FFN. CODE 4. 黒子のバスケ
FESTIVAL
KEMATIAN
—SEQUEL OF BUSHO-AKU(PERSEMBAHAN SETAN)—
“When the past gone, your future might be ruined, but theres something could safe your past. That was... MEMORIES”
—SEQUEL OF BUSHO-AKU(PERSEMBAHAN SETAN)—
“When the past gone, your future might be ruined, but theres something could safe your past. That was... MEMORIES”
DISCLAIMER : TADATOSHI FUJIMAKI
FESTIVAL
4 : MUKASHI (昔)
“THE PAST”
“THE PAST”
“Ketika masa
yang telah terlampaui menanamkan benih kerusakan. Kehancuranlah yang
menunggu masa depan. Tapi setidaknya, meski berliku dan curam…, jalan yang
telah dibangun adalah jalan terbaik yang telah kau buat”
行平サヤ(Yukihira Saya)
“Iblis maupun manusia, jangan pernah melupakan bahwa kita harus saling menghargai. Karena kebaikan hati manusia, adalah senjata ampuh sebagai penyelamat kegelapan”
行平朱馬(Yukihira Shuuma)
行平サヤ(Yukihira Saya)
“Iblis maupun manusia, jangan pernah melupakan bahwa kita harus saling menghargai. Karena kebaikan hati manusia, adalah senjata ampuh sebagai penyelamat kegelapan”
行平朱馬(Yukihira Shuuma)
15
TAHUN LALU. SMA SHUUTOKU
MUKASHI(昔)
MUKASHI(昔)
SAYA
KIRISHIKI(YUKIHIRA) (15th)
SMA SHUUTOKU- Musim Semi-
SMA SHUUTOKU- Musim Semi-
Tahun pertamaku di SMA adalah hal yang biasa saja.
Namaku Kirishiki Saya, aku baru masuk SMA yang disebut sebagai SMA Favorit di daerah ini. SMA Shuutoku kuat akan klub basketnya, tapi bukan itu alasan aku berada di sini. Aku di sini untuk melepaskan status juga kehidupan serba pengamanan keluarga Kirishiki. Asal tahu saja, aku sudah menantikan hari dimana aku melepas topeng sebagai Tuan Putri keluarga bersejarah yang mengabdi sebagai Eksekutor Negara itu, makanya aku berusaha mati-matian agar aku diterima dan mendapat kebebasan.
Bunga Sakura bertebaran di sepanjang sekolah, seifuku*(seragam sekolah model pelaut) yang kukenakan terlihat wajar dan biasa jadi aku tidak perlu takut untuk dikenali toh di sini tidak ada yang mengenaliku. Hari pertama adalah hari dimana untuk masuk dan mendaftar ulang juga mendaftar klub yang sedang melakukan display gila-gilaan dan terkesan memaksa itu. Sayang aku belum begitu tertarik untuk masuk klub manapun, aku akan memikirkannya kalau sudah masuk KBM*(kegiatan belajar mengajar) nanti, pasti disebarkan angket pilihannya, kurasa itu tak masalah.
“Uwaah! Maaf, maafkan aku! Aku tidak sengaja” kudengar teriakan yang cukup mengundang penasaran banyak orang, kulihat gadis dengan rambut bergaya Bob cokelat dan di highlight orange mocha di ujung-ujungnya. Meski penampilannya manis dan heboh, dia kelihatan ceroboh dan yaah agak bodoh dan lamban. Ah, bukan maksudnya aku merendahkan orang yang bahkan belum kukenal tapi itu memang sudah kebiasaanku dari kecil, omongangku kasar meski aku lahir dan besar di tempat yang penuh tata karma baik.
“Hati-hati dong! Kau kan senior di sini, jangan membuat malu!” oke, itu tampak menyebalkan.
“Ta, tapi aku tidak sengaja, kertas pamfletnya tersiram air waktu Mitsuki-sensei lewat. Ma, maaf aku ceroboh” Ah, dia mulai menangis. Apa-apaan sih sekolah ini, itu kan bentuk bullying,kan? Huh, kurasa ini bukan waktunya menonton, tanpa pikir panjang aku langsung menahan tangan siswa yang hendak menyiramkan segelas air pada anak berambut Bob itu kemudian memelintirnya hingga sang siswa meringis kesakitan, meski tidak menimbulkan banyak suara tapi sekitar radius lima puluh meter, beberapa pasang mata melihat adegan konyol kami(atau aku?).
“Hei, senior yang baik harusnya mencontohkan hal yang baik di muka umum,kan?” cibirku dingin. Sementara si pelaku yang hendak menyiramkan air malah lari terbirit-birit seperti tikus, huh, dasar sok kuasa. “A, ano.. te, terima kasih…, ma, maaf membuat keributan.” Dia membungkuk rendah hingga kami bertatapan dan reaksinya, “Kau hebat! Padahal anak baru, aku kagum lho, ah, sebenarnya aku juga baru naik kelas dua tapi malah sudah diserahi tugas untuk pembagian pamphlet dan mencari anggota baru padahal itu tugas anak kelas tiga…” suaranya menghilang seketika kala suasana kembali canggung.
“Haaa, maaf, maaf, aku lupa memerkenalkan diri, namaku Yukira Kamishiro. Aku manager Klub Basket, kelas 2-6. Yoroshiku onegaishimasu. Aa, terima kasih sekali lagi soal tadi.” Dengan wajah kikuk Kamishiro-san mennjulurkan tangan kemudian aku menyambut ulurannya. “Jadi, kau anak baru? Kau kelihatan sedikit berbeda dari anak-anak lain?” Kamishiro-san memerhatikanku dengan manik safirnya yang pudar itu.
“Aku baru masuk, namaku Kirishiki Saya. Kebetulan aku sedang lihat-lihat nomor bangku dan kelas, dan terjebak di display mengerikan ini.” Ucapku tanpa dosa. Kamishiro-san terkekeh, “Aduh, Kirishiki-san aku bisa-bisa jatuh cinta padamu nanti hehehe…”.
“Ano, panggil Saya saja cukup, aku kurang suka dipanggil dengan nama keluarga.” Ucapku.
“Hee? Boleh? Kalau begitu panggil aku Yukira saja, aku juga kurang suka kelihatan formal.” Dengan begitu, entah sihir apa yang digunakan oleh anak ini aku jadi masuk ke KLUB BASKET sebagai Manager.
“Kenapa aku jadi manager?” dumelku. “Ng, katakan kalau itu sebagai hadiah atas pertolonganmu tadi.” Sahut Yuki-san. “Bukan itu maksudku, padahal aku belum memutuskan untuk masuk,kan?” omelku padanya. “Eeeeh, aku kan dari awal memang sedang Display.” Senyum orang ini mengerikan sekali, sepertinya wajah baby face itu bisa menipu jutaan orang kalau mau.
