Selasa, 10 Oktober 2017

PENGALAMAN MAGANG DI CCA

Selamat datang, 'selamat menikmati postingan ini
buat kalian yang sedang membacanya, ya kalian, siapa lagi?
sudah lama blog ini ditinggal oleh pemiliknya jadi agak berdebu.

Hari ini untuk pertama kalinya aku menulis lagi di blog ini.
Sekarang aku ingin menceritakan pengalaman Magangku selama 3 bulan. Magang di suatu tempat di salah satu kota di Jawa Barat, tetangganya Kota Bandung, yaitu Cimahi.-- pakai nada Fitri Tropica-- skip-- jadi, selama 3 bulan di Cimahi, lebih tepatnya aku menghabiskan waktu PKL(Praktik Kerja Lapangan--bukan Pedagang Kaki Lima--) di CCA (Cimahi Creative Association), CCA sendiri merupakan tim--mungkin lebih ke sebuah organisasi yang berkecimpung di dunia Industri Kreatif, memberikan wadah bagi generasi-generasi muda yang menyukai apapun seputar industri kreatif seperti, animasi dan Game terutama.

Di Semester 5 ini aku baru dan benar-benar merasakan bagaimana bekerja di Industri Kreatif, bagaimana sulitnya bertahan di era modern yang semakin cepat berkembang, dan ternyata animasi adalah salah satu yang paling maju di tahun 2017. Semakin banyak PH(Production House) yang membuka lapangan kerja mencari SDM animator, graphic designer, motion graphic, game development, dan koleganya demi menghidupkan kreatifitas yang nampaknya kurang laku dan kurang dilirik oleh masyarakat.

Kembali ke topik,bukan Topik Safalas  bukan  juga Topik saya bundar, oke, jadi di CCA aku magang sebagai seorang 2D Animation storyboard artis.

Terima kasih  kepada Kang Irvan, Kang Danny Kuswan, dan teman-teman seperjuangan yang membantuku beradaptasi di lingkungan kerja yang baru, belajar untuk survive di kota orang, mencari ilmu banyak kendalanya juga lho.

Ngomong-ngomong, aku sangat menyukai teman-teman dan senior-senior di tempat magang yang sangat sabar menghadapi kelakuanku di sana--aku nggak bermaksud tipu-tipu jadi anak baik lho, aku memang anak baik hanya saja kebaikanku itu direalisasikan dengan cara yang agak berbeda-- dan syukurlah senior-senior kelas 2D di sana tidak sampai berniat mengirim aku pulang pakai JNE saking 'baiknya' kelakuanku di tempat magang.

Oke, lanjut,

Di Cimahi, aku mendapat banyak pengalaman baru. Aku sempat menghabiskan 1 bulan lebih tepatnya tanggal 30 Juli sampai 28 Agustus di Jakarta, aku terpilih mengikuti Diklat 3in1 AUTODESK MAYA3D Animate di SSR, pengalaman yang sangat--emm--menyenangkan juga menegangkan(?)-- aku akan ceritakan secara singkat, jadi bermula dari sebuah 'kesalahan' teknis dari penyelenggara, aku yang notabenenya harus masuk ke Diklat 2D animation tertukar dengan batch 3D MAYA.

Sempat panik, pasti, aku tidak ada basic apapun di 3D, namun seiring waktu berlalu aku mulai mengenal sedikit demi sedikit apa itu Animate 3D Maya, terima kasih untuk Nurani dari MSV yang mau bersabar mengajariku. di sisi lain aku dapat pelajaran berharga dari Mentor-mentor SSR,
bertemu teman-teman baru yang ternyata tidak kalah menyenangkan.

Membangun koneksi itu penting--itu pelajaran yang kudapatkan selama di Jakarta.

Tanggal 28 setelah ujian dan penutupan Diklat kami (rombongan dari Bandung) kembali pulang dan aku kembali menyelesaikan Magangku dengan baik--sangat baik--percaya deh baik sekali.

Wah, tidak disangka aku sudah menulis sebanyak ini tapi masih banyak yang ingin kusampaikan,
langsung saja, semoga kalian tidak bosan membaca postingan super panjang ini.

Tanggal 17 September aku kembali karena Magangku sudah selesai. Tapi aku masih punya tugas mandiri untuk dikerjakan, aku masih harus Sidang di tempat magang dan menayangkan animasi LASKAR CIMA di BIAF.

Syukurlah tidak banyak kendala yang terjadi--sebenarnya banyak tapi aku yakin mata kalian bakal meleleh membaca curahan hati Yuzu selama produksi berlangsung,

terutama ketika harus membantu teman seproduksi, Ka Dea, dibantu oleh orang yang paling kupercaya, Dimas, menyelesaikan coloringnya. Senior TEDC paling kepala batu yang berhasil menyita 90% waktu tidurku hanya untuk coloring selama 3 hari 3 malam.. Well done, itu adalah salah satu pengalaman mendebarkan yang pernah ada.

ujug-ujug dia dulu yang sidang...,
Untunglah aku sidang setelahnya, dan memang.. itu momen-momen mendebarkan. Dan cukup membuat aku lupa --lupa ini dimana, kamu siapa, ngapain aku di sini? --skip--

Aku rasa cukup sampai di sini dulu, banyak sekali pengalaman yang aku ingin bagikan selama magang di CCA, tapi kalau kulanjutkan ini bakal jadi Novel(haha).

Terima kasih sudah mau meluangkan waktu membaca blog ini,
semoga postingan ini bisa memberikan banyak manfaat--kalau kalian merasa jenuh membaca entri-entri seputar jual-beli barang onlen kalian bisa mampir ke sini.

See you again.

Senin, 09 Januari 2017

FABEL ANIMALIA OLEH MOCCA ANIMATION SUDIO

FABEL ANIMALIA OLEH MOCCA ANIMATION SUDIO
           
©Nadya Chandra Dewi 2017

            Halo teman-teman, adik-adik, dan semua masyarakat Indonesia di seluruh pulau dimanapun anda berada, wah berasa kayak penyiar televisi saja eh tapi saya di sini memang ingin berbagi info seputar Mocca Animation Studio, terutama animasi Fabel Animalia yang digarap oleh Studio Mocca ini kawan. Ngomong-ngomong sudah pada kenal dengan Mocca Animation Studio belum? Mocca Animation Studio bermarkas di Kota Malang, Jawa Timur. Studio ini didirikan pada Bulan Juli 2003 oleh kakak-kakak ini teman antara lain, Kakak Adhitya Yustanto, Kakak Eko Purnomo, dan Kakak Muhammad Zainuri. 
https://scontent.cdninstagram.com/

            Mocca Animation Studio ini sudah menghasilkan 8 film animasi lho, yaitu Alien CG, Cak Rowi, Fabel Animalia, Bunda, Ini Budi, Icha, and Friend, Doodle, dan, Jamu Jowo. Salah satu animasi edukasi untuk anak-anak yang menarik perhatian saya adalah Fabel Animalia. Fabel Animalia mengangkat tema kehidupan sehari-hari yang ringan, penuh nilai-nilai moral, dan tentunya cocok untuk adik-adik yang senang bermain dan belajar karena di dalam Fabel Animalia ini disuguhkan karakter-karakter unik, seperti Desky si Monyet yang gemar bermain sepak bola dan ceria, ada Lulu si Kelinci baik hati, ada Kirin si Jerapah yang senang tidur siang, ada Mato si beruang yang gagah perkasa namun berhati lembut, lalu Poli si burung kecil yang jenaka namun pintar dan senang membantu. Saya sangat menyukai karakter mereka yang mencerminkan sikap penuh rasa persahabatan, saling tolong menolong, berbakti pada orang tua, dan jujur. Adanya tokoh serigala menambah perbedaan bahwa sebagai anak yang baik perilaku serigala tidak patut di contoh. Edukatif dan kreativ sekali ya teman-teman!

