagamicchi. Tepat 5 menit kemudian sosok berambut biru donker itu muncul bersama gadis mungil di sebelahnya, wajah anak kecil itu terlihat muram, kuyu, dan letih, matanya yang selalu cerah dan bersinar sekarang kehilangan cahayanya—lenyap begitu saja.
“Kau lama sekali sih, Aomine?” protes Kagamicchi seperti biasa yang paling tak sabaran.
“Uruse, baka! Telat lima menit saja sudah mengoceh begitu, kau sama saja seperti Satsuki” tampik Aominecchi. “Momoi-san mana? Tidak ikut?” Tanya Kurokocchi.
“Dia sedang sibuk mempersiapkan acara natal di sekolah bersama Ryou” jawab Aominecchi angina-anginan.
Sementara kedua orang itu berkelahi
layaknya anak kecil aku mendekati Kohanecchi
yang tetap tidak bergeming di tempatnya, pandangannya kosong, sekeliling kelopak
matanya sedikit bengkak mungkin dia habis menangis, dan aku melihat luka di
pergelangan tangannya. Yaampun, sebenarnya seberapa berat penderitaan anak ini
sampai tega mengiris-iris tangannya sendiri?
“Kohanecchi..?” panggilku, dia tidak merespon. Kuelus kepalanya pelan sambil menjajarkan tinggiku dengan tingginya, dia menatapku kosong sesaat.
“Hei? Ini aku, Kise. Kau tidak apa-apa Kohanecchi?” tanyaku lembut.
“Kise…chan”. “Ya, aku di sini?” entah apa yang merasuki anak ini tapi tiba-tiba Kohanecchi menyerbuku dan memeluk(lebih tepatnya nyaris mencekikku seketika) begitu saja. Aku bisa mendengar isakannya yang kecil tertahan di belakang telingaku, ada sesuatu seperti menyusup ke hati juga pikiranku.
“Kinako tak pernah memeluk atau menyapaku sejak masuk SMA. Seolah-olah dia sibuk dengan dunianya, sementara aku tak memperdulikan anak itu. Sikapnya yang kasar, apakah benar sikapnya yang sebenarnya?”
“Kohanecchi..?” panggilku, dia tidak merespon. Kuelus kepalanya pelan sambil menjajarkan tinggiku dengan tingginya, dia menatapku kosong sesaat.
“Hei? Ini aku, Kise. Kau tidak apa-apa Kohanecchi?” tanyaku lembut.
“Kise…chan”. “Ya, aku di sini?” entah apa yang merasuki anak ini tapi tiba-tiba Kohanecchi menyerbuku dan memeluk(lebih tepatnya nyaris mencekikku seketika) begitu saja. Aku bisa mendengar isakannya yang kecil tertahan di belakang telingaku, ada sesuatu seperti menyusup ke hati juga pikiranku.
“Kinako tak pernah memeluk atau menyapaku sejak masuk SMA. Seolah-olah dia sibuk dengan dunianya, sementara aku tak memperdulikan anak itu. Sikapnya yang kasar, apakah benar sikapnya yang sebenarnya?”
“Kohanecchi, terima kasih sudah menolongku. Terima kasih ya sudah menangis
untukku juga. Itu membuatku senang” kataku, aku ingin membuatnya senang meski
sedikit—kau tahu pemandangan di depanku ini lebih menyakitkan dibanding
pengalaman kalah oleh Seirin—dia tidak melepaskan rangkulannya padaku sementara
banyak tatapan cemburu dari berbagai sudut.
“E, Ehem. Baiklah, aku tahu ini sangat mengharukan tapi bisakah kita kembali pada topic kenapa kita ada di sini?” sahut Aominecchi.
“Bilang saja kau cemburu melihatnya, yak an?” cibir Hayamacchi.
“Siapa yang cemburu gegara di peluk oleh seorang anak kecil?” elak Aominecchi lagi meski jelas bahwa wajahnya itu tidak bisa berbohong—dasar Aominecchi Hentai*(Aomine si Mesum).
“Lagian yang harusnya dipertanyakan adalah si bodoh(Kise) ini mungkin sudah jadi Lolicon*(penyuka anak-anak)” sekarang aku mulai kesal dengan semua cacian kurang ajar yang tidak hanya meluncur dari Ahominecchi bahkan Bakagamicchi juga ikutan.
“E, Ehem. Baiklah, aku tahu ini sangat mengharukan tapi bisakah kita kembali pada topic kenapa kita ada di sini?” sahut Aominecchi.
“Bilang saja kau cemburu melihatnya, yak an?” cibir Hayamacchi.