“Kyaaa! Keren sekali, yaampun lihat deh, kalau tidak salah itu anak baru yang keturunan bangsawan kan? Siapa namanya? Kelas satu mana,ya?”aku nyaris terjungkal ketika hendak mengangkat tumpukan handuk di pojok loker, meski baru masuk tapi kegiatan belajar belum diselenggarakan jadi hanya ada kegiatan klub. Kegiatan klub pertamaku diselingi teriakan seram anak-anak perempuan di seberang gym. Aku mengikuti arah mata mereka, ah, anak itu kalau tidak salah anak kelas beasiswa ng, HOSAKA RYUUGEN. Namanya keren, sekeren orangya, warna rambut hitam yang sengaja berantakan, poninya nyaris menutupi wajah kalau saja dia tidak mengikat sedikit rambutnya itu.
“Hosaka-kun! Ada yang mencarimu..,” gawat kami saling bertemu mata!
“Eh, iya sebentar lagi! Senpai duluan saja,” Hosaka memang anak yang aneh, setidaknya begitulah pikirku. “Ada apa? Kok dari tadi melihat Hosaka-kun saja?” aku berteriak kaget karena sekarang Yuki-san sudah berada di belakangku.
“Huh? Apa, oh, tidak hanya sempat saling bertemu mata. Aku tak begitu kenal. Masih terlalu dini untuk berkenalan” kataku,
“Kenapa begitu, tampaknya hampir seluruh angkatanmu kenal dengan wajah dan namamu, aku kira kau memang sudah pandai bergaul dalam sehari. Sampai Hosaka-kun selalu memerhatikanmu.” Kekehan Yuki-san kuhentikan ketika berhasil menyikutnya keras, haah, untuk apa berakrab-akrab dengan anak-anak? Aku bahkan tak begitu tertarik bergaul meski datang ke sini, aku ingin menjalani hari-hari biasa tanpa digosipi atau dinobatkan sebagai apalah-apalah. Intinya aku mencari hidup yang biasa.
“Hei, Saya-chan. Padahal wajahmu cantik sekali, rambutmu panjang hitam, matamu indah, kalau kau mau kau bisa jadi siswi popular melebihi senior di kelas 3. Aku yakin soalnya senior-senior sibuk mencari perhatianmu. Sayangnya, kau terlalu muka besi hingga perhatian mereka terpental begitu saja.” Cerocos Yuki-san sembari membantuku melipat handuk dan mengisi botol, sementara aku hanya meresponnya dengan helaan napas.
“Haah, tidak perlu sampai seperti itu. Lagipula tidak ada manfaatnya memamerkan wajah karena hanya ingin dianggap cantik atau kepopuleran. Senior saja yang terlalu banyak gaya sampai kepedeannya tinggi setinggi selebirit padahal mereka hanya bocah SMA.” Yuki-san ternganga dan langsung tepuk tangan perlahan mendengar penuturanku tadi. “Aku yakin kalau senior perempuan mendengar cemoohanmu tadi kau bisa langsung kena bully.”.
“Apa aku harus mengatakan kau memujiku tadi?” Yuki-san hanya memberikan cengiran. Baiklah aku mulai lelah sekarang, menjadi Manager ternyata seperti pembantu resmi, katakanlah itu karena gara-gara disuruh macam-macam sekarang pinggangku nyaris lepas dari tempatnya. Karena hari sudah menjelang sore akhirnya kegiatan gilaku selesai.
“Mengerikan, aku tak mau lagi kenal dengan orang bermuka manis.” Yuki-san pamit duluan karena dia kerja sambilan, sebenarnya terlarang sih Cuma dia terlalu licik sampai-sampai bisa mendapat hati kepala sekolah dan mengizinkannya kerja paruh waktu di Konbini*(Toko 24 jam, nyaris seperti Mini market). Kucek ponsel sebentar, ada tiga pesan dari ayahku agar mampir ke toko roti untuk makan malam.
“Nona muda, kalau tidak hati-hati kau bisa menabrak tembok,lho.” Aku terkesiap melihat siapa yang nyaris kutabrak itu. HOSAKA RYUUGEN!
Namaku Kirishiki Saya, aku baru masuk SMA yang disebut sebagai SMA Favorit di daerah ini. SMA Shuutoku kuat akan klub basketnya, tapi bukan itu alasan aku berada di sini. Aku di sini untuk melepaskan status juga kehidupan serba pengamanan keluarga Kirishiki. Asal tahu saja, aku sudah menantikan hari dimana aku melepas topeng sebagai Tuan Putri keluarga bersejarah yang mengabdi sebagai Eksekutor Negara itu, makanya aku berusaha mati-matian agar aku diterima dan mendapat kebebasan.
Bunga Sakura bertebaran di sepanjang sekolah, seifuku*(seragam sekolah model pelaut) yang kukenakan terlihat wajar dan biasa jadi aku tidak perlu takut untuk dikenali toh di sini tidak ada yang mengenaliku. Hari pertama adalah hari dimana untuk masuk dan mendaftar ulang juga mendaftar klub yang sedang melakukan display gila-gilaan dan terkesan memaksa itu. Sayang aku belum begitu tertarik untuk masuk klub manapun, aku akan memikirkannya kalau sudah masuk KBM*(kegiatan belajar mengajar) nanti, pasti disebarkan angket pilihannya, kurasa itu tak masalah.
“Uwaah! Maaf, maafkan aku! Aku tidak sengaja” kudengar teriakan yang cukup mengundang penasaran banyak orang, kulihat gadis dengan rambut bergaya Bob cokelat dan di highlight orange mocha di ujung-ujungnya. Meski penampilannya manis dan heboh, dia kelihatan ceroboh dan yaah agak bodoh dan lamban. Ah, bukan maksudnya aku merendahkan orang yang bahkan belum kukenal tapi itu memang sudah kebiasaanku dari kecil, omongangku kasar meski aku lahir dan besar di tempat yang penuh tata karma baik.
“Hati-hati dong! Kau kan senior di sini, jangan membuat malu!” oke, itu tampak menyebalkan.
“Ta, tapi aku tidak sengaja, kertas pamfletnya tersiram air waktu Mitsuki-sensei lewat. Ma, maaf aku ceroboh” Ah, dia mulai menangis. Apa-apaan sih sekolah ini, itu kan bentuk bullying,kan? Huh, kurasa ini bukan waktunya menonton, tanpa pikir panjang aku langsung menahan tangan siswa yang hendak menyiramkan segelas air pada anak berambut Bob itu kemudian memelintirnya hingga sang siswa meringis kesakitan, meski tidak menimbulkan banyak suara tapi sekitar radius lima puluh meter, beberapa pasang mata melihat adegan konyol kami(atau aku?).