            Saya sangat senang bisa berbagi pengalaman dan terlebih boleh diizinkan ikut untuk menilik animasi buatan Mocca Animation Studio yaitu Fabel Animalia, sejujurnya saya tidak sampai kepikiran dapat tembus ketika Apply test sebagai Writer untuk Mocca Animation Studio lho. Bahkan saya sendiri masih sangat awam terjun ke dalam dunia animasi—kebetulan sekali saya mengambil konsentrasi animasi di Institut Seni di Yogyakarta—dan satu hal yang bisa saya jadikan senjata adalah menulis. Menulis merupakan hal yang menyenangkan dan separuh dari hidup saya, tapi tentu saja tidak mengubah kiblat saya untuk menekuni ilustrasi dan animasi.

            Tapi semakin lama saya semakin yakin bahwa membuat naskah, menulis cerita, dan salah satunya merangkai storyboard adalah keahlian paling menonjol dalam diri saya. Semua butuh proses kok, saya tahu dan saya menghargai setiap proses yang telah saya lalui sampai saya dipertemukan dengan Mocca Animation Studio.
            Apa tema-tema yang akan diupload tiap minggu untuk memperomosikan Mocca Animation Studio? Untuk kedepannya terutama untuk tema penulisan naskah saya ingin mengangkat tema tentang :
1. Persaudaraan :
            Mungkin cerita ini akan disertai banyak edukasi yang dibawakan oleh dua anak kembar yang masih TK dan mulai mengenal lingkungan, belajar mengenal benda-benda dalam bahasa Inggris dan berhitung sederhana.)
2. Kisah Jenaka .

            seperti kisah tentang kehidupan sehari-hari seorang paman tambun yang pelupa bahkan lupa akan jalan pulang ke rumah, lupa kalau ketika pergi ke pasar ia membawa istrinya, dan lupa ketika ia pergi membeli pulsa meninggalkan sepedanya di konter dan malah pulang berjalan kaki.)
3. Slice of Life :
            cerita seorang anak perempuan yang jauh merantau dan berusaha untuk kembali ke kampung halaman. Dia bekerja sebagai animator di kota besar dan tujuannya adalah pulang kampung dan membawa oleh-oleh untuk orang tuanya.
4. Fabel Animalia
            Saya sangat tertarik dengan karakter-karakter fabel animalia milik Mocca Animation Studio dan saya bisa memberikan cerita-cerita terbaik yang bisa diterima dan digarap dengan senang hati. Fabel adalah cerita yang menyenangkan untuk disampaikan pada anak-anak, mengingat perkembangan zaman membuat nyaris terjadinya degradasi moral dan menyentuh pada lapisan anak-anak, menyelamatkan anak-anak dari sikap-sikap tercela melalui animasi dan menunjukkan nilai-nilai budi luhur dikemas dengan cerita yang ringan dan menarik.
5. Horor Komedi.
            Basically  saya sering menulis cerita(cerpen) maupun naskah novel(masih dalam pengerjaan) bertermakan horor. Horor komedi  seperti kisah seorang gadis hantu yang tinggal di pohon Jengkol dan berteman dengan seorang anak perempuan manusia di rumah besar, hantu itu sering menjahili para tamu yang datang ke rumah dan sangat senang membantu si anak perempuan ketika diganggu.
            Mocca Animation Studio punya ciri khas yang menarik ketika membuat karakter, jadi jangan lupa untuk terus mendukung Mocca Animation Studio, animasi yang menarik bersama dengan kakak-kakak kreativ yang membuat karya luar biasa bertema edukatif, jenaka, dan penuh manfaat akan menghibur adik-adik, kakak-kakak, ibu-bu, dan bapak-bapak(waduh mirip jualan di pasar nih jadinya). Fabel Animalia memberikan media belajar yang dibuat oleh kakak-kakak Mocca Animation Studio dan bisa dinikmati oleh semua umur.

            Sampai disini dulu ya ­Chit-Chat kita, pokoknya yang belum kenal sama Animasi Fabel Animalia punya Mocca Studio harus nonton di Channel Youtube milik Mocca Animation Studio. Kita bertemu lagi di kesempatan yang akan datang. 

            “Ora Et Labora” (Berdoa dan Bekerjalah) salam hangat dari Nadya.
           
            

Senin, 02 Mei 2016

FESTIVAL KEMATIAN FESTIVAL 8 : YOIGOSHI(宵越し) BEYOND MIDNIGHT

FFN. CODE 4. 黒子のバスケ
            FESTIVAL KEMATIAN
 
SEQUEL OF BUSHO-AKU(PERSEMBAHAN SETAN)—
“You must prove yourself to show that you are ‘here’. 
DISCLAIMER : TADATOSHI FUJIMAKI
FESTIVAL 8 : YOIGOSHI(宵越し)
                        BEYOND MIDNIGHT
“Kematian itu selalu singkat dan selalu meninggalkan kesedihan, ketakutan, dan paranoid. Padahal kita juga akan mengalami hal yang sama. KEMATIAN”
星坂心減
(Hosaka Shingen)
HOSAKA SHINGEN
18.00 p.m

            Sebenarnya aku tidak mau memunculkan diri di sini.
Aku jadi bulan-bulanan makhluk keparat yang nyatanya adalah paman Kinako. Si Karasu yang tak pantas menyandang nama Yukihira, mengotori nama keluarga, dan dia berhasil lolos saat pedangku nyaris membelah kepalanya seperti Melon.
            “Aku terkejut. Kau musuh atau teman?” si rambut biru langit itu menatapku waspada, ah, ya aku ingat pria berambut biru ini adalah teman Kinako. Siapa namanya, oh, Kuroko. Wajahnya yang penuh lumpur dan pucat itu tetap bergeming. Aku menghela napas dan menyodorkannya sapu tangan. 

“Sebelum aku bercerita lebih baik kau bersihkan wajahmu dulu.”
Sumimasen..”. aku mengawasi keadaan sekitar, untunglah kami sempat kabur dengan susah payah dan sekarang kami sudah berada di kediaman Uzumaki-san. Wanita berambut ungu itu sibuk kesana-kemari menyiapkan air hangat dan obat-obatan.
            “Hosaka-kun?” kali ini aku terperanjat, kulihat manik magenta yang nampak sangar dimataku. Hiii... aku tahu seharusnya aku tak berurusan dengannya. Tapi wanita itu malah bersimpuh di depanku, menatapku lekat-lekat lalu tiba-tiba menunduk.

            “Maaf sudah merepotkan Ryuu selama ini. Apa dia baik-baik saja?”
            “Anda kenal ayahku?” oke kali ini aku terkejut—sangat.
            “Aku berteman baik dengan ayahmu semenjak SMA, dan dia juga mengenal ayah Kinako. Kau pasti bertemu dengan anak itu,kan?” Shoot. Wanita ini memang hebat. Sepertinya Oyaji belum sempat memberitahuku kalau ibunya Kinako itu adalah sahabat lamanya. Dasar, sudah berumur sih jadi begitu. Dan lagi dia tahu aku sempat tinggal bersama Kinako, oh oke, aku lupa kalau si kecil menyebalkan itu sekarang pasti marah padaku.
            “Untung Shingen-san datang dengan Kuroko, kita sempat lari sebelum kita semua meledak di kuil itu dan menjadi steik barbeque.” Komentar Kagami, dialah yang membantuku meng-evakuasi seluruh umat manusia di kuil yang sekarang sudah hancur setengah. Bisa-bisanya si Karasu menempelkan peledak di tempat yang tak kami ketahui.
            “Kuroko, kau tidak apa-apa?” kini aku beralih pada si biru itu.
            “Aku tidak apa-apa, Kise-kun bagaimana? Apa dia tidak apa-apa?”
            “Jangan cemas-nanodayo. Dia hanya menderita luka sabetan saja. Tidak dalam.” Ah ya, si Midorima ini juga. Aaargh, Kinako, kenapa kau melibatkan aku di tempat seperti ini? Eh sebenarnya aku sendiri yang mau tapi bukan begini caranya. Aku ini Cuma pemain figuran. Sekarang aku malah terlihat seperti hero dalam adegan action. 