“Siapa yang cemburu gegara di peluk oleh seorang anak kecil?” elak Aominecchi lagi meski jelas bahwa wajahnya itu tidak bisa berbohong—dasar Aominecchi Hentai*(Aomine si Mesum).
“Lagian yang harusnya dipertanyakan adalah si bodoh(Kise) ini mungkin sudah jadi Lolicon*(penyuka anak-anak)” sekarang aku mulai kesal dengan semua cacian kurang ajar yang tidak hanya meluncur dari Ahominecchi bahkan Bakagamicchi juga ikutan.
Kami
termangu sebentar, suasana mendadak kaku dan tidak menyenangkan.
“Nee, sebenarnya kemana anak itu pergi?” Tanya Hayamacchi membuka suara. Hening sesaat, entah kenapa lidahku mendadak kelu dan tenggorokanku mongering namun aku siap mendengar segala jawaban menyesakkan dari mulut teman-temanku. Aku tetap menunggu.
“Sudah tiga bulan, Kinako tidak ditemukan dimanapun. Dia pergi—atau lebih tepatnya kabur—dari rumah sakit. Kinako hanya meninggalkan sebuah surat. Ya,kan? Kohane” sahut Akashicchi lalu pundak anak berambut hitam itu menegang.
“Apa pesan yang ditinggalkannya, Kohane-chan?” Tanya Kurokocchi. Kohanecchi tidak menyahut, wajahnya berubah ketakutan hanya bisa menutup rapat bibir kecilnya.
Kinakocchi dikabarkan hilang dari rumah sakit
ketika aku siuman, Akashicchi dan
Kohanecchi yang menemukan kondisi
ruangan yang berantakan itu—ruang tempat Kinako di rawat dalam keadaan kosong.
Setelah itu kami berusaha mencarinya namun berminggu-minggu, berbulan-bulan,
bahkan sampai sekarang tidak ada kabar apapun dari si kecil bersurai hitam
bermata Ruby tersebut. Kohanecchi menyimpan pesan yang ditemukan di
atas ranjang Kinakocchi lalu dia
mendadak murung, pendiam, tidak pernah datang ke klub bahkan jarang masuk
sekolah. Aku tak mengerti apa isi pesan yang ditinggalkan Kinakocchi itu. Satu lagi, barang yang menjadi
petunjuk penting di ruangan tersebut adalah ; BULU BURUNG GAGAK.
“Hei,
Akacchin. Kau bilang kalau semua ini
berhubungan dengan Azumi dan festival
itu. Kau belum menjelaskannya secara jelas aku tak paham” sahut Murasakibaracchi.
“Jadi kau mau bilang, kasus PERSEMBAHAN SETAN dan meledaknya Ruang PKK di Teikou tiga tahun lalu itu dipicu oleh Azumi-san yang mengalami sesuatu tragedy di masa lalu dan masih meninggalkan terror sampai sekarang?” Kurokocchi mencoba mengasumsikan segalanya, sampai aku tidak paham dengan apa yang mereka bicarakan—aku sudah koma hampir tiga bulan mana mungkin aku tahu—sementara semua mata tertuju pada Akashicchi, kudengar suara ponsel Kohanecchi berdering dari saku jaketnya.
“Jadi kau mau bilang, kasus PERSEMBAHAN SETAN dan meledaknya Ruang PKK di Teikou tiga tahun lalu itu dipicu oleh Azumi-san yang mengalami sesuatu tragedy di masa lalu dan masih meninggalkan terror sampai sekarang?” Kurokocchi mencoba mengasumsikan segalanya, sampai aku tidak paham dengan apa yang mereka bicarakan—aku sudah koma hampir tiga bulan mana mungkin aku tahu—sementara semua mata tertuju pada Akashicchi, kudengar suara ponsel Kohanecchi berdering dari saku jaketnya.
“Moshi-moshi, oh, Hiro-chan. Un, aku di sekolah.., ng, baiklah. Jyaa…” pembicaraan singkat itu ditutup lalu Kohanecchi berpaling padaku.
“Maaf, aku harus ke Apartemen Hiro-chan…” cicitnya pelan. “Hiro-chan?”
“Mayuzumi-san” kata Akashicchi. “Oh! Mau kuantar? Kalau pergi sendirian bisa bahaya,lho” aku menawari tapi anak itu menggeleng cepat.
“Ti, tidak usah! Aku bisa sendiri lagipula Hiro-chan mungkin menghubungi Aka-chan nanti, katanya ada yang ingin dibicarakan. Ng…, terima kasih, aku senang Kise-chan menghiburku lho, aku senang sekali. Kinako…, aku yakin dia tidak pernah ada niat jahat pada siapapun. Aku berharap yang terbaik, aku ingin dia kembali pada Seirin juga”
“Maaf, aku harus ke Apartemen Hiro-chan…” cicitnya pelan. “Hiro-chan?”