“Hei, senior yang baik harusnya mencontohkan hal yang baik di muka umum,kan?” cibirku dingin. Sementara si pelaku yang hendak menyiramkan air malah lari terbirit-birit seperti tikus, huh, dasar sok kuasa. “A, ano.. te, terima kasih…, ma, maaf membuat keributan.” Dia membungkuk rendah hingga kami bertatapan dan reaksinya, “Kau hebat! Padahal anak baru, aku kagum lho, ah, sebenarnya aku juga baru naik kelas dua tapi malah sudah diserahi tugas untuk pembagian pamphlet dan mencari anggota baru padahal itu tugas anak kelas tiga…” suaranya menghilang seketika kala suasana kembali canggung.
“Haaa, maaf, maaf, aku lupa memerkenalkan diri, namaku Yukira Kamishiro. Aku manager Klub Basket, kelas 2-6. Yoroshiku onegaishimasu. Aa, terima kasih sekali lagi soal tadi.” Dengan wajah kikuk Kamishiro-san mennjulurkan tangan kemudian aku menyambut ulurannya. “Jadi, kau anak baru? Kau kelihatan sedikit berbeda dari anak-anak lain?” Kamishiro-san memerhatikanku dengan manik safirnya yang pudar itu.
“Aku baru masuk, namaku Kirishiki Saya. Kebetulan aku sedang lihat-lihat nomor bangku dan kelas, dan terjebak di display mengerikan ini.” Ucapku tanpa dosa. Kamishiro-san terkekeh, “Aduh, Kirishiki-san aku bisa-bisa jatuh cinta padamu nanti hehehe…”.
“Ano, panggil Saya saja cukup, aku kurang suka dipanggil dengan nama keluarga.” Ucapku.
“Hee? Boleh? Kalau begitu panggil aku Yukira saja, aku juga kurang suka kelihatan formal.” Dengan begitu, entah sihir apa yang digunakan oleh anak ini aku jadi masuk ke KLUB BASKET sebagai Manager.
“Kenapa aku jadi manager?” dumelku. “Ng, katakan kalau itu sebagai hadiah atas pertolonganmu tadi.” Sahut Yuki-san. “Bukan itu maksudku, padahal aku belum memutuskan untuk masuk,kan?” omelku padanya. “Eeeeh, aku kan dari awal memang sedang Display.” Senyum orang ini mengerikan sekali, sepertinya wajah baby face itu bisa menipu jutaan orang kalau mau.
“Kyaaa! Keren sekali, yaampun lihat deh, kalau tidak salah itu anak baru yang keturunan bangsawan kan? Siapa namanya? Kelas satu mana,ya?”aku nyaris terjungkal ketika hendak mengangkat tumpukan handuk di pojok loker, meski baru masuk tapi kegiatan belajar belum diselenggarakan jadi hanya ada kegiatan klub. Kegiatan klub pertamaku diselingi teriakan seram anak-anak perempuan di seberang gym. Aku mengikuti arah mata mereka, ah, anak itu kalau tidak salah anak kelas beasiswa ng, HOSAKA RYUUGEN. Namanya keren, sekeren orangya, warna rambut hitam yang sengaja berantakan, poninya nyaris menutupi wajah kalau saja dia tidak mengikat sedikit rambutnya itu.
“Hosaka-kun! Ada yang mencarimu..,” gawat kami saling bertemu mata!
“Eh, iya sebentar lagi! Senpai duluan saja,” Hosaka memang anak yang aneh, setidaknya begitulah pikirku. “Ada apa? Kok dari tadi melihat Hosaka-kun saja?” aku berteriak kaget karena sekarang Yuki-san sudah berada di belakangku.
“Huh? Apa, oh, tidak hanya sempat saling bertemu mata. Aku tak begitu kenal. Masih terlalu dini untuk berkenalan” kataku,
“Kenapa begitu, tampaknya hampir seluruh angkatanmu kenal dengan wajah dan namamu, aku kira kau memang sudah pandai bergaul dalam sehari. Sampai Hosaka-kun selalu memerhatikanmu.” Kekehan Yuki-san kuhentikan ketika berhasil menyikutnya keras, haah, untuk apa berakrab-akrab dengan anak-anak? Aku bahkan tak begitu tertarik bergaul meski datang ke sini, aku ingin menjalani hari-hari biasa tanpa digosipi atau dinobatkan sebagai apalah-apalah. Intinya aku mencari hidup yang biasa.
“Hei, Saya-chan. Padahal wajahmu cantik sekali, rambutmu panjang hitam, matamu indah, kalau kau mau kau bisa jadi siswi popular melebihi senior di kelas 3. Aku yakin soalnya senior-senior sibuk mencari perhatianmu. Sayangnya, kau terlalu muka besi hingga perhatian mereka terpental begitu saja.” Cerocos Yuki-san sembari membantuku melipat handuk dan mengisi botol, sementara aku hanya meresponnya dengan helaan napas.
“Haah, tidak perlu sampai seperti itu. Lagipula tidak ada manfaatnya memamerkan wajah karena hanya ingin dianggap cantik atau kepopuleran. Senior saja yang terlalu banyak gaya sampai kepedeannya tinggi setinggi selebirit padahal mereka hanya bocah SMA.” Yuki-san ternganga dan langsung tepuk tangan perlahan mendengar penuturanku tadi. “Aku yakin kalau senior perempuan mendengar cemoohanmu tadi kau bisa langsung kena bully.”.
“Apa aku harus mengatakan kau memujiku tadi?” Yuki-san hanya memberikan cengiran. Baiklah aku mulai lelah sekarang, menjadi Manager ternyata seperti pembantu resmi, katakanlah itu karena gara-gara disuruh macam-macam sekarang pinggangku nyaris lepas dari tempatnya. Karena hari sudah menjelang sore akhirnya kegiatan gilaku selesai.
“Mengerikan, aku tak mau lagi kenal dengan orang bermuka manis.” Yuki-san pamit duluan karena dia kerja sambilan, sebenarnya terlarang sih Cuma dia terlalu licik sampai-sampai bisa mendapat hati kepala sekolah dan mengizinkannya kerja paruh waktu di Konbini*(Toko 24 jam, nyaris seperti Mini market). Kucek ponsel sebentar, ada tiga pesan dari ayahku agar mampir ke toko roti untuk makan malam.
“Nona muda, kalau tidak hati-hati kau bisa menabrak tembok,lho.” Aku terkesiap melihat siapa yang nyaris kutabrak itu. HOSAKA RYUUGEN!
“Oh, maaf.” Aku melengos tapi sayangnya dia terlalu cepat dan berhasil menangkap lenganku.
“Ng…, jangan begitu dong. Kirishiki-san, ah atau bisa aku panggil; Algojo Keluarga Kirishiki, Saya-ojou Sama” Jantungku melorot mendengar suara dingin itu, sepertinya aku terjebak lagi.