“Shingen-san. Kinako mana?” Ugh. Aku menengok dan menemukan seorang dengan surai kelabu nan kuyu . Ada perban disana-sini dan tampak sekali kondisinya tidak baik-baik saja.
            “Kami berpisah ketika perjalanan menuju kuil. Anak itu bersikeras tak mau bertemu kalian jadi kami sempat bertengkar, tapi aku meninggalkannya karena si kuning itu dalam masalah. Saat aku kembali dia sudah tidak ada di tempat. Maaf.”  Iya benar, aku memang bodoh dan tolol. Kenapa di saat seperti itu aku malah bertengkar dengannya. Padahal aku bukan ingin berpihak pada siapapun, aku mau dia menyadari kalau tindakannya tidak akan bisa membuat perubahan apapun. Sayangnya emosi anak itu masih terlalu labil hingga kami saling ngotot dan..fuala, kami terpisah sekarang.

            “Serangan Karasu benar-benar mengerikan.” Komentar Saya-san.
            “Sesuai yang dikatakan oleh Akashi, festival itu diadakan hari Rabu. Tepat di Kuil SEIRIN, benar,kan Saya-san?” Pemuda tampan dengan sebelah mata tertutup rambut itu berucap, semua mengangguk sementara aku hanya bisa menjadi penonton. Aku tak tahu apa yang terjadi pada mereka, aku baru saja tiba di sini. Saya-san mengangguk. “Bersamaan dengan bulan purnama.”
            “Menurutku Kinako pasti ke sana.” Sahutku. Ya, aku akan mengejar anak itu karena dia memang patut diberi pelajaran khusus tentang kepercayaan. Seberapa besar sih kepercayaannya itu pada teman-temannya. Aku heran.
            “Tapi kita tidak boleh datang beramai-ramai. Aku rasa cukup beberapa orang saja.” Si rambut merah yang dipanggil Akashi itu berkomentar.
            “Aku ikut.” Kagami menyerobot, dia bersama Kuroko memandang semuanya dengan mantap. Perasaan mereka benar-benar kuat, mereka ingin membawa kembali Kinako dan tidak akan melepaskan anak itu. “Aku juga.” Kini Aomine, Midorima, serta Murasakibara—yang badannya lebih bongsor dariku—angkat bicara.
            “Kalau begitu aku juga.” Terakhir aku sembari mengangkat tangan, Pak Kepala Kuil menjelaskan kalau festival tersebut sangat tertutup. Memang sih, seperti festival biasa tapi kita harus senantiasa berhati-hati. Karena di sana bukan hanya manusia saja yang datang. Terlebih kami harus putar otak untuk menyelinap dan menyelamatkan anak-anak yang ditahan oleh Karasu(termasuk adiknya Uzumaki-san.)
            “Kise, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa si bodoh itu tahu-tahu kerasukan pedang yang... ahh kenapa malah dia yang jadi SAIKA? Bukankah harusnya Kinako?” si kulit gelap yang bernama Aomine(eh benar nggak?) mendecak kesal, Midorima memandanganya sesaat lalu dia bicara begini, “Ada kemungkinan kalau pedang itu memang berpindah. Sekarang jelas sekali kalau Saika yang sesungguhnya adalah Kise bukan Kinako. Mungkin itu kehendak pedang tersebut makanya...”
 “Bukan.” Saya-san memotong tegas.
            “Maksudnya?” tanyaku tak mengerti.

            “Pedang Saika adalah siluman yang ingin mencintai manusia. Sejak awal Kinako adalah Saika. Namun sepertinya dia menyuruh Saika dalam dirinya pindah ke tubuh Kise.” Aku ternganga mendengarnya, bukankah pedang itu memilih sendiri siapa pemiliknya? Untuk kalian yang belum tahu, Saika memiliki perasaan besar pada manusia. Mereka mencintai dengan ‘cara’ yang agak berbeda, tentu saja dengan memotong, maka itu adalah bentuk cinta dari Saika. Aku sempat mendengar cerita tentang Kinako, waktu kecil karena kematian Paman Shuuma dia juga tak sengaja bertemu dengan pedang itu. 

            Aku tidak tahu bagaimana detailnya, namun menurut cerita ayahku, Saya-san tidak ditemukan dimanapun di TKP. Hanya ada Kinako dan Kohane yang masih kecil, jadi, secara logis tidak mungkin seorang balita mampu melawan psikopat macam Karasu dengan tangan kosong. Kinako pernah melukai Karasu-san dengan SAIKA miliknya. Itulah kesimpulanku.
            “Aku ingat, waktu aku menyelinap untuk mencari Kise-kun dia sudah tergeletak di padang bunga Daffodil. Aku tidak tahu tapi menurut firasatku di saat itu dia pasti bertemu Kinako dan.. Kinako meminta pedang itu pindah ke tubuh Kise-kun. ” Ujar Kuroko, semua melotot ke arahnya, tentu kaget bukan main. 

Teme, kenapa kau tidak bilang dari tadi!?” bentak Kagami.
“Waktu itu aku tidak tahu akan bertemu Karasu-san. Apalagi kata Saya-san dan Midorima-kun, kekuatan Kinako sudah hilang.” Jawab Kuroko datar.
“Memang, tapi bukan berarti pedang itu juga ikut lenyap,kan?” tanya Murasakibara.
            “Aku pernah sekali bertemu dengan Saika. Orang itu adalah rekan kantorku, tapi dia hanya duplikat, anak dari Saika. Anak Saika tidak memiliki pengalaman bertarung seperti leluhurnya.” Oke, penjelasan Saya-san cukup membuat sebuah kesimpulan besar. Kini aku yakin Kise adalah target utama, ini artinya Kinako tak akan diincar lagi oleh Karasu-san. Tunggu. Apa ini hanya menurutku saja...eh!? tolong jangan katakan kalau aku benar. 

“Kinako sudah membaca ini sejak lama.” Jack pot! Akashi benar.
“Apa maksudmu Akashi?” tanya Midorima. 
“Kemungkinan Kinako sudah mengetahui kemana masa depan berakhir. Sedikit-banyak, kemampuan spiritual anak itu cukup tinggi karena dia mampu memprediksi masa depan. Istilahnya seperti sixth sense, terlebih dia pernah mengaku berada di NDE,kan?” jelas Akashi. “NDE?” Aomine melongo, bahasa Inggrisnya mungkin tidak secemerlang yang kukira karena dia mahir bermain basket.

            “Near Death Experience, pengalaman nyaris mati atau berada di antara batas hidup dan mati. Mata kirinya terluka, tangan kirinya tidak ada, kejadian ketika dia ditabrak oleh kereta Shinkasen itu benar-benar nyaris membuatnya meregang nyawa.” Aku bicara seolah-olah itu biasa, tapi aku hanya ingin blak-blakan, Kinako hampir saja tewas ketika peristiwa itu. Berterima kasih pada Saika yang masih memberinya sumber hidup. Aku tak tahu bagaimana nasibnya kelak kalau Saika tak ada di dalam tubuhnya. Inti dari segala inti adalah, Kinako menderita, menderita karena jalan hidupnya juga bagaimana dia menaruh posisinya sekarang.
            “Saya-san...” 

bisa kulihat Saya-san memasang wajah ‘biasa-biasa’ saja, wanita ini memang tidak bisa bersikap ‘normal’ sebagaimana seharusnya seorang ibu-ibu. Ibuku meski berada di lingkungan yang keras tata kramanya tetap saja hobi bergosip, bahkan ayahku pun ikut-ikutan senang menggosipi orang—sampai aku heran bagaimana mungkin aku dibesarkan olehnya selama ini—yah aku tak bisa menyamakan, kalau aku yang ada di posisi Kinako mungkin aku bakal mengira ibuku tak akan pernah sayang lagi padaku. Itu menyedihkan sungguh. Intinya aku sedikit banyak mengerti perasaan Saya-san

            “Untuk sementara kita menginap di sini. Kiseki no sedai dan Kagami, aku ingin kalian yang menjalankan misi ini. Kecuali Kise. Chihiro-kun juga tetaplah di sini, aku ingin Himuro-kun menjaga mereka berdua, kalau sampai ada apa-apa hubungi kami segera. Pak Zen juga.” Komando Saya-san

            “Baiklah, seperti biasa ya.” Ucap Kakek Zen maklum. Setelah perbincangan dan adu agrumen selama hampir satu setengah jam, malam pun menjemput di tengah salju yang masih turun perlahan. Suasana hening dan suara jangkrik malam gaduh bernyanyi. Hmm.. kenapa aku tidak bisa tidur? Padahal mereka tidur dengan lelap. Apa karena aku memang terlahir sebagai makhluk nocturnal*(spesies yang hidup pada malam hari.*) 

            “Tidak bisa tidur?”
            “Huaa...! Ki.. Kise? O, oh.. kau rupanya. Ah maaf sepertinya hawa dingin dan suasana tidak menyenangkan menyita rasa kantukku.” Cowok berbadan tegap dengan rambut blonde itu tersenyum lalu duduk di sebelahku. Kami memandangi salju yang turun perlahan dari atas lantai linoleum, di depan kami terhampar suasana rumah tradisional dengan bebatuan di pojok kiri dan kolam Ikan Koi. Kuperhatikan anak ini, beberapa perban menyembul dari celah lengan baju dan celana panjang putihnya, satu plester di pelipis, perban tebal membebat sekeliling kepala, lalu samar kulihat luka jahit di bagian perut dan telapak tangan. Astaga pertempuran macam apa yang dia hadapi hampir enam bulan ini?