“Mayuzumi-san” kata Akashicchi. “Oh! Mau kuantar? Kalau pergi sendirian bisa bahaya,lho” aku menawari tapi anak itu menggeleng cepat.
“Ti, tidak usah! Aku bisa sendiri lagipula Hiro-chan mungkin menghubungi Aka-chan nanti, katanya ada yang ingin dibicarakan. Ng…, terima kasih, aku senang Kise-chan menghiburku lho, aku senang sekali. Kinako…, aku yakin dia tidak pernah ada niat jahat pada siapapun. Aku berharap yang terbaik, aku ingin dia kembali pada Seirin juga”
Aku
terbengong-bengong, benarkah kalau rumor mengatakan anak kembar itu memiliki
watak yang berbeda? Tapi kenapa bagiku sikap mereka kadang terlihat sama persis
satu sama lain. Ajaib, wajah yang sama itu membuatku rindu pada Kinako. “Aku juga ingin Kinako-chan kembali, lho” Himurocchi
membalas dengan senyum hangatnya.
“Kalau
begitu aku permisi dulu” pamit Kohane-chan.
“Yakin tidak mau diantar?” Tanya Kagamicchi. “Hati-hati, Kohanecchi” sahutku.
“Un. A, ano…! Kuro-chan ” sebelum anak itu pergi dia tampak ingin mengatakan sesuatu pada Kurokocchi.
“Yakin tidak mau diantar?” Tanya Kagamicchi. “Hati-hati, Kohanecchi” sahutku.
“Un. A, ano…! Kuro-chan ” sebelum anak itu pergi dia tampak ingin mengatakan sesuatu pada Kurokocchi.
“Ya?”
“Ah,
tidak. Bukan apa-apa…., Shitsureshimasu”
gadis kecil itu menghilang dibalik pintu, entah perasaanku saja tapi kenapa,
hatiku tidak tenang. Kata-katanya itu, ada sesuatu yang belum tersampaikan. Kenapa,
aku merasa ada sesuatu…,
SESUATU YANG TIDAK BAIK, SESUATU YANG SANGAT BURUK…
ccƒad
MAYUZUMI CHIHIRO
APARTEMEN NO. 44 - KEDIAMAN MAYUZUMI. Lt.7 -
08.30 a.m
Musim dingin kadang membawa banyak berita.
Mulai
dari berita baik hingga buruk, semua ada. Apartemen ini tak pernah berubah,
sudah berapa tahun aku tidak mengunjunginya? Sejak musim dingin beberapa puluh
tahun lalu apartemen ini cukup terlihat usang di mataku.
“Chihiro, cepat bersihkan jendela lalu bantu Ibu menyiapkan makan siang. Kau sudah pasang pemanas?” Ibuku dengan sabar merapikan bantal-bantal di ruang tamu, mengganti tirai yang sudah dipenuhi debu kemudian mengelap meja.
“Segera, bu”. Namaku Mayuzumi Chihiro, ini tahun ketigaku di SMA dan sebentar lagi aku harus masuk kuliah. Orang tuaku tidak pernah memermasalahkan dimana perguruan tinggi yang ingin kumasuki, mereka dengan sabar meladeniku yang angin-anginan dan kadang lebih senang duduk di pojok sofa membaca buku Light Novel ketimbang belajar.
“Ibu cukup rindu tempat ini, semenjak ayahmu mendapat pekerjaan tetap yang lebih baik membuat kita harus meninggalkan tempat ini, sayangnya Ibu lebih suka tinggal di Tokyo karena tak perlu sulit berbelanja. Ngomong-ngomong kau sudah menghubungi Kohane-chan?” pertanyaan terakhir ibuku itu nyaris membuat jantungku lepas, ng, sebenarnya semenjak sepuluh tahun lalu kami sempat memiliki masalah dengan keluarga Yukihira.
“Chihiro, cepat bersihkan jendela lalu bantu Ibu menyiapkan makan siang. Kau sudah pasang pemanas?” Ibuku dengan sabar merapikan bantal-bantal di ruang tamu, mengganti tirai yang sudah dipenuhi debu kemudian mengelap meja.
“Segera, bu”. Namaku Mayuzumi Chihiro, ini tahun ketigaku di SMA dan sebentar lagi aku harus masuk kuliah. Orang tuaku tidak pernah memermasalahkan dimana perguruan tinggi yang ingin kumasuki, mereka dengan sabar meladeniku yang angin-anginan dan kadang lebih senang duduk di pojok sofa membaca buku Light Novel ketimbang belajar.