“Apa maumu?” tanyaku tak kalah sinis tanpa menoleh.
“Ups, maaf-maaf. Aku tak bermaksud jahat. Sebenarnya kalau boleh jujur aku juga sama. Namaku Hosaka Ryuugen, keluargaku salah satu bagian dari Hokutou ShichiSei. Dengan kata lain aku juga eksekutor Negara,lho.” Dengan santai dia menunjuk dirinya lalu senyumnya itu terlihat tulus, meski aku belum 100% percaya padanya tapi lamat-lamat aku ingat waktu itu ada acara besar dan nama Hosaka itu tidak asing bagiku. Untuk sementara aku percaya padanya, maklum ini terlalu mendadak dan sejauh ini aku belum kenal siapapun di sekolah(minus Yuki-san). Selama 5 menit kami berdiam diri, wajah Hosaka-kun mulai kikuk dan dia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
“Anu, maaf ya aku tadi agak kurang ajar. Sebenarnya aku sudah lama tahu soal kau tapi sayangnya aku tidak berani menyapa, makanya waktu aku lihat kau menolong Kamishiro-senpai dan ternyata bergabung di klub basket aku makin berani untuk menegur, eh tapi malah aku yang kerepotan sendiri. Ah! Maksudku, bukan karena kau salah satu keluarga terhormat, jujur saja Keluarga Hosaka sendiri hanya perangkat bawahan keluargamu,” dia menjeda omongannya sementara aku masih memerhatikan gerak-gerik Hosaka-kun, “Jadi, bagaimana kalau kita…, ng, memulai lagi perkenalannya?” dengan malu-malu juga wajahnya yang semerah tomat itu nyaris membuatku terbahak.
“Dasar bodoh, bertele-tele seperti ini membuatku ingin tertawa saja. Oke, namaku Kirishiki Saya. Senang berkenalan denganmu, Hosaka-kun.” Aku mengulurkan tangan, dia tampak merah padam dan menyambut tanganku sambil gemetar. “Ah, namaku Hosaka Ryuugen, tapi kau cukup panggil aku Ryuu, kok.” Kami tersenyum di bawah sunset tepat di halaman depan, sementara guguran Bunga Sakura menerpa sekeliling rambutku.
“Mm, baiklah, Ryuu-kun kau mendapatkan simpatiku.” Ujarku sambil berjalan.
“Jadi aku boleh memanggilmu Saya-chani?” kekehnya jahil sembari menyusul tepat di samping kiriku.
“Wah, bagaimana ya? Aku kurang berminat pada bocah sepertimu.”sindirku bercanda. Dia langsung melongo dan tampak menggembungkan pipi tanda kesal.
“Apa-apaan itu? Kau masih kesal soal tadi, padahal aku Cuma bercanda kok! Boleh,kan? Ya, ya, Saya-chan!” rengeknya. “Aah, iya-iya, terserah kau saja dan jangan tarik-tarik seragamku!” kami tampak konyol di saat sore hari dan untungnya tak ada yang melihat, bisa gawat kalau menimbulkan gossip baru padahal aku baru saja jadi anak SMA. Ketika di depan mulut gerbang kami melihat seseorang yang tampak menunggu, siapa dia? Aku tidak tahu sosoknya itu. Tampaknya dia adalah Senpai. Dia sedang menunggu siapa?
“Benar-benar deh, kau ini niat sekali mengerjaiku, Hosaka.” Cibir pemuda tinggi itu.
“Aaah, maaf Senpai! Aku kan sudah kirim pesan tadi.” Ryuu-kun kelihatan salting.
“Terserah kau saja, ng, siapa dia? Pacarmu? Tak kusangka kau ini playboy juga.” Dia dengan pandangan datar dan mengejek mengamati Ryuu-kun sementara aku terpaksa tersedak akibat pertanyaan tak terduga itu.
“Ap—aduh, Senpai! Kau mulai salah paham, kami baru
kenalan tadi dan tolong aku tidak mau diejek oleh senior tak laku
sepertimu. Aku mulai khawatir karena kau belum punya pacar di musim semi tahun
keduamu.” Ejek Ryuu-kun balik,
“Diam kau! Mentang-mentang langsung masuk ke first string kau jadi ngelunjak! Jadi bagaimana? Soal besok Minggu, kau ini niat tidak sih mengadakannya?” aku hanya diam sementara kedua pemuda tanggung ini saling memelototi satu sama lain.
“Tentu saja jadi, apa kau sudah mengajak yang lainnya? Aku tidak mau pinggangmu encok akibat kurang pemanasan di streetbasketball nanti,lho.”
“Tidak sopan, tentu saja sudah kukabari. Aku bisa menghajarmu memakai berbagai jurus.” Dengusnya. Ryuu-kun tampak bangga karena obrolan ini dia di atas angin, baiklah tahu begini aku pulang duluan saja, gara-gara si kepala sarang burung ini aku terjebak pada kegiatan tidak penting. “Aaah! Senpai, kau lupa memerkenalkan diri pada Saya-chan!” teriak Ryuu-kun membuatku kaget.
“Huh? Oh, maaf,maaf. Sepertinya aku kurang sopan berhubung anak kurang ajar ini nyaris membuatku naik darah.” Pemuda itu membungkuk rendah padaku, aku pun turut melakukannya lalu dia kembali menatapku. “Jadi kamu teman Hosaka? Klub apa?” tanyanya.
“Huh? Ah, namaku Kirishiki Saya. Aku Manager baru di Klub Basket Shuutoku.” Jawabku perlahan.
“Oh, begitu? Namaku MAASAKI NAKATANI. Aku anggota regular first string di Klub Basket ini. Selamat datang di Klub Basket dan SMA SHUUTOKU.” Nakatani-san tersenyum padaku. Ryuu-kun menyelak di antara kami dan dengan semangat dia berkata : “Jadi di putuskan, Maasa-senpai dan Saya-chan akan ikut di acara Hari Minggu nanti~!”
“Hah!? Apa, aku kan belum memutuskan ikut, kau jangan seenak—.”
“Karena sudah terlanjur aku juga tidak mungkin mengabaikanmu gara-gara pembicaraan kami tadi, sekalian aku antar pulang saja,yuk! Maasa-senpai bagaimana?” sahut Ryuu-kun.
“Aku harus ke toko, ada barang pesanan.” Kami akhirnya berpisah jalan dan Ryuu-kun mengantarku pulang.