“...Ano.. Hosaka...kun.. kau..katanya pernah bertemu dengan Kinakocchi?”
Uh-oh.
“Ng.. ya, kami sempat tinggal seatap. Tapi bukan apa-apa lho, aku hanya menjalankan misi dan kau tahu, dia teman masa kecilku juga. Setelah kematian Kohane terdengar sampai ke telingaku, keluarga Hosaka juga tak mau tinggal diam.”
“Bagaimana kabarnya?” ah, nada suara itu, terbesit kecemburuan samar di dalamnya. Hoo... begitu ya. Rival cinta yang ayah maksud selama ini baru kurasakan.
“Dia bisa dikatakan baik-baik saja. Meski kondisinya tidak 100% baik-baik saja.” Kami terdiam sesaat. Kesiur angin menerpa rambutku yang kubiarkan terurai.

“Sebenarnya aku tahu kau pasti tak rela dia pergi kemanapun,kan?” lanjutku, “Kinako anak yang keras kepala. Dia tak akan berhenti kalau tidak dia sendiri yang mau, itulah mengapa dia tak ingin melibatkanmu dalam urusan serius yang membawa nama keluarga Hokutou Shichi Sei. Namun di sisi lain dia anak yang rapuh dan lemah, sifat kerasnya menutupi itu seperti cangkang telur yang isinya lembek. Kau orang yang berhasil melihat sisi lunak anak itu dan artinya separuh cangkang itu terbuka untukmu.” Kise melihatku dengan tatapan sayu, tapi aku terlanjur kesal, kenapa sih dia bersikap ragu seperti ini. 

            “Haah, kenapa wajahmu itu!? Kau ini dari awal tidak bisa tegas bahkan keraguanmu itu menghambat keinginanmu sendiri.” Dengan nada sedikit mengejek terbesit satu hal di kepalaku. Seringaiku muncul dan sebelum aku berdiri kutepuk pundaknya, menarik wajah konyolnya yang menatapku tidak percaya. 

            “Kalau kau tidak bisa tegas pada dirimu dan mengambil keputusan, jangan salahkan kalau KINAKO MENJADI MILIKU.”
            Aku langsung pergi meninggalkannya, hahaha, yaampun bagaimana mungkin aku merebut hati anak kepala batu itu? Bahkan dia sama sekali tidak pernah berpaling padaku meski aku mengenalnya sejak kecil. Dia selalu dan selalu sendirian, aku, meski seorang yang terdekat dengannya(salah satu) bahkan tak mampu menyentuh sisi yang bisa di sentuh oleh cowok pirang itu.

            “Ahh.. sial. Kenapa aku jadi kesal? Kalau begini kan aku jadi tidak bisa merelakannya begitu saja.”
Malam itu kuhahbiskan dengan ketidaktenangan yang menyebalkan.

 KISE RYOUTA
21.00 p.m

            Ketika aku sadar aku sudah dikerubungi banyak orang, entah itu wajah Kurokocchi yang kuatir setengah mati atau wajah baru yang belum kukenal,
            “Namaku Hosaka Shingen. Aku dari keluarga Hosaka, salah satu Hokutou Shichi Sei. Aku teman kecil Kinako.” Mataku seperti dicolok ketika pemuda berambut oranye panjang yang dikepang itu memerkenalkan diri dengan membawa nama Kinako. Ngomong-ngomong, aku seharusnya berhadapan dengan Karasu Yukihira bukan? Aku terluka parah dan... ahh sial aku tidak mengingatnya. Aku malah mengingat perkataan Kinakocchi, aku memang tolol. Kenapa aku tidak dari dulu saja mengungkapkan perasaanku padanya. Kini aku tidak tahu dimana dia. 

            ““Kalau kau tidak bisa tegas pada dirimu dan mengambil keputusan, jangan salahkan kalau KINAKO MENJADI MILIKU.” Oke, itu terdengar menyebalkan. Nyaris emosiku naik hingga ke ubun-ubun. Benarkah Shingen menyukai Kinakocchi juga? Lalu bagaimana kalau Kinakocchi lebih memilih Shingen yang notabenenya adalah teman masa kecil Kinakocchi? Sial! Sial, aku harus apa sekarang? 

            “Jangan ragu. Kalau kau ragu, kau akan terus jatuh.”
            “Saya...-san...” wanita itu menenteng sebuah botol arak dan tetap dengan gelagatnya yang santai namun berbahaya. Rambutnya yang tergerai hingga sepunggung itu tersapu ketika angin kembali berhembus.
            “Aku... harus apa? Aku tidak berani melihat masa depanku sendiri. Aku takut kehilangan.. tapi... aku tidak bisa menerima kenyataan bahwa aku memang kehilangan... semua ini semakin menjadi rumit. Karena anak itu.” Jawabku frustasi.

            “Kuyakin kalau kusuruh kau tinggal di sini pasti kau akan mengamuk, sebenarnya, aku ingin berkata kalau kekuatan Saika ada padamu.” 

EH? “Saika sekarang tidur di tubuhmu, pedang roh yang mencintai manusia dengan tebasan. Kinako memindahkan Saika ke dalam dirimu, sekarang kau bebas memergunakannya.” Jelas Saya-san.
            “Aku tidak mengerti.” Tiba-tiba saat aku tengah tercengang, Saya-san mengayukan pedangnya lalu spontan aku menghalau dengan tanganku. Kupejamkan mata lama tapi tidak terasa sakit, padahal aku tahu pedang Saya-san tadi menghunus tepat ke arah lengan yang kubuat untuk melindungiku. Tidak sakit? 

“Lihat.” Aku tercengang sekali lagi, mata pedang keluar seperti ilusi di lenganku, dia seperti menembus dengan lembut dari permukaan kulit kemudian kembali lagi. Inikah, Saika?
“Aku tidak bisa mencintaimu, tapi tidak membencimu...” DEG!
“Itu kata-kata Saika padamu. Beruntunglah anak itu menyukaimu. Bersiaplah besok, kita ada misi penting. Aku yakin, dengan kekuatanmu kau bisa membawanya kembali. Bukankah kau menyukainya?” kata-kata Saya-san menguatkan hatiku, setidaknya sekarang aku bisa bertarung, aku bisa melawan dan bisa.. melindunginya. Aku beranjak ke dalam dan memastikan kalau esok pagi aku tidak akan membawa semua keraguan itu.
Tidak akan sama sekali.

“Kise.” Suara berat itu menghentikan langkahku. “Aku tahu kau pasti disitu, Aominecchi.”
“Kau, apa yang sebenarnya kau rencanakan dari dulu?”
“Rencana? Apa maksudmu?” tanyaku tanpa menoleh.
“Kau berniat melakukan hal gila, kita menghadapi apa yang belum bisa dihadapi oleh manusia biasa.” Aku terkekeh, Aominecchi berbelit-belit. 