“Ibu cukup rindu tempat ini, semenjak ayahmu mendapat pekerjaan tetap yang lebih baik membuat kita harus meninggalkan tempat ini, sayangnya Ibu lebih suka tinggal di Tokyo karena tak perlu sulit berbelanja. Ngomong-ngomong kau sudah menghubungi Kohane-chan?” pertanyaan terakhir ibuku itu nyaris membuat jantungku lepas, ng, sebenarnya semenjak sepuluh tahun lalu kami sempat memiliki masalah dengan keluarga Yukihira.
Keluarga Yukihira sudah dicap sebagai mafia bawah tanah(meski akhir-akhir ini aku baru tahu mereka adalah keluarga bangsawan tua yang menghilang ditelan zaman), kejadian meninggalnya Adik Ibuku yang tak lain adalah Ayah dari Kohane dan Kinako juga Suami dari Kepala Keluarga Kirishiki—SAYA KIRISHIKI.
Saya Kirishiki, ibu Kohane dan Kinako merupakan konglomerat terpandang. Adik Ibuku lahir di keluarga Yukihira, menjadi salah satu klan terpandang namun pamanku itu tidak pernah mau mengikuti pertalian darah rumit keluarganya jadilah dia masuk ke dunia Rakyat biasa, bermain dan mengajari anak-anak bermain basket sampai bertemu dengan Bibi Saya. Pamanku, kalau tidak salah namanya, SHUUMA YUKIHIRA. Dia special, Ibuku bahkan bilang kalau adiknya sangat beruntung. Beda dengan ibuku yang tidak masuk ke lingkaran keluarga Yukihira, namun Ibu mengakui cukup membanggakan almarhum paman.
“Kalau melihat si kembar aku suka merindukan Shuu dan sifat keras kepala mereka benar-benar diwariskan oleh Saya-san. Gaya basket tentu saja ajaran Shuu. Kau mungkin tidak mengenalnya tapi adikku orang yang cukup cerewet” kelakar Ibu.
“Ibu
yakin tidak apa-apa?” tanyaku singkat sembari mengelap jendela yang berembun.
“Ibu sudah sangat salah, ayahmu juga sudah bicara pada ibu. Aku yakin ini yang terbaik, Ibu sudah dengar semua sayangnya aku tidak bisa membantumu mencari anak itu. Yang bisa aku lakukan adalah membiarkan Kohane-chan tinggal di sini sementara bersama Ibu” itu adil, aku tak bisa protes. Sudah hampir sepuluh tahun semenjak meninggalnya Paman Shuu akibat kudeta keluarga Yukihira, Bibi Saya menghilang meninggalkan Kinako dan Kohane. Aku baru menerima kabar mereka ketika masuk SMP, lalu semua semakin jelas setelah aku menemukan mereka di SMA.
“Ibu sudah sangat salah, ayahmu juga sudah bicara pada ibu. Aku yakin ini yang terbaik, Ibu sudah dengar semua sayangnya aku tidak bisa membantumu mencari anak itu. Yang bisa aku lakukan adalah membiarkan Kohane-chan tinggal di sini sementara bersama Ibu” itu adil, aku tak bisa protes. Sudah hampir sepuluh tahun semenjak meninggalnya Paman Shuu akibat kudeta keluarga Yukihira, Bibi Saya menghilang meninggalkan Kinako dan Kohane. Aku baru menerima kabar mereka ketika masuk SMP, lalu semua semakin jelas setelah aku menemukan mereka di SMA.
“Masalah yang tak bisa diselesaikan oleh anak-anak” Kupikir itu lebih tepat, Kinako menanggung beban demi menghidupi dirinya dan adik kembarnya, tinggal di panti asuhan lalu diadopsi oleh seorang Freelancer yang cukup sukses lalu masuk ke SMA di usia yang amat muda. Korban dari kesalah pahaman tolol keluarga besar, kuharap ayah dan ibuku bisa menerima hasil dari kebodohan mereka sampai tega menelantarkan dua orang balita di masa lalu.
Kalau aku tidak direkrut oleh Akashi mungkin aku tidak akan bisa kembali pada anak-anak itu, maksudku, adik-adikku—adik sepupu lebih tepatnya—takdir benar-benar mengerikan.
TING TONG. Kudengar bel berdentang, mungkinkah Kohane?
“Chihiro mungkin itu Kohane-chan, coba kau buka” pinta Ibu.