“Hari Minggu nanti di lapangan basket pinggir kota, aku jamin kau takkan menyesal deh! Nanti aku jemput, barangkali rumahmu terlalu mencolok saking besarnya.” Mulut sialan Ryuu-kun bungkam setelah kutusuk dengan tanganku, dia mengaduh lalu dengan santai aku melenggang pergi masuk ke rumah. Haah, hari yang mengejutkan tapi, yang lebih mengejutkan lagi adalah soal Hosaka Ryuugen, kemungkinan besar aku bakal bertemu dengan keluarga besar lainnya di kota ini, yang jadi masalah adalah kalau sampai public tahu dan aku tidak bisa lagi bersekolah. Aah! Sudahlah, jalani saja apa yang ada, menurutku ini tidak buruk juga. Ponselku berbunyi dan kutemukan pesan singkat dari Ryuu-kun.
“Maaf soal tadi, aku serius lho! Persiapkan dirimu Hari Minggu pukul 09.00 di depan rumahmu Kalau kau lupa rumahmu terpaksa kubobol :3.”
Dasar iblis kecil satu ini memang perlu diwaspadai, aku tersenyum dan menutup ponsel lalu bersiap untuk mandi dan tidur.
“Diam kau! Mentang-mentang langsung masuk ke first string kau jadi ngelunjak! Jadi bagaimana? Soal besok Minggu, kau ini niat tidak sih mengadakannya?” aku hanya diam sementara kedua pemuda tanggung ini saling memelototi satu sama lain.
“Tentu saja jadi, apa kau sudah mengajak yang lainnya? Aku tidak mau pinggangmu encok akibat kurang pemanasan di streetbasketball nanti,lho.”
“Tidak sopan, tentu saja sudah kukabari. Aku bisa menghajarmu memakai berbagai jurus.” Dengusnya. Ryuu-kun tampak bangga karena obrolan ini dia di atas angin, baiklah tahu begini aku pulang duluan saja, gara-gara si kepala sarang burung ini aku terjebak pada kegiatan tidak penting. “Aaah! Senpai, kau lupa memerkenalkan diri pada Saya-chan!” teriak Ryuu-kun membuatku kaget.
“Huh? Oh, maaf,maaf. Sepertinya aku kurang sopan berhubung anak kurang ajar ini nyaris membuatku naik darah.” Pemuda itu membungkuk rendah padaku, aku pun turut melakukannya lalu dia kembali menatapku. “Jadi kamu teman Hosaka? Klub apa?” tanyanya.
“Huh? Ah, namaku Kirishiki Saya. Aku Manager baru di Klub Basket Shuutoku.” Jawabku perlahan.
“Oh, begitu? Namaku MAASAKI NAKATANI. Aku anggota regular first string di Klub Basket ini. Selamat datang di Klub Basket dan SMA SHUUTOKU.” Nakatani-san tersenyum padaku. Ryuu-kun menyelak di antara kami dan dengan semangat dia berkata : “Jadi di putuskan, Maasa-senpai dan Saya-chan akan ikut di acara Hari Minggu nanti~!”
“Hah!? Apa, aku kan belum memutuskan ikut, kau jangan seenak—.”
“Karena sudah terlanjur aku juga tidak mungkin mengabaikanmu gara-gara pembicaraan kami tadi, sekalian aku antar pulang saja,yuk! Maasa-senpai bagaimana?” sahut Ryuu-kun.
“Aku harus ke toko, ada barang pesanan.” Kami akhirnya berpisah jalan dan Ryuu-kun mengantarku pulang.
“Hari Minggu nanti di lapangan basket pinggir kota, aku jamin kau takkan menyesal deh! Nanti aku jemput, barangkali rumahmu terlalu mencolok saking besarnya.” Mulut sialan Ryuu-kun bungkam setelah kutusuk dengan tanganku, dia mengaduh lalu dengan santai aku melenggang pergi masuk ke rumah. Haah, hari yang mengejutkan tapi, yang lebih mengejutkan lagi adalah soal Hosaka Ryuugen, kemungkinan besar aku bakal bertemu dengan keluarga besar lainnya di kota ini, yang jadi masalah adalah kalau sampai public tahu dan aku tidak bisa lagi bersekolah. Aah! Sudahlah, jalani saja apa yang ada, menurutku ini tidak buruk juga. Ponselku berbunyi dan kutemukan pesan singkat dari Ryuu-kun.
“Maaf soal tadi, aku serius lho! Persiapkan dirimu Hari Minggu pukul 09.00 di depan rumahmu Kalau kau lupa rumahmu terpaksa kubobol :3.”
Dasar iblis kecil satu ini memang perlu diwaspadai, aku tersenyum dan menutup ponsel lalu bersiap untuk mandi dan tidur.
HARI MINGGU. 09.00
Aku
ingin sekali memaki-maki Ryuu-kun
akibat kecepatannya dalam mengendarai sepeda, dia dengan gila-gilaan mengayuh
menerobos berbagai macam kendaraan hingga aku ingin melemparnya ke bak sampah. Tapi
sudahlah, berkat kemampuannya yang mengerikan ini kami berhasil datang tepat
waktu sebelum Nakatani-san menghajar
Ryuu-kun.
Rupanya kami belum terlambat sepenuhnya. Aku melihat sekeliling, tampaknya pagi hari di musim semi itu nyaris membuat orang-orang tak bergairah melakukan kegiatan meski hari ini memang adalah hari yang pas untuk bermalas-malasan, entah kenapa si rambut berantakan di depanku ini masih saja punya tenaga untuk berteriak-teriak girang tanpa memerdulikanku yang nyaris mati akibat kayuhan sepeda gilanya,
“Kau nyaris terlambat, Hosaka.” Sambutan dingin datang dari Nakatani-san.
“Ugh. Ayolah, Maasa-senpai, kau tidak usah mencibir pagi-pagi, menghilangkan mood saja.” Protes Ryuu-kun. “Iya, iya maaf. Lagian aku tidak sepenuhnya serius.” Aku menaruh perlengkapan seperti handuk, minuman energy, lemon madu yang mendadak kubuat subuh-subuh, dan perlengkapan pendukung lain seperti P3K dan semprotan anti nyeri. Sayangnya aku tidak sempat membawa ice box karena tidak punya(aku punya hanya saja ukurannya jauh lebih besar, mana mungkin aku membawanya sambil dibonceng).
“Kalian, jangan lupa pemanasan dulu, aku tidak mau memanggil ambulance kalau kalian cidera.” Ucapku.
“Cara bicaramu mengerikan, Saya-chan.” Komentar Ryuu-kun memandang ngeri.
“Dia memang seperti itu atau bagaimana? Auranya seram.” Bisik Nakatani-san.