“Aku sudah janji. Aku akan membawa Kinakocchi kembali. Dan tak ada yang akan membuatku ragu lagi. Meski aku juga ikut menjadi monster” Sepasang mata biru navy di depanku menatap pasrah, kemudian Aominecchi berbalik dan meninggalkanku di lorong sendirian.
“Aku janji, aku akan mengabulkan keinginannya. Keinginamu yang sesungguhnya... keinginan Kinakocchi dan Kohanecchi selama ini... “


Di malam sebelum pertempuran, aku menyadari apa yang harusnya kulakukan untukku dan untuk anak itu. 
....
......

Rabu, 02 Maret 2016

FESTIVAL KEMATIAN —SEQUEL OF BUSHO-AKU(PERSEMBAHAN SETAN)—FESTIVAL 7 : MEAKASHI (目明し) “EYE OPENING”

FFN. CODE 4. 黒子のバスケ
            FESTIVAL KEMATIAN
 
SEQUEL OF BUSHO-AKU(PERSEMBAHAN SETAN)—
“One sword can destroy a million death, but death can killed a billion sword.”
DISCLAIMER : TADATOSHI FUJIMAKI
FESTIVAL 7 : MEAKASHI (目明し)
            “EYE OPENING”
 “Aku tak mengerti, mengapa harus bertarung? Mengapa orang-orang, mengapa teman-teman kami harus mengalami hal seperti ini? Kalau aku punya kekuatan... aku ingin..menyelamatkan mereka...”
黒子テツヤ
(Kuroko Tetsuya)
KUROKO TETSUYA
Halaman Kuil Yukibana –The Story That Nobody Know—

            Tampaknya aku dalam bahaya besar.
            Maksudku, kami
memang dalam bahaya besar. Orang ini, meski tadi aku baru mendengar setengah cerita Saya-san jelas sekali orang ini adalah orang yang.. ‘membunuh’ Ayah Kinako dan Kohane. Entah kenapa aku bisa mengasumsikan begitu tapi setelah menyimpulkan segala sesuatu hingga sekarang jelas saja yang bisa kusebut sebagai tersangka utama adalah Karasu Yukihira. Paman Kinako-chan. Kematian demi kematian, apakah..apakah mungkin orang ini juga yang mendorong Kohane-chan? Tidak! Tidak, Tetsuya... jangan pikirkan hal-hal mengerikan seperti itu. Tapi kenapa, kenapa perasaanku mengatakan kalau orang inilah yang...

            “Kau...siapa?” DEG! Aku baru menyadari betapa seram sepasang mata ruby ini.
            “Saya Kuroko Tetsuya, yoroshiku.” Dia tetap bergeming, mantel putih kotornya terbang berayun terbawa angin perlahan.
            “Siapa..anak ini...?” Oh tidak! Aku mempererat cengkramanku, sebenarnya aku membawa pisau lipat untuk membuka kaleng sarden tadi hanya saja karena aku malah mencari Kise-kun pisau ini terbawa. Satu hal lagi, dia mengetahui keberadaanku. Kemampuan Missdirection adalah kemampuan yang biasanya hanya dimiliki orang-orang berbayang tipis, kehadirannya tak pernah disadari secepat orang lain, sama seperti Kinako yang kasat mata aku juga begitu tapi ada beberapa orang yang mampu mendeteksi kami. Mendeteksi keberadaan yang hawanya setipis embun yang menandakan kalau orang-orang seperti itu memiliki kemampuan lebih. Salah satunya orang ini.

            “Dia temanku.” Aku sangat tenang, hebat sekali aku ini menantang monster neraka yang tiba-tiba saja datang di hadapanku.
            “Siapa teman...teman..kamu..punya teman...?”
            “Lantas mengapa anda mencari Kise Ryouta-kun?” tanyaku tegas. Dia diam, kemudian dia mundur ke belakang beberapa langkah lalu tiba-tiba.
            “AHAHAHAHA.....!! Akting yang baguuss... baguss..aku sukaa... kau benar-benar...ACE...KUROKO TETSUYA dari SMA SEIRIN...!! Aku beruntung...bertemu denganmu...dan dia....!” Jantungku seperti terbang ke alam lain, dia tahu aku! Dia hanya pura-pura dan dia tahu kalau yang ada bersamaku adalah Kise-kun! Terpaksa kuambil pisau lipat itu tanpa ragu, aku mengacungkannya dengan napas memburu. Sementara dia memerhatikanku dengan mimik wajah aneh aku hanya bisa menggertaknya, memastikan dia tidak mengambil tindakan untuk mendekat padaku dan merenggut Kise-kun dariku.

            “Kenapa? Kau mau menusukku dengan pisau sekecil itu?” sindirnya.
            “Kuharap pisau kecil ini mampu mengirim anda pergi sejauh mungkin, atau mungkin tidak perlu kembali ke sini lagi. Karasu Yukihira-ji san*(paman).” Sahutku dingin.
            “Darimana kau tahu..namaku?” Hmm, dia ternyata memiliki kekurangan juga.
            “Tak perlu tahu, apa anda juga sudah mengunjungi keponakan anda?” Kupegang kendali lalu dengan desakan-desakan halus nan berat aku berhasil menggertaknya.
            “Keponakan katamu? Aku tak memiliki hal lucu seperti itu.”

            “Termasuk mendorong jatuh salah satu keponakan lucu itu dari lantai tujuh apartemen keluarga Mayuzumi-san? Kau ceroboh, seharusnya kau melakukan lebih baik lagi.” Dia panik, gelagatnya mirip seperti orang yang terkena Bipolar syndrome, dia bisa sangat bersahabat tapi bisa berubah sangat menakutkan jika panik, marah, atau terkena sesuatu yang menurutnya sulit diatasi. Kemungkinan besar trauma mentalnya memicu sindrom itu.

            “Mundurlah, aku tak mau mencelakai orang tua. Setidaknya aku tidak mau mengirim anda secara tidak terhormat ke dalam penjara.” DRUAAAKK!. Sepersedetik aku baru menyelesaikan perkataanku, pohon yang berada di balik punggung pria ini tumbang tanpa ampun, bahkan aku tak melihat kapan dia mengayunkan senjatanya. Pohon naas itu terbelah-belah bagai ikan sarden lalu terkapar di tanah. Bagus, aku membuat orang dengan bipolar syndrome menjadi sangat tidak bersahabat. 

“Kau tadi bicara apa...hah!? aku... aku tidak akan pernah kalah, misiku belum selesai dan...dan misi akhirku adalah membunuh anak ini dan....menyeret seluruh keluarga keparat itu ke dalam api...” Tak perlu kukatakan siapa yang dimaksudkannya.
“Menjauhlah dari Kise-kun!”
Terlambat sekali aku langsung melayang jauh ketika orang itu memberi tendangannya yang mampir tepat di wajahku.

            “Kise-kun!!” Gawat! Ponselku remuk, layarnya sudah retak hampir membelahnya menjadi dua, bagaimana aku bisa memberitahu orang-orang? Bagaimana aku bisa menolong Kise-kun yang terkapar di tengah padang Daffodil ini. Sial, sepertinya salah satu tulang rusukku juga patah akibat benturan ke tanah. Tanpa dikomandoi dia mendekat pada Kise-kun yang terkapar lalu perlahan namun pasti dia membuka sarung pedangnya itu kemudian melemparkannya jauh-jauh. Kilapan dari mata pedang mengerikan tersebut menari-nari, memberikan segala sesuatu sugesti mengerikan yang ada. Kumohon, jangan ambil lagi Kise-kun seperti kejadian di Kaijou enam bulan lalu, aku mau melakukan apapun untuk melawan.
            “Hmm, sepertinya dia sudah tidak berdaya.”

            “MENJAUHLAH!!” 

         Oke, aku berhasil mengenai kepalanya dengan sebuah batu yang kulempar ala ignited pass(berharap batu itu melubangi kepalanya), tapi kurasa kepala orang ini jauh lebih keras dari batu itu, karena sekarang kepalanya hanya mengucurkan darah di bagian pelipisnya meski aku yakin pelipisnya itu pasti sedikit retak dan memberi cekungan yang dalam. Bagus, gerakannya berhenti! “Kau…., bernyali juga…. Aku..dengar.. kekuatanmuu..hanya sebatas passing…., ternyata kau..lebih ngotot..dari yang kukira..” untuk selanjutnya aku tak lagi mendengar perkataanya karena aku sudah dihempaskan (lagi) dengan beringas olehnya. Benar,sih aku hanya bisa pass dan kekuatan fisikku nol besar tapi setidaknya, kadang nol bukan berarti tak memiliki isi. Kesimpulannya, aku masih memiliki kemampuan otak lebih baik darinya meski harus menghindar mati-matian. 