Aku menelusuri ruang tengah, kuintip
melalui lubang pengintai. TIDAK ADA
SIAPAPUN.
“Huh??” aneh, siapa yang memencet bel? Apa anak-anak di apartemen ini mulai punya hobi mengusili tetangga baru mereka?
“Huh??” aneh, siapa yang memencet bel? Apa anak-anak di apartemen ini mulai punya hobi mengusili tetangga baru mereka?
“Siapa Chihiro?” sahut ibu.“Ng, mungkin salah rumah” jawabku sekenanya.
TING TONG. Sialan, kali ini apalagi!? Kalau aku tahu siapa yang melakukan perbuatan iseng ini akan kutinju wajahnya dengan bola basket. Untung aku cukup sabar. Tapi kali ini sosok yang memencet bel memiliki wujud, seorang gadis mungil dengan jaket kebesaran yang memakai syal rajutan berwarna pastel pink.
“Kohane?”
“Kohane-chan! Selamat datang, kau sudah besar
sekarang,ya? Bagaimana dengan sekolahmu? Chihiro bercerita banyak padaku. Ayo,
bibi sudah siapkan makanan dan teh hangat. Chihiro antarkan Kohane-chan lalu bantu ibu bawakan nampan!”
sambutan Ibuku membuat aku termangu sejenak, perubahan sifatnya yang dulu
sangat dingin pada Kohane berubah 180 derajat seketika.
“Ano, nggak perlu repot-repot kok. Aku belum memastikan akan tinggal di sini sementara…”
“Taka pa! Paman sedang kerja di Kyoto, Chihiro juga sedang menunggu tes masuk jadi dia bisa menemanimu, Bibi juga tidak ada pekerjaan jadi anggap saja kita liburan sejenak. Bibi turut prihatin atas apa yang menimpamu, maafkan Bibi Kohane…., ng, mungkin Bibi sudah banyak membuat kalian susah sejak dulu. Chihiro bicara semuanya, kita jalani pelan-pelan ya? Bibi bakal membantumu untuk mencari kakak kembar Kohane. Kohane keluarga kami juga, Kinako pun sama”
Kohane hanya menatap tidak percaya, kulihat dia ingin sekali menangis tapi anak itu menutupinya dengan agak memaksa,
“Terima.. Kasih…..” andai saja aku bisa
membawa mereka lebih cepat aku bisa menjauhkan keduanya dari malapetaka sialan
ini. “Bibi bereskan kamarmu dulu,ya. Chihiro, temani Kohane-chan sebentar” kini suasana kaku
sedingin es menyelimutiku, ada satu hal yang kulupakan. Apa yang harus kukatakan pada adik yang sudah kuabaikan selama lebih
dari satu dekade?”.
Jam
menunjukkan pukul 2 siang, aku menemani Kohane yang membereskan pakaiannya dan
membantunya untuk mengerjakan tugas musim dingin. Suasana berangsur-angsur mencair
hingga tepat ketika sore hari kami memulai pembicaraan yang sedari tadi kutak
ingin menyinggungnya.
Aku sangat ingat, pukul 5 sore ketika es mulai datang ke
bumi.
“Sudah enam bulan, tiga bulan sebagiannya Kinako tidak ditemukan” desis Kohane.
“Kalau kau tak ingin membahasnya tak perlu kau bahas” ucapku.
“Bibi
sudah sangat baik padaku, meski aku tahu perasaan kehilangan tak bisa lenyap
begitu saja. Papa tidak seharusnya pergi dengan cara seperti itu…” tengkukku
dingin, aku mencoba tetap tenang.
“Paman Shuu dinyatakan tewas akibat ‘Kekerasan dan Penganiayaan’. Ibuku sudah mengerti kronologi yang sebenarnya, Kinako dan kau taka da kaitannya atas tuduhan dari semua pihak. Ibumu juga hanya ingin melindungi keluarga yang amat dicintainya” ujarku perlahan.
“Paman Shuu dinyatakan tewas akibat ‘Kekerasan dan Penganiayaan’. Ibuku sudah mengerti kronologi yang sebenarnya, Kinako dan kau taka da kaitannya atas tuduhan dari semua pihak. Ibumu juga hanya ingin melindungi keluarga yang amat dicintainya” ujarku perlahan.
“Kinako tidak harus berakhir seperti itu juga, aku tidak tahu apakah Mama masih hidup atau tidak. Yang bisa kuandalkan sekarang adalah.., diriku sendiri…” hening.