“Apa kita masih menunggu orang lain lagi?” Tanyaku. “Iya, kita menunggu dua orang lagi. Beda sekolah dengan kita sih tapi masih satu kenalan dengan Maasa-senpai.” Ujar Ryuu-kun, aku Cuma menangguk mengerti lalu kembali merapikan handuk juga berbenah diri, musim semi yang lembab mudah membuatku berkeringat apalagi rambutku panjang, itu makin membuatku repot. Aku ingin potong rambut tapi nanti ayahku bakal mengamuk—mendiang ibu berambut panjang—makanya ayah melarangku potong rambut. Sejujurnya aku tidak begitu ingat sosok Ibu, beliau meninggal akibat sakit jantung di saat umurku dua setengah tahun, jadi nyaris taka da kenangan di benakku soal almarhum, tapi kurasa ini bukan waktunya flashback karena sekarang Ryuu-kun sudah meneriakiku untuk ke lapangan setelah aku mengikat rambut.
Rupanya kami belum terlambat sepenuhnya. Aku melihat sekeliling, tampaknya pagi hari di musim semi itu nyaris membuat orang-orang tak bergairah melakukan kegiatan meski hari ini memang adalah hari yang pas untuk bermalas-malasan, entah kenapa si rambut berantakan di depanku ini masih saja punya tenaga untuk berteriak-teriak girang tanpa memerdulikanku yang nyaris mati akibat kayuhan sepeda gilanya,
“Kau nyaris terlambat, Hosaka.” Sambutan dingin datang dari Nakatani-san.
“Ugh. Ayolah, Maasa-senpai, kau tidak usah mencibir pagi-pagi, menghilangkan mood saja.” Protes Ryuu-kun. “Iya, iya maaf. Lagian aku tidak sepenuhnya serius.” Aku menaruh perlengkapan seperti handuk, minuman energy, lemon madu yang mendadak kubuat subuh-subuh, dan perlengkapan pendukung lain seperti P3K dan semprotan anti nyeri. Sayangnya aku tidak sempat membawa ice box karena tidak punya(aku punya hanya saja ukurannya jauh lebih besar, mana mungkin aku membawanya sambil dibonceng).
“Kalian, jangan lupa pemanasan dulu, aku tidak mau memanggil ambulance kalau kalian cidera.” Ucapku.
“Cara bicaramu mengerikan, Saya-chan.” Komentar Ryuu-kun memandang ngeri.
“Dia memang seperti itu atau bagaimana? Auranya seram.” Bisik Nakatani-san.
“Apa kita masih menunggu orang lain lagi?” Tanyaku. “Iya, kita menunggu dua orang lagi. Beda sekolah dengan kita sih tapi masih satu kenalan dengan Maasa-senpai.” Ujar Ryuu-kun, aku Cuma menangguk mengerti lalu kembali merapikan handuk juga berbenah diri, musim semi yang lembab mudah membuatku berkeringat apalagi rambutku panjang, itu makin membuatku repot. Aku ingin potong rambut tapi nanti ayahku bakal mengamuk—mendiang ibu berambut panjang—makanya ayah melarangku potong rambut. Sejujurnya aku tidak begitu ingat sosok Ibu, beliau meninggal akibat sakit jantung di saat umurku dua setengah tahun, jadi nyaris taka da kenangan di benakku soal almarhum, tapi kurasa ini bukan waktunya flashback karena sekarang Ryuu-kun sudah meneriakiku untuk ke lapangan setelah aku mengikat rambut.
“Mereka sudah datang! Sini dongg, Saya-chan!” dia menarik tanganku.
“Hei, aku bisa jalan sendiri lagian aku malas tahu, Ryuu! Kau dengar aku tidak,sih?”
“Kau harusnya memberikan salam yang bagus pada mereka dong, tuh, mereka datang cepat!” senyum Ryuu membuatku silau, seumur-umur belum pernah aku bertemu orang yang sebegini ceria. Dia seperti matahari yang silau, sangat silau untukku yang nyaris tak pernah menyentuh dunia terang. Karena aku tahu seperti apa posisiku di sini, makanya tak banyak yang bisa aku lakukan, bahkan aku lupa kalau Ryuu juga sama(entah ya, kenapa aku lebih nyaman memanggilnya begitu). Padahal… padahal dia dan aku… sama,ya kan?
“Ohh, jadi sekarang kau mulai mengajari adik kelasmu jadi cowok tampan,ya?” cibir cowok berambut raven coklat dengan senyum mengejek.
“Kau ini sengaja merusak reputasiku,ya?”
“Aku tidak berniat begitu hanya saja tak kusangka sekolahmu kebanyakan begitu,ya?”
Mereka berdua langsung melempar pelototan dan seperti ada percikan api di kedua mata mereka, wah aku sepertinya salah tempat! Ryuu! Kau harus tanggung jawab!
“Maa, maa Senpai, sudahlah, jangan bertengkar terus nanti kau cepat tua”sekarang Ryuu dijadikan korban selanjutnya, dengan tampang sengit dan wajah mereka menakutkan sekali.
Sementara mereka asyik mengobrol tidak jelas aku hanya diam ditinggalkan lagi, yaah, sebenarnya ini juga bukan acaraku, aku hanya tamu tak diundang.
“Hei, kau kelihatan pucat? Tidak apa-apa?” Mataku menangkap sosok yang menyapaku itu, menjulang tinggi dan semampai, rambutnya yang kehitaman di highlight coklat di tiap ujungnya, memakai jaket jumper hitam dan senyumnya membuatku ternganga.
“Ahh! Kau ternyata di sana, aku kira kemana!” seru pemuda berambut caramel di sebrang sana.
“Aku baru saja beli minum, ngomong-ngomong kenapa kalian nyuekin gadis cantik ini?” wajahku seperti disengat sesuatu, aakh!! Kenapa aku jadi salting begini, padahal aku baru saja mengenalnya. “Oh, maaf! Saya-chan, sebelumnya perkenalkan mereka nih, mereka dari SMA SEIRIN, klub basketnya memang belum ada Cuma mereka suka gabung di streetbasketball yang lumayan popular di daerah sini.” Terang Ryuu.
“Namaku KAGETORA AIDA, aku salah satu pemain andalan di streetbasketball. Ah, dan ini temanku, kami sekelas dan kami sama-sama ikut basket jalanan,tidak hanya aku saja, kami punya klub sendiri dan dia wakil kapten lho..”
“Perkenalkan, aku SHUUMA YUKIHIRA. Senang bertemu kalian, mohon bimbingannya ya.” Kesanku padanya bagus, sayangnya karena aku harus berkaca dari kenyataan, akhirnya perasaan itu kututup begitu saja, tidak ada hal yang harus kusesali kalau aku tidak memiliki rasa padanya. Sayangnya aku tidak mau menyesal atau apalah itu, setidaknya melihat sosok Yukihira-san sudah cukup.