            Sejauh ini aku hanya terluka di sudut bibir, pakaianku kacau balau berlepotan lumpur dan salju, intinya keadaanku terlalu mengenaskan. Beberapa kali Karasu-san menyabetkan pedangnya hingga merobek kemeja juga jersey ku, meski hanya luka gores tapi ini sangat sakit dan perih(aku tak bisa membayangkan bagaimana rasanya Kise-kun yang ditusuk oleh benda seperti ini dulu.).  Selama hampir 20 menit aku menahan serangan orang sinting ini akhirnya aku terpojok dan...

            “Akhirnya aku berhasil membungkammu, ceroco sialan!”
            Aku sudah dalam batas, kakiku kena luka cukup serius dan tangan kiriku terkena katana meski tidak dalam tapi cukup menghabiskan beberapa liter darahku. Sementara aku terpojok di tengah-tengah gundukan bunga putih juga darah yang menodai beberapa kelopaknya, Karasu-san berdiri sekitar 2 meter dariku siap dengan katana mengkilapnya yang sudah dilumuri beberapa darahku. Napasku sudah tersengal-sengal dan pasokan oksigen mendadak menipis di tengah hawa dingin ekstrim seperti ini.

            “Hoo…. Kau menyerah..? pengorbananmu luar biasa… aku suka.. matamu punya tekad..setidaknya membuatku muak karena mengingatkanku…dengan saudara tololku dulu…., apalagi… kau membiarkan aku mengincarmu juga menjauhkanku dari si target
            “Aku cukup senang jadi mangsa…” sahutku datar.

            “Dan cukup bodoh untuk dimangsa.” Kesinisannya memang menyebalkan.
 Aku sudah tidak punya senjata,pisau lipatku terbang entah kemana, ponselku sepertinya error akibat benturan, dan kini aku terpojok sembari terduduk lemas karena kakiku terluka parah. Kulirik dari ekor mataku kondisi Kise-kun yang masih tertelungkup di hamparan padang bunga, syukurlah jaraknya cukup jauh dari kami. “Kenapa? Kau mengkhawatirkan dia? Apa aku harus membunuhnya terlebih dahulu?” Hmm.. pilihan yang pasti sudah bisa kujawab, 

            “Aku tidak takut mati..,” Pria ini mengerutkan alisnya lalu menatapku heran bercampur jijik, tapi aku tidak peduli. Aku ingin menyampaikan hal yang ingin kusampaikan sekalipun dia bukan siapa-siapa, ralat, dia adalah paman Kinako. Aku pun tanpa ragu melanjutkan perkataanku. “Aku tidak pernah takut untuk memberikan nyawaku, yang paling kutakutkan, hidup tapi mengorbankan nyawa kawan sendiri. Kami memang teman, tapi masalah nyawa adalah hal lain. Dan orang yang mempermainkan nyawa seseorang seenaknya adalah orang yang tak akan bisa kumaafkan meski dia berlutut di hadapanku. Suatu hari nanti.” Dengan pede aku membuatnya membatu, yaah, aku bersyukur apa yang diajarkan teman-temanku berguna untuk momen seperti ini.

            “PEMBUAL!” Dengan naasnya aku langsung dihajar kembali lalu harus tertelungkup menghadap ke tanah hingga terbatuk-batuk, ah sial, mulutku berdarah.
            “Bocah sepertimu tahu apa!? KAU TAK MENGERTI, siapa yang mempermainkan nyawa? Nyawa yang sudah ditakdirkan mati ya harus mati, jangan bicara seolah-olah kau tahu apa arti dari nyawa yang kau maksud!”

            “Tapi bukan berarti anda harus mencabut nyawa-nyawa itu! Itu namanya anda sendiri yang melawan takdir!” kuhantam dia dengan perkataan kembali.
            “DIAM! Persetan dengan kebahagiaan, nyawa, dunia, taka da yang mau menerimaku! Tidak ada yang menerima eksistensi dunia yang ingin kubangun, dunia seperti ini.. dunia seperti kotoran ini harus dimusnahkan demi kehidupan lebih baik…dan aku..aku yang akan.. mengawalinya…” Oke, aku tidak mengerti apakah orang ini memiliki keinginan khusus seputar nyawa manusia atau hanya kehausan akan tahta semu? 

            “Anda melarikan diri dari dunia yang sesungguhnya.” Satu kalimat itu berhasil memukulnya, matanya yang nyalang tak memiliki kewarasan sebagaimana harusnya melirik padaku yang sudah limit, aku tak mengerti apa yang salah darinya dan hanya satu orang yang mampu menjawab hal ini, untuk menyelamatkan banyak nyawa setidaknya.
            “Kalau begitu…,” dia mengacungkan tinggi-tinggi bilah katananya ke langit tepat di atas kepalaku! Dia bermaksud membunuhku tanpa ampun! “Kita akhiri saja ocehan busukmu itu, akan kuperlihatkan bagaimana orang dewasa bertindak… bocah!” Aku hanya bisa menatap ngeri ketika pedang itu langsung mengarah padaku, demi Tuhan aku tak tahu apa dosaku, apa salahku hingga aku harus mengakhiri masa mudaku ini tapi aku tak mau hidup dengan mengorbankan nyawa Kise-kun, aku lebih memilih mati dengan nyawaku ketimbang harus hidup diatas nyawa orang lain! Menurut perkiraanku, beberapa detik sudah cukup untuk sebilah pedang dengan kecepatan seperti itu membelah-belah kepalaku, namun yang kudapatkan adalah kepalaku masih utuh dan ternyata katana itu diahalangi oleh sesuatu. Sesuatu!!

            “Hiiii…!! Tidaaak! Tidak mungkinn… kenapa kau…!!” Eh, ada apa? Seperti ada sesuatu. Benar, di depanku kini adalah.. sosok yang kukenal dengan pakaiannya yang terbang tertiup angin musim dingin, kemeja lengan panjang dan celana hitam, beberapa perban mencuat dari sudut-sudut lengan pakaiannya. “Kenapaaa…? Kenapa kau..bisa… tidak mungkiin! Mustahil..!!” Karasu-san terjatuh lalu terseok-seok mundur ke belakang tetap dengan pandangan nyalang hanya saja hawa membunuh tak lagi kurasakan dari dirinya yang kini berkeringat dingin dan menatap horror ke arahku. Bukan ke arahku melainkan….,

            “Kau baik-baik saja? Kurokocchi…”
            “K..Kise-kun… kau…, kenapa bisa?”

            Kini yang melindungiku adalah sosok Kise-kun dengan ujung katana keluar dari lengan kanan yang digunakan untuk melindungi dirinya juga, dia menyilangkan lengan untuk menutup bagian wajah agar bilah pedang Karasu-san tidak mengenai Kise-kun.
            “Maafkan aku..Kurokocchi, aku yang sekarang bisa merasakannya, merasakan bagaimana ‘kata-kata’ itu terus bergema di dalam diri anak itu.” Eh?
            “Tapi..sejak kapan?” Tanyaku linglung. Sulit mencerna kejadian ini.
            “Entahlah, kekuatan ini berpindah ketika di Teikou. Kurasa Kagamicchi juga menyadarinya.” Oke, aku benar-benar tak mengerti.
            Kise-kun membuka telapak tangannya, mencabut sesuatu dari sana dan tentu saja yang kulihat adalah sebuah pedang berkilap yang kini sudah siap menghabisi Karasu-san. Bisakah aku katakan, bahwa sekarang mata Kise-kun berubah menjadi merah seperti dialiri fosfor? Warna mata yang sama dengan Kagami-kun ketika berada di Teikou.