Paman
Shuu meninggal sepuluh tahun lalu, aku tidak mengerti kenapa tapi itu hal yang
rumit dan anak-anak sepertiku tidak akan bisa mengerti. Sampai saat
pertandingan final aku baru mengerti apa yang sebenarnya ingin dituju oleh si
kembar, aku ingin menyudahi penderitaan itu kalau mereka tidak keras kepala
untuk menanggungnya sendirian. Aku mengehela napas kemudian menepuk kepala anak
mungil itu.
“Kalau ada bajingan yang berani mengganggumu lagi akan kupastikan sekarang aku yang akan membunuhnya untukmu dan menyeret kembali kakakmu untuk memukul bokongnya”
Anak
itu tersenyum, senyumnya lepas dan membuatku ikut tersenyum. Aku mendengar ada
seseorang lagi yang datang, “Aduh-aduh, sepertinya kita banyak kedatangan tamu”
ucap Ibuku.
“Eh? Akashi?” anak bersurai merah Amber itu tersenyum akan keherananku.
“Bukankah aku sudah mengirim e-mail padamu hampir tiga jam yang lalu?” dia menyodorkan ponselnya dan aku baru sadar dia mengirim tiga inbox padaku.
“Maaf, aku sibuk dengan kepindahan sementaraku ke sini”.
“Tak masalah, aku pikir Kohane pasti juga ada di sini” anak ini tahu segalanya.
Rumah ini semakin ramai, tapi bagiku
ini seperti biasanya. Meski ada tiga orang tetap saja keheningan membunuhku di
sini. Cuma ada bunyi pemanas di pojok ruangan dan suara akuarium di buffet.
Kenapa aku harus terjebak dalam suasana tidak mengenakan ini? Sofa di ruang
tengah malah semakin dingin di belakangku jadi kuputuskan untuk berinisiatif
membuka obrolan.
“Aku terkesan kau datang ke sini padahal aku hanya memberimu satu pesan”
“Kalau tidak ada urusan penting Mayuzumi-san tidak akan mengirimku pesan” Akashi memang anak dengan sejuta pesona—baik itu pesona wajahnya atau wataknya yang menyebalkan—aku terpaksa mengiyakan saja omongannya.
“Chihiro! Bisa kau bawa kue ini ke meja?” Ibuku benar-benar sayang padaku hingga memperlakukanku seperti pembantu, aku senang tapi kalau keseringan entah aku bisa jadi apa kelak.
“Biar kubantu” akhirnya Akashi dan aku harus membantu Ibu mengeluarkan kue-kue kering itu dari cetakannya. Lain kali aku pura-pura tidak mendengar saja,ya?
“Lho, kok Kohane-chan tidak di ajak? Ibu antarkan ini dulu ya…”
Sepeninggal Ibuku ke ruang tengah aku
dan Akashi kembali melanjutkan obrolan yang sempat terputus,
“Kau mendengar semuanya” tudingnya.
“Kenapa?”. “Karena kau pasti merasa kesal padaku akibat kenyataan yang kau dengar”
Memang. Aku ingin sekali melempar pot bunga tepat di wajahnya, meski bukan seratus persen salah Akashi dan akupun turut bersalah tapi bukan berarti Akashi bisa berlaku seenak jidatnya pada adik-adikku. Bagaimanapun meski kami tidak akrab, aku menyayangi mereka hanya kondisi saja yang membuatku tidak bisa mengekspresikan kasih sayang itu pada tempatnya kemudian membuat orang-orang semakin salah paham. Mengesalkan, jadi sekarang aku harus marah pada siapa? Toh sudah terjadi dan terlambat, aku hanya bisa jadi figuran dan kini diburon bak hewan liar yang telah dinobatkan sebagai hewan langka(maaf aku hiperbolis).
“Kau mendengar semuanya” tudingnya.
“Kenapa?”. “Karena kau pasti merasa kesal padaku akibat kenyataan yang kau dengar”
Memang. Aku ingin sekali melempar pot bunga tepat di wajahnya, meski bukan seratus persen salah Akashi dan akupun turut bersalah tapi bukan berarti Akashi bisa berlaku seenak jidatnya pada adik-adikku. Bagaimanapun meski kami tidak akrab, aku menyayangi mereka hanya kondisi saja yang membuatku tidak bisa mengekspresikan kasih sayang itu pada tempatnya kemudian membuat orang-orang semakin salah paham. Mengesalkan, jadi sekarang aku harus marah pada siapa? Toh sudah terjadi dan terlambat, aku hanya bisa jadi figuran dan kini diburon bak hewan liar yang telah dinobatkan sebagai hewan langka(maaf aku hiperbolis).
“Kau
membuatku jengkel, tapi aku juga jengkel pada diriku sendiri” umpatku.