Sementara aku kembali merutuki peralatan P3K, aku tidak menyadari kalau sedari tadi Yukihira-san mengamati—atau mungkin memerhatikan—diriku yang membelakanginya, aku seperti orang bodoh karena sibuk meneriaki Ryuu yang seenaknya mengambil lemon madu dari kotak makan, kebetulan aku juga bawa makan siang untuk semuanya jadi kita tak perlu membeli makanan di mini market. Kesannya seperti piknik saja. Tapi ya sudahlah yang penting mereka senang.
“Oi, Yukki ada apa?”
“Tidak. Hanya saja, sepertinya sore ini akan hujan,ya?”
Entah apa yang
terjadi kelak, sepertinya inilah awal dari musim semiku. Awal musim semi dan
cinta yang menyakitkan juga… BADAI yang akan datang tiba-tiba itu..
“Saya-chan kenapa?” Tanya Ryuu.
“Nggak, Sore ini sepertinya akan turun hujan.”
“Saya-chan kenapa?” Tanya Ryuu.
“Nggak, Sore ini sepertinya akan turun hujan.”
Kisah
ini baru dimulai…, rahasia di antara kami dan BENCANA yang akan datang
KINAKO YUKIHIRA
—The Story That Nobody Know—
Tokyo-Apartement Lt. 2,.
—The Story That Nobody Know—
Tokyo-Apartement Lt. 2,.
Badai Salju nyaris membekukan seluruh
kota.
Taka da yang berani keluar di saat salju mengamuk menggempur seluruh penjuru Tokyo,
Taka da yang berani keluar di saat salju mengamuk menggempur seluruh penjuru Tokyo,
Ruangan
yang kedap suara di sini sangat membantu, setidaknya ruangan ini tidak
kelihatan terlalu mencekam karena diterangi lampu baru. Kotatsu*(meja penghangat) di tengah-tengah ruangan yang minimalis
dialasi dengan Tatami berdiam dengan
tenang bersama teko berisi Teh Hijau yang hampir habis di atasnya. Aku
mengamati jendela yang membeku, sembari mengupas sebuah Jeruk Mandarin yang
kubeli tadi siang.
Makan
siang hari ini hanya Kotak Bento
berisi udang dan cah sapi, lalu jeruk, dan teh hijau, sebagai penutupnya aku
membuat sup sayuran. Udara terlalu ekstrim hingga di dalam ruangan yang kedap
masih saja terasa dinginnya. Apartemen kecil di pinggiran kota ini tidak
terlalu menyolok, apalagi karena di sini jauh dari pertokoan, meski begitu
akses untuk kendaraan mudah juga banyak yang buka toko kelontong seadanya, mini
market saja berjarak 1 km dari sini, lumayan jauh.
Tak banyak yang kulakukan, aku hanya mengecek ponsel yang batrenya tinggal sedikit, kurasa tidak ada tanda-tanda mencurigakan dari komplotan tadi, atau pergerakan dari Kagami-Nii cs yang masih berada di kuil. Kuhela napas dan kembali focus pada jerukku yang hampir selesai kukuliti. Perasaanku sudah terlalu membeku sama seperti cuaca ini, semenjak kehilangan Kohane –ralat—bahkan sebelum kehilangan adikku itu,aku sudah memutuskan untuk bergerak sendirian, tanpa melibatkan mereka atau semuanya akan hancur. Aku juga tidak tahu apa-apa soal festival bodoh mengerikan dan yah, sekarang aku hanya terkurung dalam masa lalu dan dendam akibat insiden itu. Sepuluh tahun sudah aku meninggalkan jalan hidup untuk meneruskan posisi sebagai Juuhachidaime*(the 18th) keluarga eksekutor Yukihira, sayangnya aku tidak berminat untuk menjadi eksekutor para mafia-mafia di luar sana.
“Heii~ aku sudah menghangatkan supnya, makan malam aku beli ikan saja,ya? Lagi ada diskon.nih kau mau ikan apa? Ada tambahan…?” sosok bertubuh tinggi yang rambutnya dikepang itu membawa semangkuk besar Sup Miso yang tadi kubuat, sembari melihat-lihat pamphlet yang tertera harga diskon untuk ikan dan daging. Pemuda berambut orange tersebut mengamatiku sebentar lalu iris coklatnya mengerling jahil.
“Aku mau salmon saja. Tapi kau yakin mau belanja di tengah badai begini?” tanyaku acuh tak acuh.
“Nanti malam juga badainya berhenti kok. Lagian aku tidak mau jadi manusia purba yang dibekukan kalau aku nekat keluar sekarang, nih bagianmu, cepat dimakan sebelum dingin karena supmu bakal jadi es kalau lama didiamkan.” Ocehnya, aku menurut lalu turun dari ambang jendela, kuraih sup di mangkuk lalu kumakan perlahan.
“Apa kau mendapat sesuatu?” tanyaku.
“Soal apa?”. “Soal festival dan informasi organisasi dalam keluarga itu.”
“Aku tak mau memberimu harapan berlebih, sayangnya aku belum bisa menemukan informasi yang pas, Juuhachidaime~.” Aku mendelik ketika dia menggodaku.
“Haah, kurasa bertanya padamu saat ini adalah hal yang salah..” sahutku perlahan.
“Ng, kalau kau Tanya perihal harga diskon kurasa itu lebih tepat..” aku meloloskan senyuman simpul mendengar jawabannya.
Tak banyak yang kulakukan, aku hanya mengecek ponsel yang batrenya tinggal sedikit, kurasa tidak ada tanda-tanda mencurigakan dari komplotan tadi, atau pergerakan dari Kagami-Nii cs yang masih berada di kuil. Kuhela napas dan kembali focus pada jerukku yang hampir selesai kukuliti. Perasaanku sudah terlalu membeku sama seperti cuaca ini, semenjak kehilangan Kohane –ralat—bahkan sebelum kehilangan adikku itu,aku sudah memutuskan untuk bergerak sendirian, tanpa melibatkan mereka atau semuanya akan hancur. Aku juga tidak tahu apa-apa soal festival bodoh mengerikan dan yah, sekarang aku hanya terkurung dalam masa lalu dan dendam akibat insiden itu. Sepuluh tahun sudah aku meninggalkan jalan hidup untuk meneruskan posisi sebagai Juuhachidaime*(the 18th) keluarga eksekutor Yukihira, sayangnya aku tidak berminat untuk menjadi eksekutor para mafia-mafia di luar sana.
“Heii~ aku sudah menghangatkan supnya, makan malam aku beli ikan saja,ya? Lagi ada diskon.nih kau mau ikan apa? Ada tambahan…?” sosok bertubuh tinggi yang rambutnya dikepang itu membawa semangkuk besar Sup Miso yang tadi kubuat, sembari melihat-lihat pamphlet yang tertera harga diskon untuk ikan dan daging. Pemuda berambut orange tersebut mengamatiku sebentar lalu iris coklatnya mengerling jahil.
“Aku mau salmon saja. Tapi kau yakin mau belanja di tengah badai begini?” tanyaku acuh tak acuh.