            Inikah wujud asli dari apa yang dibawa oleh Kinako? Sebuah perasaan yang dibawanya bukan dari lubuk hatinya melainkan pedang ini yang mencintai. Memberi rasa cinta, seperti kutukan.

            Wujud asli dari cinta palsu sebuah pedang siluman.
            Dan kini berada di tangan Kise-kun. Ini artinya Kise-kun sekarang adalah…

BACK TO 15TH YEARS AGO. –FINALE CHAPTER-
           
SHUUMA YUKIHIRA
dua tahun setelah kejadian.

            Kupikir aku akan menyerah. 

            Bagaimana mungkin aku tidak bicara begitu, aku sudah kehilangan orang yang sangat kucintai. Maksudku, setelah aku koma hampir setahun karena kejadian itu aku bahkan tak mampu berdiri di tengah lapangan lagi. Tora dan Nakatani-kun terus menjengukku dan mereka tidak hentinya mencari informasi seputar Saya. Kini aku sudah berdiri di bawah pohon bunga Sakura yang bermekaran, ya, ini adalah hari kelulusanku. Hari kelulusan ini tak seindah yang kubayangkan, orang yang kusayangi tidak ada di sampingku ketika aku lulus.

            “Kau tak perlu sedih, dia pasti kembali, percayalah.” Tora menguatkanku, dia menjengukku ketika aku opname dalam jangka waktu lama, tak bisa kubayangkan betapa depresinya aku ketika tahu Saya tak ditemukan dimanapun di rumah itu. Kemungkinan terburuk adalah dia tidak akan pernah kembali seperti yang dijanjikannya. Atau dia pergi dan selamat dari kebakaran mengerikan itu. Entahlah. Polisi tidak tahu, tidak ada yang mengetahui kebenarannya hingga aku lulus. “Aku berharap dia kembali, karena aku selalu menunggunya.”. Tora tersenyum. Tak kusangka karier basketku cukup gemilang, aku bertemu dengan Nakatani-kun, aku bertemu dengan Eiji Shirogane-san, Genta-san, bahkan Katsunori-san  di ajang basket nasional yang levelnya bukan main-main. Saat itu genap usiaku sudah 20 tahun. Sudah lima tahun semenjak kejadian dan aku tidak pernah 
menemukan adik laki-lakiku lagi, Karasu.

            “Yukihira, latihan sudah beres kau boleh pulang!” seru salah satu senior di kamp.
            “Ya, aku mau latihan sebentar lagi.
            “Kau ini jangan memaksakan diri seperti itu, nanti bisa-bisa kau cidera.”

            “Ahahaha, sama sekali tidak apa-apa. Lagian besok kita libur, aku harus bersiap agar tidak malas-malasan.” Shuuma meluncurkan senyum terbaik dan seniornya pun menyerah. Gym sudah sepi, hanya ada Shuuma yang melakukan latihan dribble dan shooting. Ketika sendirian seperti ini Shuuma teringat semuanya, semua yang pernah dia lalui bersama Saya. Orang yang sangat disayanginya. Tapi kini berbeda, sudah 5 tahun tak pernah ada kabar dari Saya. Tidak pernah.
            “Kurasa aku harus menyerah.” Shuuma tersenyum lemah, putus asa karena semua ini.
            “Kau mau menyerah sungguhan dengan wajah sejelek itu?

            Shuuma terkejut, jantungnya seperti pindah ke perut. Suara itu, suara yang tidak pernah salah dia kenali. Sosok itu bersandar di pintu Gym, mengenakan jumper hitam dan celana training dengan warna sepadan. Surai hitam yang dikuncir satu terurai dari balik topi, sepasang mata magenta mengerling jahil dan tentu saja bekas luka menyilang yang tak pernah akan dilupakan oleh Shuuma. 

            “Dasar bodoh, kenapa wajahmu seperti itu? Kau tampak mengenaskan dari biasanya. Atau kau rindu padaku? Syukurlah Ryuu bisa membawamu pergi sesaat setelah ledakan dan aku—.” Tanpa banyak bicara Shuuma sudah berada di depan gadis tersebut, sebuah dekapan hangat diberikannya, nyaris saja dia tak mau melepaskan sosok kecil ringkih itu. Suara Shuuma kering, dia mencoba untuk tidak terisak karena dia tak mampu lagi menangis. “Kau…, sebegitu rindunya padaku?” bisik gadis itu di dalam pelukan Shuuma yang tetap tak bergeming.
“….”. “Aku benci mengakuinya tapi aku bisa lolos dan maaf mungkin 5 tahun bagimu bagaikan 5 abad yang mengerikan.” Gema suara itu menghilang, menggantung di udara.
            “Aku pulang, SHUU. Aku pulang kembali ke sisimu sesuai janjiku.”
            “Okaerinasai*(Selamat datang kembali). SAYA!”

            Dan begitulah aku mengakhiri penantian panjang ini. Setelah benar-benar sukses aku sedikit demi sedikit vakum dari dunia basket, kami pindah keluar kota dan tentu saja hidup berdua bersama-sama. Yang tahu akan hal ini hanya Ayah Saya, beliau yang menyarankan untuk meninggalkan kota, berkat bantuannya kepindahan kami tidak mengalami banyak masalah. Kedua, tentu saja si bodoh Tora, tapi aku tak ingin melibatkannya lebih jauh jadi aku hanya bilang ingin istirahat untuk sementara. Ketiga, kawan sejagat yang benar-benar berjasa, Ryuugen. Anak itu awalnya kurang setuju—plus karena dia juga ternyata menyukai Saya—tapi untunglah dia mau mengerti dan tetap menganggapku Rivalnya. Sungguh deh.

            Waktu memang berlalu begitu cepat, aku tak bisa membayangkan kalau sekarang aku sudah menjadi seorang ayah. Ditambah anak kami kembar. Mereka perempuan. Aku heran dimana kemiripannya denganku tapi kata Saya, salah satu dari mereka akan sangat mirip denganku. Yaah tak masalah, asal mereka bisa hidup dan tumbuh menjadi sosok yang cantik juga dikelilingi oleh kebahagiaan itu tak akan masalah. Tapi….,

            Kurasa.., kebahagiaan itu berhenti. Berhenti ketika mereka beranjak 5 tahun. Aku bisa merasakan semakin ke sini semakin banyak sekali orang-orang yang mengawasi. Meski kami sempat pindah ke tempat terpencil sekalipun aku masih bisa merasakan sosok jahat yang kutengarai adalah Karasu, adik lelaki bodohku itu tampaknya sekarang menjelma menjadi iblis yang tidak bisa mati.

            “Akan ada sesuatu. Kurasa, akan lebih aman kalau kau menitipkan mereka.”
            “Kau pasti bercanda. Aku tahu apa yang ada dipikiranmu.”
            “Saya….”
            “Aku tak mau, kalaupun harus, aku tak mau berpisah dengan mereka.”
            Malam itu perasaan burukku benar terjadi, Karasu datang, mencoba membunuh Kinako dan Kohane. Tapi tentu saja aku tidak selemah itu. Tepat ketika Kinako yang berada di ruang tamu melihatku menahan Karasu, sialnya aku terpeleset dan Karasu sudah berada di depan anak itu. “KINAKO!”.

            Semua merah seketika, aku tak bisa melupakan wajah anak manis itu saat sebuah pedang tepat menancap di bagian dada kiri ini. Aah, darahku jadi tertransfer padanya. Tapi aku tidak kuat, aku sudah kehilangan banyak darah dan bilik kiri jantungku rusak karena tertembus mata pedang. Kinako hanya termangu, ekspresi yang tak kusangka akan diperlihatkannya. Jadi, sebelum aku benar-benar tak bisa berada di sisinya, di sisi mereka, dengan sisa tenaga aku menyentuh pipi kiri anak itu dengan tangan berlumur darah. 

“Tolong jaga Kohane dan Ibu,ya?”
“Pa..Pa,” semua gelap, darah kurasakan berdesir dan keluar dari mulutku. Semua tak bisa kurasakan lagi. Hingga aku melihat Saya terakhir kali. Dengan mata penuh kebencian.
SAYA YUKIHIRA
Musim Dingin. 10 tahun lalu.