“Aku ingin menyelesaikannya dan aku ingin mengikutsertakan Mayuzumi-san juga” sahutnya, aku tertegun, kue di tanganku nyaris jatuh membentur lantai mendengar kata-kata ajaib itu.
“Aku ingin menyelidiki soal FESTIVAL AKAGOSAI” Festival itu, yang katanya mampu menghapus keberadaan seseorang? “Untuk apa?” tanyaku.
“Adik-adikmu mungkin akan jadi target berikutnya, Kinako menghilang dan aku tidak memiliki petunjuk lalu sekarang Kohane. Jelas sekali kan ini bakal jadi situasi yang berbahaya, kau mau kehilangan orang yang kau sayangi ‘lagi’?” oke penjelasan itu juga kata terakhirnya membuat hatiku nyeri, aku sadar bahwa aku bahkan tidak bisa menyelamatkan Kinako.
“Aku ingin menyelesaikannya dan aku ingin mengikutsertakan Mayuzumi-san juga” sahutnya, aku tertegun, kue di tanganku nyaris jatuh membentur lantai mendengar kata-kata ajaib itu.
“Aku ingin menyelidiki soal FESTIVAL AKAGOSAI” Festival itu, yang katanya mampu menghapus keberadaan seseorang? “Untuk apa?” tanyaku.
“Adik-adikmu mungkin akan jadi target berikutnya, Kinako menghilang dan aku tidak memiliki petunjuk lalu sekarang Kohane. Jelas sekali kan ini bakal jadi situasi yang berbahaya, kau mau kehilangan orang yang kau sayangi ‘lagi’?” oke penjelasan itu juga kata terakhirnya membuat hatiku nyeri, aku sadar bahwa aku bahkan tidak bisa menyelamatkan Kinako.
“Jadi apa yang kau ingin lakukan?” tanyaku.
“Menyusup ke festival itu” otakku berputar, ada sesuatu yang mengingatkanku soal festival itu. Kalau tidak salah aku menaruhnya di atas buffet.
“Hei, aku pernah mendapat Koran yang menjelaskan soal festival itu, mirip sih, coba kau baca saja. Koran dua hari lalu, katanya festival itu akan diselenggarakan dua minggu lagi di suatu perfektur dekat kuil kecil. Festival untuk anak-anak begitulah orang-orang menyebutnya” aku menyerahkan Koran juga selebaran kecil yan terselip di baliknya, mata Akashi membulat dan sepertinya itu yang dia cari.
“Ini dia! Ini festival yang dimaksudkan, bagaimana bisa? Tapi ini Koran yang hanya di dapatkan kalau kita berlangganan kan?” sahut Akashi.
“Kebetulan Ibu dan Ayahku selalu berlangganan Koran, seorang pebisnis gila akan media massa kan?” aku menelengkan kepala.
“Bagaimanapun
aku mohon dengan sangat soal festival ini aku mau kau membantuku, demi
adik-adikmu juga”
pertama kali aku melihat wajah Akashi seseirus juga selemah ini, meski aku tahu dia orang yang kadang bisa menjadi sangat menakutkan tapi hatinya sangat lembut. Mau tak mau aku tidak bisa mengabaikan permintaan itu, mulai dari sini aku akan bergabung sekali lagi ke dalam dunia itu.
“Baiklah, aku mengerti. Kau mendapatkanku jadi kau bisa meminta bantuan sekali lagi”
“Terima kasih banyak, Mayuzumi-san” aku menepuk pundaknya lalu bersiap mengangkut kue-kue berbentuk beruang lucu ke ruang tamu. Ruang tamu dan dapur dipisahkan oleh dinding kaca dengan tirai biru dan buffet menempel di bagian pojok kanan yang menyimpan akuarium, karena tirainya penuh dengan debu yang sangat tebal akhirnya aku putuskan untuk tetap menutupnya.
“Hei, Akashi. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Festival Akago—“
“KYAAAAA….!!!”
Sontak aku menjatuhkan kue yang sudah kumasukan ke Setoples itu lalu menghambur
kea rah ruang tengah, bersama Akashi yang ikut lari denganku. Di ruang tengah
aku hanya menemukan ibuku yang terduduk di atas lantai kayu dengan wajah
histeris, wajah yang penuh kengerian itu menuju kea rah beranda bertirai putih.
Beranda yang dapat diakses dengan membuka pintu kaca itu sekarang dalam kondisi terbuka lebar membuat hawa dingin masuk menyeruak kemana-mana, tidak ada yang aneh di sana namun aku baru menyadari, ada yang kurang di dalam ruang tamu bercat plum tersebut.
“KOHANEE…..!!!”