“Nanti malam juga badainya berhenti kok. Lagian aku tidak mau jadi manusia purba yang dibekukan kalau aku nekat keluar sekarang, nih bagianmu, cepat dimakan sebelum dingin karena supmu bakal jadi es kalau lama didiamkan.” Ocehnya, aku menurut lalu turun dari ambang jendela, kuraih sup di mangkuk lalu kumakan perlahan.
“Apa kau mendapat sesuatu?” tanyaku.
“Soal apa?”. “Soal festival dan informasi organisasi dalam keluarga itu.”
“Aku tak mau memberimu harapan berlebih, sayangnya aku belum bisa menemukan informasi yang pas, Juuhachidaime~.” Aku mendelik ketika dia menggodaku.
“Haah, kurasa bertanya padamu saat ini adalah hal yang salah..” sahutku perlahan.
“Ng, kalau kau Tanya perihal harga diskon kurasa itu lebih tepat..” aku meloloskan senyuman simpul mendengar jawabannya.
Kami
menikmati sup itu juga ikan makarel yang barusan dibakar olehnya, aku merasa
dia jauh lebih pandai mengurus rumah ketimbang aku, terutama soal memasak. Aku
hanya bisa memasak Omelet dan sup,
kalau yang rumit tidak bisa. Mirip Kagami-nii,
hanya saja wajahnya tidak kelewat garang dengan sepasang pupil berwarna coklat
jahil dan rambut orange panjang(nampaknya dia malas ke salon).
“Nee, Kinako-chan. Kau yakin tidak mau kembali?”
“Sudah kukatakan untuk tidak membahas hal itu.”
“Maaf, maksudku, aku merasa anak berambut blonde sangat peduli (sangat suka)padamu meski kau bersikap sedingin ini, aku turut berduka atas kematian adik kembarmu. Seharusnya aku mengajak ayah untuk datang ke pemakaman Cuma berita itu seperti ditutup-tutupi pihak berwenang juga pihak yang berkaitan. Bukankah kau percaya kalau ibumu juga masih hidup dan apa salahnya kembali ke tempat yang selalu bisa menerimamu kini? Kurasa rasa kasih sayang mereka sangat kuat,lho.”
“…..”. Aku hanya bisa terdiam, aku percaya Haha ue*(ibu) masih hidup dan aku tak mau bingung karena berita simpang siur itu, semakin aku memikirkannya semakin banyak keraguan yang menghujam hatiku.
“Apa kau bimbang, karena takut tidak diterima lagi?” sembari mencuci piring kata-kata yang dilontarkannya mengongkan hatiku, benar sekali, kebimbangan itu terus menggantung di sana. Tapi aku tidak boleh membiarkan kebimbanganku menggrogoti setiap jalan yang telah kuperbuat. Kekuatan saika ini sudah hilang dan sekarang aku hanya bisa bertumpu pada katana bersarung hitam di pojok ruangan yang bersandar santai. “Kurogarasu*(gagak hitam) terlihat tenang di musim dingin.” Komentar pemuda itu pada pendangku, Kurogarasu.
“Aku tidak boleh lengah, aku punya misi.” Sahutku tajam.
“Iya,iya, aku mengerti…, makanya aku juga ada di sini. Tidak sia-sia aku membawa Tsumiho*(Sin’s) bersamaku, pedang yang bawel sekali” Sahut pemuda itu.
“Maaf melibatkanmu…”
“Kenapa kau minta maaf, kita sudah seperti saudara. Kinako-chan, Oyaji*(ayah) sudah menyerahkan semuanya padaku..” senyuman itu entah kenapa membuatku lega, senyum yang mirip akan seseorang.
“Ya. Terima kasih..., aku mohon bantuanmu.”
“Serahkan padaku, Juurokudaime*(the 14th) dari keluarga Algojo Hokutou ShichiSei. HOSAKA SHINGEN.” Shingen-san menepuk dadanya bangga, aku tersenyum samar diiringi gemuruh badai yang entah kapan akan berhenti.
Seperti masa lalu dan luka hati yang entah kapan akan menghilang.
Di tengah kobaran api sepuluh tahun lalu.
“Nee, Kinako-chan. Kau yakin tidak mau kembali?”
“Sudah kukatakan untuk tidak membahas hal itu.”
“Maaf, maksudku, aku merasa anak berambut blonde sangat peduli (sangat suka)padamu meski kau bersikap sedingin ini, aku turut berduka atas kematian adik kembarmu. Seharusnya aku mengajak ayah untuk datang ke pemakaman Cuma berita itu seperti ditutup-tutupi pihak berwenang juga pihak yang berkaitan. Bukankah kau percaya kalau ibumu juga masih hidup dan apa salahnya kembali ke tempat yang selalu bisa menerimamu kini? Kurasa rasa kasih sayang mereka sangat kuat,lho.”
“…..”. Aku hanya bisa terdiam, aku percaya Haha ue*(ibu) masih hidup dan aku tak mau bingung karena berita simpang siur itu, semakin aku memikirkannya semakin banyak keraguan yang menghujam hatiku.
“Apa kau bimbang, karena takut tidak diterima lagi?” sembari mencuci piring kata-kata yang dilontarkannya mengongkan hatiku, benar sekali, kebimbangan itu terus menggantung di sana. Tapi aku tidak boleh membiarkan kebimbanganku menggrogoti setiap jalan yang telah kuperbuat. Kekuatan saika ini sudah hilang dan sekarang aku hanya bisa bertumpu pada katana bersarung hitam di pojok ruangan yang bersandar santai. “Kurogarasu*(gagak hitam) terlihat tenang di musim dingin.” Komentar pemuda itu pada pendangku, Kurogarasu.
“Aku tidak boleh lengah, aku punya misi.” Sahutku tajam.
“Iya,iya, aku mengerti…, makanya aku juga ada di sini. Tidak sia-sia aku membawa Tsumiho*(Sin’s) bersamaku, pedang yang bawel sekali” Sahut pemuda itu.
“Maaf melibatkanmu…”
“Kenapa kau minta maaf, kita sudah seperti saudara. Kinako-chan, Oyaji*(ayah) sudah menyerahkan semuanya padaku..” senyuman itu entah kenapa membuatku lega, senyum yang mirip akan seseorang.
“Ya. Terima kasih..., aku mohon bantuanmu.”
“Serahkan padaku, Juurokudaime*(the 14th) dari keluarga Algojo Hokutou ShichiSei. HOSAKA SHINGEN.” Shingen-san menepuk dadanya bangga, aku tersenyum samar diiringi gemuruh badai yang entah kapan akan berhenti.
Seperti masa lalu dan luka hati yang entah kapan akan menghilang.
Di tengah kobaran api sepuluh tahun lalu.