            Aku tahu rasanya meninggalkan seseorang.
            Tapi kini aku bisa merasakan apa yang dirasakan Shuu, sedikit berbeda karena sekarang kau tak bisa melihat orang yang kau cintai selamanya. Berkat kenekatanku, juga terror Karasu sialan itu, rumah kecil itu terbakar hangus. Aku tak bisa mengatakan apapun pada Chichi Ue, aku hanya mengatakan kalau sisa-sisa keluarga Yukihira yang didalangi oleh Karasu datang melakukan kudeta hebat.
            Tapi sebenarnya tidak begitu. Karasu, setelah kupelajari lebih detail aku bisa menyimpulkan si psikopat gila itu mengumpulkan anak-anak, baik yang masih hidup atau yang sudah mati. Dia mencoba untuk membuat dirinya abadi dengan kekuatan mereka. Semacam ilmu hitam atau tenung. Kekejaman itu dia kamuflase di sebuah festival, festival AKAGOSAI, festival anak-anak yang disabotase oleh Karasu demi mengumpulkan jiwa-jiwa tak berdosa. 

            “Aku berharap padamu, Itou.”
            “Aku akan menjaga dan menemukan mereka.”
            “Aku harap mereka tidak menderita…”

            “Maaf.., kalau itu aku tidak bisa menjamin. Terutama anak kembar pertamamu.” Kinako, dia yang berubah secara drastic. Serangan Karasu telak membuat Shuu kehilangan nyawa, yang lebih parah, dia meninggal di depan anak itu. Aku tahu dia sangat sayang pada Shuu, dia jarang bisa bermanja karena sifatnya terlalu mandiri. Berbeda dengan Kohane yang belum tahu apa-apa. Aku takut dia membenciku, aku takut dia tak akan memaafkanku.

            “Maafkan aku.” Cuma kata itu yang bisa kutinggalkan ketika aku pergi, pergi untuk menemukan Karasu. Tapi aku tak menyangka akan bertemu dengan bocah yang mirip dengan Shuu. Anak itu, mengajarkanku untuk tetap semangat. Meski hanya seminggu, singgah di kota itu bagaikan bertemu Shuuma kecil. Kemudian aku bertemu lagi dengannya, dengan anak jenius berambut hijau yang dengan tenangnya menemaniku ketika kerja sambilan. 

            “Aku hanya ingin memberikan yang terbaik, setidaknya, aku ingin menunjukkan kalau aku bisa menolong mereka dari ketidakbahagiaan. Kalau suatu hari kau bertemu dengan keduanya, aku ingin sekali, ingin kau menjaga mereka berdua. Kalau bisa, aku ingin ketika kau tumbuh dewasa, kita bisa berjumpa lagi.” 

            Anak itu hanya memerhatikan foto yang kuberikan, foto kedua putriku yang kutinggalkan sudah di panti asuhan. Anak berkacamata dan berambut hijau tersebut selalu mengatakan kalau putriku baik-baik saja, ternyata ayahnya kenal dengan penunggu panti asuhan dimana aku menitipkan anak-anakku. Midorima-san begitu memperhatikan kedua putriku, dia juga sama mengkhawatirkan bagaimana kondisi Kinako yang kian hari kian tidak tentu kondisinya. Dia menjadi begitu pendiam, menjauh dari sosial, dia hanya berada bersama Kohane. Tapi aku tak mau memusingkan hal tersebut, yang harus kulakukan sekarang adalah mencari Karasu dan membunuhnya. Namun sayang sekali semua berakhir begitu menyakitkan. Menyakitkan ketika kau tahu kalau putri tercintamu tewas begitu saja.
            Semua ini harus diselesaikan. Aku harus mencari dimana lokasi AKAGOSAI berikutnya. Dan aku menemukannya, menemukan lokasi dimana Akagosai akan dilaksanakan. 

            Kuil itu, kuil bobrok yang berdekatan dengan sebuah SMA.
            KUIL SEIRIN.


                                                            FINALE CHAPTER –END—


KAGAMI TAIGA
Kuil Yukibana – 17.00 p.m  

            Akhirnya cerita Saya-san berhasil membuat bulu kudukku berdiri.

            Yang bisa kupastikan di sini adalah, ternyata Kinako dan Kohane sama sekali tidak mengalami kudeta besar-besaran, mereka diserang oleh Karasu Yukihira yang malah membuat ayah mereka terbunuh. Kinako memang sangat jarang cerita dan tak mau menceritakan bagaimana keadaan sebenarnya.
            “Jadi, masalah kudeta itu semua bohong?” tanyaku.

            “Demi menutup keadaan yang sebenarnya, aku mengatakan itu pada ayahku, lalu tentu saja kepala keluarga menyepakati untuk menutup
nya. Kurasa Shuu tidak mau melibatkan semua orang dan berharap Karasu benar-benar berhenti melakukan semua ini.” Saya-san menghela napas, helaan napasnya sangat berat menunjukkan betapa beratnya beban yang ia pikul. 

            “Ano, maaf, sebenarnya aku sendiri juga datang kemari karena suatu hal,” Uzumaki-san yang sedari tadi diam angkat bicara, wajahnya pucat dan dia sesekali melirik Pak Zen. “A,aku mencari adik perempuanku. Semenjak tiga tahun lalu aku hidup di sini berdua, adikku hilang ketika musim dingin dan sampai sekarang tak pernah kembali. Aku tak bisa memanggil polisi karena bakal menjadi rumit urusannya, dan.., tampaknya aku tahu kemana adikku pergi.” Matanya melirik kesana-kemari, dia seperti ketakutan, Uzumaki-san ternyata adalah salah satu korban!
            “Dan yang lain-lain tentang apa yang dikatakan oleh Kinako itu bohong?” sahut Kuroko.
            “Ketika ledakan gas di Teikou, dia memang terluka cukup parah dan nyaris tewas, ibaratnya seperti Near Death Experience, mungkin. Tapi pada dasarnya dia tetap manusia, aku yakin awal ketika kalian bertemu di SEIRIN juga mengira dia hantu. “ ujar Midorima. Aku mengira-ngira kembali tentang kuil bobrok itu, kalau benar di dekat sekolah kami ada sebuah kuil yang terbengkalai maka kuil itu harusnya tak jauh dari bukit-bukit yang berjajar lumayan jauh dari kota. 

            “Uzumaki-san, kau masih ingat kronologi saat adikmu menghilang?” tanya Tatsuya.
            “Se,sekitar tiga tahun lalu. Aku rasa. Aku masih ingat, kedua orang kami bercerai dan kami memutuskan untuk tinggal bersama berdua. Adikku yang masih kecil waktu itu merengek memintaku mengantarnya ke festival kota dekat sekolahnya, lumayan jauh dari sini. Aku menolak dengan alasan sibuk kerja di kebun, adikku ngambek dan dia pergi sendirian. Kupikir hanya ke festival saja tak akan memakan waktu lama dan pasti adikku bisa pulang sendiri tapi...,” Uzumaki-san berkaca-kaca, matanya mulai tergenang oleh air matanya. “Dia tak pernah kembali, Mia tak pernah kembali semenjak itu.”

Kami terdiam. Jangan-jangan benar apa yang dikatakan oleh Saya-san kalau.... semua ini akan terjadi di kuil itu, kuil SEIRIN. Kuil yang sama dengan nama sekolahku. Bagaimana ini? Jantungku berdegup terus, perasaanku tidak enak.

            Beberapa menit berlalu tanpa suara, hanya isak tertahan Uzumaki-san yang menggema.
            Tak kusangka aku malah menangkap sosok Kuroko yang babak belur bersama Kise yang terkulai dan dipapah oleh seorang pria asing berambut oranye yang dikepang satu, mereka tidak bisa dibilang baik-baik saja. Dan yang semakin membuatku ternganga adalah kata-kata Kuroko yang keluar dari mulutnya ; 


            “LARI! LARI DARI SINI, KITA DISERANG!!”
DAMN!!.

            

PENGALAMAN MAGANG DI CCA

Selamat datang, 'selamat menikmati postingan ini buat kalian yang sedang membacanya, ya kalian, siapa lagi? sudah lama blog ini diting...