Sosok
Kohane tidak ada lagi di sofa, gadis mungil itu tidak ada dimanapun. Darahku berdesir
hebat lalu dengan langkah perlahan aku mendekati beranda… sebuah syal berwarna
pink pastel terbang mengambang di depanku.
Kakiku seperti dipaku, aku gemetaran—bukan karena dingin—tapi dengan pemandangan apa yang akan kutemukan ketika aku menatap ke bawah. Sebuah bulu hitam terbang melintas ke arahku menuju ke dalam ruang tamu, Akashi terbelalak menatap ngeri pemandangan yang sedang terjadi. Di dekat karpet, bulu hitam itu terjatuh. BULU HITAM, BULU BURUNG GAGAK.
“..Ko..Ha..Ne??”
tak perlu waktu lama aku mendengar suara sirene ambulans.
SOSOK KOHANE SUDAH TERKAPAR DI BAWAH GEDUNG APARTEMEN…
Di bawah salju basah dan permukaan es
itu, Kohane tergeletak bersimbah darah. Anak itu Terjun bebas dari Lantai tujuh Apartemen… dan tidak BERGERAK…
daƒcb
Bulan XX Tanggal XX
Seorang Anak Perempuan (13) ditemukan TEWAS setelah diketahui Terjun dari Lantai tujuh Apartemen di Kota Tokyo. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan, mungkinkah Bunuh Diri? Sekarang pihak keluarga sedang diperiksa oleh petugas kepolisian.
Gadis malang tersebut diketahui Murid SMA TOO, Klub Basket kelas 1.
Ditemukan dalam keadaan mengenaskan, kekurangan darah dan pendarahan otak.
Pihak terkait tidak memberikan komentar. XX/XX—TOKYO—Berita Terkini.
NORMAL STAGE
SMA SEIRIN. 19.30 p.m (Hari yang Sama)
Hujan salju mengguyur hebat, pemuda bersurai
biru terang itu tetap bergeming di dalam gedung olahraga sekolahnya. Dia
menggenggam erat ponsel yang dirematnya hingga nyaris patah di kegelapan dan
temaram cahaya.
Dia
memakai seragam hitam formalnya meski hari ini dia tidak pergi ke sekolah, ya,
pemuda itu pergi ke sebuah acara paling menyakitkan sepanjang hidupnya. Sahabat
baiknya ditemukan meninggal di tempat setelah jatuh dari apartemen. Nyaris dari
ketinggian seratus meter dia melayang hingga membentur tanah dan membunuhnya.
Pemuda itu tetap terpekur, terisak, menyesal, tidak menyangka kalau pagi ini
adalah terakhir yang akan dilakukan olehnya ketika sosok mungil itu masih
hidup.
“Un. A,ano Kuro-chan…”….
Apa? Apa yang ingin dikatakan oleh anak itu? Kenapa harus seperti ini? Harusnya dia bisa mendengar kata-kata tersebut hingga akhir. Tidak bisa, gadis itu baru saja dimakamkan tadi, sebenarnya acara utama dilaksanakan besok tapi berita menyebar terlalu cepat hingga acara dilakukan seadanya sekarang.
Besok adalah acara di altar persembahan, kuatkah dia? Tidak, pemuda itu tidak kuat untuk memberi salam terakhir pada sahabat, keluarga, dan adik kecilnya itu. Dia tidak kuat memberikan setangkai bunga di depan altar. Tidak bisa. “Kuroko, ayo pulang. Besok ada hal yang harus kita lakukan” partnernya membimbing dirinya untuk melangkah pergi dari kegelapan, dia berusaha menutupi wajah yang sudah capai untuk menangis.
“Kenapa…” desisnya parau.
“Kau dengar,kan? Jangan jadikan ini SIA-SIA”
kawan sejawatnya yang berambut merah membara tersebut hanya memasang wajah
tegar. Di bawah guyuran hujan salju mereka membelah malam, menanti esok yang
menentukan segalanya. Meyakinkan kalau jiwa mungil itu sudah tidur di sisi yang
lebih baik.
Ya, Takdir memang mengerikan. Apa yang akan terjadi besok? Salju
pun turun, menutup gundukan mungil basah berhias bunga di pemakaman bersama
aroma bunga menyeruak menyenandungkan melodi pilu pada insan yang ditinggalkan.
Beristirahatlah dengan tenang, malaikat kecil.
—Versi Untuk Sekuel—masih dalam Tahap Proses.
Sekuel Persembahan Setan : FESTIVAL KEMATIAN.
Sekuel Persembahan Setan : FESTIVAL KEMATIAN.
ENJOY.
daƒcb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar